• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label ternak kambing 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ternak kambing 3. Tampilkan semua postingan

ternak kambing 3

       


 



Penelitian ini dilakukan di 3 kecamatan di kabupaten Bone Bolango (Bonepantai, 

Botupingge, dan Kabila) terhadap Kambing Lokal Bone Bolango. Total sampel untuk 

pengamatan sifat kualitatif adalah 95 ekor dan  sifat kuantitatif adalah 85 ekor. Kambing 

lokal yang diamati adalah jenis kelamin betina umur dewasa antara 2.5 sampai 4.0 

tahun. Hasil Analisa  deskriptif rerata bobot badan kambing lokal Bone Bolango adalah 

27.11±4.92 dengan koefisien keragaman 18.48%. Analisa  regresi linear berganda 

metode stepwise antara bobot badan dan beberapa ukuran tubuh pengamatan diperoleh 

lingkar dada, tinggi kepala, dan lebar dada memiliki korelasi tertinggi terhadap bobot 

badan sehingga dapat dijadikan sebagai penduga bobot badan kambing lokal Bone 

Bolango. Hasil Analisa  deskriptif sifat kualitatif warna bulu diperoleh 4 warna yaitu 

warna hitam, putih, coklat, dan abu-abu. Penyebaran pola warna bulu ditemukan 11 

macam yaitu total hitam, total putih, total coklat, total abu-abu, hitam dan putih, coklat 

dan putih, coklat dan hitam, coklat muda, putih totol hitam, putih totol coklat, dan 

coklat hitam dan putih. Secara keseluruhan 3 pola warna bulu dominan ditemukan di 

lokasi pengamatan pada bagian depan tubuh yaitu hitam (37.4%) coklat (25.3%), dan 

coklat muda (7.1); bagian tengah tubuh yaitu hitam (21.2%), Coklat (17.2%), hitam dan 

putih (13.11%); bagian tubuh belakang yaitu hitam (29.3%), coklat 26.3%, dan putih 

9.1%. Hasil Analisa  chi square antar ketiga lokasi pengamatan diperoleh terdapat 

perbedaan pola warna bagian tubuh depan dan tengah tubuh namun bagian tubuh 

belakang tidak ada perbedaan. Sifat kualitatif lainnya yang dominan ditemukan antara 

lain garis muka datar (97%), bertanduk (92.7%), bentuk telinga setengah menjuntai 

(95%), bentuk punggung lurus (100%). Sistem pemeliharaan yang diterapkan responden 

peternak dominan dilakukan dengan cara dilepas diluar kandang pada siang hari untuk 

mencari makanan sendiri dan malam hari didalam kandang atau disekitar rumah 

didalam pagar.  

Ternak kambing merupakan salah satu jenis ternak yang cukup digemari 

masyarakat, namun skala usahanya masih bersifat usaha kecil-kecilan dimana sistem 

pemeliharaan dan perkembangbiakannya masih secara tradisional. Kambing lokal 

kabupaten Bone Bolango telah berkembang puluhan generasi dan telah beradaptasi 

tinggi terhadap lingkungan setempat sehingga membentuk karakteristik khas yang 

hanya dimiliki oleh ternak tersebut.  

Beberapa keunggulan kambing lokal antara lain dapat bertahan hidup dengan 

pakan berkualitas rendah, mampu bertahan pada tekanan iklim setempat, daya tahan 

yang tinggi terhadap penyakit dan parasit lokal, merupakan sumber gen yang khas untuk 

digunakan dalam perbaikan bangsa-bangsa melalui persilangan, lebih produktif dengan 

biaya yang sangat rendah, mendukung keragaman pangan pertanian dan budaya, dan 

lebih efektif dalam mencapai tujuan keamanan pangan lokal. Hal ini dapat menjadikan 

kambing lokal sebagai sumberdaya genetik (plasma nutfah) yang dapat dikembangkan 

untuk pengembangan dan perbaikan mutu genetik bangsa kambing secara nasional 

dengan tetap menjaga kemurnian dan kelestariannya.  

Pengembangan kambing lokal sebagai ternak komersial khususnya di Provinsi 

Gorontalo sendiri masih memiliki beberapa kendala diantaranya informasi asal-usul dan 

aliran gen, karakteristik sifat fenotip dan genotip, serta dinamika populasinya masih 

sangat kurang. Informasi ini sangat penting dalam rangka menjadikan kambing lokal 

sebagai sumberdaya genetik (plasma nutfah) yang dapat dikembangkan untuk 

mendukung program swasembada daging secara nasional dengan tetap menjaga 

kemurnian dan kelestariannya. 


Kabupaten Bone Bolango secara geografis memiliki luas 1984,31 km² dengan 

batas wilayah sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Bolaang Mongondow 

(Sulawesi Utara), sebelah barat dengan Kota Gorontalo dan Kecamatan Telaga 

(Kabupaten Gorontalo), sebelah utara Kecamatan Atinggola (Kabupaten Gorontalo) dan 

Kabupaten Bolang Mongondow (Sulawesi Utara), dan di sebelah selatan berbatasan 

dengan Teluk Tomini (Lampiran 3). Posisi geografis kabupaten Bone Bolango yang 

berbatasan langsung dengan Sulawesi Utara dan juga negara Filipina memberikan 

peluang yang baik dalam pemasaran ternak terutama ternak kambing. Jumlah penduduk 

tahun 2009 sebanyak 131.797 orang yang secara total populasi ini merupakan populasi 

terbesar ketiga diantara seluruh wilayah provinsi Gorontalo. Suhu udara rerata tahunan 

26,8oC dan kelembaban udara relatif sebesar 81 % (BPS 2010). Kondisi daerah Bone 

Bolango yang sebagian besar merupakan pegunungan sehingga sangat cocok untuk 

perkembangbiakan ternak kambing terutama kambing local.    

Kambing lokal merupakan ternak yang telah lama mendiami suatu lokasi 

tertentu dan sistem pemeliharaanya dapat disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi 

masyarakat setempat. Secara genetik kambing lokal memiliki beberapa keunggulan 

dibandingkan dengan jenis kambing lain. Beberapa keunggulan tersebut antara lain 

mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi pakan yang berkualitas rendah, memiliki 

ketahanan yang cukup tinggi pada tekanan iklim setempat, merupakan sumber daya 

genetik yang khas dalam melakukan perbaikan bangsa melalui persilangan. Kambing 

lokal juga dapat mendukung keragaman pangan pertanian dan budaya dan lebih efektif 

dalam mencapai tujuan keamanan pangan lokal.   

Kambing lokal yang terdapat di kabupaten Bone Bolango secara fenotipik 

sekilas terlihat memiliki ciri yang sebagian besar dimiliki oleh kambing kacang. Jenis 

ternak ini telah dipelihara masyarakat setempat secara turun-temurun, sehingga tidak 

saja menghasilkan puluhan generasi namun telah beradaptasi tinggi terhadap lingkungan 

setempat dan membentuk karakteristik khas yang hanya dimiliki oleh ternak tersebut.  

Populasi ternak kambing di Kabupaten Bolango pada tahun 2009 secara 

keseluruhan adalah 5.872 ekor ( BPS, 2010) dan dibandingkan dengan tahun 2007 yang 

populasinya mencapai 29.983 ekor ( BPS, 2008) terjadi penurunan drastis sehingga hal 

ini sangat penting untuk dilakukan pengkajian penyebab penurunan tersebut. Jenis 

kambing yang ditemukan di lapangan sebagian besar merupakan kambing lokal dan 

sebagian kecil merupakan kambing Peranakan Etawah (PE) yang merupakan bantuan 

dari pemerintah setempat. Diperkirakan sekitar 90 % kambing yang terdapat di Bone 

Bolango merupakan kambing lokal dan sisanya merupakan kambing PE dan turunannya. Kebijakan untuk terus 

mempertahankan keberadaan kambing lokal sangat diperlukan agar populasinya 

semakin hari tidak semakin terpinggirkan akibat masuknya populasi kambing dari luar.  

Dalam rangka pelestarian plasma nutfah kambing lokal Bone Bolango langkah 

awal yang dapat dilakukan adalah mendapatkan data dasar berupa karakteristik 

fenotipik dan genetik serta keragamannya dalam populasi. Informasi asal-usul (aliran 

gen), karakteristik ternak (karakteristik produksi dan reproduksi), dan karakteristik 

populasinya (keragaman, status populasi) belum diketahui pasti sehingga informasi-

informasi tersebut cukup penting dalam kebijakan pemuliaan dan pengembangan 

sumberdaya genetik ternak lokal untuk menunjang pengembangan kambing lokal secara 

nasional. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar tentang 

karakteristik fenotipik yang nantinya dapat digunakan untuk kebijakan konservasi, 

pengembangan dan perbaikan mutu genetik kambing lokal di Kabupaten Bone Bolango 

khususnya dan Provinsi Gorontalo secara umum. 

berdasar  sifat kuantitatif ukuran-ukuran tubuh 

dan sifat kualitatif, berdasar  sistem pemeliharaan  

Sifat Kuantitatif Ukuran Tubuh Dan Sifat Kualitatif, Keragaman 

fenotipik, Sistem Pemeliharaan Yang Diterapkan,   


Pada mulanya penjinakan kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat 

sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal dari 

3 kelompok kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu bezoar goat atau kambing liar 

Eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy), dan makhor goat 

atau kambing makhor di pegunungan Himalaya (Capra falconeri). Sebagian besar 

kambing yang diternakkan di Asia berasal dari keturunan bezoar 

Rumpun ternak kambing lokal yang dominan di negara kita  ada 2 yaitu kambing 

kacang dan kambing etawah. Kambing klacang merupakan kambing asli negara kita , 

bentuk badannya kecil sedangkan kambing etawah tubuhnya lebih besar dari kambing 

kacang , Kambing etawah sebenarnya adalah kambing jamnapari 

dari India, dan mulai didatangkan dari India pada tahun 1908, dan digunakan untuk 

meningkatkan mutu genetik dengan jalan upgrading terhadap kambing kacang. Cara 

yang dilakukan adalah dengan cara menggaduhkan atau menjual pejantan kambing 

etawah serta keturunannya kepada petani peternak , Ternak 

hasil persilangan ini mempunyai besar tubuh serta tipe telinga sangat beragam dan 

terdapat diantara kambing kacang dan kambing etawah sehingga dikenal juga sebagai 

peranakan etawah.  

Selain kambing kacang dan kambing peranakan etawah, sampai saat ini telah 

berhasil dilakukan eksploitasi dan eksplorasi terhadap beberapa plasma nutfah kambing 

lokal yang ada di negara kita . ada 8 kambing lokal 

yang telah berhasil di karakterisasi antara lain kambing marica (Sulawesi Selatan), 

kambing samosir (Pulau Samosir), kambing muara (Tapanuli Utara), kambing kosta 

(Banten), kambing gembrong (Bali), kambing peranakan etawah (negara kita ), kambing 

kacang (negara kita , Malaysia, Filipina), kambing benggala (Nusa Tenggara Timur).  

Dari delapan bangsa ternak kambing lokal negara kita  yang telah dikarakterisasi yang 

termasuk kategori besar adalah kambing peranakan etawah (PE) dan kambing muara, 

kambing kategori sedang adalah kambing kosta, gembrong dan benggala, sedangkan 

yang termasuk kategori kecil adalah kambing kacang, kambing samosir dan kambing 

marica.  

  

 Karakteristik Fenotipik  

 Ukuran Tubuh menyatakan bahwa ukuran tubuh dengan komponen komponen 

tubuh lain merupakan keseimbangan biologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk 

menduga gambaran bentuk tubuh sebagai penciri khas suatu bangsa ternaktertentu. 

Penampilan seekor hewan merupakan hasil proses pertumbuhan yang 

berkesinambungan selama hewan hidup. Setiap bagian tubuh tersebut mempunyai 

kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda. untuk mengetahui dan menentukan domba yang mempunyai produktivitas 

tinggi, ukuran tubuh berperanan penting. 

menyatakan bahwa untuk menggetahui pendugaan jarak genetik dapat dilakukan 

pengukuran-pengukuran pada tulang ternak. 

menyatakan bahwa korelasi yang erat ditemukan antara bobot 

badan dan setiap ukuran tubuh yang merupakan perwujudan dari proses pertumbuhan 

yang terjadi pada hewan tersebut, untuk menjaga keseimbangan biologis. Setiap 

pertumbuhan komponen-komponen tubuh akan diikuti dengan peningkatan ukuran 

ukuran tubuh. Panjang badan merupakan parameter yang digunakan 

untuk menduga bobot badan ternak. menyatakan bahwa panjang badan, 

tinggi pundak dan lingkar dada adalah ukuran tubuh yang paling berkorelasi erat dengan 

bobot badan ternak. Hal tersebut berarti ternak yang mempunyai tubuh besar akan 

mempunyai tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada yang lebih besar; sehingga 

dapat dinyatakan bahwa ukuran-ukuran tubuh dan berat badan merupakan ukuran 

penting dalam menilai sifat kuantitatif ternak yang akan digunakan pada program 

seleksi.  

 Karakteristik Fenotip Kambing Lokal 

Rumpun ternak kambing lokal yang dominan di negara kita  ada dua yaitu 

kambing Kacang dan kambing Etawah. Namun dalam perkembangannya di duga karena 

perkembangan jaman dan dalam kurun waktu yang lama serta pengaruh kondisi 

lingkungan serta iklim yang berbeda mengakibatkan penampilan ternak kambing secara 

perlahan-lahan menimbulkan perbedaan akibat penyesuaian dengan lingkungan 

setempat. Selain itu juga diduga akibat persilangan dengan kambing dari luar (eksotik) 

menimbulkan fenotip yang bermacam-macam terhadap jenis/bangsa kambingnya.    

 Salah satu yang sering menjadi standar perbedaan genetik secara fenotipik pada 

beberapa ternak adalah ukuran-ukuran tubuh. Pada Tabel 1 dapat dilihat sebagian besar 

ukuran tubuh  tertinggi diperoleh pada kambing PE dan terendah pada kambing kacang 

dan marica.   

        


Ket:. TP:Tinggi Pundak, PB:Panjang Badan, Li.D: Lingkar Dada, Le.D: Lebar Dada,    

       DD:Dalam Dada, LT:Lebar Telinga, PT:Panjang Teling, PE:Panjang Ekor.   

  

Karakteristik reproduksi dibandingkan Kambing PE, Kambing kacang lebih 

prolifik dengan jumlah anak sekelahiran berkisar antara 1,40-1,76 dengan median 1,65  

dalam. Pada kambing peranakan etawah jumlah anak sekelahiran berkisar antara 1,30-

1,70 dengan median 1,50. Dari segi bobot sapih umur 90 hari, kambing kacang dan 

peranakan etawah pada kondisi stasiun percobaan adalah 6,9 dan 8,6 kg. Pada kondisi 

pedesaan bobot sapih kambing peranakan etawah adalah 10,1 kg (Subandriyo 2005)  

 

 

 

 


 Sampling 

Penentuan sampel untuk pengamatan fenotipik dilakukan secara purposive 

sampling yaitu pada 3 kecamatan diantara 18 kecamatan yang terdapat di Kabupaten 

Bone Bolango dengan pertimbangan memiliki populasi kambing terbanyak diantara 

keseluruhan kecamatan di Kabupaten Bone Bolango dan juga memiliki ketinggian 

tempat yang berbeda. Data perindividu setiap sampel pengamatan selanjutnya ditabulasi 

dan dilakukan penyortiran data sehingga diperoleh jumlah sampel untuk pengamatan 

sifat kualitatif adalah kecamatan Bonepantai 31 ekor, kecamatan Botupingge 33 ekor, 

dan kecamatan Kabila 35 ekor dan untuk pengamatan sifat kuantitatif jumlah sampel 

data yang dapat diAnalisa  adalah kecamatan Bonepantai 30 ekor, Botupingge 24 ekor, 

dan Kabila 31 ekor.  

 

Tabel 2 Penentuan umur kambing berdasar  umur pergantian gigi seri. 

Umur (tahun) Gigi Seri Yang Berganti 

< 1 Gigi seri belum ada yang berganti 

1,0 – 1,5 Gigi seri dalam (I1) berganti 

1,5 – 2,5 Gigi seri tengah dalam (I2) berganti 

2,5 – 3,5 Gigi seri tengah luar (I3) berganti 

3,5 – 4,0 Gigi seri luar (I4) berganti atau semua (8) gigi seri telah berganti 

> 4 Gigi tetap aus dan mulai lepas 


 

   

Umur kambing lokal Bone Bolango yang diamati adalah yang telah berumur 

dewasa antara 2.5 sampai 4.0 tahun dengan jenis kelamin betina. Penentuan umur ternak 

di lapangan dilakukan dengan cara utama melakukan pengecekan gigi seri yang sudah 

tanggal (tabel 2) dan berganti baru sambil juga menanyakan ke peternaknya tentang 

umur ternak kambing yang diamati 

  

 Peubah yang Diamati 

Peubah yang diamati yang berkaitan dengan karakter fenotipik tubuh antara lain:                                                                                                                                             

Sifat kualitatif :  

- Pola warna bulu badan. Bagian tubuh yang diamati dibagi menjadi 3 bagian yaitu 

bagian depan tubuh, bagian tengah, dan bagian belakang. 

- Garis punggung dilihat dari samping pada posisi berdiri normal diklasifikasikan 

kedalam kelompok cembung, lurus, dan cekung 

- Bentuk telinga. Bentuk telinga dikategorikan atas berdiri, setengah menjuntai, dan 

menjuntai kebawah.  

- Tanduk. Tanduk diidentifikasi dengan kategori bertanduk, tidak bertanduk, dan 

bejolan tanduk 

- Garis muka. Garis muka dikelompokkan berdasar  cembung dan datar  

Sifat kuantitatif:  

- Bobot badan (BB) diperoleh dengan cara penimbangan yang dilakukan sebelum 

domba diberi makan atau digembalakan dengan menggunakan timbangan (kg). 

Kepala :  

- Panjang kepala : jarak antara titik kepala sampai titik posterior tengkorak diukur 

dengan mistar ukur (cm) 

- Lebar kepala : jarak antara titik penonjolan tengkorak paling luar kiri dan kanan 

diukur dengan kaliper (cm) 

- Tinggi tengkorak : jarak antara titik dorsal tengkorak sampai titik lateral rahang 

terendah diukur dengan kaliper (cm) 

- Panjang telinga : diukur dengan menggunakan mistar ukur dari pangkal sampai 

ujung telinga (cm) 

- Lebar telinga : diukur dengan menggunakan mistar ukur pada bagian luar telinga 

dari sisi kiri dan kanan (cm)  

Badan :  

- Panjang badan : jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang scapula  sampai 

dengan benjolan tulang tapis (os ischium), diukur dengan tongkat ukur (cm). 

- Lebar dada : jarak bagian tengah tulang dada kiri dan kanan diukur dengan kaliper 

(cm) 

- Tinggi pundak : jarak tertinggi pundak sampai tanah, diukur dengan tongkat ukur 

(cm) 

- Lingkar dada (pundak): diukur melingkar rongga dada dibelakang sendi tulang bahu 

(os scapula) diukur dengan pita ukur (cm) 

- Lingkar cannon : diukur melingkar ditengah-tengah tulang pipa kaki depan dan 

belakang sebelah kiri diukur dengan pita ukur (cm) 

- Dalam dada : jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada bawah, diukur 

dengan tongkat ukur (cm) 

 

Keadaan Umum dan Demografis Peternak  

Informasi keadaan umum lokasi sampel yang diamati meliputi informasi kondisi 

geografis masing-masing lokasi pengamatan, keadaan penduduk, potensi-potensi bidang 

pertanian dalam medukung pengembangan kambing lokal. Informasi mengenai sistem 

pengelolaan dan pemeliharaan kambing yg diterapkan dan mengenai keadaan 

demografis peternak (pengalaman beternak, umur peternak, pemilikan ternak, tingkat 

pendidikan, dll)  diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang diisi masing-masing 

peternak.  

 

3.4 Analisa  Data  

Sifat kuantitatif ukuran tubuh 

Data tentang karakter fenotip sifat kuantitatif yang telah diperoleh dilakukan 

penghitungan nilai rata-rata dan standar deviasi pada masing-masing bagian tubuh yang 

diukur. Pengaruh beberapa ukuran linear tubuh terhadap bobot badan pada kambing 

lokal Bone Bolango digunakan model terbaik dari Analisa  regresi berganda dengan 

metode stepwise (Iriawan dan Astuti, 2006). Penggunaan metode regresi berganda 

stepwise untuk memperoleh persamaan regresi dilakukan untuk menghindari adanya 

beberapa variabel yang saling berkorelasi (multikolinearitas). Model linear regresi 

berganda yang digunakan adalah: 

 

 Y=β0 + β1X1i+ β2X2i +…….+ βpXpi + εi  

 

Keterangan :   Y   = Bobot Badan             

β0 – βp  = Koefisien Regresi   

                X1i - Xpi   = Ukuran-Ukuran Tubuh 

ε  = Galat  

  

Sifat Kualitatif 

Sifat kualitatif yang diamati meliputi bentuk tanduk, pola warna bulu, bentuk 

telinga, garis punggung, dan garis muka. Analisa  statistik menggunakan frekuensi 

relatif dengan formula sebagai berikut:                 

 

 

Frekuensi relatif = Σ Sifat A   x 100% 

Keterangan : A = salah satu sifat kualitatif pada domba yang diamati  

          n = total sampel kambing lokal yang diamati 

   

Pengaruh lokasi terhadap beberapa sifat kualitatif yang diamati diAnalisa  

dengan menggunakan Uji Chi-Square (Iriawan dan Astuti, 2006). Statistik uji Chi-

Square adalah: 

  

 

Keterangan: X2 = Chi-Kuadrat 

          n  = Nilai Pengamatan 

          E  = Nilai Harapan  

          Σ  = Total dari nilai-nilai  

 

Proses Analisa  data terhadap keseluruhan variabel yang diamati menggunakan 

alat bantu statistik Minitab versi 14 (Iriawan & Astuti, 2006) dan SPSS versi 16. 

Pemilihan  penggunaan alat bantu statistik Minitab 14 dan SPSS 16 mengingat lebih 

mudah dan lebih praktis dalam penggunaanya dibandingkan alat bantu lainya. 

 

 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 

Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu  kabupaten diantara 5 kabupaten 

yang terdapat di Provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki luas wilayah 1984,31 

km². berdasar  data BPS setempat hingga tahun 2011 jumlah kecamatan yang 

terdapat di kabupaten Bone Bolango adalah 18 kecamatan (Tabel 3). berdasar   

Tabel 3 dapat dilihat sebaran populasi kambing terbanyak adalah Bonepantai, Bulawa, 

Kabila, Botupingge, dan Bone Raya. Lokasi pengamatan untuk keragaman fenotip 

kambing lokal Bone Bolango adalah Kecamatan Bonepantai, Kabila, dan Botupingge 

dengan mempertimbangkan populasi ternak kambing yang dimiliki ketiga lokasi lebih 

dominan dari keseluruhan lokasi kecamatan di Bone Bolango. Ketiga lokasi masing-

masing juga telah dapat merepresentasikan ketinggian tempat dari permukan laut yaitu 

tinggi (Botupingge), sedang (Kabila), dan rendah (Bonepantai).  

   

Tabel 3 Jumlah Kecamatan di Bone Bolango dan Populasi Ternak Masing-Masing  

              Kecamatan tahun 2010 

No Kecamatan Populasi Kambing (ekor) Luas (%) 

1 Bonepantai 1417 8.15 

2 Bulawa 631 5.59 

3 Kabila 697 9.75 

4 Botupingge 530 2.37 

5 Boneraya 523 3.23 

6 Suwawa Timur 385 24.65 

7 Tapa 358 3.25 

8 Kabila Bone 345 7.23 

9 Suwawa 281 1.69 

10 Bulango Utara 277 8.87 

11 Suwawa Selatan 153 9.28 

12 Bulango Selatan 149 0.50 

13 Tilongkabila 126 4.02 

14 Bone 0 3.66 

15 Bulango Timur 0 0.55 

16 Bulango Ulu 0 3.95 

17 Suwawa Tengah 0 3.26 

Total   100% 


 

 Kecamatan Bonepantai merupakan kecamatan yang wilayahnya terletak di 

kawasan Bone pesisir sepanjang teluk Tomini dengan jarak ibukota kecamatan dan  

ibukota kabupaten adalah 40 km. Luas wilayah kecamatan Bone Pantai sebesar 161.82 

km2 atau 8.15% dari total luas kabupaten Bone Bolango dengan jumlah penduduk 9.776 

orang dan kepadatan 60.41 orang/km2. Bentuk marfologi permukaan bumi sebagian 

besar merupakan daerah pegunungan dan dataran rendah yang berbatasan langsung 

dengan pesisir pantai teluk Tomini. Jumlah sungai yang melewati kecamatan Bone 

Pantai adalah 4 buah yaitu sungai Tamboo, Bilungala, Tongo, dan Uabanga.  Potensi 

jenis tanaman di bidang pertanian yang dimiliki antara lain tanaman palawija (jagung, 

ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah), tanaman sayur-sayuran (bawang merah, tomat, 

cabe) dan tanaman perkebunan rakyat (kelapa dan cengkeh). Bidang peternakan selain 

ternak kambing jenis ternak yang banyak dipelihara masyarakat setempat antara lain 

sapi, kuda, dan ayam kampung.         

 Kecamatan Botupingge adalah kecamatan dengan luas wilayah 47.11 km2 atau 

2.37% dari total luas kabupaten Bone Bolango. Jarak ibu kota kecamatan dengan 

ibukota propinsi adalah 16.2 km dengan sarana transportasi cukup lancar dan jalan 

aspal. Secara marfologi permukaan bumi kecamatan Botupingge dominan merupakan 

pegunungan dan perbukitan sehingga hampir keseluruhan wilayahnya berada pada 

dataran tinggi. Populasi penduduk hingga tahun 2010 sebanyak 5.598 orang dengan 

kepadatan penduduk mencapai 118.8 km2. Mata pencaharian sebagian besar adalah 

bidang pertanian, dan sebagian kecil bekerja dibidang pertambangan pergalian, 

konstruksi, listrik dan air, perdagangan, angkutan, dan pegawai negeri. Potensi pada 

bidang pertanian yang dimiliki adalah tanaman palawija (jagung, ubi kayu, ubi jalar, 

kacang tanah), buah-buahan (pisang, mangga, pepaya, nangka), tanaman sayuran 

(tomat, cabe) dan tanaman perkebunan (kelapa, kakao, kapuk, kemiri, jambu mete). 

Bidang peternakan selain ternak kambing jenis ternak lainnya yang ditemukan antara 

lain sapi, kerbau, kuda, ayam ras, ayam buras, angsa/itik.      

 Kecamatan Kabila adalah kecamatan dengan marfologi permukaan bumi 

berbentuk dataran rendah dan pegunungan rendah. Wilayah ini terletak disebelah timur 

kota Gorontalo dengan luas wilayah 193.45 km2 atau sebesar 13.94% dari total luas 

wilayah kabupaten Bone Bolango. Secara keseluruhan lokasi kecamatan Kabila dapat 

ditempuh dengan menggunakaan transportasi darat seperti sepeda motor dan mobil 

sebab prasarana jalan telah mengalami pengaspalan. Daerah ini dilewati salah satu 

sungai terbesar di Provinsi Gorontalo yaitu sungai Bone sehingga desa-desa yang 

berada di pinggiran sungai relatif subur. Jumlah penduduk yang dimiliki pada tahun 

2010 adalah 21.004 jiwa dengan kepadatan penduduk 109 jiwa/km2. Mata pencaharian 

sebagian besar yang ditekuni lebih bervariasi dibandingkan kecamatan Bonepantai dan 

Botupingge yaitu bidang pertanian, konstruksi, perdagangan, angkutan dan pegawai. 

Sebagian kecil penduduk masih memiliki mata pencaharian dalam bidang 

pertambangan, listrik, keuangan dan jasa lainnya. Dalam bidang pertanian produksi 

yang banyak dihasilkan adalah padi sawah, jagung, pisang, mangga, pepaya, jeruk, 

langsat, nangka, cabe, kelapa dan kakao. Bidang peternakan jenis ternak yang banyak 

dipelihara masyarakat kecamatan Kabila antara lain sapi, kuda, kambing, ayam 

kampung, ayam ras, dan itik.          

 

 Sifat Kuantitatif 

 Bobot badan adalah bobot ternak kambing yang diperoleh dengan cara 

melakukan penimbangan pada ternak sebelum digembalakan. Metode penimbangan  ini 

yang dilakukan pada ternak kambing lokal sebab pada pagi hari ternak kambing belum 

begitu banyak mengkonsumsi hijauan dan pakan sehingga bobot badan yang diperoleh 

tidak dipengaruhi akibat adanya pakan yang terdapat di dalam perut. 

berdasar  hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3 lokasi sampel kecamatan 

di kabupaten Bone Bolango diperoleh hasil bobot badan kambing lokal Bone Bolango 

tertinggi ditemukan di kecamatan Kabila yaitu 28.65±5.40 kg, kecamatan Botupingge 

sebesar 26.88±3.71 kg dan kecamatan Bonepantai 25.69±4.95 kg. Secara keseluruhan 

rerata total bobot badan dari ketiga lokasi pengamatan adalah 27.11± 4.92 kg (Tabel 4). 

Hasil pengamatan bobot badan kambing lokal Bone Bolango ini lebih rendah dengan 

beberapa kambing lokal negara kita  umur dewasa hasil penelitian Pamungkas FA, dkk. 

(2009) yaitu kambing PE (40.2 kg), Muara (49.4 kg), dan Benggala (37.9 kg) serta sama 

atau lebih tinggi dari kambing Gembrong (27.6 kg), Kosta (24.4 kg), Samosir (26.2 kg), 

Kacang (22 kg), dan Marica (20.26 kg) (Tabel 1). berdasar  pengelompokan maka 

bobot badan kambing lokal Bone Bolango dapat dikelompokkan ke dalam kategori 

ukuran kategori sedang diantara beberapa kambing lokal hasil penelitian yang ada di 

negara kita . 

     

 berdasar  tabel 4 diantara ketiga lokasi kecamatan, koefisien keragaman 

bobot badan di Kecamatan Botupingge lebih rendah (13.80%) dibandingkan dengan 

koefisien keragaman di Kecamatan Bone Pantai (19.27%)  dan Kecamatan Kabila 

(18.5%). Menurut Noor (1995) keragaman fenotip (Vp) yang timbul dapat disebabkan 

oleh adanya keragaman genetik (Vg) dan keragaman lingkungan (Ve). Nilai koefisien 

keragaman yang tinggi di Kecamatan Kabila secara genetik dapat dipengaruhi oleh 

adanya program introduksi kambing PE oleh pemerintah setempat sejak lama untuk 

meningkatkan produktivitas melalui persilangan dengan kambing lokal namun tidak 

berjalan maksimal. Hal ini menjadikan sebagian besar ternak kambing lokal setempat 

memiliki keturunan kambing PE dan sebagian lagi masih merupakan keturunan murni 

yang tanpa persilangan sehingga perbedaan ini menghasilkan keragaman bobot badan 

yang cukup besar. Keragaman bobot badan yang diakibatkan dari faktor lingkungan 

dapat diakibatkan perbedaan jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi masing-masing 

ternak. berdasar  hasil survai sistem pemeliharaan yang diterapkan peternak adalah 

siang dilepas untuk mencari pakan sendiri dan malam baru dikandangkan atau diikat 

disekitar rumah di dalam pagar. Kambing yang berada pada sumber pakan berlimpah 

tentunya akan mengkonsumsi pakan yang lebih banyak sehingga bobot badan yang 

dimiliki akan lebih tinggi dibandingkan dengan kambing lokal yang jauh dari sumber 

pakan. berdasar  hasil pengamatan terhadap keadaan umum lokasi, jumlah lahan 

untuk tempat kambing lokal mencari pakan di kecamatan Kabila semakin sedikit 

diakibatkan semakin banyaknya ditempati oleh pemukiman penduduk. Kondisi ini 

menyebabkan pada beberapa peternak sering memberikan pakan konsentrat berupa 

dedak maupun ampas tahu meskipun dalam jumlah sedikit untuk menutupi kekurangan 

hijauan pakan dan pada peternak yang lain tidak pernah memberikan pakan konsentrat 

sama sekali dan hanya mengandalkan rumput liar yang tumbuh. Perbedaan pola 

pemberian pakan ini menjadikan bobot badan kambing lokal di Kabila menjadi sangat 

beragam sebab bobot badan sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama ketersediaan 

pakan.          

 Pada kecamatan Bone Pantai keragaman bobot badan kambing lokal cukup 

tinggi seperti di kecamatan Kabila. Keragaman ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor  

lingkungan (Ve) sebab bentuk marfologi permukaan bumi yang dimiliki sebagian 

gunung dan sebagian dataran rendah pada pinggiran pantai. Kondisi lingkungan ini 

yang berbeda menyebabkan sebagian ternak kambing lokal setempat mencari makanan 

pada kawasan pegunungan dan sebagian lagi mencari pada pinggiran pantai. Perbedaan 

lokasi mencari pakan menyebabkan variasi bobot badan kambing lokal di daerah ini 

lebih tinggi dibandingkan kecamatan Botupingge. Hasil wawancara dengan beberapa 

peternak kambing lokal juga diperoleh bahwa pemberian pakan konsentrat tidak pernah 

dilakukan dan lebih banyak mengandalkan rumput liar atau daun-daunan yang tumbuh 

sebagai sumber pakan yang utama sehingga bobot badan yang diperoleh juga lebih 

rendah dari kecamatan Kabila dan Botupingge.  

Keragaman bobot badan di kecamatan Botupingge lebih rendah dibandingkan 

dengan bobot badan di kecamatan Kabila dan Bone Pantai. Hal ini dapat disebabkan 

lingkungan tempat kambing lokal mencari pakan lebih seragam sebab sebagian besar 

marfologi permukaan bumi kecamatan Botupingge merupakan pegunungan dan 

perbukitan. Hasil wawancara dan pengamatan terhadap peternak dan penyuluh setempat 

bahwa wilayah Botupingge pada dulunya juga merupakan daerah penyebaran kambing 

PE dan sampai saat ini beberapa keturunannya masih memiliki penampilan yang 

dimiliki oleh PE tetuanya. Introduksi ini sedikit banyak telah mengubah komposisi 

    

genetik kambing lokal setempat maupun keturunan-keturunannya sehingga 

menimbulkan keragaman genetik.   

 

 Analisa  Regresi Bobot Badan dan Ukuran Tubuh 

Analisa  yang digunakan untuk mengetahui korelasi dan persamaan regresi 

antara berbagai macam ukuran tubuh dengan bobot badan adalah Analisa  regresi 

berganda stepwise. Penggunaan Analisa  regresi stepwise sebab Analisa  regresi berganda 

mensyaratkan antara variabel prediktor tidak saling berkorelasi. Analisa  regresi 

stepwise merupakan salah satu solusi menyelesaikan masalah regresi yang variabel 

prediktornya saling berkorelasi (Iriawan dan Astuti, 2006).  


 

Hasil Analisa  regresi stepwise diperoleh bahwa variabel ukuran tubuh pada 

kambing lokal Bone Bolango yang memiliki pengaruh paling besar terhadap bobot 

badan serta tidak berkorelasi dengan ukuran tubuh lainnya adalah lingkar dada, tinggi 

kepala, dan lebar dada (Tabel 5). Nilai korelasi yang diperoleh antara bobot badan 

dengan ketiga variabel tersebut adalah masing-masing 0.83 (lingkar dada), 0.58 (tinggi 

kepala), dan 0.30 (lebar dada). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitan yang dilakukan 

oleh Mulliadi (1996) bahwa lingkar dada berkorelasi positif dengan bobot badan domba 

Garut betina sebesar 0,80 dan Doho (1994) bahwa lingkar dada memiliki korelasi positif 

dengan bobot badan domba Ekor Gemuk sebesar 0,78. berdasar  Analisa  regresi 

stepwise maka diperoleh persamaan regresi berganda antara bobot badan dengan lingkar 

dada, tinggi kepala, dan lebar dada adalah: Bobot Badan : -36.3 + 0.867 Lingkar Dada + 

 

0.734 Tinggi Kepala – 0.380 Lebar Dada. Persamaan ini sekaligus dapat dijadian 

sebagai penduga bobot badan kambing lokal Kabupaten Bone Bolango.   

  

 Sifat Kualitatif 

 berdasar  hasil pengamatan terhadap sifat kualitatif warna bulu diperoleh 

hasil 5 macam warna bulu kambing lokal Bone Bolango yaitu warna hitam, putih, 

coklat, dan abu-abu (Tabel 6). Secara keseluruhan pada ketiga lokasi pengamatan warna 

bulu yang banyak ditemukan adalah warna hitam, coklat, putih, dan abu-abu. 

berdasar  Gambar 2 dapat dilihat penyebaran pola warna bulu yang ditemukan 

adalah 11 macam pola warna. berdasar  tabel 6 diketahui pula bahwa pola warna 

bulu untuk bagian tubuh depan dari keseluruhan sampel yang diamati didominasi oleh 

warna hitam (37.4%) baik untuk kecamatan Bone Pantai, Botupingge, dan Kabila, dan 

selanjutnya adalah warna coklat (25.3%), dan terakhir adalah coklat muda (7.1). 

Demikian pula warna bagian tengah tubuh secara keseluruhan didominasi warna hitam 

(21.2%), Coklat (17.2%), serta hitam dan putih (13.11%). Pada bagian tubuh belakang 

warna bulu yang dominan adalah hitam (29.3%), coklat 26.3%, dan putih 9.1%. Hasil 

penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hoda 

(2008) bahwa warna bulu dominan yang terdapat pada kambing kacang di Maluku 

Utara secara berturut-turut adalah warna hitam, coklat, dan putih. Selain ketiga warna 

dominan yang diperoleh, ditemukan pula pola warna lain namun frekuensi 

pemunculannya pada masing-masing ternak baik dibagian depan tubuh maupun bagian 

tengah dan belakang tubuh hanya dalam jumlah yang sedikit. Pola warna-warna yang 

lain tersebut antara lain abu-abu, hitam dan putih, coklat dan putih, coklat dan hitam, 

coklat muda, putih totol hitam, putih totol coklat, dan coklat hitam dan putih. 

Keseluruhan warna-warna dan pola warna tersebut tersebut dapat ditemukan pada 3 

sampel kecamatan yang diamati yaitu Bonepantai, Botupingge, dan Kabila. Khusus 

warna putih polos hanya ditemukan pada 2 lokasi sampel kecamatan yaitu Botupingge 

dan Kabila namun di kecamatan Bonepantai tidak ditemukan warna tersebut. Warna 

putih yang ditemukan di kecamatan Bonepantai umumnya terlihat namun berkombinasi 

dengan warna lain seperti warna hitam dan warna coklat. 

  

berdasar  Analisa  chi square dengan menggunakan perangkat statistk SPSS 

16 diperoleh hasil pola warna tubuh pada bagian depan tubuh berbeda antar ketiga 

      

lokasi pengamatan (sign. 0.034 ≤ α. 0.05).  Pada bagian tengah tubuh hasil Analisa  chi 

square diperoleh hasil terdapat perbedaan pola warna bulu yang signifikan antara ketiga 

lokasi pengamatan (sign. 0.05 ≤ α. 0.05) (Tabel 7). Namun pada bagian belakang tubuh 

pola warna yang ditemukan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antar ketiga 

lokasi pengamatan (sign. 0.176 > α. 0.05). Pernyataan ini juga berarti bahwa lokasi 

kecamatan telah mempengaruhi timbulnya berbagai macam pola warna tubuh pada 

kambing lokal Bone Bolango baik bagian depan maupun pada bagian tengah tubuh.  

Pada bagian belakang tubuh lokasi kecamatan tidak menyebabkan timbulnya berbagai 

macam variasi pola warna bulu pada kambing lokal Bone Bolango.  

 

Perbedaan pola warna yang secara dominan terdapat pada tubuh kambing lokal 

Bone Bolango (depan dan tengah) ini dapat timbul disebabkan adanya perbedaan secara 

genetik antara kambing lokal Bone Bolango yang terdapat di ketiga lokasi kecamatan. 

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Martojo (1993) bahwa sifat kualitatif (warna bulu) 

lebih banyak diatur atau ditentukan oleh genotipe individu sehingga faktor lingkungan 

pada umumnya tidak atau kecil sekali peranannya. berdasar  hasil wawancara 

terhadap penyuluh bahwa ketiga lokasi kecamatan (Kabila, Botupingge, dan 

Bonepantai) sebelumnya telah memperoleh program peningkatan produksi ternak 

kambing lokal melalui introduksi kambing PE secara besar-besaran dan beberapa jenis 

kambing tersebut mampu bertahan hidup sampai sekarang namun sebagian mengalami 

kematian sebab tidak didukung oleh lingkungan yang sesuai khususnya ketersediaan 

pakan. berdasar  hasil pengamatan di ketiga lokasi pengamatan kambing PE 

introduksi dan turunannya yang masih tetap bertahan sampai saat ini adalah yang   

     

terdapat di kecamatan Botupingge dan Kabila sementara yang di kecamatan Bonepantai 

sudah tidak ditemukan lagi kambing yang secara fenotip memiliki ciri seperti kambing 

PE. Temuan ini juga mengindikasikan bahwa secara genetik populasi ternak kambing 

yang terdapat di kecamatan Kabila dan Botupinge memiliki tingkat keragaman genetik 

(Vg) yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak kambing yang terdapat di 

kecamatan Bonepantai. Selain itu lokasi kecamatan Bonepantai yang cukup jauh dari 

kecamatan Botupingge dan Kecamatan Kabila menyebabkan kambing lokal yang ada di 

wilayah ini cenderung memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi sebab peluang 

kontaminasi dari turunan PE cukup kecil. Menurut Martojo (1993) dalam bidang 

pemuliaan keragaman yang tinggi akan lebih memudahkan dalam melakukan proses 

seleksi sebab akan lebih mudah membedakan kambing yang ukuran tubuh maupun 

warna bulunya dominan maupun yang ukuran tubuhnya lebih kecil atau warna tubuhnya 

mencolok. Keragaman yang tinggi akan lebih memudahkan dalam melakukan 

pemurnian kambing lokal kembali sebagai bagian dari manajemen pemuliaan ternak 

kambing.            

  Karakter sifat fenotip lainnya yang diamati pada ketiga lokasi kecamatan adalah 

garis muka, keadaan tanduk, bentuk telinga, dan bentuk punggung. Garis muka kambing 

lokal Bone Bolango yang ditemukan pada ketiga lokasi pengamatan secara total lebih 

didominasi garis muka yang datar yaitu 97% dan garis muka cembung hanya 3%. 

Diantara ketiga lokasi pengamatan garis muka datar ditemukan pada terbanyak di 

kecamatan Kabila 2 ekor dan selanjutnya pada kecamatan Botupingge 1 ekor  sementara 

di kecamatan Bonepantai tidak ditemukan adanya garis muka cembung. Hal ini 

diakibatkan ternak kambing yang teridentifikasi di kedua lokasi kecamatan tersebut 

telah memiliki percampuran genetik dengan kambing PE sehingga sebagian marfologi 

tubuhnya sebagian berasal dari kambing PE dan sebagian berasal dari kambing lokal 

setempat sebab salah satu ciri khas kambing PE adalah garis muka yang lebih cembung.          

  Keadaan tanduk kambing lokal Bone Bolango hasil penelitian secara total 

ditemukan frekuensi kambing yang bertanduk adalah 89 ekor (92.7%) sementara yang 

tidak bertanduk sebanyak 7 ekor (7.3%). Bila dilihat dari masing-masing kecamatan 

maka kecamatan Bonepantai tidak ditemukan kambing yang tidak bertanduk sementara 

pada kecamatan Botupingge frekuensi kambing lokal yang bertanduk adalah 32 ekor 

dan yang tidak bertanduk 1 ekor dan di kecamatan Kabila yang bertanduk sebanyak 26 

ekor dan yang tidak bertanduk sebanyak 6 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat 

Katsumata, et al (1981) bahwa frekuensi kambing yang bertanduk pada lokasi lain di 

Indonesi (Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, dan Madura) berkisar 

antara 80% - 100%.  

 

Sifat kualitatif lainnya yang diamati adalah bentuk telinga yang terdiri atas 

bentuk telinga berdiri, setengah menjuntai, dan menjuntai kebawah. berdasar  hasil 

pengamatan dari total 100 ekor kambing lokal Bone Bolango yang diamati pada 3 lokasi 

kecamatan 95 ekor (95%) memiliki telinga yang setengah menjuntai dan 5 ekor (5%) 

memiliki telinga yang menjuntai kebawah. berdasar  masing-masing kecamatan 

maka kecamatan Kabila merupakan lokasi yang paling banyak ditemukan bentuk telinga 

yang menjuntai kebawah (3 ekor) sementara kecamatan Kabila dan Bonepantai masing-

masing ditemukan 1 ekor. Frekuensi telinga yang menjuntai kebawah yang lebih banyak 

ditemukan di kecamatan Kabila sebab lokasi ini banyak ditemukan kambing PE dan 

telah terjadi perkawinan dengan kambing lokal setempat sehingga turunan kambing 

lokal tersebut saat ini telah memiliki ciri yang sebagian dimiliki kambing PE yaitu 

telinga yang cukup panjang berlipat-lipat dan menjuntai kebawah.   

 Bentuk punggung merupakan sifat kualitatif lainnya yang juga diamati dalam 

penelitian ini. berdasar  hasil penelitian ditemukan bentuk punggung kambing lokal 

Bone Bolango secara keseluruhan dari ketiga lokasi sampel pengamatan adalah bentuk 

lurus sementara bentuk punggung yang cembung maupun cekung tidak ditemukan baik 

di kecamatan Bonepantai, Botupingge, maupun Kabila. Hasil ini cukup berlainan 

dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hoda (2008) bahwa pada kambing 

kacang baik jantan maupun betina memiliki garis punggung cekung (87.5% dan 86%), 

garis punggung lurus (8% dan 11%), dan garis punggung cembung (4.5% dan 3%). 

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Pamungkas FA, dkk (2009) pada kambing PE 

bentuk punggungnya mengombak kebelakang, sementara pada kambing kacang 

punggung yang dimiliki melengkung.   

 

 Karakteristik Peternak 

 Salah satu faktor utama yang sangat penting dipertimbangkan dalam upaya 

pelestarian ternak lokal adalah mengetahui karakteristik peternaknya. Hal ini penting 

sebab antara ternak lokal dan peternak merupakan satu kesatuan yang tidak bisa 

dipisahkan sehingga berhasil tidaknya program pemuliaan yang dilakukan pada 

kambing lokal bergantung kesiapan peternak menerima program tersebut.      

 berdasar  Tabel 9 secara total dapat dilihat status pekerjaan utama yang 

ditekuni para peternak kambing lokal di Bone Bolango didominasi tani ternak (51,7%) 

dan sebagian kecil berdagang (13.8%) dan pegawai negeri (3.4%). berdasar  hasil 

survai pula pada beberapa peternak selain pekerjaan utama tani ternak juga bekerja 

sebagai buruh bangunan (17.2%), tani ternak dan berdagang (6.9%), tani ternak dan 

nelayan (3.4%), serta tani ternak dan pegawai negeri (3.4%). Adanya beberapa peternak 

yang memiliki pekerjaan sampingan selain bertani dan beternak dapat mempengaruhi 

perhatian peternak terhadap kambing yang dipelihara. Beberapa hal yang menjadi faktor 

penyebab gagalnya suatu usaha peternakan adalah ketidakmampuan seseorang dalam 

membagi waktu terhadap pekerjaan utamanya sehingga produktivitas ternak tidak dapat 

menunjukkan secara optimal. Penentuan status pekerjaan utama yang ditekuni berkaitan 

      

erat dengan motivasi yang melatarbelakangi kegiatan tersebut. berdasar  hasil survai 

(Tabel 9) umumnya menyatakan bahwa beternak kambing merupakan pekerjaan 

sampingan semata (75.9) dan juga sebagai hobby (3.4%) sementara yang menyatakan 

sebagai pekerjaan utama hanya 3.4%.  

  


 Dalam bidang pendidikan jenjang pendidikan yang telah ditempuh para 

responden terendah adalah tidak tamat SD (3.4%) dan tertinggi adalah perguruan tinggi 

      

(3.4%). Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh para petani/peternak terbanyak 

merupakan lulusan SD (51.7%), diikuti SMP (20.7%), dan SMA (20.7%). Tingkat 

pendidikan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan petani dalam 

mengadopsi berbagai inovasi baru. Pendidikan formal yang ditempuh merupakan modal 

yang amat penting karena dengan pendidikan seseorang mempunyai kemampuan dan 

dapat dengan mudah mengembangkan diri dalam bidang kerjanya. Pendidikan formal 

yang lebih tinggi cenderung memiliki motivasi yang tinggi dan wawasan yang luas 

dalam mengAnalisa  suatu kejadian. Rendahnya pendidikan formal yang dimiliki 

beberapa peternak kambing lokal di Bone Bolango dapat menjadi kendala dalam 

menganalisa suatu permasalahnnya ternaknya sehingga program penyuluhan merupakan 

alternatif untuk meningkatkan tingkat pengetahuan yang dimiliki. berdasar  hasil 

survai juga diperoleh sebagian besar pengetahuan beternak yang diperoleh berasal dari 

belajar sendiri (65.9%), orang tua (6.9 %), dan penyuluhan (6.9%) serta lainnya (Tabel 

9).  

Salah satu hal positif yang berkaitan pelestarian dan pengembangan kambing 

lokal Bone Bolango adalah pengalaman beternak. Secara keseluruhan sebagian besar 

responden menyatakan telah memiliki pengalaman beternak lebih dari 4 tahun (82.8%) 

dan sebagian kecil 4 tahun, 3 tahun dan 2 tahun. Pengalaman dalam beternak dapt 

menjadi indikator tingkat kematangan dalam usaha budidaya ternak. Lamanya beternak 

kambing lokal juga menjadi indikasi bahwa kambing lokal yang tersebar di Kabupaten 

Bone Bolango sebagian besar telah lama menjadi pilihan utama untuk tetap dipelihara 

sebab relatif mudah dalam pemeliharaan dan dapat beradaptasi dengan lingkungan 

setempat.         

 

 Karakteristik Manajemen Pemeliharaan  

 berdasar  hasil pengamatan dilapangan (Tabel 10), sistem pemeliharaan yang 

diterapkan peternak kambing lokal Bone Bolango sebagian besar adalah semi intensif 

yaitu siang dilepas diluar kandang dan malam baru dikandangkan (82.8%), dan sebagian  

kecil dengan cara dilepas terus diluar kandang (10.3%) dan dipelihara terus didalam 

kandang (6.9%).   

Model kandang dan sistem perkandangan yang dimiliki peternak umumnya 

masih sangat sederhana bahkan beberapa responden tidak memiliki kandang sebagai 

tempat melindungi ternak. Sebagian besar responden yang memiliki kandang dilokasi 

pengamatan menempatkan kambing lokal yang dimiliki di halaman rumah yang telah 

dikelilingi pagar sebagai pembatas agar kambing tidak keluar sementara kandang yang  

dimiliki ditempatkan disamping atau dibelakang rumah yang berfungsi sebagai tempat 

melindungi ternak dari hujan dan panas. Hal ini tergambar dari hasil survai pada tabel 

10 dimana sebagian besar kandang yang dimiliki tidak memiliki dinding atau tanpa 

dinding (41.4%) dan lantai kandang terbuat dari tanah (55.2%) dengan atap yang terbuat 

dari rumbia (37.9%). Sebagian kecil peternak responden telah menggunakan dinding 

kandang yang terbuat dari kayu, bambu, bebatuan yang disusun, kawat atau seng, atap 

kandang yang terbuat dari genteng dan seng dan serta lantai kandang yang terbuat dari 

bambu dan campuran semen dan kerikil. Bagi responden yang tidak memiliki kandang 

hanya menempatkan kambing yang dimiliki didepan rumah sehingga sangat rawan 

terhadap berbagai macam pencurian ternak.     

 Jenis pakan yang diberikan pada kambing lokal di Bone Bolango pada ketiga 

lokasi pengamatan sebagian besar adalah rumput dan daun-daunan (44.8%) namun 

sistem pemberian pakan yang dilakukan tidak ditentukan (96.4%) baik waktu dan 

jumlahnya. Sumber pakan yang diberikan dominan hanya mengandalkan rumput liar 

(82.8%) yang banyak tumbuh di pekarangan atau pegunungan dan pebukitan dan 

sebagian kecil dengan cara sesekali membeli dari luar (ampas tahu). Beberapa peternak 

      

juga memberikan makanan lainnya dari sisa dapur seperti kulit pisang dan sayur 

sayuran yang tidak digunakan lagi.           

 Program sanitasi yang diterapkan sebagian besar reponden masih sangat 

sederhana dan lebih banyak diarahkan terhadap kandang namun terhadap ternak sangat 

jarang dilakukan bahkan pada peternak yang tidak memiliki kandang tidak pernah 

dilakukan. berdasar  tabel 10 dapat dilihat jenis sanitasi yang dilakukan terhadap 

kandang (78.6%) sebagian besar dengan cara membersihkan kotoran dari lantai kandang 

(95.8%) namun dilakukan hanya ketika diperlukan saja (42.9%) yaitu ketika kotoran 

kandang sudah cukup banyak dan terlihat menumpuk di dalam kandang. Kotoran ternak 

yang dihasilkan ternak oleh beberapa responden tidak diolah dan tidak dijual (89.7%) 

dan hanya sebagian kecil yang dijadikan pupuk untuk tanaman (6.9%) dan dijual 

(3.4%).       

      


 berdasar  hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal, 

yaitu:  

1. Sifat kuantitatif bobot badan kambing betina lokal Bone Bolango pada umur 

dewasa 27.11 kg lebih tinggi dari beberapa kambing lokal yang ada di pulau 

Sulawesi yaitu kambing kacang dan kambing marica 

2. Ukuran tubuh yang memiliki korelasi tertinggi terhadap bobot badan dan dapat 

dijadikan penduga bobot badan adalah lingkar dada, tinggi kepala, dan lebar dada 

3. Terdapat perbedaan warna bulu yang signifikan pada bagian depan dan tengah 

tubuh antar ketiga lokasi pengamatan (Bonepantai, Botupingge, Kabila) namun 

pada bagian belakang tubuh tidak ada perbedaan yang signifikan 

4. Keragaman genetik kambing lokal Bone Bolango akibat cemaran genetik dari 

kambing PE di kecamatan Kabila dan Botupingge lebih tinggi dibandingkan 

dengan kambing lokal yang terdapat di kecamatan Bonepantai 

5. Sistem pemeliharaan yang diterapkan beberapa responden peternak kambing lokal 

Bone Bolango dominan masih sangat sederhana dengan cara dilepas diluar kandang 

pada siang hari untuk mencari makanan sendiri dan malam hari di dalam kandang 

atau disekitar rumah di dalam pagar.