• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label bahasa madura. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa madura. Tampilkan semua postingan

bahasa madura

Tentang nama Madura ternyata banyak sekali versi yang ada
di masyarakat Madura￾Menurut ceritera rakyat, dahulu ada seorang raja mempunyai
seorang putri yang tidak mau dikawinkan. Tetapi lama-kelamaan
putri tersebut hamil tanpa suami. Raja merasa malu karena
anaknya hamil tanpa suami. Raja menyuruh patihnya membuang
putri tersebut Untuk keperluan itu sang patih membuat perahu,
kemudian sang putri disuruh naik dan dilepas di lautan. Akhirnya
perahu tersebut terdampar pada sebuah pulau yang tak ada
penghuninya Di pulau inUah sang putri melahirkan seorang bayi
laki-laki yang tampan rupanya Bayi tersebut diberi nama Adi
Segoro, lalu lebih dikenal dengan nama Maddhuna Saghara
Dari kata maddhuna saghara ini, kemudian menjadi Maddhu
na dan akhirnya menjadi Madura sepertd sekarang ini.
Versi lain mengatakan bahwa nama Madura ini erat sekali
hubungannya dengan penyerangan Joko Tele atau Dampo Abang,
raja negpri Cina yang hendak memperisteri gadis-gadis Madura
(menghisap madunya gadis Madura). Tetapi Dampo Abang
mengalami kekalahan. Dengan kekalahan Dampo Abang ini berarti
gadis Madura masih asli; maksudnya madunya masih utuh, belum
dihisap oleh Dampo Abang. Dari kata maddhuna-dhara, 'madu
gadis', timbullah nama Madura seperti sekarang ini.
Ditinjau dari segi penghasilan, pulau Madura bisa disebut
"madu dari laut", atau dalam bahasa Jawa artinya 'madu segara'
sehingga terjadilah rangkaian kata Madura, dengan catatan
bahwa madu dari laut berarti garam, walaupun garam sendiri
rasanya asin bahkan pahit apabila terlalu banyak dimakan.
Dilihat dari segi geografis asal nama pulau Madura bisa
ditafsirkan dari dua kata maddhu dan segara, 'pojok lautan'.
Mungkin tafsiran ini ditimbulkan oleh penduduk yang diam di
pulau Jawa yang melihat pulau tersebut berada di pojok pulau
Jawa.
1.1.1 Orang Madura
Orang Madura ialah orang yang secara tradisional berbi￾cara dalam bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari, yang
tinggal di pulau Madura dan beberapa tempat di Jawa Timur
sepeiti Surabaya, Bondowoso, Banyuwangi, Lumajang, dan
Jember. Persebaran orang Madura lambat-laun meluas ke luar
dari pulau Madura ke pulau sekitamya.
Kebanyakan persebaran ke luar pulau Madura itu
disebabkan karena alasan ekonomi. Mereka merantau untuk
mencari nafkah, Di Surabaya jumlah mereka nampak besar
sekali. Di bagian selatan Malang dan di Pasuruan dijumpai
adanya desa-desa suku Madura di antara suku Jawa. Di
bagian barat Bangli orang Madura tidak lagi berdiam di
desa-desa yang terpisah atau menyendiri tetapi bercampur
dengan penduduk Jawa asli. Daerah Besuki hampir seluruh￾nya didiami oleh orang Madura. Persebaran orang Madura itu
dewasa ini jauh lebih meluas adanya, lebih-lebih dengan
sangat dibutuhkannya tenaga-tenaga kerja untuk perkebunan
di daerah-daerah eks Karesidenan Besuki.
1.1.2 Penghidupan Masyarakat Madura
Dari penelitian yang dilakukan dapatlah diketahui
bahwa di dalam masyarakat Madura didapati beberapa
lapangan penghidupan. Ada yang mencari nafkah dengan
menjadi petani, pedagang, nelayan, pegawal negeri, dan
ada juga yang menjadi pemuka masyarakat.
Seperti halnya masyarakat petani yang lain, rupa-rupa￾nya masyarakat Madura pun mempunyai kemampuan yang
lebih untuk menjadi petani. Mereka mempunyai perhatian
yang baik terhadap soal pertanian tetapi terbentur pada
kenyataan bahwa sebagian besar tanah di Madura berupa
tanah pegunungan yang tandus, hanya mampu untuk dapat
dijadikan kebun dan tegalan saja. Dari tanah kebun dan
pategalan itu dihasilkan juga hasil bumi berupa buah-buahan,
jagung, tembakau dan pad! sedikit.
Di darah-daerah pesisir, masyarakat Madura dapat
hidup seb^ai nelayan. Dengan peralatan dan perlengkapan
yang masih sederhana, mereka berani mengarungi lautan
untuk mencari ikan. Di samping itu ada juga yang ber￾dagang menjual hasil bumi mereka ke luar Pulau Madura, di
samping ada yang menjadi pegawai negeri, seperti pegawai
pos, pegawai pemerint^ daerah^ dan pegawai transmlgrasi.
Di antara yang menjadi pemuka masyarakat, ada yang me￾rupakan pemimpin-pemimpin resmi yang terdiri dari aparat
pemerintah seperti bupati, camat, lurah, carik, dan seb^ai￾nya. Oleh masyarakat mereka dianggap memiliki kekuasaan
yang besar. Dalam masyarakat desa, secara hirarkhis pemilik
kekuasaan besar adalah lurah beserta kerawatnya, terdiri anta￾ra lain carik, kebayan, modin, dan pamong tani desa. Mereka
ini menerima wewenang yang telah disahkan oleh pemerintah
atasannya dan diterima pula oleh pendukung-pendukungnya.
Kepemimpinan lurah di wilayah desanya mempunyai peranan
yang sangat kompleks. la adalah penguasa tunggal yang
harus dapat menyelami keadaan masyarakatnya sesuai dengan
posisi dan kondisinya.
Di samping itu ada pemuka masyarakat yang merupa￾kan tokoh-tokoh tak resmi dalam masyarakat. Mereka
antara lain adalah para kyai (pembina spiritual) dan para
guru, sebagai kelompok minoritas intelektual. Pada umumnya
peranan mereka cukup besar di kalangan masyarakat. Warga
masyarakat lebih taat dan hormat menjalankan tugas-tugas
dan kewajiban-kewajibannya apabila mendapat perintah
dari para kyai dan guru.
Kerjasama dua kelompok pemuka masyarakat tersebut
penting sekali dalam menjalankan pemerintahan daerah.
Mereka memegang posisi strategis di samping mempunyai
kedudukan ekonomi yang kuat.
Dapat dikatakan bahwa para pemilik tanah pertanian
terdiri dari para kyai dan kelompok kecil pemuka masyara
kat yang tak resmi. Hubungan antara golongan masyarakat
atas dan golongan masyarakat bawah, yang pada umumnya
terdiri dari kelompok kecil petani pemilik tanah, sangat
erat. Kegiatan perekonomian yang terbesar dalam masyarakat
Madura terdapat di Kabupaten Sumenep yang terkenal
dengan industri garamnya.
Keadaan geografis pulau Madura yang gersang dan
tandus membawa pengaruh terhadap perwatakan masyarakat
nya. Pada umumnya masyarakat Madura mempunyai sifat￾sifat keras. Perwatakan yang demikian selain dipengaruhi
oleh faktor geografis juga oleh jenis makanan. Tentang
perwatakan orang Madura ini dapat dilihat dari ungkapan￾ungkapan maupun pribahasa-pribahasanya.
1.1.3 Lapisan Masyarakat
Lapisan masyarakat orang Madura dibedakan menjadi
dua golongan, yaitu golongan ningrat (bangsawan), dan
golongan orang biasa (orang kebanyakan).
Di dalam kenyataan hidup, masyarakat Madura masih
membeda-bedakan antara kaum priyayi yang antara lain
terdiri dari keturunan bangsawan, orang-orang intelektual,
dan pegawai dari orang-orang kebanyakan seperti para
petani, tukang, buruh-buruh dan pekeija-pekeija kasar lain￾nya.
1.1.4 AgamafKepercayaan
Sebagian besar orang Madura beragama Islam. Data
mengenai jumlah mesjid yang terdapat di Madura cukup
membuktikan bahwa agama tersebut sangat berpengaruh.
Para kyai/santri merupakan penganut agama Islam yang
konsekwen dan berdisiplin serta teratur menjalankan dasar￾dasar ajaran atau perintah-perintah agamanya. Selain agama
Islam ada juga orang di Madura yang memeluk agama Katolik
/Protestan atau agama Kong HuChu. Kebanyakan yang
memeluk agama Kong Hu Chu adalah pendatang dari
luar, yaitu orang-orang Cina.
Walaupun agama Islam sangat besar pengaruhnya
terhadap masyarakat, dalam kenyataannya orang-orang
Madura masih percaya kepada suatu kekuatan yang bersifat
gaib dan sakti, kepada arwah leluhur, dan kepada makhluk
halus yang berada di sekitar alam tempat tinggal mereka.
Menurut kepercayaan mereka hal tersebut dapat mendatang￾kan kebahagiaan, ketenteraman, atau pun keselamatan
tetapi sebaliknya dapat juga menimbulkan gangguan-ganggu￾an bahkan kematian. Bila seseorang ingin hidup terhindar
dari bencana-bencana, ia hams berbuat sesuatu untuk mem￾pengaruhi keadaan alam sekitamya; misalnya selamatan
atau sesaji.
Mengadakan selamatan dan sesaji ini seringkali dijalan￾kan oleh orang Madura di desa-desa pada saat-saat tertentu
dalam peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari. Fungsi se
lamatan itu sebenamya tidak terpisahkan dari pandangan
alam pikiran proses totaliter alam semesta dan erat hubung￾annya dengan anasir kekuatan sakti maupun makhluk￾makhluk hahis. Semua selamatan dimaksudkan untuk mem￾peroleh keselamatan hidup tanpa ada gangguan-gangguan.
Upacara selamatan itu dilakukan misalnya waktu sebelum
dan sesudah kelahiran, waktu perkawinan, kematian, bersih
desa, penggarapan tanah pertanian, sehabis masa panen,
kesembuhan dari sakit, dan lain-lainnya. Dalam rangka ke￾percayaan terhadap makhluk halus mereka sering mengada￾kan upacara sesajen di tempat-tempat tertentu; misalnya di
sudut rumah, di persimpangan jalan, di bawah pohon-pohon
besar, di kolong jembatan, dan di tempat-tempat yang
dianggap ada penghuninya (makhluk halus). Ini dilakukan
dengan maksud agar para roh halus tidak mengganggu
ketenteraman atau keselamatan.
1.1.5 Bahasa Madura
Bahasa Madura adalah bahasa yang dipergunakan orang
di pulau Madura dan pulau-pulau di sekitarnya seperti
Sapudi, Raas, Kambing, dan Kangean. Perhatian orang
terhadap bahasa Madura ini cukup ada, ini dapat dibuktikan
dengan adanya penyelidik-penyelidik bahasa Madura. Bebe￾rapa karangan mengenai bahasa Madura pemah pula ditulis
orang.
Bahasa Madura dipelihara dan didukung oleh masyara￾katnya. Hal ini terlihat dari banyaknya puisi dan kesenian
yang menggunakan bahasa Madura.
Bahasa Madura mempunyai persamaan dengan bahasa
daerah yang lain, terutama dengan bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia.
1.2 Wilayah Pemakaian Bahasa Madura
Wilayah pemakaian bahasa Madura ini meliputi seluruh
pulau Madura dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Bahasa
Madura juga dipakai oleh perantau-perantau yang berasal
dari Madura yang bertempat tinggal di pulau Jawa seperti
di Surabaya, Bondowoso, sampai Banyuwangi, Lumajang,
Jembe^dan Probolinggo.
1.2.1 Lokasi dan luas daerah pemakaian
Madura adalah pulau yang letaknya di sebelah timur
Pulau Jawa, berada antara 113° — 115° B.T. dan 6,5° —
7,5° L.S. dengan batas-batas sebagai berikut: sebelah utara,
dibatasi oleh Laut Jawa; sebelah timur dibatasi oleh LautJawa; sebelah selatan, dibatasi oleh Selat Madura; dan
sebelah barat, dibatasi oleh Selat Madura.
Pulau Madura ini dibagi menjadi 4 kabupaten, yaitu:
a. Kabupaten Pamekasan
Kabupaten ini terdiri dari 4 kawedanaan, 11 ke￾camatan, dan 190 desa. Di sini terdapat 2 perguruan
tinggi, yaitu IAIN Sunan Ampel dan IKIP (Cabang
IKIP Surabaya). Tempat ibadah juga banyak dijumpai
di sini: mesjid sejumlah 457 buah, gereja 4 buah, dan
klenteng 1 buah. ^
b. Kabupaten Sumenep ^
Kabupaten ini terdiri dari 6 kawedanaan, 22 ke￾camatan, dan 332 desa, termasuk 60 buah pulau kecil￾kecil di sekitamya. Tempat-tempat pendidikan dari
SD sampai perguruan tinggi sudah ada, demikian pula
rumah-rumah sosial. Adapun mengenai tempat-tempat
ibadah jumlahnya adalah sebagai berikut: mesjid 559
buah, gereja 4 buah, dan bangunan klenteng hanya ada
1 buah.
c. Kabupaten Sampang
Kabupaten ini terdiri dari 4 kawedanaan, 12
kecamatan, dan 186 desa. Di sini pun terdapat tempat￾tempat pendidikan mulai dari SD sampai perguruan
tinggi, yaitu Perguruan Tinggi IKIP-PGRI Cabang
Surabaya. Rumah sosial terdiri dari 2 buah rumah
sakit, dan tempat-tempat ibadah terdiri dari 514 mesjid
dan 1 buah gereja.
d. Kabupaten Bangkalan
Kabupaten ini terdiri dari 5 kawedanaan, 18
kecamatan, dan 281 desa. Di tempat ini pun terdapat
tempat-tempat pendidikan, rumah-rumah sosial, dan
tempat ibadah.
Daerah seluruh pulau Madura, berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh PUTL dan UNICEF pada tahun 1974,
terdapat seluas 387.954,16 ha dengan perincian sebagai
berikut.a. Kabupaten Bangkalan ® 106.020 ha
b. Kabupaten Sampang = 98.501,16 ha
c. Kabupaten Pamekasan = 58.591 ha
d. Kabupaten Sumenep = 124.842 ha
Pulau Madura dikenal sebagai daerah yang kurang
subur. Tanahnya terdiri dari tanah pegunungan kapur sehing￾ga tandus. Tetapi di bagian barat, yaitu Kabupaten Bangkalan
dan Sampang, daerahnya agak subur bila dibandingkan de￾ngan Madura bagian timur, yaitu Kabupaten Pamekasan dan
Sumenep. Di bagian tengah terdapat pegunungan yang
puncaknya tidak melebihi 400 m. Karena tidak adanya
gunung yang tinggi inilah maka curah hujan lebih sedikit
bila dibandingkan dengan Pulau Jawa. Dataran rendah
dapat dijumpai di Madura bagian barat. Daerah itu dapat
ditanami padi dengan sungai Baliga sebagai sumber pengalran￾nya. Adapun hasil-hasil lain yang dapat dijumpai di Madura,
yaitu jagung, padi, tembakau, kelapa, buah-buahan, dan
garam di daerah pantai.
1.2.2 Variasi dialektis bahasa Madura
Bahasa Madura yang dipergunakan oleh masyarakat
Madura di Pulau Madura dan sekitamya itu berbeda-beda
dialeknya. Hal itu disebabkan oleh penggunaan-penggunaan
peristiwa-peristiwa sosial masing-masing daerah. Ada
tiga macam dialek yang terdapat di Pulau Madura yaitu:
(1) dialek Bangkalan, (2) dialek Pamekasan, dan (3) dialek
Sumenep.
Dialek Bangkalan dipergunakan oleh orang-orang
di Madura bagian barat, di seluruh Kabupaten Bangkalan
dan Sampang; dialek Pamekasan dipergunakan oleh orang￾orang di seluruh Kabupaten Pamekasan, Madura bagian
tengah; dialek Sumenep dipergunakan oleh orang-orang
di Pulau Madura bagian timur, di daerah Kabupaten Sume
nep.
Di antara ketiga dialek ini tidak terdapat perbedaan
yang besar. Perbedaannya hanya terdapat pada cara peng￾ucapannya saja. Perbedaan dalam kosakata boleh dikata
tidak ada.
a. Dialek Bangkalan mempunyai kebiasaan atau ciri menyingkat kata-kata sehingga dengan demikian -f
banyak terdapat bunyi konsonan rangkap karena ada
bunyi vokal yang tidak diucapkan seperti:
jareya diucapkan jreya artinya 'itu' ^
pasera diucapkan psera artinya 'siapa'
ghaladhak diucapkan ghladhak artinya 'jembatan'
b. Dialek Pamekasan mempunyai kebiasaan atau ciri
mengucapkan kata sesuai dengan jumlah kata yang ada,
jadi panjangnya suku kata diucapkan sama, seperti:
jareya diucapkan jareya
pasera diucapkan pasera
ghaladhak diucapkan ghaladhag
c. Dialek Sumenep mempunyai kebiasaan atau ciri mem￾perpanjang ucapan kata pada bagian akhir, umumnya
pada kata yang berakhir dengan vokal, seperti;
jareya diucapkan jareyaa
pasera diucapkan paseraa
ghaneko diucapkan ghanekoo
Di samping ketiga dialek tersebut di atas, masih dike￾tahui pula adanya dialek-dialek yang lain, seperti dialek
Girpapas, dan dialek Kangean, yang terdapat di luar Pulau
Madura.
Mengingat akan meluasnya pemakaian bahasa Madura
di luar Madura yang kemudian bertemu dan bercampur
dengan bahasa lain, seperti di Bondowoso, Banyuwangi,
dan Jember, ada kemungkinan timbulnya dialek-dialek
baru yang sama sekali berlainan dengan dialek yang ter
dapat di Pulau Madura sendiri. Contoh yang nyata eekali
terdengar pada dialek bahasa Madura yang dipergunakan
oleh orang Madura di Banyuwangi, yang lagu bahasanya
mendekati lagu bahasa Osing, Perkembangan bahasa Madura
yang berasal dari dialek Bangkalan berbede dengan yang
berasal dari Pamekasan atau Sumenep. Dengan demikian
dapatlah dikatakan seakan-akan ada bahasa Madura Bondo
woso, bahasa Madura Probolinggo, bahasa Madura Surabaya,
dan Iain-lain.
1.2.3 Tingkat Bahasa
Seperti halnya bahasa Jawa, bahasa Madura juga mem￾punyai tingkatan-tingkatan. Tingkatan ini pada garis besar￾nya dapat dib^ dalam tiga golongan, yaitu:
a. Bahasa ngoko, yaitu jenis bahasa yang dipakai oieh
sesama kawan di dalam situasi pergaulan yang akrab,
misalnya: ngakan, 'makan'.
b. Bahasa madya, yaitu jenis bahasa yang dipakai oieh
sesama kawan dalam situasi pergaulan resmi, satu
sama lain ada maksud saling menghormati, misalnya:
nedha, 'makan'.
c. Bahasa kromo, yaitu jenis bahasa yang dipakai oieh
I orang dalam situasi yang satu menghormati yang lain,
misalnya: dhaar, 'makan'.
% Untuk ketiga macam istilah itu berasal dari satu kata
yang kadang-kadang dipakai juga istilah: bahasa kasar,
bahasa sedang dan bahasa halus.
1.2.4 Jumlah Pemakai Bahasa Madura
Jumlah pemakai bahasa Madura ini menurut hasil
sensus tahun 1975 yaitu sebanyak 2.0407.444 orang, dengan
perincian sebagai berikut.
a. Jumlah pemakai bahasa Madura di Kabupaten Pamekasan
sebanyak 462.752 (menurut catatan statistik Pemerin￾tah Daerah Kabupaten Pemakasan tahun 1975).
b. Jumlah pemakai bahasa Madura di Kabupaten Sumenep
sebanyak 772.941 orang (menurut catatan statistik
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep awal 1975).
c. Jumlah pemakzd bahasa Madura di Kabupaten Sampang
sebanyak 542.775 orang (menurut catatan statistik
Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang tahun 1975).
d. Jumlah pemakai bahasa Madura di Kabupaten Bang￾kalan sebanyak 628.976 orang (Pembangunan Kabupa
ten Daerah Tingkat II Bangkalan hal. 3).
Jumlah ini belum terhitung pemakai yang ada di daerah￾daerah di luar Pulau Madura. Jumlah pemakai bahasa Madura
yang ada di luar pulau Madura tidak diadakan penelitian ber￾hubung sempitnya waktu dan terbatasnya pembiayaan. Jadi
jumlah pemakai bahasa Madura yang dapat disebutkan di sini
yaitu hanya yang ada di pulau Madura saja sesuai dengan populasi
yang ditentukan.
1.3 Peranan dan Kedudukan Bahasa Madura
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa
Madura berperan sebagai: (1) lambang kebangsaan daerah,
(2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan di dalam
keluarga dan masyarakat daerah.
Di dalam hubungannya dengan kedudukan bahasa Indonesia,
bahasa Madura berkedudukan sebagai bahasa daerah. Kedudukan
ini didasarkan pada kenyaaan bahwa bahasa daerah itu adalah
salah satu unsur kebudayaan nasional dan dilindungi oleh negara,
sesuai dengan bunyi penjelasan Bab XV Pasal 36, Undang-undang
Dasar 1945.
1.3.1 Tenipat dan Situasi Pemakaian
Bthasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional,
bahasa ref mi, memiliki daerah penggunaan yang jauh lebih luas
daripadai tiap bahasa daerah dan meliputi seluruh wilayah negara
kita. Akibatnya, di samping bahasa Indonesia, bahasa daerah juga
dipakai, bergantung pada situasi pemakaiannya.
Demikian pula halnya dengan bahasa Madura, yang mempunyai
situasi pemakaian yang tertentu. Menurut situasi penggunaannya,
bahasa ini dipakai sebagai bahasa pengantar:
a. di sekolah dasar (sampai kelas tiga);
b. pada upacara perkawinan;
c. dalam khotbah-khotbah di masjid;
d. dalam lingkungan keluarga;
e. dalam siaran-siaran radio daerah;
f. pada waktu diadakan penjelasan tentang keluarga beren￾cana;
g. dalam kesenian;
h. oleh ibu-ibu yang berbel'anja di pasar;
oleh ibu-ibu waktu mengadakan arisan;
j- Waktu mengurus surat di kantor pememtah (di samping
bahasa Indonesia);
k. oleh para pegawai kantor waktu berbicara dengan
teman-teman sekantor.
1.3.2 Tradisi Sastra Lisan
Tradisi yaitu kebudayaan yang diwariskan turun￾temurun (Dananjaya, 1972). Adapun yang disebut sastra
lisan dari mulut ke mulut atau melalui contoh yang
disertai dengan perbuatan (seperti dalam mengajar tari,
selain diberi keterangan juga diberi contoh gerakan tangan
dan kaki), dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Tradisi sastra lisan di Madura banyak dijumpai baik
di Kabupaten Sampang, Sumenep, Bangkalan, maupun di
Kabupaten Pamekasan, dalam bentuk: prosa, misalnya:
Bintang Kemaluan, Jukok Raja Nima, Jula-juli Bintang
Tujuh, Jukok Kalanga.; sage, misalnya: Tombak Talonto;
legende, misalnya: Roh Batal, Kerapan Sapi (asal-usulnya),
Asal-usul Desa Proppo, Asal-usul Padem Abu, Bujuk Gajem,
Hegung; fabel, misalnya: Kosa dan Dulkanah, Musang dan
Harimau; dongeng, misalnya: Kyai Tokek, Melas Orang
Miskin, Buq Rondo Kasihan, Mengapa Harimau Disebut
Kyai, Membunuh Orang Kafir, Lancing Pujuk, Kyai dan Ikan
Gabus, Kyai Parge, Asal-usul Orang Madura, Tukang Caruk,
Asal-usul Desa Geger.
Selain sastra lisan yang berbentuk prosa, ada juga
yang berbentuk puisi, yaitu: peribahasa, pepatah, pantun
(pantun muda-mudi, pantun kanak-kanak, pantun muslihat,
dan pantun kilat), teka-teki, perumpamaan, bidal, dan
tamsil. (Keterangan lain lebih lanjut dapat dilihat pada basil
penelitian sastra lisan Madura yang dikerjakan oleh kelompok
peneliti Fakuitas Sastra Universitas Negeri Jember.)
1.3.3 Kesenian
Jenis kesenian yang juga banyak dijumpai di empat
kabupaten yaitu: ludruk, semacam sandiwara yang diselingi
dengan tembang dan nyanyian-nyanyian; macapat/mamaca,
jenis kesenian yang berisi tentang cerita-cerita Nabi, wayang,
cerita tentang Panji, agama, dan sebagainya; tunil; salabatan,
semacam ludruk; Berbeda dengan ludruk yang sudah men￾dapat pengaruh dari Jawa, salabatan merupakan kesenian
Madura asli; sandur, kesenian berupa pantun, syair, atau
nyanyian-nyanyian yang biasa dinyanyikan oleh an£ik-anak;
terbang dhung-dhing; sronen; runang.
1.3.4 Tradisi Sastra Tulis
Tradisi sastra tulis pun banyak dijumpai di pulau Madu￾raj misalnya: Babad Madura ditulis dalam huruf hanacaraka;
Babad Songenep ditulis dalam huruf hanacaraka/latin;
Ghuna Bicara ditulis dalam huruf hanacaraka/latin; Bhangsa￾cara ditulis dalam huruf hanacaraka/latin; C. Vreede ditulis
dalam huruf latin; Joko Tole ditulis dalam huruf hanacaraka;
Ke Lesap ditulis dalam huruf hanacaraka; Bindera Saud
ditulis dalam huruf latin.
1.4 Metodologi
Dalam usaha pengumpuian data penelitian bahasa Ma
dura ini, kelompok peneliti mempei^nakan beberapa me￾tode penelitian, di antaranya: pengamatan, wawancara, dan
studi pustaka.
Dalam pencarian data, kelompok peneliti membagi
wilayah Madura menjadi 4 kabupaten; setiap kabupaten
dibagi l^i menjadi 2 kecamatan, yaitu kecamatan kota dan
luar kota; setiap kecamatan menjadi 2 desa; dan dari setiap
desa dipakai 3 orang informan sebagai sumber data. Dari
tiap-tiap informan inilah data dikumpulkan dan dianalisis.

Fonem
Data-data yang dipakai untuk penganalisisan fonem bahasa
Madura ini, diperoleh dari hasil rekaman suara dari dua puluh
eriipat orang informan penutur asli (native speakers) dengan
alat perekam. Untuk tujuan tersebut digunakan dua ratus kosa￾kata dasar atau basic vocabulary menurut istilah Swadesh, yang
disebut juga 'SWasdesh wordlist'.
2.2 Inventarisasi Fonem
Bahasa Madura memiliki inventarisasi fonem yang terdiri
dari dua puluh lima konsonan, tujuh vokal, dan tiga diftong.
2.3 Konsonan
Konsonan-konsonan tersebut dapat dibagi atas bunyi-bunyi
hambatan atau stop, frikatif, nasal, likuida, dan semi-vokal.
Bunyi hambat atau stop dibedakan atas bunyi tanaspirat dan
bunyi aspirat, kecuali bunyi glotal.. Pada bagan konsonan berikut
dibuat kolom-kolom, tempat atau daerah artikulasi bunyi-bunyi
tersebut:
Bagan konsonan:
1 2 2+ 3 4
tanaspirat: P -t t c k
Hambat/stop
aspirat : h d d i g
bh d^ d^
Frikatif : s
Nasal : m n n r}
Likuida : r 1
Semi-vokal r
Semua konsonan dihasilkan di daerah artikulasi 1, 2, 3,
dan 4, serta retrofleks di daerah 2 +. Bunyi-bun5d nasal dihasil
kan di daerah 1, 2, 3, dan 4. Kemudian bunyi-bunyi likuida. di
daerah 2, sedangkan semi-vokal terdapat di daerah 1 dan 3.
Fonem-fonem / p, t, k, s, m, n, q, r, 1/, terdapat di semua
posisi, yaitu sebagai fonem awal, tengah, dan akhir. Fonem￾fonem lainnya, yaitu /c, b, d, d, d^, j, g, g^, n/, terdapat
pada posisi awal dan tengah, dan /w, y/ hanya pada posisi tengah.
Bunyi glotal /?/ terdapat pada posisi tengah dan akhir. Berikut
ini diberikan beberapa contoh mengenai posisi fonem-fonem ter￾sebut
/p/ : /pate?/ 'anjing'
/lamps/ 'gemuk'
/c/ : /callaq/ 'hitam'
/lonca?/ 'loncat'
/colap/ 'dingin'
/b/ : /bunta?/ 'ekor*
/t/ : /tana/ 'tanah' /ambu?/ 'ibu'
/mate / 'mati'
h
/b^/ : /b^addhi/ 'pasir'
/takarj at/ terkejut /e u/ 'ibu'
/k/ : /kapeq/ 'kuping' /d/ : /dhina/ *biar'
/tako?/ 'takut' /sabidak/ 'enam puluh'
/cetak/ 'kepala'
/s/ : /s^taq/ 'satu*
/korse/ 'kursi*
/d/ : /dara/ 'darah'
/odi?/ 'hldup'
/karss/ 'kurus' /d^/ : /d^aghiq/ 'daging'
/abd 1/ 'abdi'
Im! : /mata/ 'mata'
/ambu/ 'berhenti' /d'^/ : /d'^a?ar/ 'makan'
/malam/ 'malam' /badd^a/ 'tempat'
/n/ : /nase?/ 'nasl'
/panas/ 'panas'
ni : /juko?/ 'ikan'
/ajam/ 'ayam'
/ojan/ 'hujan'
/h ; /j'^ila/ 'lidah'
/q/ : /qabbar/' 'terbang* /g'^aj i/ 'lemak'
/baqal/ 'berani'
/satoq/ 'satu' Is/ : /gunaq/ 'gunung'
/togal/ 'patah'
/r/ : /roma/ 'rumah'
/are/ 'harl' 1^1 : /g aris/ 'garis'
/epar/ 'ipar' /teng'^i/ 'tinggi'
/!/ : /laqan/ 'lengan*
/ales/ 'alls'
In/ : /neam/ 'mendum'
/banna?/ 'banyak'
/qontal/ 'menelan' /w/ ; /rowa/ 'itu'
/duwa?/ 'dua'
/y/.
I
/iyo/ 'ya'
/reya/ 'ini'
/?/ /b3?na/ 'kamu'
/cob?/ *mulut'
2.4 Vokal
Ketujuh bunyi vokal dalam bahasa Madura dapat dibedakan
berdasarkan posisi lidah pada pengucapan bunyi-bunyi tersebut,
yaitu tinggi, madya, dan rendah. Vokal tinggi terdapat pada
bagian depan dan belakang atau pangkal lidah, sedangkan vokal
madya dan vokal rendah pada bagian depan, tengah, dan belakang.
Denah vokal:
HNGGI :
MADYA :
BAWAH
DEPAN
i
TENGAH
0
a
BELAKANG
u
Tiga fonem, yaitu /e, a, 0/ dari vokal-vokal itu merupakan
fonem-fonem yang terdapat pada semua posisi. Fonem-fonem
a, u/ terdapat pada posisi tengah dan akhir. Sedangkan
fonem /a / terdapat pada posisi awal dan tengah. Sebagai gambaran,
berikut ini diberikan contoh-contoh mengenai posisi vokal-vokal
tersebut.
/ e / : /spar/ 'ipar' HI : /bine?/ 'perempuan
/pate?/ 'anjing' /ghighi/ *gigi'
/pote/ 'putih*
/5 / : /d9i9i 'darah'
/a/ : /apa/ 'apa' /jha gha/ 'bangun'
/tana/
/mata/
'tanah'
'mata' /u/ : /juba?/
/bulu/
'buruk'
'bulu'
}o t : /obu?/
/tako?/
/lampo/
'rambut'
'takut'
'gemuk'
lol :• /arnma?/
/sannaq/
'ibu'
'gembira'
Diftong ' i
Di samping tujuh vokal itu, di dalam bahasa Madura ter￾dapat tiga diftong, yaitu: /ay/, /oy/ dan /uy/. Bunyi-bunyi ter￾sebut dimasukkan ke dalam diftong atas dasar ciri-ciri fonetis.
Bunyi-bunyi itu ternyata merupakan kombinasi dari vokoid￾vokoid siiabis dan non-silabis.
Ketiga diftong /ay/, /oy/, dan /uy/ itu, hanya terdapat pada
posisi akhir. Sebagai contoh:
i) /soijay/ 'sungai', yangdapat dipertentangkan dengan /contag/
'cintai' (/centa/ + /e/ (/e/ alomorf /i/, seperti: /magari/
'memberi pagar', dan /qaroqe/ 'memberi kurungan') sebagai ^
sufiks kata keija transitif).
ii) /soroy/ 'Sisir', yang dapat dipertentangkan dengan /sosoe/ ^
'susui' (/sosa/ + /e/ (/e/ alomorf /i/, seperti: /maghari/
'member! pagar', dan /qarone/ 'memberi kurungan' seb^ai ^
sufiks kata kerja transitif).
iii) /karbuy / 'kerbau', yang dapat dipertentangkan dengan
/tangghui/ 'tunggui' (/tongghu/ + /i/ Sebagai sufiks kata
ketja transitif).
2.6 Gugus Konsonan
Di dalam bahasa Madura terdapat dua bentuk gugus konson
an: gugus konsonan bunyi-bunjn hambat atau stop dan gugus
konsonan bunyi-bunyi likuida, yang masing-masing dapat di￾singkat menjadi (a) ak-S dan (b) ak-L.
a, ak-S, terdiri dari bunyi-bunyi nasal dengan bunyi-bunyi
hambat bersuara yang sejenis (homoi^an). Bentuk ini hanya
terdapat pada posisi tengah, seperti: /ambu/ 'ber￾henti, /menggat/ 'minggat', /kambaq/ 'bunga' /lanjaran/
lanjaran'.
b. ak-L dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1) yzing terdiri atas semua konsonan kecuali /t/, /d/, /d /,
/?/, /r/, /I/, /y/ dengan /I/. Bentuk ini hanya terdapat
pada posisi awal, seperti: /slamat/ 'selamat',
/tlamo/ 'kelewatan', /g^iajug/ 'ikatan padi', /klamb^i/
'baju', /mlenj'^u/ 'blinjo'.
2) yang terdiri atas semua konsonan kecuali /?/, /I/, /y/
> dengan bunjd /r/. Bentuk ini terdapat pada posisi awal
^ dan tengah, seperti: /ban — sro ban/ 'sem￾barangan', /mankraij/ 'bertengger', /pottra/ 'anak', /pra￾ba?3n/ 'sifat', /kranjag/ 'keranjang', /jrage?/ 'nama tem￾pat'.
2.7 Bunyi Kembar
Di samping dua bentuk gugus konsonan tadi, di dalam
bahasa Madura terdapat sejumlah bunyi kembar atau geminate.
Bunyi-bunyi tersebut secara fonetis maupun fonemis merupakan
satu bunyi saja dan terjadinya tiada lain disebabkan karena
pemanjangan ucapan terhadap bunyi-bunyi konsonan tertentu
pada batas suku (syllable). Sebagai contoh: : /lange?/
langit', /mattaa/ 'mertua', /nabbhar/ 'terbang', /ballu?/ 'delapan',
/assam/ 'asam', /bocca/ 'basah', /callot/ 'lumpur'.
2.8 Pola Suku Kata
Untuk mengetahui pola suku kata bahasa Madura, perlu di￾perhatikan sebelumnya cara pemenggalan kata-kata bahasa Madura
atas suku-sukunya. Dengan memperhatikan ucapan-ucapan yang
dilakukan informan tediadap daftar kosakata, secara lambat dalam
mencatatnya, dapat diperoleh enam pola suku kata sebagai ber￾ikut: (a) V, (b) VC, (c) CV, (d) CVC, (e) CCV, (f) CCVC. Be￾berapa contoh dapat diberikan di sini; misalnya:
a* V ; /tae/ 'kotoran', /apa/ 'apa', /iys/ 'ya*
b' VC : /ampa?/ 'empat', /ombo?/ 'ombak', /ogg^"/ 'sung￾guh'
CV : /i-ya/ 'ya', /a-ts/ *hati', /a-re/ 'hari'
d» CVC : /bagko/ 'rumah', /tandu?/ 'tanduk', /Ismpo/ 'ge￾muk'
e. CCV : /siapeg/ 'nama pantai', /g^lajun/ 'ikatan padi',
/cakra/ 'senjata cakra'.
f. CCVC : /kranjag/ 'keranjang',/magkran/ 'bertengger*,
/tlampa/ 'kelewatan
2.9 Tekanan Kata
Di dalam bahasa Madura, tekanan kata tidak bersifat fonemik.
Tekanan tersebut hanya mengisyaratkan apakah sebuah ucapan
disusul oleh ucapan lain atau tidak. Jika tekanan diletakkan pada
suku akhir, hal itu berarti bahwa ucapan yang baru berlangsung
akan disusul oleh ucapan berikutnya. Sebagai contoh misalnya
cara informan mengucapkan urutan kata-kata bilangan dari satu
sampai dengan sepuluh, yang dapat dicatat sebagai berikut:
# toi}/, /wo?/, /lo?/, /pa?/, /ma?/, /nom/, /to?/, /lu?/, /qa?/, /la/ #
Kemudian, jika tekanan terdapat pada suku kedua dari be￾lakang, berarti bahwa ucapan yang berlangsung telah berakhir
meskipun ada kemungkinan akan disusul oleh ucapan lain. Sebagai
contoh jika informan diminta untuk mengucapkan kata-kata yang
ditunjuk satu per satu; misalnya: /ssttoq/ 'satu', /bonko/ 'rumah',
/lanna?/ 'langit', /sako/ 'keiki', /tanar)/ 'tangan', /jaran/ 'kuda',
/maja/ 'meja', /korsa/ 'kursi'.
2.10,Variasi Fonetik
Dari dua puluh lima konsonan yang terdapat dalam bahasa
Madura, dapat dikemukakan bahwa kelompok bunyi-bunyi ham￾bat tansuara /p, t, t, k/ kontras dengan kelompok bunyi-bunyi
hambat bersuara /b, bh, d, d, dh, dh, g, gh/. Secara fonetik
kedua kelompok bunyi-bunyi itu berbeda karena pada kelompok
pertama cara pengucapannya ditandai dengan adanya ketegangan,
yang pada kelompok kedua ciri tersebut tidak dijumpai. Sebagai
contoh misalnya /apa/ 'apa' vs /aba/ 'perintah' yang di dalam
pengucapannya bunyi /p/ pada /apa/ memiliki ciri ketegangan,
yang berbeda dengan pengucapan /b/ pada /aba/ yang tidak di
tandai dengan ketegangan. Posisi dari pertentangan tersebut ter
dapat pada awal dan tengah kata.
Bunyi glotal /?/ bertentangan dengeui /k/; misalnya pada
contoh kata /io?U?/ 'goyah' vs /loklok/ 'gagu', yang terdapat
pada posisi tengah akhir.
Bunyi afrikat /c/ bertentangan dengan /j/ dan /jh/; misalnya
/caca/ 'bicara' vs /jhajha/ 'berkeliling'; sedangkan kelompok
bunyi-bunyi nasal /m, n, n, n/, terdapat pada posisi awal, tengah
dan akhir. Kemudian /y/ dan /w/ sebagai bunyi semi vokal
takbersuara terdapat pada posisi tengah, di antara dua vokal,
seperti: /iyo/ 'ya' dan / arowa/ 'itu'.
Dari tujuh vokal yang terdapat dalam bahasa Madura, bunyi
/a/ memiiiki ciri ketegangan dalam pengucapannya dan ber￾tentangan dengan /i, e, u, 0/ yang bersifat kendor. Bunyi lembut
/u, 0/ bertentangan dengan /i, e/ yang bersifat keras. Sedangkan
/o, a/ tidak beroposisi.
Selanjutnya bunjd /a/ bervariasi bebas dengan /e/ pada
posisi tengah, seperti /sattoq/ 'satu' dan /settoq/ 'satu'.
2.11 Ejaan
Sistem penulisan bahasa Madura dengan huruf Latin dipakai
sejak masa pemerintahan Belanda dengan berpedoman kepada
sistem ejaan van Ophuysen untuk bahasa Melayu. Sistem ejaan
tersebut mengalami perubahan pada tahun 1940 dengan adanya
sistem ejaan yang disusun oleh Ten Kate, yang berlaku hingga
sekarang, di sana-sini disesuaikan dengan ejaan Suwandi atau
ejaan Republik untuk bahasa Indonesia.
Karena tidak adanya keseragaman di dalam pemakaian ejaan
tersebut, melalui sarasean-sarasean bahasa Madura yang berlang￾sung pada tahun 1958 dan tahun 1973, dilahirkan rumusan￾rumusan pembaharuan ejaan bahasa Madura bertolak dari usaha
penyesuaiannya dengan ejaan bahasa Indonesia. Sejalan dengan
itu karena ejaan pada hakekatnya adalah sistem penulisan bunyi￾bunjd bahasa dengan lambang-lambang visual yang berlaku khusus
untuk sesuatu bahasa tertentu yang tidak terlepas dari nilai￾nilai kultural masyarakat pemakai bahasanya, di sini disusun
sistem ejaan untuk bahasa Madura secara umum dalam bentuk
imbangan fonem-fonem dengan tanda-tanda ejaan.
Ejaan van Ophuysen
Fonem: Ejaan: Contoh:
HI i /abity lama* abit
1 u/ oe ybhiruy 'hijau bhiroe
1 3 i e yiampoy 'gemuk* lempo
1 e / e yalesy 'alls' ales
/ 3 / 0 yobu?y 'rambut' oboeq
y a 1 a yiabaq j 'pintu' labang
1 a y a laxe/ hari'
\
are
/p / P ykopeny 'kuping' kopeng
y t / t ytemory 'timur' temor
/1 
/
f /cetak/ 'kepala' cetak
/ c 
/ tj /cab?/ 'mulut' coloq
\
/ k 
/
k /komme/ 'kencing' kemme
/ ? 
/
q /diwe?/ 'dua' duwaq
/b/
b /ba-nko/ 'rumah* begnko
M/
d /dumai]./ 'dungu' doemeng
/ 4 
1
d /odi?/ 'hidup' odiq
/ j 
/
/juba?/ 'jelek' djoebaq
/ g/
g /?ngu?/ •angguk* onggoeq
/b^/ bh /baghus/ 'baik' bhaghoes
/dh 
/ dh /dhaghii] 'daging' dhaghing
/ dh 
/ dh /dha?ar/ 'makan' dhaqar
/ jh 
/ jh /jhila/ lidah' jhila
/ gh 
/ gh /gharis/ 'garis' gharis
/s/
s /settaq/ 'satu' settong
/ m 
/
m /qanom/ 'minum' ngenom
/ n 
/
n /nai]e§/ 'menangis' nanges
/ a 
/ nj /neam/ 'mencium' njeom
/ q 
/ ng /gabb^ar/ 'terbang' ngabbher
/I 
/
I /noghal/ 'memotong' noghel
/ w 
/
w /duwa?/ 'dua' doewaq
/ y 
/
y /iya/ 'ya' iya
n Ten Kate
Fonem: Ejaan: Contoh:
/i 
/
i /abit/ Hama' abit
/ u 
/ oe /bhiru/ 'hijau' biroe
/ e 
/
e /lempo/ 'gemuk' lempo
/ e 
/
e /ales/ 'aUs' ales
/ 3 
/
o /obu?/ 'rambut* oboe'
/ a 
I
a Aabai] 
/ 'pintu* labang
/ a 
/
a /are/ ' hari' are
\
/ P 
/
P
/koperi/ 'kuping' kopeng
/ t 
/
t /teraor/ 'timur' femor
/ t 
/
t /cetak/ 'kepala' cetak
/ c 
/ tj /cob?/ 'mulut' tjolo'
/ k 
/
k /komme/ 'kendng' kemme
/ ? 
/
>
/duwo?/ *dua' doewa'
/b 
/
b /bonko/ 'rumah' bengko
/ d 
/
d /dumoq 
/ 'dungu' dumeng
/ d 
/
d /odi?/ Tiidup' odi'
/ j 
/ dj /jhuba?/ 'jelek' djoeba'
/g 
/
g /ongu?/ 'angguk' onggoe'
/ bh 
/
b /bhaghus/ Tjaik* bagoes
/ dh 
/
d /dhaghiq 
/ 'daging' daging
/ dh 
/
d /dha?ar/ 'makan' da'ar
/jh 
/ dj /jhila/ •lidah' djila
/ gh 
/
g /ghluris/ 'garis' gharis
/s 
/
s /settog/ 'satu' settong
/ m 
/
m /malsm/ 'malam' malem
/,n 
/
n /nages/ 'menangis* nanges
/a 
/ nj /neam/ 'mendum' njeom
I I) 
/ ng /gabb^"/ 'terbang' ngabbher
/ 1 
/
I /nogal/ 'memotong' nogel
/ w 
/
w /duwa?/ 'dua' doewa'
/y 
/
i /iya/ 'ya' ija
I yang dipakai
Fonem: Bjaan: Contoh:
/ i 
/
i /abit/ 'lama' abit
/ u 
/
u /bhiru/ *hijau' bhiru
/ • 
/
e /Ismpo/ 'gemuk' tempo
/ e 
/
e /kopeg/ 'kuping* kopeng
/ 0 
/
o /obu?/ 'rambut' obuq
/5 
/
a /labag 
/ 'pintu' tabang
/ ay 
/ ay /so gay/ 'sungai' songey
/ oy 
/ oy /soroy/ 'sisir' soroy
/uy 
/ uy /karbhuy/ 'kerbau' kerbhuy
/ P 
/
P /kopsg/ 'kuping' kopeng
/ t 
/
t /temar/ 'timur' temor
/ t 
/
t /catak/ 'kepala' cetak
/ c 
/
c / cala?/ 'mulut' coloq
/ k 
/
k /karame/ 'kencing' kemme
/ ? 
/
q /duwa?/ *dua' duweq
/ b 
/
b /ba-nka/ 'rumah' bengko
/ d 
/
d /dumag/ 'dungu' dumeng
/^ 
/
d /odi?/ *hidup' odiq
/ j 
/
j /ajam/ 'ajam' ajam
/g 
/
g /angu?/ 'angguk' ongguq
/ bh 
/ bh /bhaghus/ 'b^us* bhaghus
/ dh / dh /dhaghii]/ 'daging' dhaghing
/ dh / dh /dha?ar/ 'makan* dhaqar
/ jh 1 jh /Jhila/ 'lidah' jhila
1 gh / gh /gharis/ 'garis' gharis
/s s /sattoi]/ *satu' settong
/ m / m /malsm/ 'malam' malem
\
/ n / n /naijKs/ 'menangis' nanges
/K / ny /neam/ 'mencium* nyeom
/q / ng /qabbher/ 'terbang' ngabbher
1 1 / 1 /noghal/ 'memotong' nogel
/ w / w /duwe?/ 'dua* duwaq
/y / y /iya/ 'ya' iya
MORFOLOGI
3.1 A f i k s a s i
3.1.1 Awalan [m-]
Dalam ujud fonologisnya, awalan [m-] dapat berupa
m-, n-, n-, dan ij-:
Distribusi: tiap awalan
/m-/ mengganti semua konsonan bilabial /p-/ dan /b-/,
/n-/ mengganti semua konsonan alveolar /t-/,
(n-i mengganti semua konsonan alveolar /s-/, dan
fti-j mengganti semua konsonan volar /k-/ dan di depan
semua vokal.
Contoh:
\ V
(1) panceng — manceng
Sengkoq ngeba panceng ka songay.
'Saya membawa pancing ke sungai'
Sabhhan are paq Anat manceng e songay.
'Tiap haii pak Amat memancingdi sungai'.
(2) beddhi — meddhi
Banyaq oreng ngalaq beddhi e songay.
'Banyak orang mengambil pasir di sungai'
Buwa salak jareya sepaddha engaq beddhi.
'Buah salak itu sifatnya seperti pasir'
(3) toghel —^ noghel
Tongket jareya toghel
'Tongkat itu putus'
Amin nganneng noghel tongket.
'Amin dapat memutus tongkat'.
x \
(4) sare — nyare
Sare aleqen!
^'Cari adiknya!'
Ebhu nyare tangaleq.
'Ibu mencari adik say a.'
(5) kala — ngabdhi
Kala b'ammpa baqna?
'Kalah berapa kamu?'
Se bhaghus ngala bfiai.
'Yang baik mengalah saja.'
(6) abdhi — ngabdhi
Sengkoq andiq abdhi kasorang.
'Saya mempunyai seorang abdi/pembantu.'
Baqna kodhu ngabdhi daq naghara.
'Kamu harus mengabdi kepada negara.'
Awalan m- mengubah kata menjadi kata keija aktif,
berpadanan dengan awalan me-dalam bahasa Indonesia.
3.1.2 Awalan [a-]
Contoh:
(1) odheng — aodheng
Odheng jareya anyar.
'Udeng itu baru.'
Paq Ali aodheng.
'PakAli memakai udeng.'
(2) tellor atellor
Teller jareya massaq.
'Telur itu masak.'
Sabbhan are tangajam atellor.
'Tiap hari ayam saya bertelur.'
Morfem [a-] mengubah suatu kata menjadi kata keija.
Arti awalan itu terlihat dari contoh berikut:
aodheng = 'memakai udeng'
atellor = 'bertelur'
asongot = 'berkumis'
atane = 'bertani'
asebaq ® 'peczih jadi dua'
areba = 'diam di pangkuan'
3.1.3. Awalan [e:J
Contoh:
(1) kakan — ikakan
Roti arowa \kakan biq tang aleq.
'Roti itu dimakan. oleh adik saya.'
/o\ ^
(2) enom — eenom
Aeng jareya eenom biq jharan.
*Air itu diminum oleh kuda.'
(3) baca — ebaca
Tang sorat ebaca biq tang anaq.
'Surat saya dibaca oleh anak saya.'
(4) sure — esare
Selloq se elang esare biq tang kakaq.
'Cincin yang hilang dicari oleh kakak saya.'
\
(5) tajnaq —^ ethajhaq
Bhungka Jareya etajhaq samp^ rohghu.
'Pohon itu ditarik sampai roboh.'
\
Awalan e- berpadanan dengan awalan di- dalam bahasa
Indonesia.
3.1.4 Awalan (ta-)
Contoh:
(1) keba — takeba
\ V
Keba buku areya kabengko.
'Bawa buku ini ke rumah.
(2) mera — tamera
Kembhang areya barnana mera.
'Bunga ini wamanya merah.'
Barna kaen areya tamera gtiallu.
'Wama kain ini terlalu merah.'
Arti awalan ta- terlihat dalam contoh berikut:
takeba = 'terbawa' (tidak sengaja)
tamera = 'terlalu merah'
Awalan [ka-]
Contoh:
(1) ^ghangan kaghangan
E pereng bada ghangan.
'Di piling ada sj^ur.'
Areya kaghangan.
*Ini gunakan sebagai sayur.'
(2) odheng ^ — kaodheng
Odheng areya larang.
'Udeng ini mahal.'
Kaen areya kaodheng.
Takailah kaln ini sebs^ai udeng.'
Awalan ka- 'jerfungsi sebagai kata kerja yang menyata￾kan f.uruhan. Arti awalan ka- dapat dilihat dalam contoh
dl bawah ini.
kaghangan = 'disuruh membuat sayur'
kaodheng ~ 'disuruh memakai sebagai udeng'
kabelli - 'disuruh memakai untuk membeli'
kipeyarsa = 'disuruh tidak (jangan) mendengarkan'
katello = 'disuruh melihat nomer 3'
3.1.6 Awalan [sa-]
Contoh:
(1) ringgit ^ — saringgit
Areya pesse ringgit.
'Ini mata uang ringgit.'
Areya arghana saringgit.
'Ini berharga saringgit.'
(2) oreng — saoreng
oi^ng arowa tang ghuru.
'Orang itu guru saya.'
Area arowa saoreng rajana.
'Patung itu sebesar orang.*
Awalan sa- mengandung makna 'satu atau 'sama de￾ngan', seperti yang terlihat dalam contoh berikut.
saringgit = 'satu ringgit'
saoreng = 'sama dengan besar orang'
saebu = 'satu ribu'
salengngen ~ 'sama dengan besar lengan'
sabengko - 'satu rumah'
sakanca = 'satu teman'
sajharan = *sama dengan kekuatan kuda'
3.2.7 Awalan [pa-]
Contoh:
N S
(1) pote — j)apote ^
Dhalubang jareya pote.
'Kertas itu putih.'
Papote ngaporra!
'Putihkanlah mengapumya!'
\ \
(2) noles — panoles
Paq Saha noles sorat.
'Pak Saha menulis surat.' ^
Areya kenneng ekaghabay panoles.
'Ini dapat dipergunakan alat untuk menulis.'
Arti awalan pa- terlihat dari contoh di bawah ini.
papote = 'menyuruh menjadikan putih'
panoles = 'menyuruh menulis'
'alat untuk menulis'
panoqor = 'orang yang nyunduk' (menyuruh)
pamenta = 'alat untuk meminta'
pangadaq = 'orang yang menjadi pemuka'
pa-empaq = 'menjadikan empat bagian'
3.1.8 Awalan [pan-J
Awalan pan- mempunyai ujud fonologis pan-, pam-,
dan pang-:
/pan- / diletakkan di depan kata yang berawalan kon￾sonan palatal,
/pam-/ diletakkan di depan kata yang berawalan kon￾sonan bilabial, dan
/pang-/ diletakkan di depan kata yang berawalan kon￾sonan velar /alveolar dan semua vokal.
Contoh:
(1) jhliiq — panjhaiq
Jhaiq keen areya kangghuy kalambhi.
'Jahitlah kain ini untuk. b^'u.'
Keba kaen areya ka panjhaiq.
'Bawa kain ini ke penjahit.
(2) iTajar — pamb'aj^^
Bajar gHallu kabellina jareya!
*Bayar dahulu pembelian itu!'
Apa se ekaghabay pambajar?
Apa yang dipakai pembayarV
Awalan pan- mengzmdung arti 'alat untuk', misalnya:
panjhaiq = 'alat untuk menjahit'
pembajar - 'alat untuk membayar'
panglepor - 'alat untuk men^ibur'
3.1.9 Awalan [pe-j
Contoh:
(1) koko — pekoko
Talena korang koko.
'Talinya kurang kuat'
Bhab jaKya ghiq tadaq pekokona.
'Hal itu masih tidak ada penguatnya.'
(2) totor — p'etotor
Jhaq kabannyaqan totor.
'Jangan banyak cakap.'
Edingaghi petotor reng towa.
'Dengarkan petuah orang tua.'
Awalan pe- berfun^i menambah kata menjadi kata
benda yang menyatakan alat untuk menjadikan. Misalnya:
pekoko = 'alat untuk menjadikan kuat'
petotor - 'alat untuk dijadikan nasehat'
p'^otang = 'sesuatu yangdiutangkan'

Awalan [par-]
Contoh;
(1) mena —■ parmena
Ebhu parmena.
'Ibu makan sirih.'
Sengkoq e dissaq coma sa parmena.
'Saya di sana hanya selama sekali makan sirih.'
(2) pottra — parpottra
Saponapa pottra sampeyan?
'Berapa putramu?'
Parpottrana dhaddhi kabbhi.
'Para putranya menjadi semua.'
Awalan par- berfun^i sebagai (,) kata keterangan yang
menyatakan 'selama'; kata sifat yang menyatakan banyak.
Misalnya:
parmena - selama orang makan sirih
parpottra = para putra
3.1.11 Awalan [koma-J
Awalan koma- mempunyai ujud fonologis koma-, kame-,
dan kape.
Contoh:
(1) lancang — komalancang
Yaq, maq lancang baqen.
'Yah, kok lancang kamu!'
Jhaq komalancang ra!
'Jangan lancang-lancang!'
(2) poron — kameporon
Kaula taq poron.
'Saya tidak mau.'
Kaula taq kabhuru kameporon.
'Saya tidak terburu terlalu mau.'
Awalan koma- berfungsi sebagai kata keterangan yang
menyatakan 'terlalu'. Misalnya:
komalancang = 'terialu lancang'
kameporong = 'terialu mau'
kapedherreng = 'terialu berdengung'
3.1.12 Awalan dan akhiran [ceq - naj
Contoh:
(1) raja — ceq rajana.
Bato jareya raja.
'Batu itu besar'
Bengko arowa ceq rajana.
'Rumah itu terialu besar.'
(2) santaq — ceq santakna
Baruna santaq.
'Larinya cepat'. ^
Kapal taseq arowa ceq santaqna.
'Kapal laut itu sangat cepat'.
Morfem [ceq-na] berfungsi; sebagai kata keterangan
yang menyatakan 'terialu (disertai rasa kagum)'.
3.1.13 Akhiran [-a]
Akhiran -a mempunyai ujud fonologis: -a, -a, dan -na.
/ -a I diletakkan pada kata yang berakhiran /-C/ /+C/
kecuali berakhiran /-?/
, -0 I diletakkan padal kata yang berakhiran /-VC/ ter￾tutup (/i/ atau /u/) /+C/ kecuali berakhiran /-qf
/•na/ diletakkan pada kata yang berakhiran /-q/ dein
semua akhiran /-V/
Contoh:
(1) ajam — ajamma ^
Ajam jareya dhujan naseq.
'Ayam itu suka nasi.'
Ajamma e dalem korongan.
'Ayamnya di dalam kurungan.'
(2) aleq — aleqna
Adam andiq aleq keq-lakeq.
'Adam punya adik laki-laki.
Aleqna Adam penter.
'Adiknya Adam pandai.'
(3) bengko — bengkona
Bada 50 bengko e dhisa dinnaq.
'Ada 50 rumah di desa ini.'
Bengkona bada e seddhiqna saba.
'Rumahnya ada di dekat sawah.'
Akhiran -a yang melekat pada kata benda berfung￾si sebagai kata sifat yang menyatakan kepunyaan; berpa￾danan dengan bentuk -nya dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
bengkona = 'rumahnya'.
aleqna = 'adiknya'
ajamma = 'ayamnya'
pekkerra = 'pikirnya'
nyamana = 'namanya'
eparra - 'iparnya'
abiddha ~ lamanya'
3.1.14 Akhiran [-a] 2
Di samping akhiran -a di atas, ada lagi akhiran -a yang
terletak di belakang kata kerja. Dalam ujud fonologisnya
akhiran ini dapat berupa -a dan -a;
/ -a / pada kata yang berakhiran /C/ dan
pada kata yang berakhiran /-V/ terbuka
/-a / pada kata yang berakhiran /-V/ tertutup.
Contoh:
(1) entar — entara
Maryam entar ka pasar.
'Maryam pergi ke pasar.'
Maryam ^entara ka pasar.
'Maryam akan pergi ke pasar.'
(2) nemmo — nemmoa
Nyare jhukoq taq nemmo.
'Mencari ikan tidak dapat.'^
Bhaq nemmoa mon nyare e pasar.
'Apicah kira-kira menemukan bila mencari di pasar.*
(3) belli — \bellia
Ar^eya belli gHallu!
'Ini beU dahulu!'
Areya ebellia e SorbKaja.
'Ini akan dibeli di Surabaya.'
Akhiian -a yang terdapat di belakang kata keija me￾ngandung makna 'akan.' Misalnya:
entara
adtTaqara
manjhenga
ajalana
berkaqa
\kebaa
mo lea
nemoa
\baua
^ebellia
'^esambia
'akan pergi'
'akan makan'
'akan berdiri'
'akan berjalan'
'akan berlari'
'akan membawa'
'akan pulang'
*ak.an menemukan'
'akan dibau'
'akan membeli'
'akan dibawa'
3.1.15 Akhiran [-an]
Contoh:
(1)
(2)
dhammang — dhammangan
Tas areya dhammang.
'Tas ini ringan.'
Tang andiq dhammangan.
'Kepunyaan saya lebih ringan.'
kobhur — kobhuran
Kobhur ajam mate arowa.
'Kuburlah ayam mati itu.'
Jhaq aghajaq neng e kobhuran.
'Jangan bergurau di kuburan.'

(3) toles — ^tolesan^
Patanyaqan areya toles bhai.
Tertanyaan ini tulis saja.'
Tolesanna baqna jhubaq.
'Tulisanmu tidak baik.'
Akhiran -an berfun^i:
(1) menambah kata menjadi kata benda yang me￾nyatakan tempat atau sesuatu yang dijadikan;
(2) sebagai kata keterangan yang menyatakan
lebih.
Contoh:
dhammangan = lebih ringan'
kobhumn = 'kuburan'
tembhangan = 'alat untuk menimbang'
kakanan = 'yang dimakan'
tolesan - 'yang ditulis'
mem an - lebih merah'
bangalan = lebih berani'
takerjhadhan = 'mudah terkejut*
entamn - 'sering bepe^an'
manbsan - lebih manis'
3.1.16 Akhimn [-e]
Akhiran -e mempunyai ujud fonolc^s -e dan -i.
/ -e / diletakkan pada kata berakhiran /-VC/ atau /—V/
terbuka
/-i/ diletakkan pada kata berakhiran /-VC/ atau /-V/
tertutup.
Contoh:
(1) paghar — maghari
Paghar arowa barnana pate.
'Pagar itu berwama putih.'
Pak Saleh maghari pakaranganna.
'Pak Saleh memberi pagar pekarangannya.'
(2) pokol — mokole
Pokol mon nakal.
'Pukullah kalau nakal.' .
— \ s ^
Nag-kanaq jareya mokole aleqen.
'Anak itu memukuli adiknya.'
Akhiran -e berfungsi (1) menambah kata benda atau
kata sifat yang menyatakan (a) memberi, (b) menjadikan;
(2) menambah kata kerja yang menyatakan berkali-kali.
Misalnya:
34
maghari
ngoronge
nyampere
ngorm^hi
no woe ^
nyossae
mokole
mekkere
marjajii
'member! pagar'
'memberl/memasang kurungan'
'memakaikan kain jarik'
'membv^ri hormat'
'menjaci pemimpin'
'meryadikan susah'
'memukul berkali-kali'
'memikirkan berkali-kali'
'menjadi diri sendiri seperti priyayi'
3.1.17 Akhiran [-aghij
Contoh:
(1) nongghaq — nongghaqaghi
Amir nongghaqaghi Amat.
'Amir menganggap Amat sebagai ton^ak.'
(2)
1 >
noles — noles aghi
Sengkoq noles aghi sorat tang ehhu.
'Saya menuUskan surat ibu saya.'
Arti akhiran -aghi terlihat dari contoh-cDntoh berikut.
nongghaqaghi
nol^s aghi
nyocoaghi
mojiaghi
ngandha aghi
noronaghi
nyamperaghi
'mengan^p sebagai ton^ak'
'menuliskan'
'menusukkan'
'memujikan'
'menceiitakan'
'menurunkan'
'memakaikan kain
Akhiran [-en]
Contoh:
(1) ghudhig — ghudhighen
Orkng dhisa bannyaq se ghudhighen
'Orang desa bany^ yang mempunyai sakit gudik.'
(2) petteng — pettengen
Jhaq-sakejbaq sengkoq pettengen.
'Sebentar-sebentar saya mempunyai rasa pusing.'
(3) poro — poroen
Tang aleq poroen.
'Adik saya mempunyai sakit luka.'
(4) oban — obanen
Eppaq ella obanen.
'Bapak sudah mempunyai uban.'
Akhiran -en berfungsi menambah kata menjadi kata
kerja yang menyatakan mempunyai sakit atau rasa sakit.
3.1.19 Konfiks [a-a]
Contoh:
j'fialan — ajhalana
Ajhalana daqemma baqna?
'Akan pergi ke mana kamu?'
ajhalana = 'akan pergi'
3.1.20 Konfiks [a=aghi]
Contoh:
jfialan — ajlmlanaghi
Satar ngenneng ajhalanaghi jikar.
'Satar dapat menjalankan cikar.'
ajhalanaghi = 'menjalankan
Konfiks [a - an]
Contoh:
(1) odheng — aodhengan
Eppaq entar ka pesta aodhengan.
*Bapak pei^ ke pesta memakai udeng.*
aodhengan — 'memakai udeng'
aowayan — 'menguap'
(2) poro — aporoan
Udin sokona aporoan.
'Udin kakinya banyak luka.'
aporoan = 'banyak luka/borok'
akampelan = 'banyak kantong'
ameraan - 'lebih merah'
3.1.22 Konfiks [ka - an]
Contoh:
(1) rato — karaton (< keratoan)
Apa baqna ella perna nengghu karaton?
'Apa kamu sudah pernah melihat kraton?'
(2) parjaji — kaparjajian
Baqna kodhu ngatoe kaparjajian.
'Kamu harus mengerti tata cara priyayi.'
(3) sakeq — kasakeqan
Jhamo areya ngorange kasakeqan
'Obat ini mengurangi kesakitan.'
(4) tao — kataoan
Samad ngecoq pao kataoan tatangghana.
'Samad mencuri mangga ketahuan tetangganya.'
(5) raja — karajaan
Sepatu areya karajaan kangghuy tang aleq.
'Sepatu ini terlalu besar untuk adik saya.'
tello — katelloan
Tang anaq katelloan \ntar nengghu bajang.
*An2ik saya bertiga pei^ nonton wayang.'
(7) angen — kangenan (< kaangenan)
Aman tojuq e seddhiqna candela kangenan.
'Aman duduk di sebelah jendela kena angin.'
Konfiks [ka - an] berpadanan dengan konfiks ke - an
dalam bahasa Indonesia. Misalnya:
kataoan = 'ketahuan'
kapenteran = 'kepandaian'
3.1.23 Konfiks [ka • e]
Contoh:
takoq^ — katakoqe
Nina e katakoqe biq kakaqna.
'Nina ditakuti oleh kakaknya.'
Arti konfiks [ka - e] teiiihat dalam contoh berikut.
e katakoqe ^ = 'ditakuti'
e katedunge = 'ditiduri'
3.1.24 Konfiks [ka - en]
Contoh:
mera — kameraen ^
Barna kalambi jareya kameraen ka sengkoq.
'Wama baju ini terlalu merah bagi saya.'
Konfiks [ka - en) mengandung makna 'terlalu.'
3.1.25 Konfiks [ka - akhi]
Contoh:
bala — kabalaaghi
Kabalaaghi daq pak Umar.
'Katakan kepada pak Umar.'
Konfiks [sa - naj
Contoh:
(1) ocaq — saocaqna
Saocaqna etoroq.
'Apa yang diucapkan diturut.'
(2) menggu — samengguna ^ ^
Samengguna bajaranna du ebu ropeya.
'Seminggunya bayarannya Rp2000,00».'
\ \
(3) mare — samarena ^
Samarena apidato pak Bupati lengghi.
'Sesudahnya berpidato pak Bupati duduk.'
Arti konfiks [sa - na ] terlihat dari contoh di bawah
ini.
saocaqna = 'sebicaranya'(apa yang diucapkan)
samengguna = 'seminggunya' (selamasatu minggu)
samarena = 'sesudahnya'
3.1.27 Konfiks [sa • an]
Contoh:
(1) jangngo — sajhangngoan
Tengghina buwana pao jareya sajhangngoan.
'Tinggi buah mangga itu sejangkauan orang.'
(2) tao — sataoan ^
Tendhaghan s^ngkoq sataoan tang bine.
'Tindakan saya sepengetahuan isteri saya.'
(3) kakan — sakakanan
Bajaranna coma cokop sakakanan.
'Bayarannya hanya cukup sekaii makan.'
(4) korong — ^ sakorongan
Ajam ban etek jareya sakorongan
'Ayam dan itik itu satu kurun^n.'
Arti konfiks [sa - an] terlihat dalam contoh berikut.
sajhangngoan
sataoan
sakakanan
sakorongan
'sejangkauan'
'sepengetahuan'
'semakanan' (sekali makan)
^sekurungan' (tunggal ku￾rungan)
3.1.28 Konfiks [pa - an]
Konfiks [pa - an], mempunyai ujud fonologis berupa
pa - an, pa-an, dan pa - na:
/ pa - an / pada kata yang berakhiran /-VC/ terbuka,
/pa-an / pada kata yang berakhiran /-VC/ tertutup, dan
/ pa - na / pada kata yang berakiran /-V/.
Contoh:
(1) rebbha — parebbhaan
Embiq jareya perna neng e parebbhaan.
'Kambing itu suka di tempat rumput.'
(2) bateg — pabategghanna
Pabate ghanna semaq fea. kamar tedungnga.
'Tempat membatik itu dekat dengan kamar tidumya.'
Konfiks [pa - an], mengandung makna 'tempat', misal￾nya:
parebbhaan
pabateghan
pajharanan
panolesan
'tempat rumput'
'tempat membatik'
'tempat kuda'
'tempat menulis'
Konfiks [pa • an] 2
Ujud fonologis konfiks [pa - anlg berupa pa - an
dan pa - on:
/pa-an/pada kata yang berakhiran /-VC/ tertutup atau
/-V/,
/ pa - an/ pada kata yang berakhiran /-VC/ atau /-V/ ter
tutup.
Contoh:
bhiru pabhiruan ^
Ghambhar taseq jareya pabhiruan sakoneq.
'Gambar laut ini birukan sedikit'
3.1.30 Konfiks [pa - e]
Contoh:
santaq pasantaqe
Pasantaqe buruna jharanna baqna.
'Percepatlah lari kudamu.'
3.1.31 Sisipan [-en]
Sisipan -en- mempunyai ujud fonologis -en-, dan -ar-.
Contoh:
* \ N
(1) pareng — penareng
Manabi panareng kalaban kasokanna Allah.
'Bila dikabulkan oleh kehendak Tuhan.'
(2) kettek — karettek
Abaqen andiq karettek akabina.
'Dia punya kehendak untuk kawin.'
3.2 Reduplikasi
Dalam bahasa Madura hampir tidak terdapat reduplikasi
utuh, biasanya hanya reduplikasi sebagian. Dari redupliksisi
sebagian ini kebanyakan terdapat reduplikasi suku kata akhir
beberapa reduplikasi suku kata awal. Di samping itu juga ter￾dapat kombinasi reduplikasi sebagian dengan afiksasi, biasa￾nya kombinasi reduplikasi suku kata akhir dengan awalan,
akhiran^atau sisipan.
3.2.1 Reduplikasi Partial
a. Reduplikasi Suku Kata Akhir
Contoh:
bengko = 'rumah'
ko-bengko - .'rumah-rumah'^
E Jember bannyaq ko-bengko se anyar.
'Di Jember banyak rumah-rumah baru.'
naq-kanaq = 'anak-anak'
caq-ocaq = 'kata-kata'
ra-okara ~ 'kalimat-kalimat'
red-mored = 'murid-murid'
le-olle" = 'oleh-oleh'
Kecuali: cara-cara = 'cara-cara'(pengaruh bahasa Jawa
atau bahasa Indonesia).
Di samping mempunyai arti jamak seperti terlihat dalam
contoh di atas, reduplikasi ini juga mempunyai macam￾macam art! lain.
Contoh:
(1) ko-bengko = 'rumah-rumah'
(2) Kalambi ietoron jareya jaq angguy ko-bengko.
'Baju tetoron itu jangan pakai di rumah.'
(3) pettes = 'petis'
tes-pettes = 'petis-petis'
(4) Maleng jareya rusu, mon tadeq pole, tes-pettes ekeba
keya.
'Maling itu kotor, bila tidak ada lagi, meskipun petis
dibawa juga.'
(5) koneng = 'kuning'
neng-koneng = 'banyak yang menjadi kuning'
Paona la pada neng-koneng.
'Mangganya sudah banyak yang menjadi kuning.'
(6) biru = 'hijau'
ru-biru ^ = 'meskipun (masih) hijau'
Bdqna reya baramma, nyama cabbi raja ru-biru la
\pettek.
'Kamu itu bagaimana, lombok besar masih hijau sudah
dipetik.'
(7) tengghi = 'tin^'
ghi-tengghi = 'berbadan tin^'
Sengkoq taq too kanyamana, orengnga ghi-tengghi.
'Saya tidak tahu namanya, orangnya berbadan tinggi.'
(8) majjha = 'biasa'
jha-majjhd = 'dengan biasa' _
Jdq akal-pokal ra leq, jha-majjlTa bai angguyya.
'Jangan banyal: tingkahlah dik, dengan biasa saja me￾maiainya.
(9) baraq = 'barat'
raq-bamq = 'paling barat'
Musa soro patedung raq-baraq.
'Musa tidurkan paling barat.'
(10) lagghu = 'pagi'
ghu-lagghu = 'pagi-pagi benar'
^Rina giq ghu-kagghu la aowayan.
'Rina masih pagi-pagi benar sudah menguap.'
(11) malem = 'malam'
lem-malem = 'waktu malam (sore)'
Amir datang lem-malem.
'Amir datang waktu malam.'
(12) Bis jareya rmngkat lem-malem.
'Bis itu berangkat waktu sore.'
(13) okor = 'ukur'
kor-okor = 'alat untuk mengukur'
Tongkat reya kenneng kagabay kor-okor.
'Tongkat itu dapat dipakai alat untuk mengukur.'
(14) kor-okor = 'ukurlah'
Kor-okor tanana, mara egambarraqiya biq sengkoq.
Ukurlah tanahnya, man kugambarkan.'
(15) meso - 'mencaci'
so-meso = 'mencaci-maki'
Arapa oreng rowa maq pasa so-meso bariya.
'Mengapa orang itu puasa kok mencaci-maki seperti itu.'
Contoh-contoh lain:
ba-ghiba = 'sesuatu yang dibawa'
kol-pekol = 'alatuntuk memikul(pikulan)'
ghun-tengghun = 'sesuatu yang dapat ditonton (tontonan)'
bi-lebbi = lebih-lebih'
pan-barhnpan = 'beberapa'
bhung-sambhung = 'penyambung'
ter-ater = 'mengantarkan sesuatu ke tetangga'
te-ngate = 'hati-hati'
rh-eret = 'tali untuk menarik'
la-nayal = 'berbuat salah'
sem-mesem = 'tersenyum'
b. Reduplikasi Suku Kata Akhir dcngan Variasi Vokal
Contoh:
dhak-mardhik = 'marah-marah'
Paq Ghuru maq dhak-marhdik. 'Pak Guru mengapa marah￾marali.'
tar-ghalenter = 'tidak bersama-sama' (datangnya).
Datengnga tamoy tar-ghalenter.
'Datangnya tamu satu-satu.'
c. Reduplikasi Suku Kata Awal
Suku kata awal /CV-/ maupun /CVC-/ dari tiap kata
dalam reduplikasi berubah menjadi jCV-j. Reduplikasi ini
mempunyai macam-macam arti.
Contoh:
(1) samar = 'samar' (k.s.)
sasamar = 'samaran' (k.b.)
Sapa nyama sasamarra baqna?
'Siapa nama samaranmu?
ghellang = 'gelang' (k.b.)
gheghellang == 'bergelang' (k.k.)
Rini gheghellang emmas.
'Rini memakai gelang emas.'
(3) meso = 'mencaci'
memeso = ^mencaii maki (berkali-kali)'
Amat segghud memeso.
'Amat seiing mencaci maki.*
(Periksa 3.2.1.2 (15))
(4) nagi = 'menangih' (kata kerja transitif)
nanagi ^ = 'menagih' (kata keija intransitif)
Entar daqma baqna? Entarra nanagi.
'Pergi ke mana kamu? Akan peigi menagih!
(5) noles = 'menuiis' (kk.tr.)
nonoles = 'menuiis* (kk. intr.)
Ali seneng nonoles.
*Ali senang menuiis.'
(6) maca = 'membaca'
mamaca = 'membaca dengan melagukan'
Sabben malem pak Wardi mamaca.
'Tiap malam pak Wardi membaca dengan melagukan.'
(7) duwaq = 'dua' (kata sifat)
duduwqq = 'dua-dua' (kata keterangan)
Beriq aleqen pao duduwdq.
'Berilah adiknya mangga masing-masing dua.'
3.2.2 Kombinasi Reduplikasi dengan Afiks
a. Kombinasi Reduplikasi Suku Kata Akhir dengan Akhiran
[ -an ]
Kombinasi ini mempunyai macam-macam arti.
Contoh:
(1) korse = 'kursi'
se-korsean = 'duduk-duduk' ^
Oreng se andiq korse nyaman bai se-korsean.
'Orang yar^ punya kursi enak saja di>duk-duduk.'
(2) se-korsean = 'kursi-kursian' ^ ^
Tang se-korsean apolong mosoq ja-mejaqanna aleq.
'Kursi-kursian saya berkumpul dengan meja-mejaannya
adik."
(3) pote ^ = 'putih'
te-potoean = 'paling putih'
Ali rowa sataretan te-potean kadibiq.
'Ali itu sesaudara paling putih.'
(4) cerreng - 'jerit'
reng-cerrengan = 'menjerit-jerit' ^
Naq-kanaq se etabang pateq rowa reng-crrengan.
'Anak-anak yang dikejar anjing itu menjerit-jerit.'
(5) tanges = 'tangis'
nges-tangesan^ = 'tangis-tangisan' (pura-pura menangis)
Tuki rowa sateya la tao nges-tangesan.
'Tuki itu sekarang sudah bisa tangis-tangisan.'
(6) tello = 'tiga'
lo-telloan = 'bertiga'
Seentar kapasar sengkoq lo-telloan.
'Yang pergi ke pasar saya bertiga.'
(7) taon = 'tahun'
on-taonan - 'bertahun-tahun'
N ^ ^
Tima rowa se maddek bengko on-taoan se mareya.
'Tima itu yang mendirikan rumah bertahun-tahun selesai￾nya.'
Contoh-contoh lain:
be-bellin(< be-belian), lin-bellin = 'sesuatu yang dibeli'
tong-bitongan =' 'hitung-hitungan (membilang)'
leng-cellengngan ~ 'paling hitam' (periksa no..[31)
iwng-konengan = 'paling kuning'(periksa no. [3])
ron-toronan = 'jalan yang menurun'
lo-perloan = paling periu'
on-laonan = 'perlahan-lahan'
lua-buwaan = 'buah-buahan'
b. Kombinasi Reduplikasi Suku Kata Akhir dengan Akhiran
[-all
Contoh:
jam-ajamma = 'ayam-ayamnya'
ko-bengkona = 'rumah-rumahnya'
naq-kanaqna = 'anak-anaknya'
c. Kombinasi Reduplikasi Suku Kata Akhir dengan Awalan
[a-]
Contoh:
(1) bengko == 'rumah'
ako-bengko ~ 'berumah tangga'
Aminah ban Amin sateya la ako-bengko.
'Aminah dan Amin sekarang sudah berumah tan^a.'
(2) pokal = 'tingkah'
akal-pokal = 'bertingkah'
Udin andiq kabiasaan akal-pokal.
'Udin mempunyai kebiasaan bertingkah.'
(3) tondha = 'tingkat'
adha-tondha = 'bertingkat-tingkat'
iSaha se e pengghir gunong arowa adha-tondha.
'Sawah yang di pinggir gunung itu bertingkat-tingkat.'
d. Kombinasi Reduplikasi Suku Kata Akhir dengan Awalan
[e-J
Contoh:
soro - 'suruh'
ero-soro = 'disuruh berkali-kali'
Jaq ero-soro btiai naq-kanaq jareya.
Jangan disuruh-suruh saja anak-anak itu.'
Contoh-contoh lain:
^efzer-pekker = 'dipikir-pikir'
elaq-ghellaq = Mitertawai terus-menerus'
e. Kombinasi Reduplikasi Suku Kata Akhir dengan Sisipan
[■ta-]
Contoh:
porop - 'tukar'
rop-taporop = saiing menukar'
Red-mored rowa se morop laenna rop-taporop, daddi sama￾rena 'epareksa diktena, se mabali taq atoron.
'Murid-murid itu yang menukar bainnya saiing menukar,
jadi sesudahnya diperiksa diktenya, yang mengembalikan
tidak aturan.'
f. Kombinasi Reduplikasi Suku Kata Akhir dengan Sisipan
[ -ma- ]
Contoh:
laneang = 'lancang'
cang-malancang ~ 'bertindak lancang'
Jhaq cang-malancang adhului kalakoan jhareya.
'Jangan lancang-lancang mendahului pekeijaan itu.'
poron - 'mau'
ron-maporon = 'pura-pura mau*
Jhaq ron-maporon ra.
'Jangan pura-pura mau lah.'
g. Kombinasi Reduplikasi Suku Kata Akhir dengan Sisipan
[ - ka- ] dan Akhiran [ -an ]
Contoh:
\
elang - 'hilang'
lang-kaelangan - kehilangan'
 
Samsu nemo sossa, lang-kaelangan rang-barang se ceq perlona.
'Samsu mendapat susah, kehilangan barang-barang yang
sangat perlu.'
3.3 Kompositum
Kompositum (pemajemukan) dalam bahasa Madura hampir
menyerupai kompositum dalam bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Madura biasanya terdapat kompositum utuh
tanpa ada perubahan antara komponen-komponennya.
Contoh:
ghula bate
ghuld paser
dhingdhing Talango
sabun roqom
selloq emmas
sellog enten
somor ebbur
pandan duri
gudang bujd
korse goyang
lomare besse
messin jhaiq
meja tolet
labang adaq
menyaq eggas •
dhdmar talpe
ghilingan tebbhu
'gula batu'
'gula pasir'
'dendeng (berasal dari) Talango*
*meja tulis'
'cincing emas'
*cincing (bermata) intan'
'sumur bor'
'pandan berduri'
'gudang garam'
'kursi goyang'
'lemari besi'
'mesin jahit'
'meja hias'
'pintu muka'
'minyak tanah'
'lampu kecil pakai minyak tanah'
'penggilingan tebu
4.1 Kalimat Dasar
Bahan yang dipakai untuk keperluan studi pendahuluan,
pengolahan^ dan penganalisisan sintaksis bahasa Madura ialah:
(1). beberapa buku tata bahasa dan bacaan bahasa Madura,
(2) data dari informan penutur asli di pulau Madura (ditulis
dan direkam), dan
(3) data hasil wawsincara dengan informan penutur asli di pulau
Madura (secara lisan).
Untuk penulisan sintaksis bahasa Madura ini sistematika
yang dipakai adalah sebagai berikut. Mula-mula dipelajari buku￾buku tata bahasa dan buku-buku bacaan bahasa Madura dan
dengan memperhatikan hasil data yang diperoleh dari para infor
man penutur asli di pulau Jladurayang meliputi empat kabupaten
atau delapan kecamatan, diketahuilah bagaimana. struktur kata
dan sintaksis bahasa Madura untuk disajikan dalam penulisan
ini.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh kalimat bahasa
Madura:
(1) Bengko jareya raja.
'Rumah itu besar.'
(2) Ahaqen amassaq.
'Dia memasak.'
(3) Mera artena bangal.
'Merah berarti berani.'
(4) Ngecoq taq becceq.
'Mencuri tidak balk.'
(5) I^maq duaq etambai telloq.
'Lima dua ditambah tiga.'
(6) O, baddhinnaU A Sie rowa daqriya babateggha.
'O, kiranya Li A Sie itu begitu wataknya.
Keenam contoh tersebut di atas masing-masing berupa kumpul￾an kata atau kelompok kata yang mempunyai arti penuh.
Intonasi
Bahasa dapat diucapkan dan dapat dituliskan. Contoh￾contoh di atas disajikan dengan menggunakan tulisan serta ejzian
yang lazim berlaku dalam bahasa Madura. Bila kalimat-kalimat
tersebut di atas disajikan dalam bentuk ucapan, maka terdengar￾lah serentetan bunyi yang berkisar pada artikulasi, perubahan
timbre, sonoritas, dan aksen. Tidak dapat ditinggalkan juga ada￾nya peranan jeda (tempat istirahatnya ucapan) yang dalam tanda
baca biasanya diwakili oleh tanda koma (,). Jadi, di dalam
kalimat lisan itu terdengar adanya suara turun-naik, keras-lembut,
panjang-pendek yang merdu, seolah-olah kita mendengar ritme
dan lagu atau intonasi. Bila intonasi itu kita tandai dengan gambar
garis naik turun, maka intonasi pada kalimat (1), (2), (6) akan
bergambar sebagai berikut:
Bengko jdreya raja.
Abaqen amassaq.
i
O, baddhinna Li A Sie rowa daqiya babateggha.
Gambar intonasi pada kalimat di atas semuanya mengenai kalimat
berita. Intonasi kalimat tanya dan intonasi kalimat seru, tentu￾nya lain gambarnya.
Bila kita mengikuti model Dr. Samsuri dalam menggambar￾kan intonasi dengan angka-angka seperti not l^u, maka kalimat
berita (1) dilukiskan sebagai berikut.
2 3 2 1
Bengko jar^ya raja.
Dalam hal intonasi ini, dikenal ada bermacam-macam variasi
yang tidak terbatas banyaknya. Dalam tulisan ini kita mem￾batasi diri pada penentuan-penentuan yang amat kas£ir dan se￾mentara saja

Jeda
Jika kalimat (1) — (6) dibaca dengan intonasi yang baik,
dengan menonjolkan unsur pendramaannya, maka akan tampak
jelas letak joda antara bagian yang satu dengan bagian lainnya
sehingga kalimat-kalimat itu menjadi (la) — (6a).
Contoh:
(la) Bengko jareya / raja.
(2a) Abaqen / amassaq.
(3a) Mera / artena bangal.
(4a) Ngecoq / taq becceq.
(5a) Lemaq / duaq ^tamb'ai telloq.
(6a) O, baddhinna Li A Sie rowa / c£qiya babateggha.
Jeda bersifat distingtif* membedakan fungsi subyek dari fungsi
predikat. Kata atau kelompok kata yang ada pada bagian depan
kalimat tersebut di atas kebetulan semuanya berfungsi sebagai
subyek kalimat, sedangkan kata atau kelompok kata yang ada
di belakang tanda jeda itu semuanya berfungsi sebagai predikat
kalimat.
Apabila kita ambil contoh sekarang:
(7) Bengko raja / bhaghus.
'Rumah besar / bagus.'
Dalam contoh kalimat (7) ini, letak jeda sekarang tidak lagi
antara kata bengko 'rumah' dan raja" 'besar' melainkan adadi
antara kata raja dan bhaghus, 'bagus'. Bengko raja berupa ke
lompok kata yang diucapkan tanpa ada jeda Dalam struktur
kalimat (7) ini, bengko raya bukan kalimat melainkan kelompok
kata atau frase. Fungsinya sebagai subyek kalimat, kata bhaghus
berfun^i sebagai predikat.
4.1.3 Logika Kalimat
Bila kita akan menganalisis kalimat berdasarkan logika, kita
akan memerinci bagian-bagian kalimat itu menurut fungsi-fungsi
semantisnya yang satu terhadap yang lain. Fungsi inti yang ada
pada setiap kalimat ialah subyek dan predikat. Fungsi-fungsi
lainnya dapat berwujud obyek dan bermacam-macam keterangan
(8) E bakto ghapaneka ghaq-tangghaqepon oajang.
'Pada waktu itu tanggapannya wayang.'
(9) Bhaq p^enterra aleqen?
'Kira-kira pandaikah adiknya?'
(10) Labang e adaq ampon esosse biq kaula.
'Pintu di muka sudah say a kunci.'
(11) Lorana dfiisa ngaterraghi obang pajhek.
'Kepala desa mengantarkan uang pajak.'
Fungsi-fungsi yang ada pada kalimat (8) ialah;
keterangan waktu
subyek
predikat
e bakto ghapaneka
ghaq-tangghaqepon
bajdng
Fungsi-fungsi yang ada pada kalimat (9) ialah:
predikat : bhaq penterrq
subyek : aleqen
Kata bhaq, 'kira-kira', pada bhaq penterra, 'kira-kira pandaikah',
dipakai sebs^ai kata yang menyatakeui arti kesangsian atau me￾nyangsikan inti predikat penterra.
Fungsi-fungsi yang ada pada kalimat (10) ialah:
subyek : labang e adaq
preikat : ampon esosse biq kaula
Frase e adaq, 'di muka', ialah keterangein tempat, memberi
penjelasan untuk kata labang, 'pintu', seb^ai inti subyek. Kata
ampon, 'sudah', ialah keterangan waktu, memberi penjelasan
pada esosse biq kaula, 'saya kunci'. Kata biq kaula, 'oleh say^',
ialah obyek pelaku, memberi keterangan kata esosse, 'dikunci',
sebagai inti predikat. Kata e, 'di', di depan kata adaq, 'muka',
ialah preposisi, sedangkan e pada esosse ialah prefiks dan kata
biq di depan kata kaula, 'saya', ialah preposisi.
Fungsi-fungsi yang ada pada kalimat (11) ialah:
subyek : lorana dhisa
predikat : ngaterraghi
obyek penderita : obang pajhek
Akhiran -na pada lorana adaieih akhiran yang menyatakan arti
kepunyaan.
4.1.4 Kategori Kata
Kategori kata yang dapat mengisi fungsi subyek dalam
kalimat ialah:
a. Kata benda, misalnya:
(12) Labun paneka ejhuwal larang dhimen.
'Kain putih ini dijual terlalu mahal.'
(13) Kaju reya bauna roqom.
'Kayu ini baunya harum.'
(14) E dhiq-seddhiqna ghapaneka bada lorong kemqepon.
'Di dekat-dekatnya itu ada lorong kecilnya.'
(15) Bannyaq ca-kancana se pada neroe kalakowan apon.
'Banyak teman-temannya yang meniru kelakuannya.
(16) Kalambi anyar ebaghi ebhu daq aleq.
'Baju baru diberikan ibu kepada adik.'
b. Kata sifat, misalnya:
(17) Mera andiq arte bangal.
'Merah berarti berani.'
(18) Keneq jareya se bhaghus.
'Kecil itu yang baik.'
(19) Takoq jereya sepaddha tang aleq.
'Takut itu sifat adik saya/
c. Kata ganti orang, misalnya:
(20) Baqna edanteq sengkoq ghellaq mala.
*Kamu saya ^mggu sejak tadi/
(21) Sampeyan "etembhali e dkalemma radhin Pate samang-
ken jhughan.
'Saudara diminta datang di rumah Raden Patih sekarang
juga.'
\
(22) Kaula nyoqon ngenoma jhamo bisaos. %
'Saya minta minum obat saja.'
(23) Sengkoq la ceq bhungana mon ngatelaq sang ca-kanca
kabbhi pada kop-cokop.
'Saya sudah sangat senang bila mengetahui teman-teman
saya berkecukupan.'
(24) Abaqen amassaq.
'Dia memasak.'
d Kata kerja, misalnya:
(25) Ngecoq taq becceq.
'Mencuri tidak baik.
(26) Alanggoy jareya olah raga se bhughus.
'Berenang itu olah raga yang baik.'
(27) Sabbhan are nages jareya kalakowanna.
'Tiap hari menangis itu pekeijaannya.'
e. Kata bilangan, misalnya:
(28) limaq iya areya duwaq etamb'ai telloq.
'Lima adalah dua ditambah tiga.'
(29) Sabariya bannyaqna.
'Sekian banyaknya.'
(30) Tatelloq jareya andiqna.
'Tiga itulah kepunyaannya.'
Kategori kata yang dapat mengisi fungsi predikat dalam kalimat
iaiah:
a. Kata keija, misalnya:
(31) Taq abit se bineq nyosol ambhakta dhamar.
'Tak lama yang perempuan menyusul membawa pelitab. Kata benda, misalnya:
(32) Tang rama ghuru.
'Ayah saya guru.'
(33) Kerres sangkolanna Wirjo engghapaneka bmnyaq dhung￾ngengepon.
'Keris warisan Wiijo itu banyak dongengnya.'
(34) Sarengan olle dhaddhi Li A Sie bannyaq kenalanepon
ja-pangraja.
'Lagi pula mungMn Li A Sie itu banyak kenalannya
pembesai>pembesar.'
(35) Caqna oreng se ajhuwal, jafeya jharan Jiaba bfiaL
'Kata orang yang menjual, itu kuda Jawa saja.'
(36) Jharan dhabuk areya kabellina b'ammpa'?
'Kuda abu-abu ini pembeliannya berapa?'
c. Kata bilangan, misalnya:
(37) Aleqen bada papettoe.
'Adiknya ada tujuh.'
(38) Jhauepon dari kaqdinto tello polo kilo.
'Jauhnya dari sini tiga puluh kilo.'
d. Kata ganti orang, misalnya:
^ S ^
(39) Se edanteq dhika.
'Yang dinantikan kamu.'
(40) Pottrana oreng engghaneka, abaqna.
'Putranya orang itu, dia.'
(41) Se bhakal ngaterraghina sengkoq.
'Yang akan mengantarkan, saya'
e. Kata sifat, misalnya:
(42) Aleqen penter.
'Adiknya pandai.'
(43) Kaula sakalangkong neserra daq sapena, se kantos
anjhingjhing panar^ggha.
'Saya sangat kasihan kepada sapinya, yang sampai￾sampai susah payah menariknya.'
(44) Jharan jai^ya ghiq ngoda sarta ceq bhaghussa.
'Kuda itu masih muda dan sangat bagus.'
4.2 Proses Pengubahan
4.2.1 Perluasan
Untuk contoh kalimat perluasan ini disajikan struktur
kalimat seperti:
(45) Tang rama ghuru.
'Ayah saya guru.'
(46) Tang rama ghuru SD teladan se terkenal.
'Ayah saya guru SD teladan yang terkenal.'
S ^ \ \ N
(47) Tang rama, oreng se penter e tang daerah, ghuru.
'Ayah saya, orang yang pandai dl daerah saya, guru.'
Dalam contoh kalimat'(45), fungsi subyek diisi oleh kata
tang rama, 'ayah saya'. Inti subyeknya ialah rama. Kata tang,
'saya' menyatakan milik, memberi keterangan kepada kata rama
'ayah'. Fungsi predikat diisi oleh kata ghuru, 'guru'. Jadi struktur
kalimat (45) ini hanya mempunyai fungsi-fungsi subyek dan
predikat. Dalam kalimat (46) subyeknya ialah tang rama, men-^
dapat perluasan dengan penambahan keterangan SD teladan se
terkenal 'SD teladan yang terkenal.' Dengan perluasan keterangan
ini tak akan ada penafsiran lain lagi, mengenai jabatan tang rama,
sebagai ghuru SD teladan 'gxmi SD teladan'. Hanya keterangan
itu dirasa belum lengkap, sebab masih dapat timbul pertanyaan:
SD teladan yang terkenal di mana? Jadi akan dirasa lengkaplah
kalimat (46) itu—tidak akan menimbulkan penafsiran yang lain—
bila ada perluasan lebih lanjut dengan penambahan keterangan
tempat sehingga kalimat itu menjadi:
Tang rama ghuru SD teladan se terkenal e Bangkalan.
. 'Ayah saya guru SD yang terkenal di Bangkalan.'
Lain lagi persoalannya dengan kalimat (47); yang men￾dapat perluasan ialah subyeknya tang rama dengan aposisi berupa
klausa, oreng se penter e tang daerah, 'orang yang pandai di
daerah saya'.
4.2.2 Penggabungan
Melalui proses penggabungan kita temukan contoh kalimat
(48). (49), (50).
(48) Saellana dara jareya masoq ka pangkeng se attas se
kere, lajhu masoq ka pangkeng kere se baba lajhu
masoq pole ka aorta terros pole ka sakabbhinna bha￾dhan.
'Sesudah darah itu masuk ke ruang yang atas yang
kiri, lalu masuk ke ruang kiri yang bawah lalu masuk
lagi ke aorta terus lagi ke seluruh badan.'
(49) P^qen maq katondu bfiaiy jhagha ra, ngaterraghi sorat
areya ka kantor pos; pas lekkas mole.
'Kamu kok ngantuk saja, jagalah, mengantarkan surat
ini ke kantor pos; lalu lekas pulang.'
Contoh kalimat (48) itu sebenarnya berupa penggabungan empat
kalimat, yaitu:
(a) para jareya masoq ka pangkeng se attas se kere.
(b) para jereya masoq ka pangkeng kere se baba.
(c) para jareya masoq pole ka aorta.
(d) Dara jareya masoq pol^ ka sakabbhinna bhadhan.
Subyek keempat kalimat tersebut sama, yaitu dara 'darah'.
Dalam mengemukakan keempat kalimat tersebut si pembicara
menggabungkan satu dengan yang lain menjadi satu susunan
kalimat melalui proses penggabungan dengan bantuan kata peng￾hubung saellana 'sesudah', lajhu 'lalu', dan terros pole 'terus
1^.' Tanda baca koma (,) membantu menunjukkan adanya
tempat istirahat ucapan antara kalimat yang satu dengan yang
lain.
Bentuk lain lagi ditemukan pada kalimat (49) di mana kata
penghubung sama sekali tidak dipakai dan peranannya cukup
diwakili oleh tanda koma (,) dan titik koma (;). Prosesnya sama,
yaitu menggabungkan kalimat satu dengan iainnya. Oleh karena
fungsi subyek keempat kalimat itu sama, yaitu kata baqen 'kamu',
mali cukup disebutkan sekali saja pada kalimat pertama.
Contoh penggabungan seperti pada kalimat (48) dan (49)
tersebut, ditemukan pula pada kalimat (50) di bawah ini:
(50) Tang eppaq andiq huku bhdb jhamona jharan, jareya
ceq parlona sabab mon oreng ngobu jharan taq tao
ka parkara jareya, ceq sossana.
'Ayah saya mempunyai buku bab obatnya kuda, itu
sangat perlu sebab bila orang memelihara kuda tidak
mengetahui perkara itu sangat susahnya.'
4.2.3 Fenghilangan
Dalam contoh kalimat (48), (49) sudah ditunjukkan ada￾nya penghilangan fungsi subyek yaitu dara dan baqen, yang
tidah' pei-i-u cisebut berturut-turut dalam empat kalimat yang
sudah dijabungkan menjadi satu. Cukuplah disebut sekali saja
pada kUimat pertama dan tidak membawa akibat merusak isi
kalimat seluruhnya Contoh lain:
(51) Ny^nggha.
'Pergi.'
atau
Nyenggha ra.
'Pergilah.'
Apa yang disebutkan di dalam kalimat (51) ini hanyalah predikat￾nya. Ada fungsi kalimat lain yang penting yang tidak disebutkan,
yang dihilangkan, yaitu subyeknya. Bila diucapkan secara lengkap,
kalimat itu seharusnya berbunyi:
Baqna nyenggha.
'Kamu pergi.'
atau
Nyer,
'Pergilah kamu.'
Nyenggha ra baqna.
Dalam situasi tertentu, ditemukan pula konstruksi kalimat:
(52) Yaq, eppaq ella dateng, ngolok.
'Inilah, ayah sudah datang, memang^l.'
Lengkapnya kalimat (52) ini seharusnya:
Yaq, eppaq ella dateng, ngolok baqen.
'Inilah, ayah telah datang, memanggil kamu.'
Jadi jelas kalimat (52) tersebut kehilangan fungsi obyeknya,
yakni baqen, 'kamu'. Obyek kalimat (52) ini sengaja dihilangkan
atau ditinggalkan oleh pembicara, oleh karena si pendengar di￾anggap pasti mengerti apa yang dimaksudkan.
4.2.4 Pembalikan
Umumnya susunan fungsi kalimat bahasa Madura ialah
subyek ~ predikat atau^ bila ada keterangan lebih lanjut, subyek —
predikat — obyek — keterangan, seperti pada contoh-contoh
kalimat: (1), (10), (11), (12), (15), (16), (20), dan masih banyak
lagi contoh yang lain. Ternyata susunan yang sedemikian itu
tidak mutlak, artinya kadang-kadang ditemukan juga susunan
berbalik; bukan subyek — predikat, melainkan predikat — subyek
seperti pada contoh kalimat (9), (27), (29), (30). Susunan
kalimat keterangan — subyek — predikat ditemukan pada contoh
kaUmat: (6), (8), (14), (15), (31), (34), (35).
4.2.5 Penafsiran
Kita ambil contoh kalimat:
(53) Koceng ngakan tekos mate.
'Kucing makan tikus mati.'
Kalimat (53) ini dapat mempunyai banyak tafsiran arti, bila di￾ucapkan dengan intonasi yang berbeda-beda. Pembicara dapat
menonjolkan tiga macam pengelompokan kata dengan akibat
menimbulkan tiga macam asosiasi pengertian, seperti pada kalimat:
(53a), (53b), (53c).
(53a) Koceng / ngakan / tekos mate.
Asosiasi pengertian yang terkandung dalam kalimat pertama ini
ialah kucing memakan tikus yang sudah mati.
(53b) Koceng / ngakan tekos / mate.
i
Pada kalimat yang kedua ini asosiasi pengertian ialah kucing
makan tikus lalu mati (kucingnya yang mati).'
(53c) Koceng / ngakan; tekos / mate.
Asosiasi pengertian kalimat ketiga ini ialah memberitakan adanya
a) 'kucing yang sedang makan' dan b) 'tikus yang ada dalam
keadaan mati'.
4.2.6 Pengingkaran
Proses pengingkaran akan teijadi dalam suatu kalimat bila
si pembicara menidakkan atau menegatifkan sesuatu yang sudah
pasti atau positif. Caranya ialah dengan menempatkan konstituen:
taq, enjaq, bellun, tadaq, di dalam kalimat. Konstituen taq,
bellun terletak di muka kata keija, sedangkan konstituen enjaq
dan tadaq tidak.
Sebagai contoh kalimat nomer (4), (54) — (57).
(54) Taq antara abit se kaduwa lajhu posang taq mangghi
bhat-bhadhan, . . . , lajhu tadaq sabighia se katengal.
'Tidak antara lama yang kedua lalu bingung tjidak
mendapatkan "bhat-bhadhan" lalu tiada sebiji
pun yangkelihatan.'
(55) Bhender sengkoq taq soghi, cong, nangeng iya taq
kakorangan.
'Benar saya tidak kaya, Nak, tetapi juga tidak ke￾kurangan.'
(56) Ngakoa apa enjaq?
'Akan mengaku apa tidak?'
(57) Sengkoq ghiq bellun entar ka bengkona.
'Saya masih belum pergi ke rumahnya.'
Pada kalimat (4) konstituen taq 'tidak' menegatifkan kata sifat
becceq 'baik'.
Pada kalimat (54) taq menegatifkan kata keija mangghi
'mendapatkan'; kata tadaq 'tiada', menegatifkan kata keija
katengal 'kelihatan'. Pada kalimat (55) konstituen tag menegatif￾kan kata sifat soghi 'kaya', dan kakorangan 'kekurangan'. Agak
lain struktur pada kalimat (56), di mana konstituen enjag 'tidak',
sebagai kata yang menegatifkan, tidak diikuti oleh suatu kata
ysing dinegati^an. Kata yang dinegatifkan itu dielipskan. Jika
disebutkan lengkap, kalimat (56) itu ialah:
Ngakoa apa enjag ngakoa?
'Akan mengaku apa tidak akan mengaku?'
Pada kalimat (57) konstituen bellun 'belum', menegatifkan kata
kerjaentar 'p^rgi'. (Lihat nomor 4.3.8)
4.3 Kalimat Turunan (Transformasi)
4.3.1 Setara
Dalam bahasa Indonesia (Alisjahbana, 1974:81 — 92) kita
dapatkan contoh kalimat-kalimat seperti:
(58) Ibu menuang teh, bapak membaca surat kabar, dan
adik bermain-main.
(59) Bukan saja ia tideik datang, mengirim surat pun ia
tidak.
(60) Adiknya pandai, tetapi kakaknya bodoh.
(61) Si Umi sakit, sebab itu ia tidak sekolah.
Kalimat-kalimat dengan struktur seperti kalimat (58) — (61),
Mta dapatkan juga dalam bahasa Madura, seperti:
(62) Alegen penter, tape kakagen bhudhu.
'Adiknya pandai, tetapi kakaknya bodoh.'
(63) Enjag banne macan, koceng alas jaieya.
'Tidak bukan harimau, kucing alas (hutan) itu.'
(64) Dharmr tag pate terag, paraja ghallug, lagghuna ma￾berse sembrongnga.
'Lampu tak begitu terang, besarkan dulu, besok pagi
membersihkeui semprongnya.'
(65) Engghi lerres sampeyan se ngombhang bhadhan kaula,
amargim elakone biq kaula elarange sampean.
'Ya betui saudara memarahi saya sebab dikerjakan oleh
saya apa yang saudara larang.'
Menurut ilmu tata bahasa kalimat-kalimat (58) — (60) di￾namai kalimat setara. Grinya bempa penggabungan/penjajaran
kalimat-kalimat tunggal. Untuk keperluan penggabungan/penjajar
an kalimat-kalimat tunggal menjadi kalimat setara dipakai kategori
kata penghubung dan (58), tetapi (60),dan jeda (58) dan (59).
Dalam bahasa Madura kita dapatkan kategori kata penghubung
untuk membentuk kalimat setara seperti tape 'tetapi' (62),
tor 'dan' (66), dan jeda (63), (64), (67).
(66) Wirjo ghapaneka bhajheng alalakon tor sae pangola￾na sabdna.
'Wirjo itu rajin bekeija dan baik mengolahnya sawah￾nya.'
(67) Maleng jareya oiing jhubdq, taq alako ghohoy, ana￾ngeng ngecoq bhai.
'Pencuri itu orang tidak baik, tidak bekerja tetapi
mencuri saja.'
Kategori kata penghubung yang lain dalam bahasa Madura ialah
ban 'dan', lajhu 'lalu', dan pas 'lalu'.
4.3.2 Bertingkat
Dalam bahasa Madura kita temukan kalimat bertingkat se
perti kalimat-kalimat (65), (68), dan (69).
(68) Lamon dhika bangal apaddhu ban oreng se attasan
pangkat, se kobdsa, ghdneko dhika sala.
'Bila kamu berani menentang orar^ yang lebih atas
(orang atasan) yang berkuasa, itu kamu bersalah.'
(69) Lamon dhika taq alaban tretanna, tanto sanonto taq
soker ka dhika.
'Bila kamu tidak melawan saudaranya tentu sekarang
tidak bermusuhan kepada kamu.'
Kalimat bertingkat ialah kalimat yang salah satu fungsinya diisi
dengan suatu klausa atau anak kalimat. Kalimat (68) dapat
dikembalikan ke kalimat tunggal (68a).
(68a) Lamon dhika bangal apaddhu ban oreng se attasan
pangkat, se kobasa, jhubaq.
Pungsi kata jhubaq 'jelek', dalam kalimat (68a) itu sebagai
kata keterangan yang pada kalimat (68) diperiuas menjadi suatu
kalimat yaitu anak kalimat atau klausa: ghaneko dhika sala
'itu (yang demikian) kamu bersalah'. Dalam klausa ini
dhika = subyek
sala = predikat.
Demikian pula contoh kalimat (69), anak kalimatnya:
tanto sanonto taq soker ka dhika, 'tentu sekarang
tidak tak bersapa kepada kamu'.
Sebenamya perluasan dari salah satu suku kalimat yang berfungsi
sebagai keterangan pula.
Oleh karena struktur kalimat bahasa Madura sama sekali
tidak ada bedanya dengan struktur kalimat bahasa Indonesia,
maka dapatlah dipastikan bahwa dalam bahasa Madura pun dapat
ditemukan kalimat majemuk bertingkat dengan bermacam-macam
anak kalimat pengganti fungsi/suku di dalam suatu kalimat. Kita
ambil contoh misalnya kalimat msyemuk bertingkat bahasa Indo
nesia, (Sastradiwirya, l956::59):
Gunung itu seperti perahu terbalik rupanya.
Gunung itu = subyek
seperti perahu terbalik rupanya = predikat yang be￾rupa anak kalimat.
Dengan demikian dalam bahasa Madura jelas akan dapat ditemu
kan juga anak kalimat-anak kalimat pengganti subyek, obyek,
atau pun keterangan.
4,3.3 Kalimat Aktif — Pasif
Suatu kalimat dikatakan aktif apabila suatu pemyataan
menyatakan adanya suatu kerja atau aktivitas. Fungsi subyek
dalam kaiimat itu melakukan kerja atau aktivitas.
Suatu kaiimat dikatakan pasif apabila sesuatu pernyataan
itu menyatakan bahwa subyek tidak melakukan keija atau aktivi
tas tetapi justru dikenai atau menderita akibat suatu kerja atau
aktivitas.
Mengingat akan definisi tersebut di atas jelas bahwa per￾soalan aktif-pasif itu berpautan dengan kaiimat verbal. Predikat
kaiimat terjadi atas kata kerja. Dalam bahasa Indonesia per
nyataan untuk kaiimat aktif, predikat ditandai oleh adanya prefiks
me-, her-, dein tanpa prefiks; sedangkan untuk pernyataan pasif
predikat berprefiks ku- (untuk kata ganti orang pertama), kau-
(untuk kata ganti orang kedua), dan di- (untuk kata ganti orang
ketiga).
Contoh kaiimat aktif:
N S
(70) Ebhu aberriq klambhi anyar aleq.
'Xbu memberi baju baru adik.'
(71) Sape areya penter alangngoy.
'Sapi ini pandai berenang.'
(72) Oreng areya samarena nyongkem pas lajhu ngatoraghi
dhabuna Bupate.
'Orang ini sesudah menghormat lalu menghaturkan pe￾rintah Bupati.'
N \ S
(73) Sepat oreng se taq noroq ocaq eombhanga.
'Setiap orang yang tidak menurut katakan dimarahi.'
(74) Ghellaq ghiq lagghu bada oreng kalema se mabeceq,
ghladaq e daja,
'Tadi masih p^ ada orang berlima yang membetulkan
jembatan di utara.'
(75) Oreng dhisa lebur ngobu sape ban kerbuy.
'Orang desa senang memelihara sapi dan kerbau.'
(76) Radhin Bupate lajhu bubhar ka dhalemma oereng ji￾parjaji kabbhi.
'Raden Bupati lalu bubar ke rumahnya diiringkan pri￾yayi semua.'
Sengkoq coma maghiaghi.
'Saya hanya membeiikan.'
Dalam contoh kalimat tersebut di atas diketahui bahwa peianan
prefiks me- pada kata keija dalam bahasa Indonesia berpadanan
dengan prefiks: a- (aberriq), ny- (nyongkem), n- (noroq), ma-
(mabecceq), ng- (ngobu), m- (maghiaghi) dalam bahasa Madura
sedangkan prefiks ber- berpadanan dengan prefiks a- (alangngoy)
dan kata keija aktif tanpa prefiks terlihat pada contoh (76)
bubhar, 'bubar'.
Contoh kalimat pasif dalam bahasa Madura:
(78) Aleq \berriqi\bhu klambhi anyar.
'Adi diberi ibu baju baru.'
(79) Kancana epokol biq sengkoq.
'Temannya kupukul.'
(80) Kancana epokol biq baqen.
'Temannya kau pukul.'
Dari contoh-contoh di atas diketahui bahwa semua prefiks di￾pakai pada kata kerja bahasa Indonesia berpadanan dengan prefiks
e- dalam bahasa Madura, termasuk juga ku- dan kau- pada kata
kerja pasif.
4.3,4 Kalimat Tanya
Kalimat tanya ialah kalimat yang maksud dan tujuannya
menanyakan sesuatu, misalnya:
(81) .Dag emma a baqen?
'Akan ke manakah kamu?'
(82) Baqen daq emma a?
'Kamu akan ke manakah?'
(83) Baqen bhakal daq emma a?
'Kamu akan ke manakah?'
Dari contoh-contoh kalimat tersebut di atas temyata tidak ada
bentuk tertentu untuk kalimat tanya. Kita dapat mengetahui
apakah seseorang bertanya atau tidak dari lagu kalimatnya. Akan
lebih jelas lagi apabila dalam kalimat tanya dipakai juga kata
tanya dan akhiran tanya, seperti:
{S4) Kaq-bhungka an kema se eparobbhua?
'Pohon-pohon mana yang akan dirobohkan?'
(85) Sapa nyamana baqen?
'Siapa namamu?'
s \
(86) Are apa sateyal
'Hari apa sekarang?'
(87) Atape dhika ampon ftaros?
'Apa saudara sudah sembuh?'
{SS) Jhamn dhabug areya kabetHna bUfampal
'Kuda abu-abu ini pembeliannya berapa?'
(89) Bilaepon panjhenengngan meosa ka kotta?
'Kapan saudara akan pergi ke kota?'
(90) Taq baqen se nyangghubhi madalema soksok?
'Tidakkah kamu yang menyan^upi akan memperda-
1am pekalen?'
(91) Bhaq penterra aleqen?
'Kira-kira pandaikah adiknya?'
4.3.5. Kalimat Perintah
Kalimat perintah iaiah kalimat yang diucapkan- oleh orang
dengan maksud menyuruh, memerintah, melarang agar orang
yang diajak bicara itu melakukan sesuatu. Contoh:
(92) N^nggha!
'Per^'
(93) Nyerra sabbhSn bulan saropeya bhai taker pona!
'Membayar tiap bulan serupiah saja sampai lunas!'
(94) Sanedin, ajjhaq lecek!
'Saoedin, jangan dusta!'
(95) Masery jhagfm ra!
'Maser, bangunlah!'
Entep labang glialluq!
'Tutup pintu dahulu!'
Tiada bentuk tertentu untuk kalimat perintah. Kata mana yang
dijadikan inti maksud ditempatkan pada awal kalimat. Kata keija
yang dipakai untuk memerintah, dapat berupa bentuk dasar,
dapat pula berupa bentuk turunan, seperti:
N
nyenggha — (kata dasar: senggha)
jhagha — (kata dasar: jhagha)
Lagu yang lembut dapat dipakai untuk menghaluskan perintah.
Selain lagu lembut dapat pula dipakai kata bantu pelembut,
seperti:
(97) Nyara lengghi!
'Silahkan duduk!'
4.3.6 Kalimat Inversi
Kalimat inversi ialah kalimat yang fungsi predikatnya men￾dahului subyek. Dalam bahasa Madura ditemukan juga struktur
predikat — subyek itu, seperti:
(98) Dapaq e dissaq tedung sengkoq.
'Sampai di sana tidur saya.'
(99) Bhuru dateng baqna, kamma a pole se entara?
'Baru datang kamu, akan pergi ke mana lagi?'
(100) Maq yang-seyang datenga baqen.
*Kok siang-siang datangmu.'
(101) Ceq larangnga jhukoq areya.
'Alangkah mahalnya ikan inL'
^ N ^
(.102) Tengghi sakale bengko areya.
'Tinggi sekali rumah ini.'
Kata-kata seperti tedung 'tidur' (98), dateng 'datang' (99),
datenga 'datang' (100), larangnga 'mahal' (101), dan tengghi
sakale 'ting^ sekali' (102) menduduki fungsi predikat; sedang￾kan kata-kata seperti sengkoq 'saya' (98), baqna 'kamu' (99),
baqen 'kamu'(100), dan j/iufeog 'ikan'(101),. serta 'ru-
mah' (102) mengisi fungsi subyek.
Dengan struktur inversi ini, diketahui bahwa pembicara
mendahulukan fungsi predikat daripada subyek. Predikat dianggap
panting dan karenanya ia mendapatkan aksen/tekanan nada l^fu.
Jenis kaiimat yang dapat menggunakan struktur inversi antara
lain misalnya contoh pada kaiimat tanya (81), kaiimat seruan
(101), dan kaiimat perintah (96).
4.3.7 Kaiimat Tak Lengkap
Yang dimaksud dengan kaiimat tak lengkap di sini ialah
kaiimat yang salah satu fungsinya tak terlihat atau memang
ditinggalkan oleh si pembicara. Fungsi kaiimat yang ditinggalkan
itu mungkin subyek, predikat, obyek, atau keterangannya. Pada
bahasa Madura kita ketemukan struktur kaiimat seperti:
(103) Ajjhaq nyempang kangan kacer.
'Jangan menyimpang kanan kiri.'
Fungsi subyek kaiimat (103) ini berupa konsepsi zero. Dalam
struktur kaiimat yang lain subyek yang berupa konsepsi zero
tadi bisa diisi dengan konstituen baqna sehingga kaiimat (103)
ini bisa diubah menjadi kaiimat:
(104) Baqna ajjhaq nyempang kangan kacer.
'Kamu jangan menyimpang kanan kiri.'
Dengan demikian kita ketahui bahwa fungsi subyek kaiimat (104)
tidak lagi diisi dengan konsepsi zero melainkan dengan kategori
kata ganti. Uraiannya secara fungsionai menjadi;
baqna = subyek
ajjhaq nyempang - predikat
kangan kacer - keterangan.
Dalam kalimat-kalimat:
(105) Are apa sateya?
'Hari apa sekarang?'
(106) Apa terro ojhana?
'Apa akan hujan?' .
(107) Manabi.
'Mungkin.'
yang berurutan dalam wacana, kita dapatkan kalimat (107) yang
menurut struktur tatabahasa tradisional tidak lengkap. Fun^i
subyek dalam kalimat (107) berupa konsepsi zero. Dalam kalimat
yang berstruktur lain fungsi subyek tersebut bisa diisi dengan
kategori kata benda are 'hari' dan fungsi predikat yang pada
kalimat (107) juga berupa konsepsi zero bisa diisi dengan kate
gori kata^Jc^rja terro ojhana 'akan hujan' sehingga kalimat
(107) menjadi:
(108) Are terro ojhana, manabi.
'Hari akan hujan, mungkin.'
Konstituen manabi 'mungkin', dalam kalimat (107) dan (108)
adalah modus predikat.
4.3.8 Kalimat Ingkar
Kalimat ingkar ialah kalimat yang menegatifkan keputusan
yang positif. Dalam bahasa Madura kita dapatkan konstituen tag,
tadaq, bellun, enjaq seperti pada kalimat-kalimat (109) — (118).
(109) Bhunten, kaula tag ngalaq bhako paneka.
Tidak, saya tidak mengambil tembakau itu.'
(110) Copa seghagghar taq kenneng ejhilat pole.
'Ludah yang jatuh tak dapat dijilat lagi.'
(111) Ghaggharra ojhan taq pate bannyaq.
'Jatuhnya hujan tidak begitu banyak.'
(112) Tembhangnganna taq korang bhender.
'Timbangannya tidak kurang betuL'
(113) Lakona Pangeran kalerressan taq sara, ellaq sabatara
minggu, salerana ampon sae pole.
'Lukanya Pangeran kebetulan tak seberapa setelah
beberapa minggu badannya sudah baik kembali.'
(114) Toroq jhalan se kadua tadaq pegghaqna sk adon￾jandon.
'Sepanjang jalan mereka berdua tiada hentinya
omong-omong.'
(115) Sareng ampon sabatara abiddfia, se b^a e per-amper
ghiq tadaq oreng ngalembaq jhugtia, lajhu aologfian:
"Spada — Spada".
'Setelah sudah sementara waktu lamanya masih tidak
ada orang memperlihatkan diri di pendapa itu, ia
lalu memanggil: "Spada — Spada" '
(116) Taq abit jikar pas mangkat.
'Tak lama, kereta lalu berangkat.'
(117) Soroq sampeyan ghiq taq ngeding bartana.
'Masakan saudara masih belum mendengar beritanya'
(118) Rasa sengkoq mon bhender kanta jareya, baqna
sateya tanto soghi, apa enjaq?
'Menurut saya, kalau betul begitu, kamu sekarang
tentunya kaya, ya tidak?'
Dalam kalimat-kalimat (109), (110), dan (117) kita dapatkan
bahwa kata ingkar taq mengingkari kata keija yang mengambil
posisi di belakaignya. Kata ingkar taq juga dapat mengingkari
kata bilangan seperti pada contoh kalimat (111), sedang pada
kalimat (112) dan (113) kata ingkar taq mengingkari kata sifat.
Kata ingkar tadaq dan taq pada kalimat (114) — (116) mengingkari
kata benda.
Kata ingkar terdapat juga dalam kalimat eliptis, seperti
kalimat (118). Dalam kalimat (118) ini yang diingkari berupa
konsepsi zero, yang menunjuk kembali kepada sesuatu yang sudah
disebutkan pada bagian depan dari kalimat yang bersangkutan.
4.4 Komponen Kalimat
4.4.1 Kategori Gramatikal
Yang dimaksudkan dengan kategori gramatikal ialah kategori
dalam batas struktur gramatikal meliputi komponen kata, kom
ponen frase, dan komponen klausa.
a. Komponen Kata
Di dalam tata bahasa tradisional, kita dapatkan kategorisasi
kata seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles, yaitu sebanyak
10 kategori. Jenis kata dalam bahasa Madura pun dapat dikategori￾sasikan menjadi 10 seperti kategorisasi dalam tata bahasa tradi
sional tersebut. Di antara ke-10 kategori kata dalam bahasa Madura
itu juga ada beberapa kategori yang dapat disubkategorisasikan.
Misalnya kata keija dapat disubkategorisasikan menjadi:
(a) kata kerja transitif, misalnya nengale 'melihat', dan maberse
'membersihkan', dalam kalimat (119) dan (120).
^ — s \ ^
(119) Melana sareng abaqna nengale kaula, pas engghal
kalowar.
'Karena itu, begitu dia melihat saya, lalu segera
keluar.'
(120) Dhamar taq pate teraq, paraja gfwllu, laggkuna
maberse sembrongnga.
'Lampu tidak begitu terang, perbesar dahulu, besok
pagi (kita) membersihkan semprongnya.'
(b) kata kerja intransitif, misalnya kata mangkat 'berangkat',
dan nanges 'menangis', dalam kalimat (116), (121) dan
(122).
(121) Saamponna pada mare lesso, pas mangkat pole.
'Sesudah tidak letih lalu berangkat lagi.'
N • \ \ N
(122) Samalem bhenteng abaqna se nanges, kalagghuane￾pon, sareng ampon jhagha, bengalla bakoq.
'Semalam suntuk dia menangis, pagi harinya setelah
sudah bangun, matanya membenduL'
(c) kata kerja aktif, seperti kata-kata ollea 'akan memper￾oleh', alaban 'melawan', dan masih banyakcontoh lain.
(d) kata kerja pasif, seperti kata-kata earagha 'akan diarak',
epanompaq 'dinaikkan'.
Jenis-jenis kata lain yang dapat disubkategorisasikan ialah
kata keterangan, kata. ganti, kata sandang, kata benda, kata
sifat, kata bilangan. Jenis-jenis kata ini dapat disubkategorisasikan
seperti di dalam bahasa Indonesia.
b. Komponen Frase
Frase ialah kelompok kata yang dapat mengisi suatu fungsi
di dalam struktur gramatikal. Sebagai contoh misalnya kalimat￾kalimat (123) - (125).
(123) Ropaepon jhamo (tambha) dhadhingghalan rmmaq￾na mandhi ongghiu
'Rupanya obat peninggalan mamaknya mujarap be￾tul.'
(124) Meja tales jriya (jreya) sengkoq ella melle sabidhak
ropeya.
'Meja tulis itu sudah saya beli enam puluh rupiah.'
(125) Kerres sangkolanna Wirjo engghaneka bannyaq dhung￾ngengepon.
'Keris warisan Wirjo itu banyak dongengannya.'
D^am kalimat (124) kita dapatkan frase kata benda meja tales
jareyCy yang terdiri dari kata benda meja '^meja', diterangkan
deh kata sifat tales 'tulis', dan frase meja tales oleh jareya. 'itu'.
Frase kata benda juga kita temukan pada kalimat (125), yaitu
kerres sangkalanna Wirja engghaneka yang terdiri dari kata benda
kerres 'keris', diterangkan oleh kata benda sangkalanna Wirjo
'warisan Wiijo', dan frase kerres sangkolanna Wirjo diterangkan
oleh engghaneka 'itu'. Dalam frase (123) jhana (tambha) dha
dhingghalan mamaqna, kata benda jhamo (tambha) 'obat', di
terangkan oleh frase dhadhingghalan mamaqna 'peninggalan ma
maknya. '
Frase kata keija juga didapatkan pada kalimat (124), yakni
ella melle sabidhag ropeya, kata keija melle 'membeli' mendapat
keterangan waktu ella. 'sudah', dan keterangan kuantitas sabidfiag
ropeya 'enampuluh rupiah', dalam frase (125) bannyaq dhung￾ngengepon, kata benda dhungngengepon 'dongeng^nya', men
dapat keterangan kata bilangan bannyaq 'banyak'; dalam frase
(123) mandhi ongghu, kata sifat mandhi 'mujarap' mendapat
keterangan kualitas ongghu 'benar-benar'.
Frase kata depan yang mengisi fun^i keterangan dapat
kita temukan pada kalimat-kaUmat (126) dan (127).
(127) Kabadaqan e naleka en^haneka bhidha sanget ma￾nabi "etembhang sareng e taon s^ tapongkor.
'Keadaan pada waktu itu berbeda sangat bila di￾bandingkan dengan pada tahun yang sudah lampau.'
(128) Oreng jareya eajhaq ka tang bengko sakejjhaq blakka.
'Orang itu diajak ke rumah saya sebentar saja» kok
tidak mau.'
Dalam kalimat (126) e nalekd %nggtianeka 'pada waktu itu*,
dan e toon se tapongkor 'pada tahun yang sudah lampau'
kata depan e 'pada', diikuti kata keterangan waktu naleka
'waktu', dan kata sandang tertentu engghaneka 'itu'; sedang
pada frase c taon se tapongkor kata depan e diikuti kata benda
taon 'tahun', kata sandang se 'yang', dan kata keterangan
tapongkor 'sudah lampau'. Dalam kalimat (127) frase ka tang
bengko sakejjhaq blakka 'ke rumah saya sebentar saja', kata
depan ka 'ke', diikuti kata ganti milik tang 'saya', l^ta benda
bengko 'rumah', dan kata keterangan waktu sakejjhaq blakka
'sebentar saja'.
c. Komponen Klausa
Klausa ialah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri tetapi
merupakan bagian daripada kalimat majemuk. Klausa tadi dapat
mengisi fungsi dalam struktur gramatikal, seperti kalimat (128) —
(130).
(128) Oreng jareya mon entar kapasar bheddhuq ghiq taq
mole.
'Orang itu bila peip ke pasar (waktu) lohor masih
belum pulang.'
(129) Dhineng khemar pas ala-polOy sabab khemar pangras￾sana dhaddhi ratona bhurun alas.
'Adapun kemar lalu bertingkah sebab kemar merasa
menjadi raja daripada binatang hutan.'
(130) Wirjo ngocaq ka se biriq, "Sanonto jhalanna pon
nyaman sarta naong."
'Wirjo berkata kepada isterinya, "Sekarang jalannya
sudah enak dan rindang.'
Pada kalimat (128) klausa bheddhuq ghiq taq mole men^i
fungsi keterangan keadaan. Dalam kalimat (129) klausa sabab
kliemar pangrassana dhaddhi ratona bhurun alas mengisi fungsi
keterangan akibat. Sedangkan pada kalimat (130) klausa sanonto
jhalanna pon nyaman sarta naong mengisi ftingsi obyek.
Oleh karena klausa itu dapat mengisi fungsi dalam struktur
gramatikal, maka selain contoh-contoh (128) — (130) akan di- da^atkan juga klausa pengisi fungsi predikat seperti kalimat
(131) Tang rama ghuru teladan se terkenal.
'Ayah saya (adalah) guru teladan yang terkenal.'
Klausa ghuru teladan se terkenal pada (131) tugasnya memberi
keterangan kepada fungsi subyek tang rama.
4.4.2 Fungsi gramatikal
Yang dimaksudkan dengan fungsi gramatikal ialah fungsi di
dalam batas struktur gramatikal, meliputi subyek, predikat, obyek,
dan keterangan.
a. Subyek
Dalam tata bahasa tradisional fungsi subyek didefinisikan
sebagai kata stau kelompok kata yang diberi penjelasan dengan
predikat, seperti kalimat-kalimat:
(13^:) Bengko jareya raja.
'Rumah itu besar.'
(133) Kaula taq ngera sakale.
'Saya tidak mengira sama sekali.'
(134) Se kemma sapena se bhaghus, iya areya se olle
persen.
'Yang mana sapi yang bagus, ialah yang mendapat
hadiah.'
Dalam kali^mat ^(132) — (134), bengko jareya, kaula, dan se
kemma sapena se bhaghus menduduki fungsi subyek, sedangkan
kata-kata raja, taq ngera sakale dan ia areya se olle persen meng
isi fungsi predikat.
Kategori-kategori kata yang dapat mengisi atau menduduki
fungsi subyek itu telah disebutkan dalam pasal 2.5.
h. Predikat
Predikat ialah kata atau kelompok kata yang memberi ke-
terangan atau menggambarkan proses subyek. Contoh fungsi
predikat telah diberikan pada kalimat (132) — (134). Dalam
ucapan, antara fungsi subyek dan fungsi predikat itu ada jeda
(istirahat). Contoh kalimat (132) - (134) bila diucapkan atau
dibaca dapat digambarkan.
Bengko jreya / raja.
Kaula / taq ngera sakale. ^ ^ ^
Se kemma sapena se bhaghus / i-fa areya se olle persen.
Kategori kata yang dapat mengisi atau menduduki fungsi predikat
telah disebutkan pada pasal 2.6.
c. Obyek
Dalam tata bahasa tradisional dibedakan: obyek penderita,
obyek penyerta, obyek berpreposisi, obyek pelaku.
Obyek penderita ialah kata atau kelompok kata yang meng￾alami proses atau kena akibat proses yang disebut di dalam pre
dikat. Contoh:
(135) Bilan mola sengkoq pajhat ceq terrona ngobua jfiaran,
'Sejak dahulu saya memang sangat ingin (akan) me￾melihara kuda, • • .. '
Dalam kalimat (135) ini, ngobua '(akan) memelihara', fungsinya
sebagai predikat, sedangkan jliaran 'kuda', fungsinya sebagai
obyek penderita Dalam konstruksi pasifnya kalimat (135) ini
menjadi
Jharan eobua biq sengkoq . ...
'Kuda akan dipelihara oleh saya . ...
Fungsi obyek penderita dalam kalimat konstruksi pasif ini meng
isi tempat subyek; fungsi subyek sengkoq 'saya', dan konstruksi
kalimat aktif, mengisi fungsi obyek pelaku biq sengkoq 'oleh
saya', di dalam konstruksi kalimat pasif.
Obyek penyerta ialah kata atau kelompok kata yang ikut
mengambil bagian dalam proses yang disebut predikat. Contoh:
(136) Ebhu aberriq daq aleqen kalambhi anyar baqariq.
'Ibu memberi kepada adiknya baju baru kemarin.'
Dalam kalimat (136) ini fungsi obyek penyerta diisi oleh kata
aleqen 'adiknya'. Pemakaian kata daq 'kepada', dapat dipakai
menandai adanya fungsi obyek penyerta tetapi kata tersebut
kadang-kadang tidak digunakan sehingga kalimat (136) dapat saja
diucapkan.
Ebhu aberriq aleqen kalambhi anyar b'aqriq.
Obyek berpreposisi ialah obyek yang didahului oleh prepo￾sisi, misalnya:
(137) Brampan oreng entar, sambi asojhud sarta abhakte
daq area.
'Beberapa orang pergi, sambil sujud serta berbakti
kepada area.'
Dalam kalimat (137) area didahului oleh preposisi daq. Fungsi
area 'area', pada kalimat (137) sebagai obyek berpreposisi.
Obyek penyerta aleqen dalam kalimat (136) ditandai oleh
pemakaian preposisi daq; begitu pula dalam kalimat (137) obyek
berpreposisi, area juga ditandai oleh pemakaian preposisi 4aq.
Suatu obyek akan dengan mudah dikenal sebagai obyek penyerta
bila ada preposisi di depannya. Predikatnya terjadi dari kategori
kata kerja aktif, seperti aberriq daq aleqen 'member! kepada
adiknya.' Dalam kalimat (136), prefiks a- dalam aberriq 'mem
ber!', berpadanan dengan prefiks me- dalam bahasa Indonesia.
Pada kalimat (137) abhakte daq area 'berbakti kepada area',
kata area didahului oleh preposisi daq. Fungsi area dalam kalimat
(137) ini sebagai obyek berpreposisi. Suatu obyek akan dengan
mudah dikenal sebagai obyek berpreposisi bila predikatnya ter
jadi dari kategori kata keija aktif, abhakte daq area. Dalam
kalimat (137), prefiks a- berpedoman abhakte 'berbakti' dengan
prefiks ber- dalam bahasa Indonesia.
Obyek pelaku hanyalah ada pada kalimat pasif. Subyek
pada kalimat aktif menjadi obyek pelaku dalam kalimat pasif.
Contoh kalimat (136) bila dijadikan kalimat pasif: Aleqen ebberiq
kalambhi anyar biq ebhu baqariq, 'Adiknya diberi baju baru oleh
ibu kemarin.' Obyek pelaku umumnya ditandai oleh kata depan
biq 'oleh*.
d. Keterangan
Seperti halnya bahasa-bahasa lain, keterangan dalam bahasa
Madura beraneka ragam macamnya, antara lain seperti pada
kalimat (138) - (140).(138) Mon jhamn ella^kenneng sakeq calekarang, rangrang
se bai^y se nyaq-bannyaq terros mate.
'Biia kuda sudah kena penyakit calekarang, jarang
yang sembuh, kebanyakan lalu mati.'
Mon jharan ella "ekenneng sakeq calekarang = keterangan akibat.
(139) Maq seang-seang datenga baqen.
'Mengapa siang-siang datangmu.'
maq seang-^ang - keterangan waktu.
(140) Dapaq e dissaq tedung sengkoq.
'Sampai di sana tidur(lah) saya.*
Dapaq e dissaq = keterangan tempat.