• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label petani 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label petani 1. Tampilkan semua postingan

petani 1

Air merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman. Disamping berfungsi
langsung dalam proses pertumbuhan tanaman, air di lahan gambut juga berperan
dalam mengendalikan gulma, mencuci senyawa-senyawa beracun, mensuplai
unsur hara, media budidaya ikan, mencegah kebakaran, mencegah oksidasi
pirit, dan sarana transportasi. Di lain pihak, air juga menjadi kendala jika
volumenya berlebihan, keberadaannya tidak bisa diatur, dan kualitasnya kurang
baik. Seluruh faktor ini  harus diperhatikan.
 Tujuan dan Kendala Pengelolaan Air
Pengelolaan air (water management) atau sering disebut tata air di lahan rawa
bertujuan bukan hanya semata-mata untuk menghindari terjadinya banjir/
genangan yang berlebihan di musim hujan tetapi juga harus dimaksudkan untuk
menghindari kekeringan di musim kemarau. Hal ini penting disamping untuk
memperpanjang musim tanam, juga untuk menghindari bahaya kekeringan
lahan sulfat masam dan lahan gambut. Pengelolaan air yang hanya semata￾mata dimaksudkan untuk mengendalikan banjir di musim hujan dengan membuat
saluran drainase saja akan menyebabkan kekeringan di musim kemarau. Ini
prinsip penting yang harus diterapkan jika akan berhasil bertani di lahan gambut.
Secara lebih rinci, pengelolaan air di lahan gambut dimaksudkan untuk:
a. Mencegah banjir di musim hujan dan menghindari kekeringan di musim
kemarau;
b. Mencuci garam, asam-asam organik, dan senyawa beracun lainnya di
dalam tanah;
c. Mensuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman;
d. Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence) terlalu
cepat;e. Mencegah pengeringan dan kebakaran gambut serta oksidasi pirit;
f. Memberikan suasana kelembaban yang ideal bagi pertumbuhan tanaman
dengan cara mengatur tinggi muka air tanah.
Dibandingkan dengan tata air di lahan lainnya, tata air di lahan rawa terutama
gambut lebih sulit karena hal-hal sebagai berikut:
a. Lahan menghasilkan senyawa-senyawa beracun sehingga saluran irigasi
perlu dipisahkan dengan saluran drainase dengan sistem aliran satu arah;
b. Kecenderungan terjadinya banjir lebih besar dibandingkan di lahan kering
sehingga tata air harus dapat menjamin tidak terjadinya banjir di musim
hujan;
c. Gambut dan lapisan pirit (jika ada) membutuhkan suasana yang
senantiasa lembab. Oleh sebab itu, pada musim kemarau suplai air
harus terjaga paling tidak untuk mempertahankan kelembaban gambut
dan lapisan pirit;
d. Gambut bersifat sangat porous sehingga laju kehilangan air di saluran
melalui rembesan jauh lebih tinggi dibandingkan di lahan kering yang
tanahnya liat. Hal ini menuntut adanya teknik khusus untuk
mempertahankan keberadaan air.
 Kualitas Air
Air memiliki kemampuan melarutkan bermacam-macam bahan kimia. Hal
ini menyebabkan keberadaannya di alam berbentuk larutan yang mengandung
sejumlah garam, unsur hara, senyawa organik, dan bahan kimia lain. Selain
itu, air dapat menghanyutkan benda-benda padat seperti sampah dan lumpur
sehingga kebedaraannya sering bercampur dengan berbagai materi kimia
terlarut seperti ini  di atas. Kualitas air untuk keperluan pertanian,
ditentukan oleh kandungan kimia serta kandungan sampah dan lumpur di
dalamnya.
Kualitas air ditentukan oleh dari mana sumber air ini  berasal. Air sungai
yang berasal dari dataran berbahan mineral umumnya berkualitas lebih baik
(subur) karena banyak mengandung unsur-unsur hara. Sebaliknya air sungai
yang berasal dari dataran berbahan organik (seperti lahan gambut) biasanyaberkualitas lebih jelek (tidak subur) bahkan sering menjadi masalah bagi
tanaman karena mengandung senyawa-senyawa organik yang sangat masam.
Kualitas air dinilai dari parameter sifat fisik maupun kimianya. Sifat fisik bisa
diamati langsung di lapangan seperti warna, kecerahan air, dan bau.
Sedangkan sifat kimia ditentukan dengan analisis di laboratirium. Parameter
sifat kimia yang diukur biasanya adalah Daya Hantar Listrik (DHL/konduktivitas
elektrik), pH air, padatan tersuspensi, Sodium Adsorpsi Ratio (SAR), dan
beberapa anion dan kation yang terkandung dalam air. Kation dalam air
biasanya berupa NH4
, K, Ca, Mg, Na, Fe, Al, Mn; Anion berupa NO3, PO4,
CO3, HCO3, SO4
 dan Cl.
Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam air sebagian menguntungkan bagi
tanaman dan sebagian merugikan. Air yang banyak mengandung kation￾kation seperti NH4
, K, Ca, Mg; dan anion NO3, PO4, CO3 serta unsur hara
lainnya akan menguntungkan bagi tanaman. Air di lahan gambut umumnya
miskin kation-kation (NH4
, K, Ca, Mg,) dan kaya anion-anion ( HCO3, dan
SO4
) yang menyebabkan kahat unsur hara dan bersifat masam 
Kandungan garam-garam terlarut di air, misalnya yang mengandung unsur
Na (seperti NaCl atau garam laut/garam dapur) dalam batas-batas tertentu,
cukup menguntungkan karena akan menaikkan pH dan meningkatkan
kejenuhan basa lahan gambut. Tetapi lebih dari itu, akan membuat tanah
menjadi salin dan merugikan. Kadar garam air sungai di lahan pasang surut
umumnya mengalami peningkatan di musim kemarau. Bahkan pada lahan
salin peralihan, air sungai yang ketika musim hujan bersifat tawar berubah
menjadi asin di musim kemarau karena adanya air laut yang mendesak
(intrusi) ke arah daratan dan hulu sungai.
Beberapa tanaman seperti Kapas, Kelapa, Bakau, dan Jeruk Jepara memang
memiliki toleransi yang tinggi terhadap kadar garam. Sebagian lainnya seperti
Kedelai, Kacang hijau, dan Kacang tanah sangat peka. Beberapa tanaman
seperti Gandum, Tomat, Kubis, Selada, Jagung, Kentang, dan Sorgum memiliki
toleransi yang sedang ,
Unsur kimia lainnya yang sering terlarut dalam air di lahan gambut adalah
asam-asam organik. Asam organik merupakan senyawa hasil dekomposisi
gambut dalam suasana anaerob yang terlarut dalam air. Air yang banyak
mengandung senyawa ini biasanya sangat asam dan berwarna hitam
sehingga sering pula disebut air hitam. Penggunaan air semacam ini tidak
menguntungkan bagi tanaman karena beracun dan menurunkan pH tanah.
Air limbah industri juga sering terlarut terutama dalam air sungai yang sudah
melewati perkotaan. Air limbah industri adalah air sisa proses pembuatan
barang-barang industri seperti tekstil, kertas (pulp), tahu, cat, dan bahan
pewarna; serta kegiatan pertambangan seperi tambang emas. Umumnya
air semacam ini banyak mengandung unsur-unsur kimia yang membahayakan
tanaman dan manusia yang mengkonsumsinya. Macam unsur kimianya
bervariasi tergantung dari jenis industri dan prosesnya 
 Sumber air
Air di lahan rawa berasal dari sungai dan limpahan air hujan yang terakumulasi.
Di lahan rawa lebak, air berasal dari akumulasi air hujan yang tidak terdrainase
dan limpahan air sungai di sekitarnya yang meluap di musim hujan.
Di lahan pasang surut, selain berasal dari limpahan hujan, air juga berasal
dari sungai yang masuk ke lahan ketika pasang. Pada musim kemarau, air
umumnya hanya berasal dari sungai, tetapi di lokasi tertentu, volume air
sungai mengalami penyusutan di musim kemarau sehingga air pasang tidak
mampu mencapai lahan seperti ketika musim hujan. Hal ini menyebabkan
perubahan tipe luapan air. Lahan yang tadinya memiliki tipe luapan A berubah
menjadi tipe luapan B atau C, yang tadinya memiliki tipe luapan B berubah
menjadi tipe C atau D, demikian pula tipe C berubah menjadi tipe D. Adanya
perubahan dari tipe luapan pada akhirnya akan menyebabkan adanya
perubahan kualitas air. Kadar garam biasanya akan meningkat pada musim
kemarau, dan menurun di musim hujan.
 Tata Air Makro
Tata air makro adalah pengelolaan air dalam suatu kawasan yang luas dengan
cara membuat dan mengatur jaringan reklamasi sehingga keberadaan air
bisa dikendalikan. Bisa dikendalikan di sini berarti di musim hujan lahan
tidak kebanjiran dan di musim kemarau tidak kekeringan. Karena
kawasannya yang luas, maka pembangunan dan pemeliharaannya tidak
dilaksanakan secara perorangan melainkan oleh pemerintah, badan usaha
swasta, atau oleh masyarakat secara kolektif. Kegiatan pembangunan sarana
tata air makro sering sering disebut sebagai reklamasi lahan.

Bangunan-bangunan yang terdapat dalam tata air makro diantaranya adalah
tanggul penangkis banjir, waduk retarder, saluran intersepsi, saluran drainase,
dan saluran irigasi 
Drainase saja sering tidak mampu mengatasi meluapnya air di musim hujan
terutama pada rawa lebak. Oleh sebab itu, perlu dibuat tanggul penangkis
di kanan-kiri saluran. Secara alami, sungai sudah memiliki tanggul alam,
tetapi di tempat-tempat tertentu tanggul ini mengalami erosi. Tanggul alam
yang tererosi sering menjadi jalan bagi meluapnya air sungai yang tidak
terkendali. Oleh sebab itu, pada tempat-tempat ini  perlu dibuat tanggul
penangkis banjir terutama yang berbatasan dengan kawasan reklamasi.
Waduk Retarder
Waduk retarder atau sering disebut chek-dam atau waduk umumnya dibuat
di lahan rawa lebak atau lebak peralihan. Fungsi bangunan ini untuk
menampung air di musim hujan, mengendalikan banjir, dan menyimpannya
untuk disalurkan di musim kemarau.
Saluran Intersepsi
Saluran intersepsi dibuat untuk menangkap dan menampung aliran
permukaan dari lahan kering di atas lahan rawa sehingga tidak masuk ke
lahan rawa. Letaknya pada perbatasan antara lahan kering dan lahan rawa.
Saluran ini sering dibuat cukup panjang dan lebar sehingga menyerupai
waduk panjang. Kelebihan airnya disalurkan melalui bagian hilir ke sungai
sebagai air irigasi.
Saluran Drainase dan Irigasi
Saluran drainase dibuat guna menampung dan menyalurkan air yang
berlebihan dalam suatu kawasan ke luar lokasi. Sebaliknya, saluran irigasi
dibuat untuk menyalurkan air dari luar lokasi ke suatu kawasan untuk menjaga
kelembaban tanah atau mencuci senyawa-senyawa beracun. Oleh sebab
itu, pembuatan saluran drainase harus dibarengi dengan pembuatan saluran
irigasi.
Dalam sistem tata air makro, saluran drainase dan irigasi biasanya dibedakan
atas saluran primer, sekunder, dan tersier. Saluran primer merupakan
saluran terbesar yang menghubungkan sumber air atau sungai dengan saluran
sekunder. Saluran ini, di Kalimantan sering pula disebut sebagai handil.

Saluran sekunder merupakan cabang saluran primer dan
menghubungkannya dengan saluran tersier. Sedangkan saluran tersier
merupakan cabang saluran sekunder dan menghubungkannya dengan saluran
yang lebih kecil yang terdapat dalam sistem tata air mikro. Dengan demikian,
saluran tersier merupakan penghubung tata air makro dengan tata air mikro.
Air di saluran drainase umumnya berkualitas kurang baik karena mengandung
senyawa-senyawa beracun. Oleh sebab itu, saluran drainase dan irigasi
sebaiknya diletakkan secara terpisah, supaya air irigasi yang berkualitas
baik tidak bercampur dengan air drainase. Air irigasi bisa berasal dari
sungai, waduk, atau tandon-tandon air lainnya. Letak saluran irigasi biasanya
lebih tinggi dibandingkan dengan saluran drainase.
Untuk dapat melakukan pengaturan secara baik, setiap ujung saluran diberi
pintu pengatur air yang bisa dibuka dan ditutup setiap saat dikehendaki.
Namun demikian, kondisi ini sering terkendala karena saluran primer sering
digunakan untuk sarana transportasi. Bila ini terjadi, minimal pada ujung
saluran sekunder, pintu air harus berfungsi. Pintu air drainase biasanya
dibuka di musim hujan dan ditutup di musim kemarau kecuali bila air
berlebihan. Pintu saluran irigasi, dibuka dan ditutup sesuai dengan kebutuhan
tanaman dan kondisi air di lahan.
Berbagai Model Alternatif Tata Air Makro
Pada kenyataannya, tidak seluruh bangunan tata air dibangun di lahan secara
lengkap, karena biayanya yang sangat besar. Beberapa model yang sering
dikembangkan antara lain sistem handil dan sistem garpu. Sistem polder
dan sistem aliran satu arah merupakan tata air alternatif yang mendekati
ideal dan banyak disarankan oleh para pakar.
Sistem Handil
Sistem handil atau sistem parit sudah dikembangkan sejak dulu oleh petani
lahan gambut pasang surut di Kalimantan dan Sumatera. Handil dibuat
tegak lurus sungai selebar 5 - 7 m dan semakin menyempit ke arah hulu.
Panjang handil berkisar antara 0,5 km hingga 4 km atau sampai kedalaman
gambut maksimum 1 meter. Handil ini sering pula digunakan sebagai
prasarana transportasi air, karena jalan darat umumnya tidak tersedia.
Selanjutnya dibuat saluran yang lebih kecil dan tegak lurus handil. Saluran
ini sering menjadi batas kepemilikan lahan. Pada kanan kiri handil dan
saluran dibuat tanggul dan ditanami buah-buahan untuk menahan erosi.
Handil dan saluran ini  ketika pasang berfungsi sebagai saluran irigasi
dan ketika surut berfungsi sebagai saluran drainase.
Sistem handil memiliki  kelebihan, yaitu biaya pembuatannya murah.
Kelemahannya antara lain adalah :
a. Hanya dapat dibuat pada lokasi-lokasi yang dekat dengan sungai.
Maksimum panjang 4 km, agar air pasang masih dapat menjangkau
lahan garapan;
b. Keluar masuknya air terjadi pada saluran yang sama, sehingga air
didrainase yang mengandung senyawa-senyawa beracun bercampur
dengan air pasang. Akibatnya, senyawa-senyawa terakumulasi di dalam
saluran dan lahan sehingga kurang baik untuk pertumbuhan tanaman.
Untuk mengatasi hal ini, disarankan agar sering mengangkat lumpur
yang terakumulasi di saluran;
c. Pada musim kemarau, beberapa lokasi tidak dapat dijangkau oleh air
pasang sehingga mengalami kekeringan. Untuk itu, perlu dibuat tabat
di ujung handil bagian hilir (dekat sungai) untuk mencegah kekeringan
yang ekstrim di musim kemarau.
Tabat atau bendungan dibuat di ujung handil (dekat sungai) dengan ketentuan
sebagai berikut (lihat  13) :
a. Ketinggian tabat lebih rendah dari pada tanggul handil sehingga pada
waktu hujan, air masih dapat melintasi bagian atas tabat dan tidak
menerobos tanggul;
b. Ketinggian tabat lebih rendah dari ketinggian air pasang kecil ketika
musim kemarau. Dengan demikian, air pasang masih dapat masuk ke
handil melintasi bagian atas tabat.
Sistem Garpu
Pengaturan tata air dengan sistem garpu dikembangkan oleh Universitas
Gajah Mada pada lahan pasang surut dengan membuat saluran yang
dilengkapi dengan pintu-pintu air. Saluran primer, sekunder, dan tersier dibuat
saling tegak lurus sehingga menyerupai  garpu. Pintu air dibuat
otomatis (flapgate) yang ketika pasang dapat membuka lalu menutup ketika
surut.
Di lahan pasang surut atau pasang surut peralihan, saluran irigasi dan drainase
sering disatukan untuk menghemat biaya. Ketika surut, saluran berfungsi
sebagai saluran drinase. Ketika pasang, saluran berfungsi sebagai irigasi.
Kelemahan sistem ini adalah:
1) Senyawa-senyawa beracun hasil pencucian lahan tidak dapat terdrainase
secara tuntas, tetapi bercampur dengan air bersih dan menyebar ke
lahan lain;
2) Saluran cepat mengalami pendangkalan dan ini akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas air yang keluar/masuk ke dalam lahan;
3) Pada musim kemarau, air pasang tidak bisa sampai ke lahan sehingga
lahan mengalami kekeringan. Hal ini disamping akan membatasi musim
tanam juga berbahaya bagi lahan gambut dan sulfat masam.
Untuk mengurangi bahaya ini  di atas, maka sebaiknya minimal pada
tingkat saluran tersier, saluran irigasi dan drainase harus terpisah. Dengan
demikian, aliran air di saluran ini  tetap satu arah.  cara ini disebut sebagai sistem aliran satu arah ). Cara pengaturan aliran sistem satu arah pada saluran tersier dapat
dilakukan sebagai berikut:
1) Bagian hulu saluran irigasi tersier (yang berhubungan dengan saluran
sekunder) diberi pintu air otomatis (flapgate) yang membuka ke arah
dalam. Pada waktu pasang, pintu secara otomatis akan membuka.
Pada waktu surut, akan menutup ,
2) Bagian muara saluran drainese tersier (yang berhubungan dengan
saluran kuarter) diberi pintu stop log yang bisa diputar dan diatur menjadi
dua posisi. Posisi pertama, pintu hanya bisa membuka keluar sehingga
air drainase dapat keluar tetapi air pasang tidak dapat masukPosisi ini diperlukan pada musim hujan terutama pada pasang besar
sehingga kelebihan air harus dikeluarkan. Posisi kedua, diperoleh bila
pintu diputar. Pada posisi ini, pintu akan menutup sehingga air bisa
ditahan di dalam lahan. Posisi ini diambil ketika musim kemarau atau
musim pasang kecil. Alternatif lainnya menggunakan pintu otomatis
yang membuka ketika surut dan menutup ketika pasang ( 16).
Keuntungan sistem aliran satu arah adalah terjadi pergantian air segar di
dalam saluran secara lebih lancar, endapan lumpur di saluran lebih sedikit,
dan penumpukan senyawa beracun dapat dikurangi.
Tata air tertutup atau sering disebut sebagai polder dibuat di lahan rawa
lebak dengan cara membuat tanggul keliling lahan. Untuk memasuk￾keluarkan air digunakan pompa air pada pintu masuk saluran irigasi dan
pada pintu keluar saluran drainase.
Pompa pada sistem polder sering mengalami masalah karena biaya
perawatannya sangat tinggi dan apabila manajemennya kurang baik, pompa
mudah rusak. Untuk mengatasi hal ini, dapat dibuat waduk retarder sehingga
air di lokasi dapat di tampung di dalam polder secara selfdrain. Sistem ini
akan lebih sempurna apabila dilengkapi dengan sarana irigasi teknis yang
letaknya lebih tinggi dari pada lahan. Dengan cara ini, masuknya air bukan
karena pemompaan melainkan karena gaya gravitasi semata.

Tata air mikro adalah pengelolaan air pada skala petani ( 20). Dalam
hal ini, pengelolaan air dimulai dari pengelolaan saluran tersier serta
pembangunan dan pengaturan saluran kuarter dan saluran lain yang lebih
kecil. Saluran tersier umumnya dibangun oleh pemerintah tetapi
pengelolaannya diserahkan kepada petani.
Pengelolaan air di tingkat petani bertujuan untuk:
a. Mengatur agar setiap petani memperoleh air irigasi dan membuang air
drainase secara adil. Untuk itu, diperlukan organisasi pengatur air di
tingkat desa;
b. Menciptakan kelembaban tanah di lahan seoptimum mungkin bagi
pertumbuhan tanaman serta mencegah kekeringan lahan sulfat masam
dan lahan gambut.
Saluran kuarter merupakan cabang saluran tersier dan berhubungan
langsung dengan lahan. Jika jarak antara saluran tersier dengan lahan cukup
jauh, saluran tersier tidak langsung berhubungan dengan saluran kuarter.
Kedua saluran ini  dihubungkan oleh yang sering disebut sebagai
saluran kuinter.
Saluran kuarter dibuat tegak lurus saluran tersier. Saluran ini sering pula
dijadikan sebagai batas kepemilikan lahan bila luas kepemilikan lahan terbatas
(1 - 3 ha/orang). Cara membuat saluran ini sebagai berikut:
a. Saluran drainase dan irigasi dibuat berseling. Dengan demikian, setiap
kavling lahan berhubungan dengan saluran irigasi dan saluran drainase;
b. Saluran irigasi kuarter dibuat pada sepanjang batas kepemilikan lahan
dengan cara membuat tanggul pada sisi kanan-kiri saluran. Tanah tanggul
berasal dari lahan dan bukan dari galian saluran. Dengan demikian,
ketinggian dasar saluran minimal sama dengan ketinggian lahan, agar
air irigasi dapat masuk ke lahan. Ujung hulu saluran irigasi dipasang
pintu stoplog;
c. Saluran drainase kuarter dibuat dengan cara menggali tanah selebar
0,5 - 0,6 m sedalam 0,4 - 0,6 m di sepanjang batas kavling lahan pada
sisi lain saluran irigasi. Hasil galiannya ditimbun di kanan-kiri saluran
sebagai pematang/tanggul. Ujung muara (hilir) saluran dipasang pintu
stoplog.
Tata Air dalam Lahan Pertanaman
Kuarter merupakan saluran di luar pertanaman yang paling kecil. Di dalam
lahan, dibuat saluran saluran kolektor dan saluran cacing. Saluran ini
berfungsi untuk mempercepat pencucian senyawa beracun dan meratakan
distribusi air irigasi.
Posisi saluran kolektor dan saluran cacing tergantung pada penataan lahan.
Pada lahan yang ditata dengan sistem caren dan surjan (lihat Bab 4), saluran
dibuat setelah selesai pembuatan caren dan surjan.
Pada lahan yang ditata dengan sistem sawah dan tegalan, pembuatan saluran
dilakukan setelah pengolahan tanah.
Saluran kolektor dibuat mengelilingi lahan dan tegak lurus saluran kuarter
pada setiap jarak 25 - 30 m. Ukuran saluran kolektor 40 x 40 cm dengan
kedalaman 5 - 10 cm lebih dangkal dari pada saluran kuarter. Saluran
kolektor yang berhubungan dengan saluran irigasi diberi pintu pada bagian
hulu. Saluran kolektor yang berhubungan dengan saluran drainase diberi
pintu pada bagian hilir. Pintu cukup dibuat dengan cara menggali tanggul,
dan dapat ditutup sewaktu diperlukan dengan menimbunnya kembali. Saluran
cacing dibuat tegak lurus saluran kolektor. Saluran ini dibuat setiap jarak 9
- 10 m dengan ukuran lebar 30 cm dan dalam 25 - 30 cm.
Kedalaman Air di Areal Pertanaman
Setiap jenis tanaman memiliki kedalaman air tanah optimum dan toleransi
terhadap lamanya periode genangan yang berbeda. Tabel 12 menyajikan
kedalaman optimum dan kisaran lama genangan yang dapat ditolerir oleh
beberapa jenis tanaman.
Keberadaan atau tinggi air di saluran, juga merupakan indikasi dari tinggi
muka air tanah, dapat diatur melalui pintu air yang dapat menerima atau
mengeluarkan air pasang dari/ke sungai di dekatnya. Pengaturan tinggi air
di dalam saluran disesuaikan dengan jenis tanaman yang ditanam.

Lahan gambut umumnya memiliki  tingkat kesuburan yang rendah, miskin
unsur hara, porous, dan sangat masam sehingga memerlukan penambahan
pupuk dan amelioran untuk memperbaiki kondisi lahan menjadi baik bagi
pertumbuhan tanaman.
6.1 Amelioran
Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan melalui
perbaikan kondisi fisik dan kimia tanah. Bahan amelioran yang baik bagi
lahan gambut memiliki kriteria:
1) Memiliki Kejenuhan Basa (KB) tinggi;
2) Mampu meningkatkan derajat pH secara nyata;
3) Mampu memperbaiki struktur tanah;
4) Memiliki kandungan unsur hara yang banyak atau lengkap sehingga
juga berfungsi sebagai pupuk;
5) Mampu mengusir senyawa beracun, terutama asam-asam organik.
Meskipun tidak ada amelioran yang memenuhi seluruh kriteria ini ,
tetapi beberapa diantaranya mendekati kriteria ini .
Amelioran dapat berupa bahan organik atau anorganik. Beberapa bahan
amelioran yang sering digunakan di lahan gambut, antara lain: berbagai
jenis kapur (dolomit, batu fosfat, kaptan), tanah mineral, lumpur, pupuk
kompos/bokasi, pupuk kandang (kotoran Ayam, Sapi dan Kerbau) dan abu.
Masing-masing amelioran ini  memiliki kelebihan dan kekurangan
sehingga penggunaan lebih dari satu jenis akan memberikan hasil yang
lebih baik. Selain masalah kualitas bahan, faktor ketersediaan bahan dan
biaya pengadaannya menjadi hal penting yang harus ikut dipertimbangkan.

Kapur yang diberikan ke dalam tanah gambut akan memperbaiki kondisi
tanah gambut dengan cara: (1) menaikkan pH tanah; (2) mengusir senyawa￾senyawa organik beracun; (3) meningkatkan KB; (4) menambah unsur Ca
dan Mg; (5) menambah ketersedian hara; (6) memperbaiki kehidupan
mikrooraginisme tanah termasuk yang berada dalam bintil-bintil akar
Di dalam tanah, unsur Ca dan Mg yang terkandung dalam kapur akan
menggantikan posisi H+ dan asam-asam organik sehingga ketersediaan P
dan unsur-unsur hara lainnya dalam tanah akan akan meningkat dan mudah
diambil oleh akar tanaman. Unsur Ca dan Mg juga akan membantu dalam
meningkatkan KB.
Kapur yang diperdagangkan di Indonesia bisa dibedakan menjadi tiga yaitu
kapur giling atau kalsit, dolomit, dan kapur tohor. Kapur giling mengandung
unsur utama CaCO3
, dolomit mengandung unsur utama CaCO3
 dan MgCO3
,
dan kapur tohor mengandung unsur utama CaO dan kadang-kadang juga
mengandung MgO.
Apabila pemberian bahan amelioran ditekankan pada peningkatan pH tanah
gambut, maka bahan-bahan kapur di ataslah yang secara teknis paling baik
dibandingkan dengan jenis amelioran lainnya. 
pemberian kapur merupakan syarat pertama dalam memperbaiki kesuburan
tanah gambut.
Hingga saat ini, belum ada rumus praktis yang bisa digunakan untuk
memperkirakan jumlah kebutuhan kapur yang paling tepat di lahan gambut.
Rumus yang ada hanya bisa digunakan untuk tanah mineral, karena
didasarkan atas perkiraan kadar unsur Al yang dapat dipertukarkan.
Sedangkan di lahan gambut, kandungan Al sangat rendah sehingga
peningkatan pH tidak ditujukan bagi penekanan keracunan Al.

Perkiraan jumlah kebutuhan kapur saat ini hanya bisa dilakukan melalui
metode inkubasi di laboratorium sehingga diperoleh dosis yang tepat untuk
menaikan pH gambut optimum yaitu 5   Tingkat pH
ideal bagi ketersediaan unsur hara di lahan gambut adalah 5,5 ,Namun untuk mencapai menjadi pH 5,5
dibutuhkan dosis kapur yang cukup banyak karena setelah pH 4,8 - 5 dicapai,
kurva peningkatan pH oleh penambahan kapur cenderung mendatar. Ini
berarti penambahan kapur setelah pH 5 tidak ekonomis.
Pada skala uji coba lapang, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemakaian kapur antara 3 - 5 ton/ha pada tanaman palawija di lahan gambut
bukaan baru telah menunjukkan peningkatan hasil yang nyata. Pengaruh
residu kapur menurut beberapa hasil uji coba masih bisa dirasakan efektif
sampai tahun ke tiga dan ke empat, tetapi mengalami penurunan. Uji coba
di Karang Agung Ulu menunjukkan penggunaan kapur pada barisan tanaman
sebanyak 0,3 - 0,5 ton/ha pada setiap kali panen lebih ekonomis dibandingkan
dengan penggunaan dalam jumlah banyak sekaligus. Oleh sebab itu,
penambahan kapur sebanyak 0,3 - 0,5 ton/ha pada barisan tanaman sangat
dianjurkan.
Kelemahan kapur sebagai bahan amelioran ialah karena kandungan unsur
haranya tidak lengkap, sehingga pemberian kapur juga harus diikuti dengan
pemupukan unsur lainnya seperti N, P, K dan terutama unsur-unsur mikro
seperti Cu dan Zn. Kelemahan lainnya, kapur tidak memiliki atau sedikit
mengandung koloid sehingga cenderung tidak membentuk kompleks jerapan,
mudah tererosi, dan kurang memperbiki tekstur tanah gambut secara
langsung. Kapur cenderung menggumpal jika diberikan ke tanah gambut.
Selain itu, kapur tidak dapat berfungsi baik pada tanah gambut yang
kelembabannya kurang dan dalam beberapa kasus dapat mempercepat
proses kondisi kering tak balik. Dengan kelemahan ini , penggunaan
kapur perlu diimbangi dengan pemakaian amelioran lainnya terutama yang
banyak mengandung koloid seperti pupuk kandang, lumpur, dan tanah liat
[catatan : pemberian kapur di lahan gambut dengan saluran irigasi terkendali,
memiliki residu lebih lama sehingga kebutuhan kapur lebih sedikit].
Pupuk kandang adalah kotoran hewan ternak dalam bentuk cair atau padat.
Kotoran ini dapat bercampur dengan sisa-sisa makanan dan jerami alas
kandang. Proses pematangan pupuk kandang akan menghasilkan panas
dan senyawa beracun yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman. Oleh
sebab itu, pupuk kandang yang digunakan harus yang sudah betul-betul
jadi atau matang karena pupuk yang masih panas atau mentah akan
mematikan tanaman dan juga mengandung bibit penyakit. Tanda pupuk
kandang yang sudah matang adalah: berwarna kehitaman, remah, tidak
lembek, dan tidak hangat.
Pukuk kandang (bersama-sama dengan abu) sudah lama digunakan oleh
petani sebagai bahan amelioran di lahan gambut terutama untuk bertanam
sayur-sayuran. Pupuk kandang memiliki efek kesuburan tanah gambut yang
cukup baik karena mengandung unsur hara yang lengkap (makro dan mikro)
serta mikroorganisme yang ada di dalamnya mampu menguraikan gambut
menjadi lebih matang sehingga beberapa unsur hara dalam gambut seperti
P mudah tersedia bagi tanaman. Dengan demikian, pupuk kandang akan
memperbaiki kondisi fisik dan kesuburan gambut. Kelemahan pupuk kandang
sebagai bahan amelioran adalah kemampuannya dalam menaikkan pH dan
kandungan KB-nya terbatas sehingga memerlukan dosis yang cukup banyak,
berkisar antara 2,5 - 30 ton/ha ,Pupuk kandang dapat diperoleh dari kandang ternak sendiri seperti Sapi,
Kerbau, Kuda, Kambing, Babi dan Ayam. Produksi pupuk masing-masing
hewan ini  tidak sama tergantung jenis dan ukuran/berat badan. Seekor
Sapi dewasa, rata-rata menghasilkan 5 ton pupuk matang/tahun, Kerbau
dewasa menghasilkan 10 ton/tahun, Kuda mampu memproduksi pupuk 5 -
8 ton/tahun, Kambing 0,6 - 0,9 ton/tahun, dan Babi menghasilkan pupuk 1,4
- 1,7 ton/tahun ,
Kompos dan Bokasi
Kompos atau bokasi merupakan hasil peruraian bahan organik yang disengaja
dalam waktu yang singkat. Kompos dan bokasi diproses dengan cara yang
sama. Perbedaannya hanya terletak pada tipe sumber bahan organik yang
akan diproses. Kompos diproses dari bahan organik yang masih segar
seperti dedaunan, serasah sisa hasil tanaman (seperti jerami), dan
pangkasan gulma. Sedangkan bokasi menggunakan dedaunan kering,
serasah kering, sekam, dan pangkasan gulma yang sudah dikeringkan.
Kelebihan kompos dan bokasi sebagai bahan amelioran adalah dapat dibuat
dari bahan-bahan yang ada di sekitar lahan, mampu memperbaiki tekstur
dan struktur tanah, mengandung mikroorganisme (jasad-jasad renik) yang
menguntungkan terutama karena dapat mempercepat proses pematangan
gambut, mengandung unsur hara yang lengkap termasuk unsur hara mikro,
mampu meningkatkan pH, dan tidak merusak lingkungan. Kekurangannya,
terutama karena kemampuan menaikkan pH terbatas dan kandungan unsur
haranya sedikit sehingga membutuhkan tambahan pupuk. Tambahan pupuk
ini dapat dilakukan selama proses pembuatan kompos/bokasi.
Kompos dan bokasi yang digunakan sebaiknya yang sudah betul-betul
matang/jadi dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Tidak panas dan tidak berbau;
2) Gembur dan berwarna coklat kehitaman;
3) Volume menyusut menjadi sepertiga bagian dari volume awal.
Kompos dan bokasi sebaiknya dibuat dekat dengan sumber air dan lahan
untuk menghemat tenaga kerja. Kompos dapat dibuat dengan cara yang
beranaka ragam tergantung ketersediaan alat dan kecepatan proses yang
diinginkan. Berikut merupakan beberapa cara membuat kompos dan bokasi:
Pembuatan kompos
1). Persiapan bahan dan alat
a) Siapkan bahan organik seperti dedaunan, serasah sisa hasil tanaman
(seperti jerami), pangkasan gulma, pangkasan tanaman penutup tanah,
dan pangkasan tanaman pelindung;
b) Bahan organik dirajang atau dicacah-cacah hingga berukuran 10 – 20
cm. Bahan organik yang masih hijau segar dilayukan terlebih dahulu
dengan cara dijemur selama satu hari. Pelayuan juga dapat dilakukan
setelah bahan dirajang. Pelayuan ini bertujuan agar volume bahan organik
tidak terlalu besar sehingga penyusutan selama proses pengomposan
tidak terlalu banyak;
c) Siapkan starter berupa campuran abu dapur, pupuk kandang, dan sekam
(jika ada) setebal 0,5 - 2 cm, kapur, dan urea/ZA. Untuk mempercepat
proses pembuatan kompos, dapat ditambahkan starter tambahan berupa
pupuk organik seperti EM-4 dan Bio-P yang mengandung ekstrak
mikroorganisme. Sesudah pupuk organik (EM-4 dan Bio-P) ini 
diencerkan (sesuai petunjuk dalam kemasan), dicampur dengan
campuran abu, sekam, pupuk kandang, dan urea/ZA. Dalam hal ini,
kapur boleh ditiadakan atau digunakan atau dalam jumlah sedikit saja;
d) Siapkan alat cerobong berupa paralon dengan diameter 1,5 inci sepanjang
1,5 m. Paralon dapat diganti dengan bambu yang penyekat antar ruasnya
dilubangi sehingga udara dapat mengalir dari ujung yang satu ke ujung
lainnya. Sisi-sisi paralon/bambu ini  kemudian dilubangi sebanyak
4 baris setiap jarak 5 - 6 cm. Penggunaan alat ini dimaksudkan untuk
meratakan aerasi dan suhu, sehingga proses dekomposisi atau
pengomposan berjalan baik tanpa harus membolak-balikkan bahan
organik;
e) Siapkan alat pencetak kompos terbuat dari empat lembar papan kayu
sehingga membentuk kotak empat persegi panjang (100 x 150 x 25
cm). Penggunaan alat ini dimaksudkan agar kompos dapat tersusun
rapi dan tidak berceceran.
2). Proses pembuatan
a) Alat pencetak ditempatkan di tempat yang teduh. Sangat diajurkan
jika ada naungan sehingga kompos tidak kehujanan;
b) Bahan organik (daun-daunan & serasah) yang telah dicacah dimasukkan
ke dalam alat pencetak. Pengisian jangan terlalu penuh, tapi sisakan
1 - 2 cm untuk memuat lapisan starter. Selanjutnya, bahan organik
agak dipadatkan terutama di bagian pinggir. Pemadatan dimaksudkan
agar bahan organik tidak berhamburan ketika alat (kotak dan cerobong)
dicabut;
c) Bahan diperciki air agar lembab, tetapi jangan terlalu basah;
d) Di atas bahan organik ditaburi campuran starter yang sudah disiapkan;
e) Alat cerobong sebanyak 5 - 6 buah kemudian ditancapkan tegak secara
merata. Ulangi kegiatan butir b hingga d di atas sebanyak 4 - 5 kali,
sehingga terbentuk tumpukan-tumpukan calon kompos (lihat keterangan
pada butir f di bawah ini). Penggunaan alat ini dapat ditiadakan, tetapi
setelah proses penumpukan selesai, harus sering dilakukan pembalikan;
f) Alat pencetak kemudian diangkat lalu ditempatkan di atas bahan organik
yang telah dicetak. Lapisan bahan organik dan starter kembali disusun
dalam cetakan ini  seperti membuat lapisan pertama. Ulangi proses
ini  (4 - 5 kali) hingga membentuk lapisan-lapisan calon kompos
dengan ketinggian 1 - 1,25 m;
g) Tumpukan calon kompos lalu ditutup dengan menggunakan plastik yang
sudah dilubangi kecil-kecil untuk menjaga kelembaban dan suhu udara
yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme;
h) Apabila tidak menggunakan cerobong, setiap 2 - 3 hari sekali harus
dilakukan pembalikan agar proses dekomposisi berjalan secara merata.
Caranya, lapisan yang ada di atas diletakkan di bawah. Setiap kali
pembalikan, bakal kompos diperciki air supaya lembab;
i) Setiap hari calon kompos ini diamati. Apabila kering, diperciki air. Apabila
terlalu panas, plastik dibuka. Suhu dipertahankan kurang lebih 40 -
50O C;
j) Kompos biasanya sudah jadi setelah satu bulan. Apabila menggunakan
starter tambahan yang baik, proses biasanya hanya memerlukan waktu
+10 - 15 hari.
Proses pembuatan bokasi relatif lebih cepat karena menggunakan
mikroorganisme tambahan.
1). Persiapan Bahan dan Alat
Bahan dan yang digunakan antara lain adalah:
a) Bahan organik terdiri atas dedaunan, serasah dan pangkasan gulma
yang sudah kering atau layu, serta pupuk kandang (20 bagian), sekam
(20 bagian), dan dedak (1 bagian). Pupuk kandang boleh ditiadakan
bila tidak tersedia;
b) Starter atau bahan yang mengandung mikroorganisme khusus seperti
EM-4 dan Bio-P yang banyak dijual di kios-kios pertanian. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa mikroorganisme dalam starter mudah
mati bila disimpan dalam suhu ruangan atau suhu panas. Oleh sebab
itu, starter yang digunakan harus masih dalam keadaan aktif dan
disimpan dalam tempat teduh. Penyimpanan dalam ruangan biasa tidak
boleh lebih dari 4 bulan;
c) Karung goni.
 2). Proses Pembuatan
Proses pembuatan bokasi dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a) Bahan organik dedaunan dipotong-potong 5 - 10 cm lalu dicampur secara
merata dengan pupuk kandang, sekam dan dedak;
b) Strater dicairkan, dicampur dengan bahan atau difermentasi sesuai
dengan petunjuk yang terdapat dalam kemasan. Sebagai contoh, EM-
4 sebanyak 5 sendok makan dicampur dengan gula sebanyak 5 sendok
makan;
c) Starter dicampur dengan campuran bahan pada butir a di atas (dedaunan,
pupuk kandang, sekam, dan dedak) secara perlahan-lahan. Kandungan
air dalam adonan kurang lebih 30%, dengan kondisi: bila adonan dikepal
air tidak keluar, bila kepalan dilepas, adonan tidak menggumpal;
d) Adonan ditumpuk di tempat yang teduh dan terlindung dari hujan.
Ketinggian tumpukan kurang lebih 15 - 20 cm;
e) Tumpukan adonan ditutup dengan karung goni;
f) Setiap hari bokasi diamati. Suhu dipertahankan 40 - 50o C. Suhu yang
tinggi, hasilnya tidak baik. Untuk menurunkan suhu, karung dapat dilepas
sementara. Bila adonan kering, dapat diperciki air;
g) Bokasi biasanya sudah jadi dan siap digunakan sebagai pupuk organik,
setelah 7 hari.
Lumpur
Lumpur merupakan material yang diendapkan oleh air (sungai dan laut) berupa
campuran tanah aluvial dan bahan organik. Lumpur laut biasanya banyak
mengandung kation-kation basa terutama Na sehingga cukup baik untuk
meningkatkan pH tanah gambut. 
Beberapa penelitian mengenai pemberian lumpur laut di lahan gambut masih
terus dilakukan. Diantaranya telah dilakukan di Kalimantan Barat Dalam penelitian ini , pengunaan lumpur sebanyak 15 - 20 ton/
ha dapat memperbaiki status kesuburan tanah, terutama sifat fisik dan kimia.

Sifat kimia ini mengkan kualitas lumpur yang kaya akan unsur-unsur
hara sehingga dapat memperbaiki kesuburan tanah gambut.
Namun yang perlu diperhatikan dalam menggunakan lumpur laut adalah
jangan menggunakan lumpur yang sudah tercemar oleh logam-logam berat
seperti timbal (Pb), merkuri (Hg) dan logam-logam berat lainnya. Logam￾logam secara langsung memang tidak membahayakan tanaman, tetapi hasil
produksi tanaman bila dikonsumsi dikhawatirkan akan berperngaruh terhadap
kesehatan manusia.
Tanah mineral
Tanah mineral dapat digunakan sebagai bahan amelioran karena mengandung
unsur perekat (liat) dan memiliki unsur-unsur hara yang lebih lengkap
diantaranya Al, Fe dan Silikat (SiO2
). Penambahan bahan mineral ke dalam
tanah gambut akan memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah gambut, terutama
tekstur tanahnya. Gambut yang biasanya terlalu remah akan meningkat
daya kohesinya, menurun daya ikatnya terhadap air, dan meningkat daya
dukungnya.
Tanah mineral yang pernah diteliti sebagai bahan amelioran pada tanah
gambut diantaranya adalah tanah Lateritik atau Oxisol yang banyak mengadung unsur SiO2
. Meskipun
Si sebagai unsur hara essensial masih diragukan, namun akhir-akhir ini,
penambahan unsur ini dilaporkan dapat menambah jumlah anakan, berat
basah dan berat kering tanaman padi ,serta menambah ketahanan padi terhadap penyakit blast.
Kelemahan tanah mineral ini antara lain karena kemampuannya menaikkan
pH sangat rendah sehingga untuk mencapai pH optimum diperlukan tanah
yang sangat banyak. Disamping itu, kualitasnya bervariasi dan sulit
dibakukan sehingga perkiraan kebutuhan optimumnya sulit dihitung.
Kondisi/persyaratan tanah mineral yang baik sebagai amelioran di lahan
gambut, menurut beberapa hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1). memiliki  pH yang tinggi. Semakin tinggi pH-nya hasilnya semakin
baik;
2). Mengandung banyak kation basa seperti Ca, Mg, Na, dan K sehingga
mampu meningkatkan KB dan melepas senyawa-senyawa organik.
Contoh tanah mineral yang banyak mengadung kation basa adalah
lumpur laut/payau, lumpur sungai, dan tanah berkapur;
3). Bertekstur liat (bukan pasir) sehingga bisa sekaligus memperbaiki sifat
fisik tanah.
Abu Pembakaran
Abu merupakan sisa hasil pembakaran bahan organik seperti kayu, sampah,
gulma, dan sisa hasil pertanian seperti sekam dan serasah. Dalam hal ini,
abu dapur juga dapat dimanfaatkan. Kelebihan abu antara lain mengandung
semua unsur hara secara lengkap baik mikro maupun makro (kecuali N,
pembakaran abu yang sempurna menghilangkan unsur N), memiliki pH tinggi
(8,5 - 10), tidak mudah tercuci, dan mengandung kation basa seperti K, Ca,
Mg, dan Na relatif tinggi. Namun demikian, dibandingkan dengan kapur
kemampuannya menaikkan pH relatif rendah. Abu banyak mengandung
silikat dalam bentuk tersedia sehingga berpengaruh positip terhadap
produktivitas tanaman di lahan gambut 

Secara tradisional, abu bersama-sama dengan bahan amelioran lain seperti
pupuk kandang, sudah lama digunakan oleh petani di lahan gambut
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah terutama
untuk sayur-sayuran. Dosis campuran abu dan pupuk kandang yang sering
digunakan pada tahap pertama berkisar antara 20 - 25 karung/ha. Setiap
kali tanam, petani hanya menambahkan sedikit campuran ke dalam lahan.
Petani di Kalampangan, Kalimantan Tengah untuk keperluan penanaman
seluas 2500 m2
 menggunakan abu bakar sekitar 20 kg dan pupuk kandang
sekitar 5 kg atau 100 kg campuran keduanya untuk lahan seluas 1 ha  Dosis ini  sangat rendah dibandingkan dosis kompos yang
umum diberikan pada luasan yang sama karena pemberian abu bakar ini 
hanya disebar pada larikan tanaman di atas permukaan tanah.
Abu dapat diperoleh dari sisa hasil bakaran di dapur, pembakaran sisa
hasil pertanian (serasah, sekam, gulma), sampah rumah tangga, dan limbah
gergajian kayu. Abu bakaran gambut (diperolah dengan membakar lapisan
gambut) dapat memberikan pengaruh baik bagi tanaman dalan jangka pendek.
Tetapi hal itu sangat tidak dianjurkan karena jika dilakukan terus-menerus,
gambut akan menipis sehingga lahan mudah mengalami banjir. Selain itu,
jika pada lapisan di bawah gambut terdapat pirit atau pasir, lahan akan
rusak (kemasaman tanah meningkat akibat pirit yang teroksidasi) dan sulit
dipulihkan.
Proses pembakaran bahan-bahan untuk memperoleh abu harus dilakukan
dengan hati-hati agar tidak membakar gambut secara meluas. Caranya,
pembakaran dilakukan pada tempat khusus yang dikelilingi oleh parit berair,
di atas lapisan seng, atau potongan drum. Selama proses, pembakaran
harus selalu dijaga jangan sampai api menjalar atau melompat ke luar dan
membakar lahan.
Abu Vulkan
Abu vulkan atau abu gunung berapi merupakan partikel-partikel halus yang
terhembus pada waktu letusan gunung berapi. Ditinjau dari deposit
(cadangan) dan kandungan hara yang dikandungnya (Fe, Al, Ca, Mg, Mn,
S, P, K, Na, Cu, Zn, Ti dan Si), penggunanan abu vulkan sebagai bahan
amelorian pada lahan gambut cukup menjanjikan . Namun
penyuburan lahan gambut dengan abu vulkan memerlukan biaya yang sangat
mahal karena sumbernya terdapat di Pulau Jawa sehingga memerlukan
biaya transportasi yang besar. Dosis abu vulkan sebagai amelioran di lahan
gambut sekitar 7 - 10 ton/ha. Dosis ini  lebih rendah dibandingkan
tanah mineral (sekitar 12 - 20 ton/ha).
6.2 Pupuk
Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan normalnya
disebut sebagai unsur hara esensial. Unsur hara esensial diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh unsur lain.
Tanaman akan memperlihatkan adanya gejala gangguan pertumbuhan apabila
mengalami kekurangan unsur hara esensial.
Tanaman dapat menyerap unsur hara dari udara, air, dan tanah melalui akar
dan daun. Unsur yang diambil dari udara melalui daun adalah CO2 dan O2
,
Sedangkan yang diambil melalui air adalah H+ dan H2
O. Tanaman jarang
memperlihatkan kekurangan unsur ini.
Unsur hara yang diambil dari tanah dapat dibagi menjadi dua yaitu unsur
hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro dibutuhkan oleh tanaman
dalam jumlah banyak terdiri atas C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S. Sedangkan
unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah sedikit, terdiri atas Fe, Mn, B,
Cu, Zn, Cl, dan Co. Beberapa gejala kekurangan unsur hara makro dan
mikro yang dapat diamati pada tanaman, disajikan dalam Tabel 16 dan 17.
Pupuk merupakan sumber unsur hara yang dapat diberikan melalui tanah.
Dengan demikian, bahan amelioran sekaligus juga merupakan pupuk karena
mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.
Menurut komponen penyusunnya, pupuk dapat dibagi menjadi dua yaitu
pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang
komponen penyusunnya berisikan bahan-bahan organik mudah terurai (misal
kompos dan pupuk kandang) atau berisikan jasad-jasad renik (mikro￾organisme, misal: EM-4, Biota, Bio-P, dan Bio-phospat) yang mampu
menguraikan materi organik di dalam tanah sehingga ketersediaan unsur
hara (mineral) menjadi meningkat. Pupuk semacam ini harus disimpan
dalam ruang yang teduh dan tidak boleh terlalu lama karena daya simpannya
dalam suhu kamar maksimal hanya 4 bulan.
Pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos memiliki  kelebihan
dibandingkan pupuk anorganik, antara lain:
1. Memperbaiki struktur tanah;
2. Meningkatkan pH tanah;
3. Menambah unsur-unsur hara makro maupun mikro;
4. Meningkatkan keberadaan jasad renik/organisme pengurai di dalam
tanah;
5. Tidak menimbulkan polusi lingkungan.
Sedangkan kelemahannya adalah :
1. Jumlah pupuk yang diperlukan lebih banyak;
2. Respon tanaman lebih lambat;
3. Menjadi sumber hama dan penyakit bagi tanaman (kalau pemrosesan
kompos dan pupuk kandang belum sempurna/masih mentah).
Pupuk anorganik atau disebut juga pupuk buatan adalah pupuk yang
mengandung unsur hara tertentu dan tidak mengandung bahan organik atau
mikroorganisme. Berdasarkan jenis/macam hara yang dikandungnya, pupuk
ini  dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pupuk tunggal dan pupuk majemuk.
Contoh pupuk tunggal adalah Urea, SP-36, dan KCl. Contoh pupuk majemuk
adalah NPK. Pupuk anorganik memiliki  kelemahan jika dibandingkan
dengan pupuk organik, antara lain:
1. Tidak dapat memperbaiki struktur tanah, bahkan cenderung merusak
struktur tanah jika digunakan secara berlebihan dan/atau dalam jangka
panjang;
2. Hanya mampu menambahkan unsur-unsur hara tertentu saja;
3. Tidak dapat meningkatkan keberadaan jasad renik/organisme pengurai
di dalam tanah;
4. Dapat menimbulkan polusi lingkungan (pencemaran perairan/eutrofikasi)
jika penggunaannya tidak tepat.
Sedangkan keuntungannya adalah :
1. Jumlah pupuk yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan pupuk organik;
2. Respon tanaman lebih cepat;
3. Tidak menjadi sumber hama dan penyakit bagi tanaman
Gambut merupakan habitat beraneka ragam tanaman yang memiliki nilai
ekonomi dan bermanfaat bagi manusia. Dari sejumlah tanaman yang ada
di lahan gambut beberapa diantaranya dibudidayakan secara intesif, secara
non intensif, atau tumbuh secara liar di hutan. Budidaya secara intensif
adalah budidaya tanaman dalam skala ekonomi dengan pemeliharaan dan
pemupukan yang teratur sesuai kebutuhan. Sedangkan budidaya non intensif
adalah budidaya dengan pemeliharaan terbatas, biasanya tanpa pemupukan,
dan dalam skala terbatas karena produksinya untuk konsumsi sendiri atau
dipasarkan di pasar lokal.
Berdasarkan hasil penelitian mendalam di sejumlah lokasi gambut tropis,
Driessen dan Sudewo (1976), telah mendeskripsikan puluhan jenis tanaman.
Informasi yang disajikan dalam bab ini sebagian besar disarikan dari buku
ini  dan ditampilkan dengan format yang berbeda.
Untuk mempermudah pemahaman, jenis tanaman disajikan dalam bentuk
tabel dan dikategorikan berdasarkan pemanfaatan komoditas yang dihasilkan.
Pengelompokan ini  yaitu tanaman pangan, tanaman perkebunan,
tanaman sayuran, tanaman rempah, tanaman serat, tanaman buah, dan
tanaman lainnya. Penulisan nama tanaman diikuti dengan nama latin dan
nama familinya.
7.1 Tanaman Pangan
Tanaman pangan adalah tanaman yang hasil/produksinya merupakan bahan
konsumsi manusia sebagai sumber karbohidrat atau protein. Dari jenis
ini , yang banyak dibudidayakan secara intensif di lahan gambut antara
lain Jagung, Kacang tanah, Kedele, Padi, Singkong, dan Bengkoang

Sedangkan jenis lainnya dipelihara untuk sekedar mencukupi kebutuhan
sendiri atau diambil dari tumbuhan liar di hutan (Tabel 18). Dalam kelompok
ini, juga terdapat jenis tanaman pangan tahunan yaitu sagu yang umumnya
belum dibudidayakan secara intensif di lahan gambut.
Tanaman perkebunan adalah tanaman yang umumnya diusahakan oleh
perusahaan perkebunan dalam skala luas. Pada kenyataannya, tanaman
perkebunan juga banyak diusahakan oleh rakyat, tetapi produksinya
dipasarkan ke perusahaan untuk diproses lebih lanjut. Tanaman perkebunan
yang banyak diusahakan di lahan gambut diantaranya adalah Kelapa sawit,
Karet, dan Kelapa (Tabel 19). Hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman
tanaman ini  di lahan gambut adalah kemungkinan tanaman mudah
tumbang setelah mencapai ketinggian tertentu, terutama pada lahan gambut
tebal. Hal ini terjadi karena daya dukung lahan yang rendah dan penurunan
permukaan gambut (subsidence) sesudah direklamasi
Tanaman sayuran adalah tanaman yang produksinya biasa dikonsumsi
manusia sebagai sayuran. Sebagian besar tanaman sayuran tergolong
semusim. Sebagian sayuran juga diproduksi oleh tanaman tahunan,
diantaranya adalah Keluwih dan Petai. Bagian yang digunakan untuk sayuran
berupa batang, daun, atau buah.Tanaman buah-buahan adalah tanaman yang menghasilkan buah untuk
dikonsumsi manusia dalam keadaan segar atau diolah terlebih dahulu,
sebagai sumber vitamin dan serat. Dalam kelompok ini, terdapat tanaman
buah sebanyak 22 jenis. Sebagian besar tanaman ini  merupakan
tanaman tahunan, dan hanya tiga jenis yaitu Nenas, Melon dan Semangka
yang merupakan tanaman semusim.
Tanaman rempah adalah tanaman yang mengandung zat yang dapat
memberikan rasa dan aroma khas pada makanan. Sedangkan tanaman
minyak atsiri adalah tanaman yang produknya merupakan bahan baku industri
minyak atsiri.
7.6 Tanaman Serat
Kelompok tanaman ini menghasilkan serat yang biasanya digunakan sebagai
bahan baku industri tekstil, karung, atau tali. Serat biasanya diambil dari
bagian batang atau buahnya.
7.7 Tanaman Lainnya
Kelompok ini memuat jenis tanaman yang cukup bervariasi dilihat dari sisi
pemanfaatan produknya. Tanaman obat, tanaman penghasil zat pewarna,
tanaman penghasil bahan anyaman, tanaman penghasil kayu, dan pakan
ternak dikategorikan dalam kelompok ini.
Padi bisa ditanam pada berbagai sistem penataan lahan yaitu: (1) sawah;
(2) tabukan surjan; (3) guludan surjan; (4) lahan yang ditata sebagai tegalan
; dan (5) lahan yang ditata dengan sistem caren. Padi yang ditanam di lahan
berair selanjutnya disebut sebagai Padi sawah. Padi yang ditanam pada
lahan yang tidak berair selanjutnya disebut sebagai Padi gogo.
8.1 Pemilihan Varietas
Varietas Padi yang dianjurkan untuk ditanam di lahan rawa bisa dibedakan
atas varietas unggul lokal dan varietas unggul introduksi. Varietas unggul
lokal biasanya memiliki adaptasi yang relatif lebih baik sehingga sangat
dianjurkan untuk lahan yang baru dibuka. Beberapa contoh varietas Padi
sawah unggul untuk lahan rawa lebak antara lain Nagara, Alabio, dan Tapus.
Varietas ini  memiliki  sifat spesifik yakni mampu tumbuh memanjang
mengikuti genangan air, tahan terendam, dan tahan keracunan. Contoh Padi
gogo lokal yang banyak dikembangkan oleh petani gambut di Kalimantan
Tengah adalah Garagai, Kawong, dan Mayahi dengan umur 125 - 150 hari.
Petani di beberapa wilayah seperti di Kalimantan Selatan hingga saat ini juga
masih mempertahankan menanam Padi varietas unggul lokal yang berumur
panjang (>9 bulan) seperti Siam Unus, Lemo, dan Pandak meskipun
produktivitasnya rendah. Hal ini karena Padi ini  sudah beradaptasi
dengan kondisi lahan, tidak banyak memerlukan pupuk, harganya mahal,
dan rasa nasinya yang khas sehingga sangat digemari secara fanatik oleh
masyarakat setempat.
Varietas unggul introduksi umumnya lebih pendek umurnya, produksinya lebih
tinggi, dan responsif terhadap pemupukan dibandingkan dengan varietas lokal.
Diskripsi untuk masing-masing varietas ini  bisa dilihat dalam Tabel 25.
8.2 Persiapan Lahan
Persiapan lahan meliputi kegiatan pembuatan atau perbaikan saluran,
pengolahan tanah, dan penataan lahan. Ketiga hal ini  sudah diuraikan
secara mendalam pada Bab 4.
Pada lahan potensial bekas tanaman Padi sawah, jerami sebaiknya
dibenamkan ke dalam tanah bersamaan dengan pembajakan. Setelah tanah
diolah, diratakan dan dibuat saluran cacing, Padi bisa langsung ditanam.
Pada lahan tegalan dan lahan gambut, jerami sebaiknya dikumpulkan dan
dijadikan kompos/bokasi. Jika harus dibakar, tidak boleh dilakukan di lahan
karena tanahnya akan ikut hangus dan menjadi arang. Pembakaran harus
dilakukan di tempat khusus berukuran kurang lebih 2 x 2 m (misal dengan
menggunakan potongan drum). Jika tanahnya bergambut atau gambut,
tempat pembakaran harus dikelilingi oleh parit berair agar api tidak menjalar
membakar gambut sekelilingnya. Abu hasil pembakaran lalu ditebar ke
lahan bersamaan dengan penanaman.
8.3 Penanaman
Waktu Tanam dan Sistem Pertanaman
Di lahan rawa, umumnya padi unggul ditanam sebanyak dua kali yaitu pada
awal musim hujan dan akhir musim hujan. Di Kalimantan, penanaman
pertama dilakukan pada bulan Oktober dan penanaman ke dua pada bulan
Januari/Februari. Jika kondisi air masih memungkinkan, waktu selanya
ditanami dengan tanaman palawija atau hortikultura semusim. Di lahan
potensial dengan tipe luapan A, bisa ditanami Padi sebanyak 3 kali setahun,
kecuali jika airnya tidak memungkinkan di musim kemarau.
Padi dapat ditanam secara mokokultur atau tumpang sari dengan tanaman
lainnya. Padi gogo sering ditumpangsarikan dengan tanaman Jagung dengan
perbandingan setiap lima baris tanaman padi diselingi barisan tanaman
Jagung
Padi gogo atau sawah juga dapat ditanam dengan sistem wanatani. Di
lahan yang ditata sebagai surjan, bagian tabukan ditanami Padi, bagian
guludan ditanami tanaman tahunan. Di lahan yang ditata sebagai tegalan,
Padi gogo ditanam di antara barisan tanaman tahunan. Jika jarak tanaman
tahunan cukup rapat, padi hanya ditanam ketika tajuk tanaman tahunan
belum menutupi lahan. Jika jaraknya cukup longgar, Padi dapat terus ditanam
tanpa terganggu oleh tajuk tanaman tahunan.
Cara Penanaman
Penanaman Padi sawah bisa dilaksanakan melalui tanam benih langsung
dengan sistem tabela (tanam benih langsung) atau tidak langsung melalui
persemaian. Sedangkan penanaman Padi gogo sebaiknya dengan tanam
benih langsung dengan alat tugal atau atabela (alat tanam benih langsung).
Selain kedua cara ini , dalam Sub Bab ini juga akan diuraikan mengenai
cara tanam sawitdupa dan sistem sonor.
Tabela (Tanam Benih Langsung)
Tabela bisa dilaksanakan dengan menggunakan alat khusus yang disebut
atabela (alat tanam benih langsung) yang bisa digerakkan secara manual
atau ditarik traktor. Tabela pada lahan sawah dilaksanakan pada kondisi
macak-macak. Setelah tanaman berumur kurang lebih 1 minggu, tanah
boleh diairi sampai tergenang setinggi 5 cm. Sedangkan di lahan kering
tabela bisa menggunakan alat atau secara manual.
Jika menggunakan alat, sistem tabela dilakukan dengan cara mendorong/
menarik alat yang tangkainya telah diisi benih. Secara otomatis, benih
akan tertanam dengan jarak, jumlah benih, dan kedalaman tertentu. Seperti
biasa, sebelum benih ditebar perlu direndam terlebih dahulu selama 24 jam
dan dianginkan selama 2 jam, kemudian diberi pestisida Benlate untuk
mencegah serangan Blast.
Jika tabela tidak menggunakan alat, benih ditebar pada lubang larikan yang
telah dibuat terlebih dahulu dengan jarak antar larikan 25 cm lalu ditutup
dengan tanah dan dipadatkan dengan kaki. Jumlah benih yang diperlukan
dengan cara ini kurang lebih 65 butir/meter larikan atau 50 kg/ha.
Dengan cara tugal, benih dimasukkan pada lubang tanam yang dibuat dengan
tugal sebanyak 2 - 3 butir per lubang, dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Padi
yang agak tinggi dan anakannya banyak menggunakan jarak tanam 25 cm
x 25 cm.
Di lahan sawah, sistem tabela terbukti lebih baik karena tidak ada fase stagnasi
(tanpa pertumbuhan) seperti yang terjadi pada persemaian yang baru
dipindahkan ke lapang. Namun cara ini hanya bisa dilaksanakan pada kondisi
tanah agak kering atau maksimun macak-macak. Jika kondisi air di lahan
agak tinggi dan sulit dikeluarkan, sebaiknya menggunakan cara persemaian
dengan sistem tanam pindah. Hambatan tabela di lahan rawa adalah karena
serangan hama orong-orong. Hal ini perlu diantisipasi dengan menggunakan
insektisida seperti Carbofuran 3 G atau Furadan.
Pada lahan tegalan, penggunaan atabela terbukti menghasilkan produksi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan alat tugal karena jumlah malai lebih banyak.
Namun atabela membutuhkan benih relatif lebih banyak. Jika ketersediaan
benih terbatas, disarankan menggunakan alat tugal. Apabila benih cukup,
sebaiknya menggunakan cara atabela karena lebih menguntungkan. Sebagai
perbandingan, atabela membutuhkan benih kurang lebih 50 - 60 kg/ha,
sedangkan cara tugal 25 - 30 kg/ha.
Persemaian
Tahap-tahap penanaman padi dengan cara persemaian adalah sebagai berikut:
1) Pilih tempat persemaian yang airnya bisa diatur seluas 300 - 400 m2
(untuk pertanaman padi 1 ha) lalu dicangkul, diratakan, dan dibuat
bedengan selebar 1,5 - 2 m dengan ketinggian 15 - 20 cm. Bagian
pinggirnya dibuat parit dangkal untuk menampung kelebihan air hujan
supaya tidak kebanjiran. Jika pH-nya rendah perlu dikapur terlebih dahulu
bersamaan dengan pengolahan tanah;
2) Sebelum ditebar, benih dicampur dengan Benomil (Benlate 20 WP)
sebanyak 1 gr per 1 kg benih untuk mencegah serangan penyakit blast.
Tanah lalu dipupuk dengan urea, TSP, dan KCl sebanyak masing-masing
10 gr/m2
. Setelah itu, ditaburi Furadan 3 G sebanyak 1 g/m2
;
3) Benih ditebar di bedengan pada kondisi macak-macak. Jumlah benih 25
- 30 kg/ha pertanaman. Setelah berumur 5 hari, benih diairi setinggi 1 cm
selama 2 hari. Selanjutnya, bibit bisa diairi setinggi 5 cm. Sekali-kali
perlu dikeringkan agar akar tidak terlalu panjang. Setelah berumur 20 -
25 hari, bibit dicabut untuk ditanam di sawah;
4) Pada waktu menanam, sebaiknya tanah dalam kondisi cukup air supaya
akarnya tidak mudah rusak. Jarak tanam yang digunakan 20 cm x 20
cm untuk Padi bertajuk tegak, 20 cm x 25 cm untuk varietas bertajuk
agak melebar, dan 25 cm x 30 cm untuk varietas bertajuk melebar
seperti kebanyakan varietas lokal. Usahakan melakukan tandur jajar
(menanam secara rapi dan lurus) agar padi tumbuh teratur, dan mudah
disiang;
5) Selesai tanam, tanah dibiarkan macak-macak kemudian diberi pupuk
dan ditaburi furadan 3 G untuk mencegah serangan orong-orong.
Sawitdupa
Sistem sawitdupa adalah sistem tanam padi sawah dengan sekali mawiwit
(semai) dua kali panen. Cara ini sesuai untuk diterapkan pada lahan pasang
surut terutama Tipe A yang genangannya relatif tinggi. Cara ini memerlukan
tenaga kerja yang cukup banyak jika dibandingkan dengan menanam Padi
unggul saja. Namun jika dibandingkan dengan menanam Padi lokal saja,
cara ini lebih menguntungkan. Sawitdupa mulai dikembangkan di Propinsi
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, karena penduduk di kedua
propinsi ini  sangat menyukai beras varietas lokal yang rasanya khas.
Cara penanaman sawitdupa, menggunakan dua jenis Padi yaitu padi varietas
unggul yang berumur pendek (seperti IR 66 dan IR 42) dan padi varietas
lokal yang berumur panjang seperti Siam, Lemo, dan Pandak. Pada
prinsipnya, cara penanaman sama dengan penanaman Padi biasa, tetapi
memerlukan pengaturan tempat dan waktu. Padi unggul ditanam
sebagaimana menanam Padi unggul, Padi lokal berumur panjang ditanam
sebagaimana biasanya menanam Padi lokal berumur panjang di lahan rawa.
Tahap-tahap penanamannya sebagai berikut:
- Padi lokal dan unggul disemai bersamaan. Padi lokal disemai di lahan
yang tidak terluapi atau tidak tergenangi air. Padi unggul disemai di
lahan yang berair atau macak-macak;
- Setelah 20 hari disemai, bibit Padi unggul dipindah di sawah bagian
tengah. Luas tanam Padi unggul 60 - 75% dari total luas lahan tanam.
Penanaman dilakukan pada bulan Oktober/November (musim tanam I);
Setelah ampakan (semaian padi lokal) berumur 30 - 40 hari, dipindahkan
ke sawah bagian pinggir yang tidak ditanami Padi unggul dengan luas 20
- 40% dari total luas lahan tanam. Jarak tanam menggunakan jarak 30 x
30 cm sebanyak 5-6 batang/rumpun. Tanaman ini disebut lacakan;
- Setelah Padi unggul dipanen (pada umur 100 - 115 hari) di bulan Januari/
Februari, sawah dibersihkan dari jerami. Selanjutnya, bibit lacakan
dipindah ke seluruh lahan sawah dengan jarak tanam 30 x 30 cm sebanyak
2 - 3 batang/rumpun. Penanaman ini biasanya dilakukan pada bulan
Februari/Maret dan dipanen bulan Agustus hingga September.
Sonor
Penanaman Padi sistem sonor banyak dilakukan oleh penduduk asli di
Kalimantan Tengah (juga di Sumatera Selatan). Padi ditanam sekali dalam
satu tahun dengan cara membabat semak-semak, kemudian membakar
serasah, dan menanaminya dengan sistem tugal tanpa dipupuk sama sekali.
Padi yang digunakan adalah verietas lokal seperti Bayar, Lemo dan Pandak
dan lainnya. Sistem sonor menghasilkan antara 1,5 - 2,0 ton/ha gabah.
Sesudah panen, lahan diberakan untuk ditanami lagi setelah 2 - 3 tahun.
Kelemahan sistem sonor adalah pembakaran serasah di lahan sehingga dapat
menyulut kebakaran gambut yang lebih luas dan mempercepat pendangkalan
gambut. Untuk itu, perlu dimodifikasi dengan cara sebagai berikut:
1) Lahan dibuka dengan cara ditebas, lalu dibiarkan dalam beberapa hari
supaya kering;
2) Serasah dikumpulkan pada tempat khusus yang dikelilingi parit berair
lalu dibakar;
3) Abu ditaburkan ke lahan pertanaman hingga merata;
4) Tanah ditugal dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, lalu benih ditanam.
Lubang ditutup dengan menggunakan abu dapur atau sisa pembakaran
semak-semak;
5) Pemeliharaan hanya dilakukan untuk menjaga serangan Babi. Biasanya
petani menggunakan Anjing untuk menjaga tanamannya;
6) Sesudah panen, lahan dibiarkan bera selama 2 - 3 tahun
Padi sawah dapat ditanam dengan sistem Legowo (Nazam dkk, 2004).
Legowo merupakan modifikasi dari sistem mina padi dengan pengaturan
jarak tanam antar barisan yang agak longgar dan jarak tanam dalam barisan
yang lebih rapat. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 15 cm.
Selanjutnya, jarak ini  diatur dengan pola jajar empat (4 : 1), artinya
empat baris ditanami Padi dan satu baris dibiarkan kosong. Selain itu, juga
dapat diatur dengan pola 2 : 1, artinya dua baris ditanami Padi dan satu
baris dikosongkan (lihat  23).
Sistem tanam legowo sering digunakan untuk padi yang akan dibudidayakan
secara terpadu dengan ikan atau sering pula disebut sebagai mina padi.
Dengan demikian, ruangan longgar diantara tanaman padi dapat digunakan
sebagai ruang gerak bagi ikan. Untuk mengantisipasi air surut, dibuat caren
mengelilingi lahan. Fungsinya sebagai tempat ikan berlindung ketika air
surut (lihat Bab 4 dan Bab 11). Sistem ini belum berkembang di lahan
pasang surut karena kualitas air yang masam
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman terdiri atas: penyulaman, penyiangan, penggunaan
bahan amelioran & pemupukan, pengaturan air, dan pengendalian hama
penyakit. Penyulaman dilakukan pada umur 1 - 2 minggu setelah tanam.
Sedangkan penyiangan dilakukan dua kali: pertama kali 3 minggu setelah
tanam bersamaan dengan pemupukan ke II; kedua pada fase primordia
(bunting) bersamaan dengan pemupukan ke III.
Penggunaan Bahan Amelioran dan Pemupukan
Penggunaan bahan amelioran dimaksudkan untuk memperbaiki atau
membenahi kesuburan tanah sehingga mendekati kondisi ideal bagi
pertumbuhan tanaman. Bahan amelioran untuk tanaman Padi, digunakan
pada kondisi sebagai berikut:
a. Pada lahan sulfat masam dan gambut yang baru dibuka, baik yang
ditata sebagai sawah maupun tegalan, memerlukan bahan amelioran
berupa kapur. Kapur ini dibutuhkan untuk menaikan pH dan mengusir
senyawa-senyawa beracun. Kebutuhan kapur menggunakan patokan
dosis 3 - 6 ton/ha. Semakin rendah pH, semakin tinggi dosisnya. Pada
lahan potensial, cukup menggunakan 3 ton/ha saja;
b. Pada lahan potensial, bergambut dan gambut dangkal untuk pertanaman
selanjutnya, kapur hanya dibutuhkan sebagai pupuk dasar dengan dosis
300 - 500 kg/ha;
c. Pada lahan gambut sedang, selain kapur untuk menaikan pH, juga
diperlukan bahan amelioran lain seperti kompos dan pupuk kandang
(lihat Bab 6).
Pupuk yang digunakan umumnya adalah urea, TSP, KCl dengan dosis sesuai
anjuran Dinas Pertanian setempat. Namun jika petunjuk tidak ada, bisa
menggunakan dosis per ha 100 - 200 kg Urea, 100 - 150 kg TSP/SP-36, dan
75 - 125 kg KCl untuk padi unggul. Pupuk untuk Padi lokal bisa menggunakan
setengah dari dosis ini  di atas, karena umumnya Padi lokal kurang
respon terhadap pemupukan. Pada lahan gambut lebih dari 1 meter, pupuk
mikro berupa ZnSO4
 dan CuSO4
 (terusi) sebanyak masing-masing 4 - 5 kg/
ha perlu ditambahkan bersamaan dengan pemupukan dasar.
Pupuk TSP dan KCl, diberikan sekali pada saat tanam. Pupuk Urea diberikan
3 kali (urea pril) atau sekali pada saat tanam jika berupa tablet. Urea tablet
khusus diberikan pada lahan sawah. Urea pril diberikan tiga kali dengan
aturan 1/3 bagian pada saat tanam, 1/3 bagian sewaktu berumur 3 minggu,
dan 1/3 bagian diberikan pada fase primordia (kurang lebih berumur 7 minggu).
Pemupukan pada padi sawah dilakukan saat air dalam kondisi macak-macak.
Setelah dipupuk, tanah diinjak supaya pupuk masuk kedalam tanah.
Pengaturan Air
Di lahan rawa, air tidak saja dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman tetapi
juga dibutuhkan untuk menjaga agar tanah, terutama tanah gambut dan
sulfat masam, tetap lembab sehingga tidak merusak kondisi fisik dan kimia
tanah. Selain itu, air pada pertanaman Padi sawah juga berguna untuk
menekan pertumbuhan gulma dan serangan hama.
Pengaturan air pada pertanaman Padi gogo cukup dilakukan dengan menjaga
agar tanah di saluran-saluran cacing dan saluran kuarter terairi. Air pada
saluran ini sebaiknya sesering mungkin diganti agar senyawa-senyawa
beracun yang banyak terdapat di lahan rawa bisa tercuci. Pengaturan air
padi sawah dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Air di lahan harus sering diganti untuk mencuci senyawa beracun;
2) Pada waktu pemupukan urea, air dibiarkan macak-macak dan selama
lima hari sesudahnya, air ditahan di lahan untuk mencegah pencucian
pupuk;
3) Sejak fase masak susu, ketinggian air berangsur-angsur dikurangi
sampai fase malai menguning, lahan dibiarkan kering.
Pengaturan air pada lahan yang tata air makronya telah sempurna (air bisa
dikendalikan sepenuhnya), tidak menjadi masalah karena kapan kita
membutuhkan air dan kapan kita perlu membuangnya tinggal membuka
dan menutup saluran. Akan menjadi perhatian, apabila keberadaan air
sepenuhnya tergantung pada kondisi alam seperti pasang surutnya air dan
hujan.
Pada lahan pasang surut, kebutuhan air di lahan bisa diatur sebagai berikut:
pada waktu air cukup (pasang besar), air dibiarkan keluar masuk lahan
dengan cara membuka saluran irigasi dan drainasenya; kemudian, pada
waktu pasang kecil, air ditahan pada petakan (biasanya selama 6 - 8 hari)
dengan cara menutup saluran drainase.
Pada lahan rawa lebak yang tata air makronya belum berfungsi, maka
pengaturan air secara ideal masih sulit dilaksanakan, kecuali bila penataan
lahannya cukup baik. Namun demikian, varietas-varietas yang dianjurkan
untuk ditanam di lahan rawa umumnya relatif toleran terhadap kondisi air
yang kurang ideal semacam ini.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pemeliharaan tanaman yang penting disamping pengaturan air adalah
pemberantasan hama dan penyakit. Hama yang sering menyerang adalah
Tikus, Babi, Orong-orong, Lembing batu, Wereng, Lundi, dan Walang sangit.
Sedangkan penyakit penting yang sering menyerang adalah Bercak coklat,
Blast dan Hawar pelepah daun.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara terpadu dengan cara
sebagai berikut (catatan: cara ini juga dilakukan untuk mengendalikan jenis
tanaman lainnya seperti palawija dan sayuran):
1) Menanam varietas toleran atau tahan terhadap serangan hama/penyakit;
2) Mengadakan pergiliran tanaman untuk memutus siklus hama;
3) Melakukan cara tanam serentak;
4) Memberantas gulma yang menjadi inang hama dan penyakit;
5) Memperbaiki drainase;
6) Menjaga keberadaan musuh alami seperti predator (Kepik Coccinellidae
yang memangsa Kutu dan Aphid) dan parasit serangga Aphenteles
rufricrus untuk mengendalikan hama agrotis;
7) Serangan hama dalam jumlah sedikit dapat dilakukan secara mekanis
dengan memungut dan mematikan. Jika serangan berlanjut, perlu
menggunakan pestisida sesuai dengan peruntukannya. Penggunaan
pestisida nabati seperti akar tuba sangat dianjurkan. Pestisida non
nabati harus digunakan sesuai dosis anjuran yang tercantum pada
kemasan.
Pengendalian hama secara khusus antara lain sebagai berikut:
1) Teknik pengendalian yang sering dilakukan untuk memberantas hama
Tikus adalah berupa pembersihan sarang atau tempat tinggal hama,
gropyokan, umpan racun (seperti Klerat) dan pengemposan/pengasapan
liang menggunakan belerang;
2) Orong-orong dan lundi dikendalikan dengan penggenangan lahan yang
teratur dan penggunaan insektisida seperti Furadan terutama pada saat
tanam;
3) Wereng dan serangga lainnya dikendalikan dengan Dharmabas dan
Bassa 500 EC.
Penyakit Hawar daun yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas, menyerang
padi pada semua tingkat pertumbuhan. Gejalanya, mula-mula timbul bercak
pada tepi daun, berkembang meluas berwarna hijau ke abu-abuan, keriput,
dan akhirnya daun layu terkulai seperti kena air panas. Penyakit ini
dikendalikan dengan cara menggunakan varietas yang tahan. Bila ada
serangan segera disemprot dengan pestisida seperti Anvil 50 SC, Delcene
MX 200.
Penyakit Blast disebabkan oleh jamur Pyricularia oriceae (Amukelar dan
MK Kardim, 1991) dengan tanda-tanda bercak pada daun, ruas batang,
leher malai, cabang malai, dan kulit gabah. Bercak berwarna coklat pada
bagian pinggir, dan putih keabu-abuan. Serangan pada ruas batang
menyebabkan tanaman patah. Serangan pada leher malai menyebabkan
kehampaan. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan cara menggunakan
varietas yang tahan jamur dan penyemprotan fungisida seperti Fujiwan 400
EC, Beam 75 WP, Delcene MX 200, dan Topsin 500 F.
Penyakit kekurangan unsur hara dengan tanda-tanda spesifik (lihat Bab 6)
sering juga menyerang padi di lahan gambut. Bulir hampa misalnya,
umumnya disebabkan karena kekurangan unsur mikro Cu. Apabila tanaman
menunjukkan gejala ini, pada penanaman berikutnya perlu ditambah dengan
pupuk yang mengandung unsur ini  seperti Terusi atau CuSO4

8.5 Panen dan Pasca Panen
Panen dilakukan apabila tanaman sudah mencukupi umur dengan melihat
tanda-tanda kematangan buah/bulir Padi. Buah Padi yang masak akan
terlihat berisi, warna kuning, kandungan air sekitar 25%. Tanaman Padi
yang sudah dapat dipanen terlihat batangnya mulai menguning dan menunduk
(tidak tegak) pada lebih dari 80% luas areal tanaman.
Seminggu sebelum dipanen sawah dikeringkan terlebih dahulu, untuk
mencegah terjadinya rebah dan memudahkan panen. Pemanenan dapat
menggunakan alat seperti sabit atau parang dengan memotong ujung pangkal
batang bawah. Padi lokal yang tidak mudah rontok biasanya dipanen secara
tradisional dengan menggunakan ani-ani. Penggunaan alat ani-ani seperti
itu membutuhkan tenaga kerja relatif banyak sehingga akhir-akhir ini kurang
disukai.
Setelah seluruh areal sawah dipanen, gabah dirontokkan dari tangkainya.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan menggunakan
mesin perontok padi dan kedua dengan cara dibanting dan diinjak-injak.
Gabah yang rontok kemudian dijemur pada sinar matahari sampai kering
(kadar air 12 - 15%). Ciri gabah yang sudah kering yakni sudah keras dan
dapat dipatahkan dengan tangan, bila digigit patah dan berbunyi.


Hampir semua palawija dan sayuran semusim bisa ditanam di lahan rawa
(termasuk gambut) asal kondisi lahan dan iklimnya sesuai. Biasanya, lahan
rawa terletak di dataran rendah sehingga palawija dan sayuran yang sesuai
umumnya juga dari jenis tanaman dataran rendah. Tanaman ini ditanam
pada lahan yang ditata sebagai tegalan, guludan surjan, atau lahan sawah
yang kering di musim kemarau. Cara bertanam palawija dan hortikultura
semusim di lahan rawa, persis sama dengan bertanam di lahan kering biasa.
Hanya saja perlu pemilihian varietas khusus, pengaturan air perlu diperhatikan,
serta penambahan jenis pupuk tertentu dan bahan amelioran.
9.1 Budidaya Palawija
Jenis Tanaman dan Varietas
Palawija yang sering ditanam di lahan gambut, diantaranya Jagung, Kacang
tanah, Kedelai, Ubikayu atau Singkong, dan Ubi jalar. Varietas yang digunakan
harus yang telah diseleksi secara khusus dan direkomendasikan untuk lahan
rawa. Beberapa varietas Kacang tanah, Kedelai dan Jagung yang telah
terbukti tumbuh dan berproduksi baik di lahan rawa bisa dilihat pada Tabel
26.
Hingga saat ini, belum banyak penelitian varietas Singkong, Ubi jalar dan
hortikultura semusim khusus untuk lahan rawa. Namun dari pengamatan di
beberapa daerah, karena umur Singkong yang relatif panjang, maka sebaiknya
dipilih varietas yang umurnya relatif pendek (7 - 8 bulan) untuk menghindari
kebanjiran. Contoh varietas Singkong yang berumur pendek ialah Gading,
Muara, dan Adira.
Penyiapan Benih dan Bibit
Kacang tanah, Kedelai dan Jagung diperbanyak secara generatif dengan
menggunakan benih. Sedangkan Singkong dan Ubi jalar ditanam secara
vegetatif dan menggunakan stek batang. Selain stek, singkong juga bisa
diperbanyak dengan okulasi dengan menyambungkan batang bawah dari
jenis singkong biasa dengan singkong karet (M glaziovii) sebagai batang
atas. Singkong seperti ini biasanya berproduksi tinggi tetapi mengandung
senyawa Asam Sianida (HCn) beracun yang tinggi sehingga rasanya pahit
dan hanya boleh untuk diproses menjadi tepung.
Untuk tahap pertama, benih dan bibit harus diambil dari sumber benih/bibit
yang benar-benar dapat dipercaya seperti PT Pertani, Dinas Pertanian
setempat, penangkar benih dan toko-toko pertanian yang resmi sebagai
penyalur benih supaya mutu dan varietasnya betul-betul terjamin. Bibit atau
benih yang berkualitas biasanya dijual dengan disertai label/sertifikat yang
dikeluarkan oleh Balai Benih.
Untuk tahap selanjutnya, benih bisa digunakan dari hasil pertanaman sendiri
hingga 3 - 4 kali musim tanam. Benih dari pertanaman sendiri, harus
memenuhi syarat:
1. Benih dipanen setelah buah matang fisiologis;
2. Diambil dari tanaman yang sehat, berproduksi tinggi, tumbuh seragam;
3. Benih harus bernas, tidak keriput, mengkilap, tidak luka; bersih dari
kotoran, hama penyakit, dan gulma; serta berkadar air kurang lebih
11%;
4. Disimpan dalam ruangan berkadar air kurang dari 60%. Khusus untuk
kedelai, harus digunakan sebelum 8 bulan di penyimpanan. Lebih dari
8 bulan, benih biasanya sudah mati.
Bibit Singkong dan Ubi jalar untuk pertanaman selanjutnya bisa terus
menggunakan bibit dari pertanaman sendiri asal diambil dari tanaman yang
sehat dan kuat, memiliki  pertumbuhan yang baik dan berproduksi tinggi.
Stek Singkong dipilih dari tanaman yang sudah tua, atau lebih dari 7 bulan,
dan berbatang lurus. Bagian batang yang diambil adalah bagian bawah
sampai pertengahan yang warnanya sudah coklat dan memiliki tunas. Batang
muda yang masih berwarna hijau kurang baik karena mudah busuk. Batang
yang sudah disiapkan lalu dipotong-potong sepanjang 20 - 25 cm. Ujung
stek bagian bawah dibuat meruncing.
Stek Ubi jalar diambil dari tanaman yang sudah berumur kurang lebih 2,5
bulan. Bagian batang yang ditanam, dipilih bagian pucuk yang segar dan
kekar sepanjang 20 - 25 cm. Setelah itu, daun-daun stek dipotong dan
disisakan 3 buah pada bagian ujungnya. Stek ini kemudian disimpan dalam
keadaan kering (tidak basah) selama 1-6 hari di ruang yang teduh dan lembab.
Penyiapan Lahan
Penataan Lahan
Palawija ditanam pada lahan gambut dengan ketebalan kurang dari 150 cm
yang tidak tegenang air (kedalaman air <1 m di bawah permukaan) yaitu
pada lahan yang ditata sebagai tegalan, sawah (terutama lebak) di musim
kemarau, dan guludan pada sistem surjan. Tanaman Singkong, cukup baik
pada lahan gambut tebal, dimana tanaman lainnya belum bisa tumbuh baik
tanpa adanya pemberian bahan amelioran. Tanaman ini bisa mempercepat
pemadatan dan pematangan gambut. Tanaman Ubi jalar, cukup adaptif di
lahan sulfat masam tanpa pengapuran. Khusus untuk Singkong, karena
umurnya yang relatif lama (7 - 12 bulan), umumnya hanya ditanam di lahan
tegalan atau guludan surjan sehingga tidak ada resiko tergenang pada waktu
musim hujan.
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah selain bertujuan agar tanah menjadi gembur sehingga
aerasinya menjadi lebih baik juga dimaksudkan untuk membersihkan lahan
dari rumput-rumput, kayu dan tunggul. Jika akan dilakukan pengapuran
secara tebar, pengolahan tanah juga dimaksudkan untuk mencampur kapur
agar rata keseluruh lapisan olah. Untuk itu, penebaran kapur dilakukan
sebelum pengolahan tanah dimulai.
Cara pengolahan tanahnya, tergantung pada jenis tanah dan kondisi lahannya
yaitu:
1. Tanah aluvial diolah sedalam kurang lebih 20 cm secara mekanis dengan
menggunakan traktor atau secara manual dengan menggunakan cangkul.
Setelah diolah, jika terdapat bongkahan-bongkahan tanah perlu
dihancurkan dahulu kemudian diratakan;
2. Tanah gambut diolah dalam kondisi lembab/berair dengan mencacahnya
menggunakan cangkul sedalam kurang lebih 10 cm tanpa pembalikan
tanah. Jika gambutnya belum matang, setelah diolah lalu dipadatkan
dengan alat pemadat gambut;
3. Tanah bergambut diolah dengan mencampur lapisan gambut dengan
tanah aluvial di bawahnya;
4. Pada tanah yang mengandung pirit pengolahan tanah tidak boleh terlalu
dalam, jangan sampai lapisan pirit terbongkar.
Jika tanahnya masih gembur, belum ditumbuhi gulma dan tidak dilakukan
pengapuran dengan cara tebar, palawija bisa juga langsung ditanam pada
lahan bekas tanaman Padi atau palawija tanpa olah tanah. Hal ini karena
umumnya lahan rawa/gambut memiliki  tekstur yang relatif remah/gembur.
Khusus Ubi jalar yang ditanam di lahan tegalan, perlu dibuat guludan-guludan
untuk setiap barisan tanaman karena tanaman ini peka terhadap genangan
air. Ketinggian guludan antara 25 - 30 cm.
Penanaman
Waktu dan Pola Tanam
Pada dasarnya, palawija bisa ditanam kapan saja, asal diperkirakan tidak
akan kebanjiran atau kekeringan. Banyaknya bertanam dalam setahun,
tergantung dari ketersediaan air. Khusus untuk kedelai, sebaiknya tidak
ditanam secara besar-besaran menjelang musim hujan jika tidak ada fasilitas
pengering buatan. Hal ini karena biasanya akan mengalami kesulitan dalam
pengeringan sehingga hasilnya akan membusuk.
Pada lahan guludan surjan, palawija dapat ditanam sepanjang tahun. Pada
lahan tegalan yang sepanjang tahun tidak terluapi air, palawija ditanam pada
awal musim hujan atau pada akhir musim hujan setelah panen Padi gogo.
Karena postur tanamannya yang tinggi, Jagung dan Singkong bisa ditanam
secara monokultur atau tumpangsari dengan Padi gogo, Kacang tanah, atau
Kedelai. Waktu tanam tumpangsari dapat dilakukan dalam waktu yang
sama, tetapi waktu panennya biasanya berbeda tergantung dari umur
tanaman.
Jagung juga bisa ditanam dengan sistem tumpang gilir dengan tanaman
lainnya. Biasanya ini dilakukan untuk menghemat waktu dan memanfaatkan
ketersediaan air. Misalnya, Jagung ditanam terlebih dahulu. Satu bulan
menjelang panen Jagung, Kacang tanah atau Kedelai dapat ditanam diantara
barisan tanaman Jagung.
Cara Tanam
Penanaman Kacang tanah, Kedelai dan Jagung dilakukan secara langsung
dengan menggunakan tugal atau alat tanam mekanis. Jarak tanam dan
jumlah benih yang ditanam bisa dilihat dalam Tabel 28. Jarak tanam Kedelai
20 x 20 cm atau 15 x 40 cm dengan jumlah tanaman yang dibiarkan tumbuh
2 tanaman/lubang. Jarak tanam Kacang tanah 15 x 30 cm atau 20 x 20 cm
dengan 2 tanaman/lubang. Sedangkan jarak tanam Jagung diatur
berdasarkan umur panennya. Jagung berumur panjang (>100 hari)
menggunakan jarak tanam 40 x 100 cm dengan 2 tanaman/lubang, jagung
berumur sedang (80 - 100 hari) menggunakan jarak tanam 25 x 75 cm dengan
jumlah 1 tanaman/lubang, dan Jagung berumur pendek (<80 hari)
menggunakan jarak tanam 20 x 50 cm dengan 1 tanaman/lubang.
Benih biasanya dicampur terlebih dahulu dengan fungisida seperti Ridomil
untuk mencegah serangan penyakit yang dibawa oleh benih. Di lokasi yang
belum pernah ditanami Kedelai atau Kacang tanah, penanaman tanaman
ini harus menggunakan Rhizobium sebanyak 15 gram/ha. Caranya, benih
dibasahi terlebih dahulu, lalu dicampur dengan bahan ini  kemudian
ditanam.
Jagung yang ditumpangsari dengan Padi gogo, Kacang tanah, atau Kedelai
bisa menggunakan jarak antar barisan 5 - 6 kali jarak barisan tanaman
tumpangsari. Sedang jarak dalam barisan dan jumlah benih per lubangnya
sama dengan aturan ini  diatas. Ini berarti bahwa setiap kelipatan 5 -
6 barisan tanaman Padi gogo/Kacang tanah/kedelai, akan terdapat satu
barisan tanaman Jagung.
Singkong dan Ubi jalar ditanam dengan cara stek batang. Stek Singkong
harus segera ditanam setelah dipotong-potong sepanjang 25 - 30 cm.
Penanaman dilakukan dengan cara menancapkan stek sedalam 10 cm
secara tegak lurus pada lahan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Jarak
tanam bervariasi antara 100 x 100 cm
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang perlu dilaksanakan adalah penjarangan dan penyulaman,
penggunaan bahan amelioran, pengendalian hama dan penyakit, pengaturan
air, pengendalian gulma, dan pembumbunan. Pendangiran tidak perlu
dilakukan karena lahan gambut umumnya sudah gembur.
Penyulaman dan Penjarangan
Penyulaman dan penjarangan dilakukan pada umur satu minggu. Apabila
jumlah tanaman per lubang melebihi dari yang dikehendaki, harus dikurangi.
Caranya dengan memotong tanaman yang pertumbuhannya terlihat kurang
baik. Sebaliknya apabila jumlah tanaman perlubang kurang dari yang
seharusnya, harus disulam, tetapi hal ini jarang dilakukan.
Pengendalian Gulma dan Pembubunan
Pengendalian gulma dilakukan setiap dua minggu dengan cara mencabut
gulma dengan menggunakan tangan, koret, atau cangkul. Pembubunan
dilakukan biasanya pada tanaman Jagung untuk mencegah kerebahan.
Pembumbunan pada tanaman Singkong dimaksudkan untuk menutup
perakaran yang muncul ke permukaan tanah. Pembumbunan dilakukan
dengan sedikit meninggikan bagian barisan tanaman dengan menggunakan
tanah.
Tanaman Ubi jalar memerlukan perawatan tambahan berupa pembalikan
batang. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terbentuknya umbi di
sepanjang batang kerena batangnya menjalar dan sebagian besar menempel
di permukaan tanah. Akar dan umbi yang dibiarkan tumbuh hanya yang
terbentuk pada buku-buku batang yang terpendam dalam tanah. Pembalikan
batang dilakukan tiga minggu setelah tanam dan selanjutnya setiap dua
minggu sekali. Caranya dengan mengangkat batang yang menjalar dan
membalikkannya agar tidak terbentuk akar.
Penggunaan Bahan Amelioran dan Pemupukan
Amelioran sering digunakan untuk tanaman palawija Jagung, Kedelai dan
Kacang tanah. Sedangkan Singkong dan Ubi jalar umumnya tidak
menggunakan bahan ini . Amelioran yang digunakan biasanya kapur,
ditambah dengan pupuk kandang, kompos, abu, atau tanah liat. Pada
penanaman tahap pertama, biasanya jumlah kapur yang digunakan antara
3 - 5 ton/ha dan diberikan dengan cara ditebar. Pada pertanaman ke dua
dan seterusnya, untuk menghemat biaya, biasanya menggunakan kapur
0,2 - 0,5 ton/ha yang diberikan pada larikan tanaman.
Pada lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 1 m, selain kapur juga
digunakan bahan amelioran lain seperti tanah mineral, abu, dan atau pupuk
kandang. Tanah mineral umumnya digunakan dengan cara ditebar dengan
dosis cukup tinggi yaitu 50 - 100 m3
/ha. Jika ini dinilai mahal dan sulit,
maka amelioran yang digunakan cukup abu dapur, pupuk kandang, dan
kompos. Pemberian amelioran dapat dilakukan dengan ditebar pada lubang
yang dibuat pada larikan tanaman pada waktu tanam, bersamaan dengan
pemberian kapur dan pupuk dasar.
Pupuk buatan yang diberikan terdiri atas pupuk Urea, TSP, dan KCl dengan
dosis sesuai anjuran Dinas Pertanian setempat atau dapat pula mengacu
pada Tabel 29 sebagai pedoman. Pada tanaman Kedelai dan Kacang tanah,
TSP biasanya diberikan sekaligus pada saat tanam. Namun Urea dan KCl
diberikan dua kali yaitu ½ bagian pada saat tanam dan sisanya pada umur
3 minggu setelah tanam atau bersamaan dengan pembuatan guludan dan
penyiangan. Pupuk-pupuk ini  diberikan dengan cara dimasukkan ke
dalam lubang memanjang (larikan) yang dibuat sejajar dengan barisan
tanaman. Setelah pupuk dimasukkan, lalu tanah ditutup dan dipadatkan.
Pada tanaman Jagung, Urea dan KCl diberikan tiga kali, yaitu 1/3 bagian
pada saat tanam, 1/3 bagian pada saat umur satu bulan dan 1/3 bagian
pada saat umur 45 hari. Pupuk untuk tanaman Jagung sebaiknya ditempatkan
pada lubang yang dibuat dengan menggunakan tugal pada jarak 7 - 15 cm
dari lubang tanaman.
Pada lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 1 meter, pemberian pupuk
mikro saat tanam sangat dianjurkan. Pupuk mikro yang sering digunakan
antara lain CuSO4 (terusi) dan ZnSO4
 sebanyak masing-masing 2,5 - 7,5
kg/ha yang diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar. Semakin
kurang subur (biasanya semakin mentah dan tebal gambut), kebutuhan
pupuk mikro semakin banyak.
Tanaman Singkong dan Ubi jalar biasanya tidak dipupuk oleh petani, padahal
kedua jenis tanaman ini termasuk rakus unsur hara. Untuk memperoleh
produksi yang baik dari kedua jenis tanaman ini dan mempertahankan
kesuburan tanah, maka pemupukan perlu dilakukan.
Pengaturan Air
Pada dasarnya, palawija dan hortikultura semusim, terutama Singkong, Ubi
jalar dan Kacang tanah tidak menyukai lahan yang tergenang dan becek.
Namun demikian, tanaman ini tetap memerlukan air bagi pertumbuhannya,
terutama pada masa mudanya. Pada masa pertumbuhan hingga 2 minggu
sebelum panen, tanaman menghendaki tanah yang lembab tetapi tidak
tergenang. Kurang lebih 10 hari sebelum panen, tanah pada pertanaman
Jagung, Kedelai, dan Kacang tanah sebaiknya dalam keadaan kering. Namun,
lahan sulfat masam dan gambut menuntut kondisi yang selalu lembab. Oleh
sebab itu, air tanah tetap dipertahankan pada kedalaman sebagaimana
tercantum pada uraian dalam Bab 5.
Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah pengecekkan terhadap kondisi
saluran tersier beserta pintu-pintunya dan saluran kuarter. Jika ada kerusakan
harus diperbaiki.
Tahap selanjutnya, pembuatan saluran cacing yang dilakukan setelah
pengolahan tanah dengan jarak antara saluran 6 - 12 m. Ukuran dan posisi
saluran ini secara terperinci bisa dilihat pada Bab 5. Selama pertumbuhan
tanaman, saluran kuarter dan cacing juga harus diperbaiki/dipelihara karena
sering mengalami pendangkalan. Perbaikan ini biasanya dilakukan sekaligus
bersamaan dengan kegiatan penyiangan, pemupukan lanjutan, atau
pembubunan.
Pengaturan air dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pada waktu air berlebihan, pintu drainase dibuka ke luar. Jika pasokan
air masih berlebihan, pintu irigasi ditutup;
2. Pada waktu musim kemarau atau kekurangan air, pintu saluran irigasi
tersier dibuka dan drainase ditutup. Jika pintu-pintu air tidak ada, saluran
drainase ditutup atau ditabat menjelang musim kemarau.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman palawija sangat banyak
dan umumnya berbeda untuk setiap jenis tanaman. Hama penting yang
sering dikeluhkan antara lain adalah Tikus, Babi, Ulat, Kutu, dan serangga
penggerek batang/polong/umbi. Sedangkan penyakit yang sering menyerang
antara lain bulai pada Jagung, Karat daun, Bercak daun, Busuk batang,
Kerdil, dan Hawar bakteri. Selain pengendalian secara khusus, secara umum
hama dan penyakit ini  dikendalikan secara terpadu (lihat Bab 8).
Tikus menyerang hampir seluruh jenis palawija. Cara pengendaliannya
dengan sistem terpadu seperti pada pertanaman padi (lihat Bab 8).
Babi sangat sulit dikendalikan. Hama ini banyak menyerang Singkong, Ubi
jalar dan Jagung. Biasanya petani menggunakan berbagai cara untuk
mengatasinya, antara lain:
1) Memagari lahan dengan tanaman berduri seperti Salak jantan, Secang,
atau tanaman berkayu seperti Gliricide;
2) Membangun kolam di sekeliling lahan agar Babi tidak dapat menyeberang
ke lahan yang ditanami;
3) Melakukan gropyokan dan pemburuan dengan bantuan anjing pemburu;
4) Memasang perangkap berupa jaring atau lubang yang ditutupi dedaunan;
5) Memasang umpan beracun di tempat-tempat yang strategis.
9.2 Budidaya Sayuran dan Buah Semusim
Lahan gambut yang relatif dekat dengan perkotaan atau yang akesnya baik,
banyak dikelola petani untuk budidaya sayuran dan buah semusim. Produk
hortikultura ini memiliki nilai ekonomi yang cukup baik tetapi sifatnya yang
mudah rusak dan tidak tahan simpan menuntut pemasaran yang cepat. Oleh
sebab itu, hanya lokasi yang aksesnya baik yang sesuai untuk budidaya
sayuran dan buah semusim dalam jumlah banyak.
Jenis dan Varietas
Hampir semua hortikultura semusim dataran rendah dapat dibudidayakan di
lahan gambut. Sayuran yang banyak diusahakan petani antara lain Kacang
panjang, Cabe, Timun, Pare, Labu, Tomat, Bawang daun, Bawang merah,
Petsai, Caisin, Semangka, Nenas, dan Melon.
Tomat biasanya sesuai untuk dataran tinggi. Namun dengan menggunakan
varietas yang tepat, bisa berproduksi baik di dataran rendah. Semangka dan
Melon biasanya dipasarkan untuk dikonsumsi dalam keadaan segar.
Sedangkan Nenas dapat dipasarkan dalam keadaan segar atau sebagai bahan
baku industri minuman dan makanan seperti selai, dodol dan keripik.
Varietas sayuran yang diproduksi khusus untuk lahan rawa memang belum
tersedia, tetapi dapat dipilih varietas yang sesuai untuk dataran rendah atau
varietas lokal. Tabel 30 menyajikan beberapa varietas sayuran dan buah
semusim yang sesuai untuk dataran rendah.
Penyiapan Benih dan Bibit
Sayuran diperbanyak secara generatif melalui benih. Untuk penanaman
tahap pertama, benih dan bibit harus diambil dari sumber benih/bibit yang
benar-benar dapat dipercaya seperti PT Pertani, Dinas Pertanian setempat,
penangkar benih atau toko-toko pertanian yang terpercaya supaya mutu
dan varietasnya betul-betul terjamin. Bibit/benih yang berkualitas biasanya
dijual dengan disertai label/setifikat yang dikeluarkan oleh Balai Sertifikasi
Benih.
Untuk tahap selanjutnya, benih bisa digunakan dari pertanaman sendiri hingga
3-4 kali musim tanam. Benih dari pertanaman sendiri, harus memenuhi syarat:
2) Benih dipanen setelah buah matang fisiologis;
3) Diambil dari tanaman yang sehat, berproduksi tinggi, tumbuh seragam;
4) Benih harus bernas, tidak keriput, mengkilap, tidak luka; bersih dari
kotoran, hama penyakit, dan gulma; serta berkadar air kurang lebih
11%;
5) Disimpan dalam ruangan berkadar air kurang dari 60%.
Benih sayuran biasanya tidak ditanam langsung tetapi dibibitkan terlebih
dahulu. Sebelum ditanam, benih yang ukurannya besar seperti Timun dan
Semangka dapat dicampur dengan fungisida seperti Ridomil atau Saromil.
Cara penyemaian bibit sebagai berikut: benih ditebar pada bedengan khusus
yang teduh, gembur, dan memiliki  pH tidak kurang dari 5. Akan sangat
baik jika media ini berupa pasir atau abu dengan ketebalan kurang lebih 5
cm, karena perakaran bibit yang tumbuh tidak mudah rusak ketika dipindah.
Setelah benih ditebar, beberapa petani memberikan mulsa berupa potongan
jerami untuk menahan butiran air hujan/siraman dan panas.
Setelah berumur 7 hari, bibit sayuran berukuran kecil seperti Selada dan
Sawi, bisa langsung dipindah ke lapang. Sedangkan bibit sayuran yang
berukuran besar seperti Cabe, Tomat, Terung dan Timun dipindah ke polybag/
plastik/pot/bekas gelas aqua yang sudah diisi media tanam. Ukuran polybag
5-7 x 10 cm. Polybag diisi dengan media campuran yang terdiri atas kompos
atau pupuk kandang dan abu/pasir dengan perbandingan 1 : 1. Bibit ini bisa
dipindahkan ke lapangan setelah berdaun 5-7 helai atau berumur 2-3 minggu.
Jika polybag/plastik/pot ini  tidak tersedia, bisa dibuat secara sederhana
dari daun-daun yang agak kuat seperti daun Kelapa, dan Pisang.
Penyiapan Lahan
Pemilihan Lokasi
Sayuran ditanam pada lahan yang tidak tegenang air yaitu pada lahan yang
ditata dengan sistem tegalan atau pada guludan surjan. Sayuran biasanya
ditanam pada lahan yang dekat dengan jalan darat atau air untuk memudahkan
pengangkutan hasil.
Tanaman dari famili Solanaceae seperti Tomat, Cabe, dan Terong sebaiknya
tidak ditanam di lahan yang baru saja ditanami tanaman dari famili Solan￾aceae, karena tanaman ini sangat peka terhadap serangan penyakit layu
bakteri. Demikian juga, tanaman ini  jangan ditanam pada lahan yang
drainasenya kurang baik karena penyakit layu bakteri mudah berkembang
pada lahan yang tergenang.
Persiapan yang perlu dilakukan adalah pengecekkan terhadap kondisi saluran
tersier beserta pintu-pintunya dan saluran kuarter. Jika ada kerusakan harus
diperbaiki.
Penataan Lahan
Sayuran ditanam dalam guludan surjan atau pada lahan tegalan. Pada
lahan tegalan, sayuran ditanam pada bedengan-bedengan sepanjang 6 -
12 m dengan tinggi 20 - 25 cm. Arahnya tegak lurus saluran cacing.
Bedengan dibuat sesudah pembuatan saluran cacing dan saluran kolektor
(lihat Bab 4).
Lebar bedengan tergantung jenis tanaman. Bedengan sayuran kecil dan
tidak merambat seperti Bawang daun, Caisin, Petsai, Bayam cabut, dan
Selada dibuat selebar 1,2 meter. Khusus Tomat, Cabe, Terung, Melon dan
Semangka, bedengan hanya memuat satu atau dua barisan tanaman saja
sehingga ukuran bedengan menyesuaikan jarak tanamnya. Bedengan
semacam ini sering pula disebut guludan. Pada musim kemarau, penanaman
Cabe dan Tomat disarankan menggunakan mulsa plastik berwarna hitam
yang banyak dijual di pasaran.
Waktu dan Pola Tanam
Sayuran biasanya tidak diusahakan dalam lahan yang luas tetapi
dibudidayakan secara intensif dengan mengatur luas dan pergiliran tanaman
sesuai dengan permintaan pasar. Dengan demikian, tidak ada patokan
waktu dan pola tanam untuk tanaman sayuran.
Setiap petani
biasanya
mengusahakan lebih
dari satu jenis sayuran
seperti Petsai, Caisin,
Bawang daun,
Kangkung, dan
Selada dalam waktu
yang bersamaan.
Tetapi ada pula petani
yang hanya tertarik
untuk mengusahakan
satu jenis tanaman
sayuran. Sayuran yang dipelihara dengan cara seperti ini biasanya Cabe,
Tomat, Labu dan Terung.
Jarak tanam untuk berbagai jenis sayuran dan buah-buahan semusim disajikan
pada Tabel 31.
Cara Tanam
Penanaman dilakukan setelah dilakukan pengolahan tanah. Pembuatan
lubang dilakuan dengan menggunakan tangan atau koret. Pupuk organik
dan pupuk dasar dicampur lalu dimasukkan ke dalam lubang. Benih
dimasukkan ke dalam lubang, ditutup dengan tanah dan pupuk organik, lalu
dipadatkan. Pada musim kemarau, tanaman Cabe dapat diberi mulsa
plastik untuk mencegah kekeringan. Mulsa ini dapat pula mencegah
terlarutnya pupuk karena air hujan. Mulsa dapat digunakan untuk beberapa
kali musim tanam.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang perlu dilaksanakan dalam budidaya sayuran dan buah
semusim adalah penyulaman, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian
gulma, penyiraman dan pemberian lanjaran atau para-para.
Penyulaman dan Pengendalian Gulma
Tanaman yang mati dan tumbuh kurang baik harus segera disulam.
Penyulaman dilakukan paling lambat satu minggu setelah tanam dengan
menggunakan sisa bibit yang ada. Pengendalian gulma dilakukan setiap
dua minggu dengan cara mencabut gulma dengan menggunakan tangan,
koret, atau cangkul.
Pemasangan Lanjaran
Lanjaran atau para-para dibuat khusus untuk tanaman yang lemah dan
menjalar. Tanaman yang tegak tetapi lemah seperti Tomat diberi lanjaran
tunggal setinggi 150-175 cm dengan posisi tegak. Tanaman Timun dan
Melon biasanya diberi lanjaran berbentuk piramid yang ditancapkan untuk
media penjalaran empat tanaman. Sedangkan tanaman merambat yang
daunnya banyak seperti Pare, dibuatkan para-para ( 25). Tanaman
Semangka di lahan kering biasanya tidak dibuatkan lanjaran, tetapi di lahan
gambut perlu diberi lanjaran agar buah tidak mudah busuk. Lanjaran buah
Semangka dibuat pendek atau setinggi 30-40 cm dari permukaan tanah.
Pengaturan Air
Tanaman sayuran tidak tahan tergenang tetapi juga tidak tahan kekeringan.
Kedalaman air tanah yang ideal 40-50 cm. Untuk mengantisipasi kekeringan,
perlu disediakan sumber air tambahan yaitu sumur atau embung/kolam tandon
air di lahan gambut. Penyiraman dilakukan menggunakan gembor.
Ukuran dan posisi saluran untuk pengaturan air secara terperinci bisa dilihat
pada Bab 5. Selama pertumbuhan tanaman, saluran kuarter dan cacing
juga harus diperbaiki/dipelihara karena sering mengalami pendangkalan.
Perbaikan ini biasanya dilakukan sekaligus bersamaan dengan kegiatan
penyiangan dan pemupukan lanjutan.
Penggunaan Bahan Amelioran dan Pemupukan
Amelioran yang sering digunakan untuk tanaman sayuran adalah campuran
kompos, pupuk kandang, dan abu dapur. Kapur dan pupuk mikro dapat
digunakan bersamaan dengan pemberian pupuk organik pada saat tanam.
Amelioran diberikan pada saat tanam sebanyak 25 - 75 gram pertanaman
sesuai dengan kemampuan. Amelioran dimasukkan ke dalam lubang tanam
sebelum benih ditanam. Cabe dan Tomat biasanya menggunakan dosis
100 - 150 gram per tanaman. Dosis yang direkomendasikan per hektar
lahan tanam dapat dilihat dalam Tabel 32. Bahan amelioran dapat dikurangi
apabila lahan sudah sering ditanami sayuran.
Pupuk buatan yang diberikan terdiri atas pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan
dosis sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian setempat atau dapat mengacu
pada Tabel 34 sebagai pedoman. Kapur dapat digunakan sebagai pupuk
dengan dosis 300 - 400 kg/ha yang diberikan dalam barisan tanaman pada
saaat tanam. SP-36 biasanya diberikan sekaligus pada saat tanam. Untuk
sayuran berumur pendek seperti Selada dan Sawi, Urea dan KCl diberikan
dua kali yaitu ½ bagian pada saat tanam dan sisanya pada umur 2 minggu
setelah tanam.
Pupuk mikro CuSO4 dan ZnSO4 sebanyak masing-masing 2,5 - 7,5 kg/ha
dapat diberikan bila ada gejala kekurangan. Pupuk diberikan bersamaan
dengan pemberian pupuk dasar. Semakin kurang subur (biasanya semakin
mentah) gambut, umumnya pemberian pupuk mikro semakin banyak.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan terutama dengan cara mencegah
yaitu menggunakan varietas yang tepat, menjaga kebersihan, dan mencukupi
kebutuhan hara. Lokasi bekas tanaman Tomat atau Terung, dianjurkan untuk
tidak ditanami Cabe secara berturut-turut, demikian pula sebaliknya. Jika
sudah ada gejala serangan hama dan penyakit, segera ditanggulangi.
Tanaman terserang penyakit yang sulit disembuhkan seperti layu bakteri,
agar segera dicabut dan dibakar. Ulat yang menyerang sebaiknya dipungut
dengan tangan. Bila serangan banyak, diutamakan menggunakan insektisida
nabati. Bila terpaksa, baru menggunakan obat kimia (pestisida) yang dijual
di kios-kios pertanian. Namun penggunaan pestisida harus dihentikan 10
hari sebelum panen karena dapat meracuni manusia yang memakan sayuran.
Beberapa jenis tanaman, seperti Seledri, memerlukan naungan untuk
mengurangi panas agar pertumbuhannya optimal. Naungan biasanya terbuat
dari para-para yang diberi daun alang-alang atau daun kelapa. Intensitas
naungan sekitar 30%.
Panen
Panen dilakukan pada umur yang bervariasi. Tanaman sayuran kecil seperti
Salada, Sawi, Caesin, Kangkung cabut, dan Bayam cabut, dilakukan pada
umur 25 - 30 hari dengan cara mencabut seluruh tanaman. Khusus daun
Bawang Kucai, panen dilakukan dengan cara memotong daun hingga di
permukaan tanah. Beberapa hari kemudian, tunas Kucai ini  akan
tumbuh kembali dan dapat dipanen sesudah 30 hari.
Panen cabe, Tomat, Timun, Oyong, Kacang panjang, dan Pare dilakukan
secara bertahap. Hanya buah yang sudah siap petik yang dipanen. Cabe
dan Tomat biasanya dipanen setelah matang dengan tanda-tanda buah
berwarna hijau kemerahan. Sedangkan Timun, Oyong, Terong, dan Pare
dipanen ketika masih muda
Tanaman tahunan atau perenial adalah tanaman yang siklus hidupnya lebih
dari satu tahun dan tidak mati setelah berproduksi. Tanaman tahunan yang
sering dibudidayakan di lahan rawa/gambut diantaranya tanaman perkebunan
seperti Karet, Sawit dan Kelapa; tanaman buah-buahan seperti rambutan,
pisang, dan salak; serta tanaman kehutanan. Yang dikelompokkan sebagai
tanaman kehutanan adalah tanaman yang produksinya biasanya diambil
dari hutan dan tidak dibudidayakan secara intensif. Contoh tanaman dalam
kelompok ini adalah penghasil kayu seperti Ramin dan Sungkai; penghasil
getah seperti Jelutung; penghasil zat pewarna seperti Pinang.
Penanaman tanaman tahunan di lahan gambut biasanya dipilih oleh petani
karena dua hal. Pertama, sebagai tabungan di hari tua karena setelah
menghasilkan, tanaman tahunan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja
dan biaya. Daya tariknya sebagai tabungan di hari tua dipertimbangkan
karena petani menyadari tenaga kerjanya akan menurun dan tidak akan
mampu jika terus-menerus mengusahakan tanaman semusim. Kedua,
resiko kegagalan relatif kecil dibandingkan dengan tanaman semusim.
Keuntungan yang dapat dipetik oleh pemerintah maupun praktisi lingkungan
atas kegiatan budidaya tanaman tahunan adalah berkurangnya pembakaran
lahan yang biasanya dilakukan menjelang tanam tanaman semusim. Dengan
tanaman tahunan, pembukaan lahan hanya dilakukan sekali untuk jangka
waktu yang lama. Selain itu, tanaman tahunan memiliki daya konservasi
yang lebih besar karena tajuknya dapat menutup permukaan tanah sepanjang
tahun dan perakarannya mampu mengikat tanah sehingga erosi dapat
ditekan.
Jenis dan varietas tanaman tahunan harus ditentukan secara hati-hati karena
kalau salah pilih akan rugi waktu, tenaga kerja, dan biaya yang sangat banyak.
Bisa dibayangkan jika kekeliruan ini  baru disadari setelah empat hingga
lima tahun tanaman tumbuh dan dipelihara. Pemilihan jenis tanaman
didasarkan atas pertimbangan teknis dan ekonomis.
Pertimbangan teknis terutama menyangkut kesesuaian lahan, ketersediaan
bibit yang berkualitas, dan kemudahan pemeliharaan. Ketersediaan bibit
dan kemudahan pemeliharaan perlu dipertimbangkan terutama bagi petani
yang kemampuan ekonomi dan lahannya terbatas. Perusahaan besar,
biasanya tidak mengalami kendala dalam mengatasi kedua masalah ini .
Kesesuaian lahan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Jika suatu
jenis tanaman sudah diperkirakan tidak sesuai dengan kondisi lingkungan,
lebih baik tidak dicoba untuk ditanam dalam skala yang luas. Untuk lebih
aman, pilihlah tanaman yang sudah beradaptasi dengan baik pada tipologi
lahan yang ada. Tandanya, tanaman tumbuh dan berproduksi baik di kawasan
sekitarnya atau tumbuh baik pada habitat asli di kawasan ini . Secara
garis besar, hal-hal berikut ini dapat menjadi pedoman:
a. Tanaman yang dibudidayakan secara intensif seperti tanaman perkebunan
(Kelapa sawit, Karet, Cacao/Cokelat, Kopi) dan buah-buahan, hanya
dibudidayakan pada lahan dengan ketebalan gambut kurang dari 2,5 m;
b. Tanaman kehutanan yang telah terbukti beradaptasi baik dengan
lingkungan setempat, dapat dibudidayakan pada lahan gambut dengan
ketebalan kurang dari 3 m. Tanaman seperti ini biasanya tahan keasaman
tinggi dan memiliki perakaran yang mampu mencengkeram tanah
sehingga tidak mudah goyah. Tanda-tanda yang dapat dilihat, antara
lain tumbuh baik di hutan gambut atau sudah banyak dibudidayakan
oleh penduduk dan berhasil dengan baik.
Pertimbangan teknis lainnya adalah ketersediaan bibit. Jika bibit yang
bekualitas baik sulit disediakan, lebih baik tidak mengusahakan tanaman
ini . Bibit yang berkualitas baik merupakan syarat mutlak bagi budidaya
tanaman tahunan yang akan dibudidayakan secara intensif.
Kemudahan pemeliharaan menjadi faktor pertimbangan bagi petani.
Pemeliharaan yang rumit dan tidak dikuasai oleh petani sering menjadi
penyebab kegagalan. Namun upaya peningkatan keterampilan dapat
dilakukan bila faktor-faktor lainnya mendukung.
Pertimbangan ekonomi terutama menekankan pada dua hal yakni besarnya
modal, kemudahan pemasaran, dan keuntungan. Besarnya modal biasanya
menjadi pertimbangan bagi petani kecil yang modalnya terbatas, tetapi jika
pertimbangan ekonomi lainnya mendukung, faktor modal dapat diatasi melalui
pemberian bantuan atau menggunakan pola kemitraan.
Kemudahan pemasaran menjadi syarat utama yang harus dipenuhi. Beberapa
komoditas memerlukan pemasaran yang cepat sehingga aksesibilitas menuju
pabrik pengolahan atau pusat pertumbuhan ekonomi mutlak diperlukan.
Sebagai contoh, Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa sawit harus segera diolah
dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu. Lebih dari satu minggu, buah
akan busuk sehingga rendemennya sangat berkurang. Oleh sebab itu, Kelapa
sawit hanya dapat dibudidayakan pada lokasi yang relatif dekat dengan
pabrik pengolahan Kelapa sawit atau sudah terbukti ada pedagang pengumpul
yang datang ke lokasi.
Keuntungan budidaya tanaman tahunan dihitung dengan menggunakan
metode Internal Rate of Return (IRR). Apabila IRR lebih tinggi dari pada
bunga bank, berarti budidaya menguntungkan. Sebaliknya apabila lebih
rendah, berarti petani akan mengalami kerugian.
10.2 Penyiapan Bibit
Bibit tanaman tahunan dapat dibiakkan sendiri atau dipesan dari penangkar￾penangkar khusus yang telah mendapat ijin dan sertifikasi dari pemerintah.
Tanaman-tanaman tertentu yang akan dibudidayakan secara intensif,
membutuhkan bibit bermutu yang berkualitas baik. Bibit yang baik menjadi
salah satu faktor penting untuk dapat diperolehnya hasil yang baik pula.
Sumber Bibit
Bibit bermutu memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bibit
semacam ini dapat diperoleh di Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan atau
Dinas Kehutanan setempat atau penangkar bibit yang ditunjuk oleh
pemerintah.
Khusus untuk pengadaan benih Kelapa sawit, pemerintah saat ini hanya
memberikan ijin resmi kepada enam penangkar benih kecambah yakni
(1) Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan Sumatera Utara; (2) PT Sucofindo
Medan Sumatera Utara; (3) PT London Sumatera Indonesia (Losum, Medan,
Sumatera Utara); (4) PT Bina Sawit Makmur, Palembang Sumatera Selatan;
(5) PT Tunggal Yunus Estate, Pekanbaru Riau; dan (6) PT Damai Mas
Sejahtera, Pekanbaru Riau.
Varietas
Tanaman perkebunan dan buah-buahan yang akan dibudidayakan secara
intensif sebaiknya menggunakan varietas unggul yang direkomendasikan
oleh pemerintah. Varietas unggul untuk beberapa jenis tanaman 
Bibit tanaman kehutanan yang dibudidayakan biasanya diambil dari jenis
yang telah beradaptasi baik di kawasan setempat. Oleh sebab itu, varietas
biasanya tidak ditentukan karena benih atau bahan bibit seperti stek diambil
dari hutan.
Pembibitan
Bibit dapat dibuat sendiri, tetapi untuk beberapa jenis tanaman seperti Kelapa
sawit, bahan pembibitannya harus diperoleh dari intansi yang ditunjuk oleh
pemerintah. Khusus tanaman kehutanan, bahan pembibitan (benih, stek,
atau anakan) dapat diperoleh langsung dari hutan. Untuk memperoleh hasil
yang baik, sebaiknya dipilih dari pohon induk yang sehat dan memiliki 
penampilan fisik yang baik. Jika dimungkinkan untuk diketahui, sedapat
mungkin dari pohon yang berproduksi tinggi (catatan: untuk memperoleh
informasi lebih rinci tentang tehnik mempersiapakan bibit/benih tanaman
kehutanan di lahan gambut 
Proses pembuatan bibit dapat dibagi menjadi tiga yaitu: (1) perbanyakan
secara generatif melalui pesemaian benih/biji; (2) perbanyakan secara
vegetatif atau tidak dengan biji, yaitu melalui cangkok, stek, anakan, dan
okulasi; serta (3) perbanyakan melalui kultur jaringan. Masing-masing jenis
bibit ini  memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi tidak semua cocok
diterapkan bagi semua jenis tanaman. Beberapa jenis tanaman lazim
dibiakkan melalui bibit semai benih/biji, yang lainnya okulasi, dan lainnya
lagi melalui kultur jaringan ,Tanaman kehutanan biasanya dibiakkan
melalui pemindahan anakan yang tumbuh secara alami di hutan atau melalui
stek batang.
Bibit semai adalah bibit yang diperoleh dengan cara menyemaikan benih/biji.
Kelapa sawit, Salak dan Jelutung umumnya dibiakkan melalui cara ini. Benih
dipilih yang telah masak fisiologis dengan tanda-tanda yang bervariasi. Benih
dari hutan biasanya dipilih yang telah jatuh dari pohonnya, tetapi belum
membusuk. Benih yang ringan seperti Pulai dan Jelutung, pengambilan
buahnya harus dilakukan sebelum buah merekah agar biji tidak berhamburan
. Benih Kelapa sawit biasanya
dipesan dari penangkar dalam bentuk kecambah.
Pembibitan dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap penyemaian (pre nur￾sery) dan tahap main nursery (atau tahap pembibitan utama atau tahap
penyapihan). Tahap penyemaian dapat dilakukan dalam polybag kecil
(berukuran 6 cm x 12 cm) atau kotak semai terbuat dari kayu berukuran 1
m x 1 m setinggi 20 cm. Polybag atau kotak diisi media penyemaian,
biasanya terdiri atas pasir atau campuran dari gambut, pupuk organik, lumpur,
dan abu/arang. Polybag biasanya diberi lubang pada bagian bawah dan
samping sebagai jalan keluarnya air bila berlebihan. Tempat penyemaian
ini  diletakkan pada bedengan yang diberi naungan atap rumbia. Benih
tanaman tertentu seperti Kelapa sawit harus disemaikan segera setelah
diterima karena sudah dalam bentuk kecambah. Jika terlalu lama, kecambah
akan mudah patah, kering, atau membusuk.
Pembibitan utama (main nursery/penyapihan) dilakukan sesudah benih
semaian memiliki 2 - 3 pasang daun. Lamanya bibit di persemaian bervariasi
tergantung jenis tanaman. Pada tahap ini, semaian dipindah ke polybag
besar berukuran 30 cm x 40 cm atau 40 cm x 50 cm. Media tanam terdiri
atas gambut, pupuk organik, lumpur, dan tanah mineral (bila ada). Selama
kurang lebih satu-dua bulan, polybag ditempatkan di tempat yang diberi
naungan. Secara perlahan intensitas naungan dikurangi. Setelah itu, bibit
dapat dipindah ke tempat yang panas agar beradaptasi dengan alam.
Pemeliharaan, biasanya terdiri atas penyiraman dan penyemprotan dengan
anti hama jika tanaman terserang hama/penyakit. Biasanya, bibit sudah
dapat dipindah ke areal pertanaman sesudah 7 - 10 bulan sejak di Pembibitan
utama/Main Nursery tergantung dari jenis tanaman.
Membuat Bibit Stek
Bibit stek adalah bibit yang dibuat dengan cara menyemaikan bagian dari
ranting/cabang tanaman. Bahan stek dapat berupa ranting yang kulitnya
sudah berwarna coklat (disebut stek batang), atau dapat pula berupa pucuk
yang kulitnya masih berwarna hijau (disebut sebagai stek pucuk). Bahan
stek dapat diperoleh dari hutan atau pohon induk yang dipelihara khusus.
Stek batang dipilih dari ranting atau cabang yang sehat, tumbuh tegak,
lurus, dan berdiameter 1 - 1,5 cm. Cabang ini  lalu dipotong dengan
pisau tajam yang steril, dengan ukuran 15 - 20 cm. Bagian ujungnya dibuat
lancip, lalu dicelumpkan pada larutan hormon pertumbuhan seperti Benzyl
Adenin (BA). Selanjutnya, stek siap disemaikan di polybag kecil atau kotak
semai. Media tumbuh dan pemeliharaan selanjutnya, sama dengan
pembuatan bibit semai dari biji.
Stek pucuk dipilih dari pucuk anakan yang tumbuh alami di hutan atau pohon
induk yang sering dipangkas. Dipilih pucuk yang mengahadap ke atas, dan
memiliki 5 - 6 daun. Daun bagian bawah dikurangi hingga tersisa 3 - 4 daun.
Lembaran daun yang tersisa dipotong hingga 1/3 - 1/2 bagian untuk
mengurangi penguapan. Ujung tangkai pucuk bagian bawah, dibuat lancip,
lalu dicelupkan ke dalam larutan hormon pertumbuhan (misal: Rootone-F)
dan disemaikan dalam polybag kecil atau kotak semai.
Membuat Bibit Okulasi dan Sambung
Bibit okulasi diperoleh dengan cara menempelkan mata tunas pada batang
bibit semai, yaitu dengan menyambung pucuk tanaman pada batang bibit
semai. Mata tunas dan pucuk yang akan tumbuh menjadi batang atas,
berasal dari varietas yang berproduksi tinggi. Bibit semai yang akan menjadi
batang bawah, berasal dari varietas yang sifat perakarannya cukup baik.
Jenis tanaman yang dibiakkan melalui cara ini antara lain karet dan tanaman
buah-buahan terutama Durian.
Cara membuat bibit okulasi sebagai berikut:
1) Siapkan bibit semai di polybag kecil, sebagai batang bawah. Gunakan
tanaman yang berumur 1 - 1,5 tahun dan berdiameter batang 1,5 - 2,0
cm;
2) Siapkan juga mata entres dari induk tanaman yang unggul selebar 2 - 3
cm (entres adalah kulit tanaman yang bermata tunas untuk bahan
okulasi);
3) Batang bawah disayat melintang kemudian dikelupas sepanjang kira￾kira 2 - 3 cm dan dipotong 2/3 bagiannya;
4) Selanjutnya mata entres ditempelkan/diselipkan dibelakang lidah kulit
batang bawah dengan rapi kemudian diikat dengan pita pengikat (tali
rafia). Tetapi sebelum ditempel mata entres dicelupkan kedalam cairan
perangsang zat tumbuh (BA);
5) Kira-kira 2 - 3 minggu setelah penempelan, tali pengikat dilepas.
Keberhasilan okulasi diperlihatkan dengan kesegaran (berwarna hijau)
mata entres. Selanjutnya batang bawah dipotong kira-kira 15 - 20 cm
di atas bidang tempelan.
Supaya bibit tempelan ini tidak kering sebaiknya ditempatkan dan dipelihara
di tempat yang terlindung dari terik sinar matahari dan hujan dengan
memberinya naungan. Naungan ini  dikurangi secara bertahap sesudah
tunas tumbuh menjadi daun. Bibit baru dapat dipindah ke lapang setelah
tunas tumbuh kira-kira 25 - 50 cm atau telah berumur 8 bulan hingga 1,5
tahun.
Membuat Bibit Anakan
Anakan biasanya tumbuh secara alami di sekitar pohon induknya. Ada dua
jenis anakan. Pertama anakan yang tumbuh dari akar induknya. Kedua
anakan yang tumbuh dari benih yang jatuh di sekitar pohon. Dalam
pemindahan anakan, yang harus diperhatikan adalah: (1) seleksi bibit;
(2) waktu; dan (3) cara memindahkan bibit. Umur bibit yang dipindahkan
tidak boleh masih terlalu muda karena akan mempengaruhi pertumbuhan.
Anakan ini  perlu diseleksi, anakan yang tumbuh sehat dan kekar dipilih
sedangkan yang tidak sehat dibiarkan
Pemindahan anakan sebaiknya dilakukan pada musim hujan. Kalaupun
terpaksa pada musim kemarau harus ada jaminan dapat disiram setelah
dipindahkan. Waktu pemindahan bibit dilakukan sore atau pagi hari untuk
mengurangi penguapan.
Pemindahan dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
1) Anakan yang keluar dari perakaran induknya perlu disapih terlebih dahulu
sebelum dicabut. Caranya dengan memotong akar yang menghubungkan
bibit dengan induknya. Sesudah dua minggu, baru dipindah;
2) Pemindahan anakan dilakukan dengan cara menggali tanah yang
membungkus perakaran anakan. Kemudian tanah diangkat dengan
cara diputar dan dimasukkan ke dalam polybag;
3) Anakan dalam polybag dipelihara di tempat yang teduh dan disiram
bila tidak ada hujan Secara bertahap, naungan dapat dikurangi dan
setelah Beberapa minggu atau bulan, dapat dipindah ke lapang.
Penyiapan Lahan
Pembukaan lahan dilakukan dengan metode Pembukaan Lahan Tanpa Bakar
(PLTB). Sejak tahun 1995, pembukaan lahan dengan cara bakar dilarang
oleh pemerintah melalui SK Dirjen Perkebunan No 38 tahun 1995 tentang
pelarangan membakar hutan. Pembukaan lahan gambut dengan cara bakar
jauh lebih berbahaya dibandingkan pembukaan lahan dengan cara bakar
pada lahan biasa. Hal ini karena gambut merupakan bahan bakar dan dapat
menyimpan bara di dalam tanah dalam waktu yang lama, sehingga api lebih
sulit dipadamkan dan dapat menyebar pada areal yang sangat luas tanpa
disadari oleh pembakar.
Pembukaan Lahan
Pembukaan “lahan gambut baru” untuk kegiatan pertanian sebaiknya tidak
dianjurkan, terutama jika lahan ini  masih memiliki tajukan yang utuh
(hutan primer atau sekunder) dan/atau memiliki ketebalan gambut yang
sangat dalam (>3 m). Sebelum pembukaan “lahan gambut baru” dilakukan,
sangat dianjurkan untuk mengidentifikasi lahan-lahan lain, terutama pada
lahan mineral dan gambut yang telah dibuka tapi ketebalannya kurang dari
3 meter, untuk kegiatan budidaya pertanian dan/atau perkebunan. Jika karena
pertimbangan-pertimbangan tertentu, kegiatan pembukaan lahan baru harus
dilakukan, maka pelaksanakan disarankan mengikuti tahapan sebagai berikut:
1) Tahap pengimasan yaitu pemotongan dan penebasan semak dan pohon
berdiameter kurang dari 10 cm. Pemotongan dengan menggunakan
parang dan kampak, dilakukan rata dengan permukaan tanah agar tidak
menghalangi pengangkutan kayu;
2) Tahap penumbangan yaitu penebangan tumbuhan kayu berdiameter
lebih dari 10 cm dengan menggunakan mesin pemotong atau chainsaw.
Penumbangan pohon dilakukan secara sejajar agar kayu tidak saling
tumpang tindih. Tunggul yang disisakan berkisar antara 50 - 75 cm
tergantung dari besarnya pohon. Semakin besar, biasanya tunggul
yang tersisa semakin tinggi tetapi tidak melebihi 75 cm;
3) Tahap pemotongan kayu yaitu pemotongan kayu hingga berukuran 6
m. Pada tahap ini, cabang dan ranting dilepaskan dari batang utamanya;
4) Tahap pengumpulan kayu, ranting dan dedaunan di suatu tempat yang
ditentukan. Pengumpulan pada areal yang luas dapat menggunakan
buldoser, tetapi pada beberapa kasus terutama di musim hujan akan
mengalami kendala mengingat daya tumpu tanah gambut yang tidak
kuat menahan beban yang berat. Jika ini terjadi satu-satunya jalan
menggunakan tenaga kerja manusia. Kayu diangkut ke luar lokasi
untuk dijual, sedangkan ranting-ranting kecil dan dedaunan yang tersisa
dikumpulkan di suatu tempat atau dapat dijadikan kompos atau bahan
bakar;
5) Tahap pengumpulan serasah (ranting dan dedaunan) dapat dilakukan
dengan menggunakan tiga metode yaitu:
a) Serasah dikumpulkan di suatu tempat yang paling rendah, kemudian
dipotong kecil-kecil dan ditimbun;
b) Serasah dipotong kecil-kecil lalu ditimbun di jalur-jalur yang
dibuat sejajar dengan calon barisan tanaman;
c) Serasah ditimbun di suatu tempat yang dikelilingi parit berair
kemudian dibakar setelah kering. Proses pembakaran dilakukan
pada pagi hari dan pada saat angin tidak kencang. Selama proses
pembakaran, harus diawasi agar api tidak meluas ke luar dari tempat
pembakaran. Namun lebih disarankan agar serasah ini dijadikan
kompos atau bokasi daripada dibakar.
Pembangunan Saluran Irigasi Dan Drainase
Beberapa jenis tanaman seperti Kelapa sawit, Coklat dan Kopi tidak tahan
terhadap genangan dan kekeringan. Oleh sebab itu, kedalaman air di lahan
harus dijaga sesuai dengan kebutuhannya (lihat Bab 5). Bangunan-bangunan
saluran yang dibangun disesuaikan dengan luas areal pertanaman. Hal
penting yang harus diperhatikan adalah perencanaan harus cermat, porositas
gambut diperhitungkan, perbedaan ketinggian luapan air di musim hujan
dan di musim kemarau diperhatikan, dan pintu-pintu air harus disediakan.
Penanaman Tanaman Penutup Tanah Dan Pelindung
Penanaman tanaman penutup tanah diperlukan, terutama pada: pertanaman
monokultur, tanaman yang belum dewasa, dan lahan yang sudah dibuka
tetapi tidak segera ditanami. Apabila tanaman utama sudah ditanam,
tanaman penutup hanya boleh ditanam di luar daerah perakaran atau piringan
tanaman. Beberapa jenis tanaman penutup tanah yang sering digunakan
adalah Kacang asu (Calopogonium muconoides), Vigna (Vigna hesei), dan
Indigofera (Indigofera hendecaphila) (Najiyati dan Danarti, 2004).
Selain tanaman pentutup tanah, beberapa jenis tanaman seperti kopi dan
coklat memerlukan tanaman pelindung yang sudah harus tumbuh sebelum
tanaman utama ditanam. Jenis tanaman pelindung yang sering digunakan
antara lain Dadap (Erythrina lithosperma), Lamtoro (Leucaena glauca sp),
Sengon laut (Albazia falcata), dan Gliricide (Gliricideae sp). Tanaman
pelindung ini, terutama Gliricide dan Lamtoro sering pula dimanfaatkan sebagai
tanaman pagar.
Tanaman penutup tanah dan pelindung memiliki fungsi sebagai berikut ,
1) Mencegah erosi dan mempertahankan kelembaban tanah di musim
kemarau;
2) Mencegah tumbuhnya gulma;
3) Hasil pangkasannya dapat digunakan sebagai makanan ternak dan bahan
pembuatan kompos/bokasi;
4) Beberapa jenis tanaman penutup tanah dan pelindung memiliki bintil
akar yang dapat menyuburkan tanah;
5) Kanopi/tajuk tanaman pelindung dapat mengurangi pencahayaan
matahari sehingga sesuai dengan kebutuhan tanaman utama;
6) Kanopi tanaman pelidung dapat menahan angin sehingga melindungi
kerusakan tajuk tanaman utama;
7) Kanopi tanaman pelindung dapat mengurangi hempasan angin dan air
hujan yang dapat merusak bibit tanaman utama di bawahnya.
Penanaman
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam tahap penanaman antara lain sistem
penataan lahan dan sistem pertanaman, jarak tanam dan cara penanaman.
Penataan Lahan dan Sistem Pertanaman
Tanaman tahunan dapat ditanam pada guludan surjan atau pada lahan yang
ditata sebagai tegalan. Jenis yang ditanam pada guludan surjan biasanya
yang perakarannya tahan terhadap air tanah dangkal seperti jeruk, pisang,
dan kelapa.
Tanaman tahunan dapat dibudidayakan dengan sistem monokultur, sistem
wanatani, atau tumpangsari dengan tanaman lainnya. Sistem wanatani
dipilih biasanya bersifat sementara agar petani dapat memperoleh hasil dari
tanaman semusim sebelum tanaman tahunan ini  berproduksi.
Tumpangsari dengan jenis tanaman tahunan lainnya jarang dilakukan, tetapi
jika diterapkan sebaiknya dipilih yang bentuk tajuknya berbeda. Di Malay￾sia, Kelapa sawit berhasil ditumpangsarikan dengan tanaman Jati super.
Pengaturan jarak tanam sangat diperlukan agar persaingan dalam
memperoleh cahaya matahari tidak menjadi kendala bagi pertumbuhan
masing-masing tanaman.
Pengaturan Jarak Tanam
Tanaman tahunan di pekarangan umumnya ditanam secara tumpang sari
dengan tanaman lainnya dengan jarak yang tidak teratur. Ketidakteraturan
jarak akan mengakibatkan produksi tanaman berkurang, karena adanya
persaingan dalam pengambilan zat hara dan sinar matahari. Oleh karena
itu, tanaman yang akan dibudidayakan secara intensif harus ditanam secara
teratur. Pengaturan jarak tanam dimaksdukan untuk pemerataan distribusi
sinar matahari, air, dan unsur hara, serta mempermudah pemeliharaan.
Sebagai pedoman dalam penentukan jarak tanam adalah tajuk pohon yang
satu dengan yang lainnya tidak saling bersentuhan. Dengan demikian, sinar
matahari dapat
terdistribusi secara
baik dan akan-akar
pohon tidak saling
bertautan. Akar-akar
pohon biasanya
tumbuh tidak
melampui batas
lingkaran tajuk atau
kanopinya. 
dapat digunakan
sebagai pedoman
penanaman secara monokultur. Penanaman secara monokultur biasanya
menggunakan pola zig-zag atau segitiga sama sisi agar distribusi sinar
matahari lebih merata 
Untuk pertanaman tumpangsari dengan sistem wanatani antara tanaman
tahunan dengan tanaman tahunan, penanamannya dilakukan dengan
memperhatikan postur tanaman ( ). Jarak tanam dalam barisan
sesuai dengan jarak tanam pola monokultur, tetapi jarak tanam antar barisan
disesuaikan dengan selera petani. Jenis-jenis pohon yang berukuran besar
seperti Kelapa atau pohon lainnya, dapat ditanam dengan jarak antar barisan
12 - 14 m. Diantara dua barisan pohon ini , dapat ditanami pohon yang
lebih pendek seperti Jeruk, Salak, Kopi dan Pisang yang ditanam dengan
jarak dalam barisan 4 m. Di sela-sela kedua pohon itupun masih dapat
ditanam dengan tanaman semusim, sambil menunggu tanaman tahunan
berproduksi.
Cara Tanam
Untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang baik dan subur, cara
bertanam harus benar-benar diperhatikan. Lubang tanaman harus digali
sebulan sebelumnya. Ukuran lubang kurang lebih 0,7 m x 0,7 m x 0,7 m.
Tanah galian bagian atas diletakan di sebelah kanan dan bagian bawah
diletakan di sebelah kiri (jangan dicampur). Setelah dua minggu, tanah
lapisan bawah dimasukan lebih dahulu ke dalam lubang seperti semula dan
kemudian tanah lapisan atas. Sebelum dimasukkan, tanah ini  dicampur
dengan pupuk kandang sebanyak 10 - 15 kg. Jika perlu, ditambahkan kapur
sebanyak 1 - 2 genggam dan abu 1 kg yang dicampur dengan pupuk kandang.
Dua minggu sesudah lubang diisi dengan tanah, kemudian dilakukan
penanaman bibit bersamaan dengan pemberian pupuk buatan (NPK).
Sebelum dilakukan penanaman, lubang tanaman harus bebas dari genangan
air. Tahapan-tahapan menanam sebagai berikut:
1) Pada lubang tanaman yang sudah berisi tanah dan campuran pupuk
kandang, dibuat lubang sesuai dengan ukuran polybag;
2) Lubang tanaman harus dalam keadaan lembab. Kalau kering harus
disiram terlebih dahulu;
3) Perakaran jangan sampai terlipat. Untuk mencegah terlipatnya akar,
akar yang panjang bisa dipotong;
4) Setelah ditanam, pohon ditekan dan dipadatkan agar tidak mudah rebah.
Supaya tanaman tegak, diberi batang penyangga (ajir).
 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman tahunan harus dilakukan sejak tanaman masih muda
hingga menghasilkan. Pemeliharaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu
pemeliharaan secara non intensif dan pemeliharaan secara intensif. Tanaman
kehutanan biasanya tidak dipelihara secara intensif. Sesudah dipindah
kemudian dilakukan penyiraman di musim kemarau. Setelah tanaman
tumbuh dengan baik, biasanya dibiarkan sebagaimana adanya sampai umur
tertentu sehingga kayu atau produk lainnya dapat dipanen. Penduduk asli
Sumatera dan Kalimantan juga menanam durian dengan cara ini. Pohon
durian hanya ditengok ketika sudah berproduksi dan siap panen