Tanaman pisang beranga merupakan salah satu tanaman buah yang
menjadi unggulan dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan berasal dari
Kabupaten Ende. Tanaman ini banyak diminati warga dan telah
memberi kontribusi yang jelas terhadap pembangunan ekonomi warga
di NTT karena harga jualnya yang cukup tinggi yaitu antara Rp. 6.000-Rp.
12.500 per sisir (Distan NTT, 2005a).
Pada tahun 2004 luas areal tanaman pisang beranga hanya 10% dari
total 10.844 ha luas penanaman pisang secara keseluruhan di NTT. Menurut
Kasubdin Program Data dan Evaluasi Dinas Pertanian Propinsi NTT, mulai
tahun 2005 hingga tahun 2010 setiap tahunnya akan dikembangkan luas areal
pisang beranga di 14 kabupaten dari 16 kabupaten yang ada di NTT sebesar 5%.
Ada beberapa kabupaten yang memiliki penambahan perluasan areal
penanaman pisang beranga cukup tinggi yaitu Kabupaten Sumba Timur (22,39
ha), TTU (21,12 ha), Ende (17,61 ha), Ngada (14,75 ha), dan Kupang (12,12 ha).
Dari hasil pengamatan sementara, pisang beranga yang ditanam di luar
Kabupaten Ende seperti Sikka, Ngada, Flores Timur dan Kupang memiliki
penampilan yang hampir sama (Arifin, dkk., 2004; Distan NTT, 2005b). Usaha
pengembangan areal penanaman yang akan dilaksanakan pemerintah area
selama beberapa tahun mendatang tentu perlu mempertimbangkan jumlah bibit
yang cukup, pola budidaya yang baik dan pemilihan areal pengembangan yang
sesuai.
Dengan adanya peningkatan luas areal penanaman pisang beranga diharapkan
dapat meningkatkan Pendapatan Asli area (PAD) bagi pemerintah area maupun bagi
warga (khususnya petani pisang beranga), serta berpeluang untuk pengembangan
kewirausahaan dan lapangan kerja baru.
Dalam rangka mendukung program pengembangan yang dicanangkan pemerintah,
dilakukan studi ini untuk mengetahui area penanaman yang menghasilkan
produksi dan kualitas pisang beranga terbaik serta memperoleh teknik perbanyakan
tanaman yang tepat untuk diterapkan di area pengembangannya.
studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi ekologi untuk pertumbuhan
dan menentukan kesesuaian lahan terutama untuk budidaya tanaman pisang yang baik
serta mendata karakter agronomis dan karakter molekuler tanaman pisang beranga yang
tumbuh pada berbagai kondisi ekologi ini
studi dilaksanakan di lima kabupaten yaitu Kabupaten Ende, Sikka, Sumba
Timur, Timor Tengah Utara (TTU) dan Kupang. Di Kabupaten Ende, yaitu Desa Ndito dan
Lokoboko, di Kabupaten Sikka, yaitu Desa Nelle Orang dan Bloro, di Kabupaten Sumba
Timur yaitu Kota Waingapu, Desa Temu dan Kawangu, di Kabupaten TTU di Kota Kefa,
sedangkan Kabupaten Kupang yaitu Desa Baumata, Noelbaki dan Tanah Merah.
Prosedur studi
Penentuan lokasi pertanaman pisang Beranga dilakukan berdasar area
sebaran yang memiliki perluasan areal cukup tinggi seperti dilaporkan Distan NTT
(2005a) (yaitu Kabupaten Sumba Timur, TTU, Ende, Kupang) dan yang memiliki
keseragaman fenotip seperti area asal (Kabupaten Ende), yaitu Kabupaten Sikka, dan
Kupang.
Pendataan tanah dan iklim menggunakan teknik observasi, wawancara/kuesioner
dan analisis (tanah dan tanaman). Setelah mengambil data di lima kabupaten dilanjutkan
dengan pengujian laboratorium. Karakterisasi morfologi tanaman pisang beranga (batang
semu, daun, bunga/jantung dan buah) dilaksanakaan untuk menentukan tanaman pisang
beranga yang berkualitas paling baik berdasar segi fenotipe.
Karakterisasi molekuler dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
secara genetik akibat penyebaran tanaman pisang beranga. Sampel yang dipakai (daun)
dianalisis dengan menggunakan analisis SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate
Polyacrilamide gel Electrophoresis).
Penentuan Lokasi studi
Penentuan lokasi studi pada 5 (lima) kabupaten yaitu Kabupaten Ende, Sikka,
Sumba Timur, Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU). Kelima kabupaten ini
dipilih didasarkan pada data perluasan areal dari Distan NTT dan keseragaman
fenotip. Pada setiap kabupaten ditentukan dua desa, kecuali Kabupaten TTU
hanya ada satu. Desa tujuan merupakan area pengembangan atau petani
yang telah melakukan penanaman pisang beranga dalam jumlah yang cukup.
Penentuan ini diharapkan dapat mengetahui lingkungan pertumbuhan
tanaman pisang beranga yang tepat sehingga tanaman ini dapat
berproduksi dengan kualitas hasil yang lebih baik.
Kabupaten Ende merupakan area asal dan sentral tanaman pisang
beranga, di Desa Ndito dan Lokoboko ada perluasan areal penanaman 10
ha di masing-masing kecamatan yang telah dilakukan sejak 2005, sehingga
pada saat pengambilan data tanaman telah menghasilkan buah. Kabupaten
Sikka, di Desa Nelle Orang dan Bloro masing-masing 10 ha yang telah dilakukan
sejak 2006, sehingga pada saat pengambilan data tanaman juga telah
menghasilkan buah. Kabupaten Sumba Timur telah dilakukan penanaman pada
awal tahun 2007, sehingga pada saat pengambilan data tanaman baru berumur
± 3 bulan (tinggi 50-100 cm) di Desa Temu, dan Kawangu, tetapi ada petani yang
telah membudidayakan tanaman pisang beranga sebanyak 10-30 rumpun di
Desa Kambaniru, Radamata dan Temu. Kabupaten Kupang juga yang telah
dilakukan penanaman sejak 2006, sehingga pada saat pengambilan data
tanaman juga telah menghasilkan buah. Sedangkan Kabupaten TTU baru akan
dilakukan pada tahun 2008 namun ada petani yang telah membudidayakan
tanaman pisang beranga sebanyak 5-10 rumpun di Desa Benpasi dan Kefa
Selatan.
Setiap kabupaten memiliki perbedaan terutama cara budidaya sehingga
produksi dan kualitas yang dihasilkanpun berbeda. area yang memiliki
produksi dan kualitas yang baik akan diinformasikan pada warga luas
guna memperbaiki budidaya tanaman pisang beranga yang ada di area
setempat.
Pendataan
Tanaman pisang beranga dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada pH tanah
5,8-6,4. berdasar hasil studi diketahui bahwa jumlah kepemilikan
tanaman pisang setiap petani di lima kabupaten beragam tergantung dari luas
lahan dan minat penanaman tanaman pisang beranga.. Asal bibit pisang
beranga setiap petani juga bervariasi dari pemberian keluarga atau rekan
sampai bantuan dari dinas karena adanya program perluasan lahan khusus
untuk pisang beranga. Jenis bibit yang dipakai berbeda sebagian besar dari
anakan tetapi juga ada yang dari bonggol. berdasar informasi dari petani di
Nelle Orang penanaman dengan bonggol sering ada penyakit yang dikenal
dengan penyakit daun menguning. Perluasan areal penanaman pisang beranga
mulai tahun 2005 hingga tahun 2010 setiap tahunnya ditingkatkan sebesar 5%
di 14 kabupaten. Perluasan areal ini telah disesuaikan dengan kondisi
lingkungan tumbuh tanaman pisang beranga seperti kandungan hara, dan lain-
lain.
Gambar 1 menunjukkan bahwa antara kandungan hara N dan kadar air
dengan penampakan vegetatif tanaman menunjukkan keterkaitan, dimana pada
area yang kandungan N tinggi menampilkan pertumbuhan vegetatif tanaman
yang lebih baik dibandingkan dengan area yang kandungan N totalnya
rendah. Hal ini ditunjukkan oleh penampilan tinggi tanaman, lingkar batang dan
jumlah daun tanaman pada area yang memiliki N total tinggi yang relatif lebih
baik dari pada penampilan tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah daun
tanaman pada area yang N totalnya
rendah. Pengecualian pada beberapa
area yang kadar airnya rendah,
penampilan vegetatif tanaman cenderung
rendah walaupun kandungan N totalnya
tinggi. Rendahnya kadar air tanah
memicu N tanah menjadi kurang
tersedia bagi tanaman.
Gambar 2 menunjukkan bahwa
kandungan C-organik dan kadar air tidak
menujukkan perbedaan yang mencolok
pengaruhnya pada umur berbunga dan
umur panen tanaman pisang beranga.
Namun di Desa Baumata memiliki
umur berbunga yang lebih cepat
sehingga umur panen pun menjadi cepat
tetapi tidak mengubah waktu masak
buah. Hal ini diduga akibat ruang pori
tanah di area Baumata sangat rendah,
walaupun penambahan unsur hara baik
berupa pupuk organik maupun pupuk
kimia serta pemberian air secara
kontinyu, namun kepadatan tanah yang
tinggi memicu tanaman sangat
terbatas dalam mengembangkan
perakaran. Kondisi demikian
memicu tanaman mengalami
cekaman hara. Akibatnya tanaman
mengalami stres dan cenderung
mempercepat siklus hidupnya, salah
satunya dengan mempercepat umur
berbunga.
Gambar 3 menunjukkan bahwa
kandungan hara N, P, dan K yang tidak
selalu menghasilkan buah yang
produksinya tinggi dan berkualitas
seperti halnya di Desa Benpasi, dimana
kandungan bahan organiknya tinggi
tetapi kadar airnya rendah. Kadar air
tanah ternyata sangat berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. kekurangan
air dapat memicu penutupan
stomata yang akan mengurangi
pengambilan CO2 dan produksi berat
kering tanaman. Dengan kata lain,
kekurangan air pada fase vegetatif dapat
menurunkan laju fotosintesis, sedang pada fase
pembungaan dan pembuahan dapat
menurunkan kualitas dan kualtitas buah.
Karakterisasi Agronomis Tanaman Pisang
Beranga
Karakteristik morfologi tanaman pisang
beranga di lima kabupaten tidak ada perbedaan
yang spesifik. Perbedaan yang ada dipicu
oleh adanya perbedaan pada cara budidaya.
Bibit yang dipakai sebagian besar
adalah anakan, sedangkan bonggol dipakai
hanya di beberapa area . Dengan adanya
pengembangkan luas areal pisang beranga
sebesar 5% (Distan NTT, 2005b), maka
diperlukan ketersediaan bibit dalam jumlah
yang cukup banyak.
Penanaman yang biasa dipakai
adalah sistem tumpang sari dengan tanaman
perkebunan (seperti kelapa, mangga, kakao,
kopi dan lain-lain) atau tanaman pangan dan
sayuran. Tetapi sistem penanaman dengan
tanaman pangan dan sayuran, tanaman pisang
beranga dipakai sebagai tanaman sela atau
tanaman pinggir.
Pemeliharaan yang dilakukan adalah
penyulaman, pengairan, penyiangan,
pemupukan dan pengendalian hama penyakit.
Penyulaman dilakukan jika dalam penanaman
ada tanaman yang mati, tetapi kematian
tanaman saat penanaman tidak pernah terjadi
karena penanaman dilakukan pada musim
penghujan. Penyiangan biasa dilakukan jika
ada rerumputan yang tumbuh disekitar area
penanaman, bagian tanaman yang kering dan
khusus di Baumata daun yang pecah-pecah
akibat terpaan angin dan yang baru mulai
menguning, dipangkas, tetapi tidak semua
area sampel melakukan penyiangan.
Pengairan, pada area -area tertentu hanya
mengandalkan hujan tetapi ada juga yang melakukan pengairan dengan sistem
irigasi parit 1-2 kali seminggu dan ada juga yang menggunakan bambu yang
ditempel pada tanaman sebagai wadah air untuk pengairan pisang (di Ndito).
Dalam pemupukan, pupuk kandang dipakai hampir di semua area sebagai
sumber hara bagi tanaman pisang beranga yang ditanam dan hanya di beberapa
area yang menambahkan mikorhiza (di Tanah Merah), pupuk cair (khususnya
Super ACI di Lokoboko dan Baumata), pupuk Urea (di Lokoboko, Kawangu,
Tanah Merah, Baumata dan Noelbaki), TSP atau SP36, KCl (di kabupaten
Kupang (Tanah Merah, Baumata dan Noelbaki)). Pengendalian hama dan
penyakit, hanya dilakukan di area -area tertentu. Hama ulat daun (di Ndito,
Lokoboko, Bloro dan Baumata), keong (di Bloro) tidak dilakukan dipengendalian.
Sedangkan penyakit daun menguning (di Ndito dan Lokoboko) dan busuk batang
(di Baumata) dilakukan pengendalian secara mekanis dengan memotong bagian
tanaman yang sakit, gulma (di Noelbaki) dikendalikan dengan herbisida, dan
untuk mencegah penyakit layu Fusarium di Boloro dipakai Trichoderma sp.
Maka, upaya pengendalian hama dan penyakit belum sepenuhnya mendapat
perhatian secara serius karena belum ada hama atau penyakit yang
memerlukan perhatian khusus.
Penanganan buah sebelum dan sesudah panen dilakukan secara
tradisional. Pada saat buah mulai terbentuk umumnya dilakukan dengan
memotong jantung setelah tangkai buah tidak menghasilkan sisir pisang lagi.
Menjelang tua ada beberapa area yang melakukan pembungkusan tandan
untuk menghindari serangan hama seperti kera. Setelah buah tua tetapi belum
masak, buah dipanen dengan cara memotong tangkai tandan buah dan
memotong pohonnya kemudian dilakukan pemeraman atau pengasapan. Cara
pemeraman setiap area berbeda; ada yang dibiarkan begitu saja di tempat
pemeranan, ada yang hanya ditutupi dedaunan tetapi ada juga yang disimpan
disuatu tempat di ruang pemeraman. Cara pengasapan hanya dilakukan di
area tertentu dan musim tertentu dengan cara dibuat lubang dan ditutupi
dengan dedaunan kemudian ditimbun dengan tanah dan diberi cerobong dari
bambu.
Setelah panen atau buah masak, dilakukan pemasaran. Adapun rantai
pemasarannya adalah dijual langsung ke konsumen tetapi ada juga yang melalui
distributor. Harga per sisir antara Rp. 2.500-10.000 tergantung besar kecilnya
sisir buah pisang beranga.
Karakterisasi Molekuler
Elektroforesis pada dasarnya adalah pemisahan protein terlarut atau
molekul bermuatan lainnya dalam medan listrik. Campuran enzim ditempatkan
dalam larutan penyangga atau medium lembar seperti lapisan gel pati atau
kolom atau lembar gel polaakrilamida, yang dibasahi dengan penyangga pada pH
tertentu. Enzim berpindah pada medan listrik, jaraknya tergantung pada
muatan neto dan ukurannya. Setelah berpindah, kedudukannya dan gel dapat
dideteksi dengan adanya area berwarna pada gel. Enzim ini disebut
isozim atau isoenzim yaitu enzim yang dapat bereaksi dengan substrat yang
sama dan mengubahnya menjadi produk yang sama. Setiap organisme dapat
memiliki isozim yang berbeda yang merespon terhadap lingkungan artinya
jika lingkungan berubah, isozim yang paling aktif dalam lingkungan ini
dapat melaksanakan fungsinya dan membantu organisme ini untuk
bertahan hidup .
Adapun hasil elektroforesis
dengan metode SDS-PAGE
diidentifikasi bahwa molekul
protein dilakukan dengan
menggunakan Resolving gel 12 %
diperoleh total 24 band protein
(Gambar 4 dan 5). berdasar
hasil elektroforesis dengan
metode SDS-PAGE dapat
diperoleh dengan jelas persamaan
dan perbedaan akibat adaptasi
lingkungan tempat tumbuhnya.
Ada 9 band (band 1, 5, 6, 7, 8,
10, 13, 15 dan 22) yang
mencirikan persamaan kelompok
pisang beranga. Pisang beranga
yang berasal dari Ndito
dipakai sebagai pembanding.
Di Ndito mirip dengan Baumata karena sama-sama tidak memiliki
band 3, 16, 17, 18, 19, 20, 21; tetapi di Baumata memiliki band 4 sedang
Ndito tidak. Di Nelle Orang tidak memiliki band 12, sedang di Benpasi dan
Kefa Selatan sama-sama tidak memiliki band 11. Hanya di Nelle Orang tidak
memiliki band 12 dan di
Benpasi tidak memiliki band
14. Band 17, 18, hanya dimiliki
di Lokoboko, Bloro dan Kefa
Selatan.
Keberadaan band 11 (40,5
kDa), 12 (36 kDa), 14 (33 kDa),
17 (26 kDa) dan 18 (25,5 kDa)
atau ketidak-keberadaan band
ini merupakan band
spesifik yang membedakan
pisang beranga asal Ndito
dengan pisang beranga yang
ditanam di luar lingkungan,
yang kemungkinan dipicu
oleh pengaruh lingkungan.
Kehadiran dan tebal tipisnya
band kemungkinan merupakan respon tanaman terhadap adaptasi lingkungan
tempat tumbuhnya.
Band protein tersusun dari satu atau lebih rantai polipeptida, yang terdiri
dari ratusan asam amino. Tebal tipisnya band protein yang terbentuk
tergantung dari jenis, jumlah dan urutan asam amino. Hal inilah yang
memicu adanya perbedaan fungsi biologis dan biokimia dari setiap band
protein yang terbentuk. Oleh karena itu keberadaan band protein merupakan
hasil dari reaksi atau proses biokimia yang terbentuk antara tanaman dengan
lingkungan tempat tumbuhnya, sehingga menentukan bentuk dan fungsi
(fenotipe) tumbuhan. Bentuk dan fungsi (fenotipe) tumbuhan merupakan hasil
sama dan mengubahnya menjadi produk yang sama. Setiap organisme
dapat memiliki isozim yang berbeda yang merespon terhadap lingkungan
artinya jika lingkungan berubah, isozim yang paling aktif dalam lingkungan
ini dapat melaksanakan fungsinya dan membantu organisme ini
untuk bertahan hidup .
Gambar 4. Profil Protein Daun Pisang Beranga 1 Noelbaki (Kupang), Benpasi (TTU),
Tanah Merah (Kupang), Kefa Selatan (TTU), Nelle Orang (Sikka), dan
Baumata (Kupang)
Keterangan: 1 = Noelbaki, 2 = Benpasi, 3 = Tanah Merah, 4 = Kefa Selatan, 5 = Nelle
Orang, 6 = Baumata
Adapun hasil elektroforesis dengan metode SDS-PAGE diidentifikasi
bahwa molekul protein dilakukan dengan menggunakan Resolving gel 12 %
diperoleh total 24 band protein (Gambar 4 dan 5; Lampiran 6, 7 dan 8).
berdasar hasil elektroforesis dengan metode SDS-PAGE dapat diperoleh
dengan jelas persamaan dan perbedaan akibat adaptasi lingkungan tempat
tumbuhnya. Ada 9 band (band 1, 5, 6, 7, 8, 10, 13, 15 dan 22) yang mencirikan
persamaan kelompok pisang beranga. Pisang beranga yang berasal dari Ndito
dipakai sebagai pembanding.
Gambar 4. Profil Protein Daun Pisang Beranga 1
Noelbaki (Kupang), Benpasi (TTU), Tanah
Merah (Kupang), Kefa Selatan (TTU),
Nelle Orang (Sikka), dan Baumata
(Kupang). Keterangan: 1 = Noelbaki, 2 =
Benpasi, 3 = Tanah Merah, 4 = Kefa
Selatan, 5 = Nelle Orang, 6 = Baumata
persamaan kelompok pisang beranga. Pisang beranga yang berasal dari
Ndito dipakai sebagai pembanding.
Gambar 5. Profil Protein Daun Pisang Beranga 2 Ndito (Ende), Temu (Sumba Timur),
Lokoboko (Ende), Bloro (Sikka), Kambaniru dan Redamata (Sumba Timur)
Keterangan: 1 = Ndito, 2 = Temu, 3 = Lokoboko, 4 = Bloro, 5 = Kambaniru, 6 = Radamata
Di Ndito mirip dengan Baumata karena sama-sama tidak memiliki
Gambar 5. Profil Protein Daun Pisang Beranga 2 Ndito
(Ende), Temu (Sumba Timur), Lokoboko
(Ende), Bloro (Sikka), Kambaniru dan
Redamata (Sumba Timur). Keterangan: 1 =
Ndito, 2 = Temu, 3 = Lokoboko, 4 = Bloro, 5 =
Kambaniru, 6 = Radamata
dari informasi yang disandi dalam urutan DNA-genom dan dari interaksinya
dengan lingkungan
Protein merupakan bagian utama dari struktur setiap enzim. Molekul
protein terdiri dari ribuan atom dan satuan dasar penyusun protein adalah
asam amino. Setiap asam amino mengandung karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen dan belerang. Komposisi dan ukuran tiap protein bergantung pada
jenis, jumlah dan urutan dalam subunit asam aminonya Protein memiliki peranan penting dalam organisasi
struktur dan fungsional dari sel. Protein struktural menghasilkan beberapa
kombinasi sel dan beberapa bagian diluar sel seperti kutikula, dll. Sedangkan
protein fungsional (misalnya enzim dan hormon) mengawasi hampir semua
kegiatan metabolisme, biosintesa, pertumbuhan pernafasan dan
perkembangbiakan dari sel
Tumbuhan yang memiliki susunan genetik serupa, tetapi wujudnya
berbeda dipicu oleh lingkungan alam yang beragam, memicu
timbulnya ekofen. Lingkungan dapat menghasilkan banyak ekofen yang berbeda
dari segala turunan genetik yang seragam. Berbagai efek seperti suhu, cahaya,
unsur hara dan faktor lain berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan..
menemukan bahwa perbedaan genetik dalam spesies yang diambil dari area
sebaran yang berbeda, maka pada lingkungan yang berbeda akan memberi
tekanan seleksi yang berbeda, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan
kompisisi genetik yang secara langsung berkorelasi dengan geologis .
Maka, fenotipe adalah hasil kegiatan semua gen dan interaksinya dengan
lingkungan ,. Kebanyakan sifat fenotipe dipengaruhi oleh sejumlah
gen yang berlainan. Fenotipe suatu organisme juga dipengaruhi oleh lingkungan
yang didalamnya gen-gen ini diungkapkan . Kondisi
lingkungan yang sangat dipengaruhi fenotipe adalah:
1) Tanah yaitu keadaan air tanah (dimana tanaman memerlukan drainase dan
aerase yang baik untuk pertumbuhannya), pH tanah dan kesuburan tanah
(yaitu tanah yang gembur, subur serta banyak mengandung bahan organik
sehingga mempermudah akar menyerap air dan unsur hara yang dibutuhkan
selama pertumbuhannya).
2) Iklim yaitu cahaya/sinar matahari, mempengaruhi laju dari proses
fotosintesis yang dilakukan tanaman, suhu, dan curah hujan.
Misalnya: Laju fotosintesis tanaman yang tumbuh di berbagai area
sangatlah berbeda. Perbedaan ini dipicu oleh keragaman cahaya, suhu
dan ketersediaan air, tetapi setiap spesies menunjukkan perbedaan yang
besar pada kondisi yang optimum bagi tanaman ini . Setiap spesies
tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang kaya sumberdaya memiliki
kapasitas fotosintesis yang jauh lebih tinggi dibandingkan spesies yang tumbuh
pada lingkungan dengan persediaan air, hara dan cahaya yang terbatas.
3) Cara budidaya
Pemilihan bibit, penanaman dan pemeliharaan
Ketiga kondisi lingkungan ini dapat mempengaruhi keberadaan
band protein. Selain fenotipe, faktor genetik juga memiliki keterbatasan
dalam beradaptasi. Perubahan ini ditunjukkan adanya perubahan pada
sintesa protein sebab sebagian besar nitrogen yang ada pada tumbuhan ada
pada protein. Di daun sekitar ½ dari protein berada di kloroplas
Karakter protein dari setiap band protein yang terbentuk pada gel
tergantung dari jenis, jumlah dan urutan asam amino, sehingga band protein
yang terbentuk dapat berbeda baik keberadaannya maupun tebal tipisnya band.
Pada band protein yang berbeda jumlah asam amino, akan memiliki berat
molekul yang berbeda. Jumlah total subunit asam amino sangat beragam pada
protein yang berbeda sehingga bobot molekul protein juga beragam. Sebagian
besar protein tumbuhan yang telah dicirikan memiliki bobot molekul lebih
dari 40.000 gr/mol atau 40.000 Dalton (Da) atau 40 kDa. Misalnya feredoksin,
protein yang terlibat dalam proses fotosintesis memiliki berat molekul sekitar
11,5 kDa, sedangkan ribulosa bisfosfatkarboksilase (rubisco), yaitu enzim
fotosintesis lainnya memiliki bobot molekul lebih dari 500 kDa. Rubisco terdiri
dari 8 rantai polipeptida pendek yang identik satu dengan yang lain dan 8 rantai
polipeptida panjang yang identik satu dengan yang lain ,
Untuk mengetahui peran band atau band protein yang terbentuk perlu
dilakukan pemetaan asam-amino terhadap band protein ini . Namun pada
studi ini tidak dilakukan pemetaan asam-asam amino, sehingga tidak dapat
menjelaskan peran dari masing-masing band protein. Peran band paling tidak
dapat diketahui dari marker protein, yaitu Myosin (200 kDa), β-galaktosa
(116,25 kDa), Phosphorilase b (97,4 kDa), Serum albumin (66,2 kDa), Ovalbumin
(45 kDa), Carbonic anhydrase (31 kDa), Trypsin inhibitor (21,5 kDa), Lysozime
(14,4 kDa) dan Aprotinin (6,5 kDa). Misalnya Lysozime adalah enzim yang dapat
merombak dinding polisakarida dari sejumlah bakteri sehingga dapat
memberi perlindungan terhadap infeksi.
Ada beberapa area yang pemeliharaan secara intensif terutama
pengairan, penyiangan dan pemangkasan, pemupukan dan pengendaliaan hama
penyakit. Sehingga walaupun kondisi lingkungan kurang menguntungkan bagi
perkembangan tanaman namun dapat meningkatkan produksi dan kualitas
buah. Selain itu, ditemukan kemiripan band pada pisang beranga dari Ndito dan
Baumata, juga ditemukan keberadaan atau ketiadaan band spesifik pada pisang
beranga dari area Nelle Orang, Benpasi, Lokoboko, Bloro dan Kefa Selatan.
Keberadaan band 11 (40,5 kDa), 12 (36 kDa), 14 (33 kDa), 17 (26 kDa) dan 18
(25,5 kDa) atau ketidak-keberadaan band ini merupakan band spesifik
yang membedakan pisang beranga asal Ndito dengan pisang beranga yang
ditanam di luar lingkungan. berdasar kondisi ekologi dari area sebaran
bahwa tanaman pisang beranga dapat ditanam baik di dataran rendah maupun
dataran tinggi namun khusus area yang memiliki kadar air cenderung
rendah diperlukan adanya peningkatan dalam cara budidaya terutama cara
pengairan dan pemupukan.