Benang sari : sporofil jantan dalam bunga dan merupakan organ yang menghasilkan
serbuk sari, dan umumnya terdiri atas kepala sari dengan atau kadang-kadang
tanpa tangkai sari.
Buah buni : buah berdaging yang bagian luar dinding buahnya sangat tipis
menyelaput, bagian dalamnya sembap, lunak, dan berair.
Buah majemuk : buah yang berasal dari suatu perbungaan yang masing-masing
bunganya mengandung bakal buah, yang bila dewasa bersatu membentuk
suatu buah sebagai satu struktur dengan satu sumbu.
Buah polong : buah kering berasal dari sehelai daun buah yang merekah melalui
kedua kampuhnya.
Bunga majemuk : sekelompok kuntum bunga yang terangkai pada satu ibu tangkai
bunga atau pada suatu susunan tangkai-tangkai bunga yang lebih rumit.
Bunga tunggal : bunga yang hanya terdiri dari satu bunga dalam satu tangkai.
Cangkok : perbanyakan tumbuhan secara vegetatif dengan merangsang tumbuhnya
perakaran pada cabang.
Convention on Biological Diversity (CBD) : Konvensi Keanekaragaman Hayati
yang ditandatangani oleh 157 kepala negara dan atau kepala pemerintahan
dan atau wakil negara pada tanggal 5 Juni 1992 di Kota Rio de Janeiro, Brazil.
Daun bundar telur : daun membentuk seperti bundaran telur.
Daun jorong : jika perbandingan panjang dan lebar = 1,5–2: 1. Contohnya, daun
cempedak (Artocarpus integer) dan nangka (A. heterophyllus).
Daun majemuk : daun yang terbagi dua sampai beberapa anak daun.
Daun menjantung (bangun jantung) : bangun seperti bundar telur, tetapi pangkal
daun memperlihatkan suatu lekukan.
Daun penumpu : daun yang berupa dua helai lembaran serupa daun kecil, ada
dekat dengan pangkal tangkai daun dan umumnya berguna untuk melindungi
kuncup yang masih muda.
Daun tunggal : daun yang dalam satu tangkai hanya ada satu helaian daun.
Diameter : garis tengah pada suatu bunga atau batang tumbuhan.
Duduk daun : posisi atau tata letak daun pada batang.
Ekoregion : wilayah geografi yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air,
tumbuhan, dan hewan asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang
menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
Ekosistem : komunitas makhluk hidup dan lingkungan fisik yang berinteraksi
sebagai satu satuan ekologi sehingga merupakan keseluruhan kandungan
biologi, fisika, dan kimia biotope.
Embrio : sporofit muda tumbuhan berbiji setelah berlangsungnya proses pembuahan.
Dalam perkembangan terakhir, umumnya embrio terdiri atas plumula,
radikula, dan keping biji.
Epifit : tumbuhan yang tumbuh atau hidup menempel di sebelah luar tumbuhan
lain, tetapi tidak sebagai parasit.
Habitat : lokasi, tapak, atau tipe khusus lingkungan tempat makhluk biasa tumbuh
dan hidup secara alamiah.
Hutan hujan tropis : hutan bersifat kehigrofilian yang ada di dataran rendah
tropis, kaya akan jenis pohon-pohonan yang penuh ditumbuhi liana besarbesar dan epifit serta tidak dipengaruhi musim.
Hutan pamah : hutan yang terbentang pada ketinggian di bawah 1.000 mdpl.
Hutan primer : hutan dengan vegetasi asli dan belum pernah dibuka atau ditebang.
Juga dikenal dengan istilah “hutan perawan”.
Hutan sekunder : hutan yang tumbuh kembali melalui proses suksesi sekunder
setelah ditebang atau kerusakan yang cukup luas akibat alih fungsi lahan
(seperti pembukaan lahan untuk perkebunan), perambahan, atau penebangan
liar (illegal logging).
Indochina : area di daratan Asia Tenggara yang terdiri dari wilayah-wilayah
kedaulatan politik Myanmar (dulu Burma), Thailand, Laos, Kamboja, dan
Vietnam.
Kebun raya : area perlindungan atau konservasi tumbuhan secara ex situ yang
memiliki koleksi tumbuhan tercatat dan ditata berdasarkan pola klasifikasi
taksonomi, bioregion, tematik atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk
tujuan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata, dan jasa lingkungan.
Konservasi tumbuhan ex situ : l pelindungan, pelestarian, penelitian, dan
pemanfaatan, tumbuhan secara berkelanjutan yang dilakukan di luar habitat
alaminya.
Liana : tumbuh-tumbuhan yang merambat dalam hutan tropis dengan batang
berkayu panjang.
Malesia : area floristik (yakni memiliki kesamaan flora atau jenis-jenis
tumbuhan) yang mencakup wilayah-wilayah kedaulatan politik Malaysia,
Singapura, negara kita , Brunei Darussalam, Filipina, Timor Leste, dan Papua
Nugini. Lebih dikenal dengan nama baku “Flora Malesiana”. Jadi, Malesia
tidak sama dengan Malaysia. Malaysia adalah nama negara yang wilayahnya—
secara floristik—menjadi salah satu bagian dari Malesia; sementara Malesia
adalah istilah teknis dan bukan nama sebuah negara.
Pepagan (kulit kayu) : jaringan terluar yang melapisi batang kayu; merupakan
keseluruhan jaringan di luar kambium pembuluh, meliputi floem sekunder,
korteks, dan periderm.
Perbungaan malai : ragam perbungaan di mana ibu tangkai bunga bercabang
secara monopodial, demikian pula dengan cabang-cabangnya (tandan
majemuk).
Perdu : tumbuhan berkayu bercabang banyak, tanpa suatu batang utama yang jelas
dan umumnya hidup tahunan.
Pohon : tumbuhan tahunan berkayu yang memiliki sebuah batang utama atau
bulung yang jelas dengan dahan dan ranting jauh di atas tanah.
Polinesia : suatu area yang meliputi pulau-pulau kecil di bagian tenggara
Samudra Pasifik/seluruh pulau-pulau Samudra Pasifik, termasuk Melanesia
dan Mikronesia.
Putik : satuan kelamin betina pada tumbuhan yang terdiri atas bakal buah, tangkai
putik, dan kepala putik, tersusun oleh satu atau beberapa daun buah.
Roset akar : batang tumbuh sangat pendek yang menyebabkan daun tumbuh
berderet-deret di atas permukaan tanah (di sekitar akar).
Seludang : daun gagang yang membesar sehingga menyelubungi keseluruhan
perbungaan.
Semak : tumbuhan seperti perdu, tetapi lebih kecil, dan hanya cabang-cabang
utamanya saja yang berkayu.
Setek : bagian tumbuhan yang sengaja dipotong untuk dipakai dalam perbanyakan
vegetatif.
Terna : tumbuhan dengan batang lunak tak berkayu atau hanya sedikit mengandung
jaringan kayu sehingga pada akhir masa tumbuhnya mati sampai ke pangkalnya
tanpa ada bagian batang yang tertinggal di atas tanah.
Tropik : iklim yang dicirikan oleh suhu, kelembapan, dan curah hujan (23027’
LU–23027’ LS).
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) tumbuhan beserta potensinya
semakin hari semakin terancam, bahkan punah, akibat meningkatnya alih
fungsi hutan. Strategi konservasi yang tepat dan bijaksana sangat diperlukan
untuk menyikapi kenyataan ini.
Pemerintah negara kita telah menaruh perhatian besar terhadap usaha usaha perlindungan (konservasi) sumber daya hayati, baik secara in situ
(di habitat alaminya) maupun ex situ (di luar habitat alaminya). Namun,
harus diakui, hingga saat ini hasilnya belum sesuai harapan.
Kebun raya hadir sebagai solusi logis untuk menjawab permasalahan
keanekaragaman hayati tumbuhan di negara kita , yakni dengan melakukan
fungsi perlindungan, pelestarian, penelitian, pendidikan, wisata, dan jasa
lingkungan. Idealnya, setiap jenis tumbuhan di negara kita dapat dikonservasi
di berbagai kebun raya yang ada (dan akan diadakan) sesuai spesifikasi
habitatnya.
Merujuk konsep Terrestrial Ecoregion, setidaknya di negara kita
diharapkan ada 47 kebun raya yang masing-masing mewakili ekoregion
yang ada di negara kita . Bertitik tolak dari harapan tersebut, Pusat Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya-LIPI membangun kebun raya-kebun raya baru
melalui kerja sama dengan pemerintah-pemerintah daerah.
Hingga Desember 2016 sedang dibangun 32 kebun raya di beberapa
tempat terpilih di negara kita dengan rincian sebagai berikut: 5 kebun raya
di bawah pengelolaan LIPI, 26 kebun raya di bawah pengelolaan pemerintah
daerah, dan 1 kebun raya di bawah pengelolaan universitas. Salah satu
kebun raya yang sampai saat ini masih dalam tahap pembangunan adalah
Kebun Raya Liwa di Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Kebun
raya ini dibangun dengan mengusung tema “Tumbuhan Hias negara kita ”.
Penulisan buku seri koleksi Kebun Raya Liwa ini bertujuan agar
masyarakat mengetahui dan memahami kebun raya sebagai pusat konservasi
tumbuhan serta memperkenalkan dan memberikan informasi mengenai
Kebun Raya Liwa dan jenis-jenis tumbuhan yang menjadi koleksinya.
Buku-buku koleksi Kebun Raya Daerah diharapkan dapat menjadi sumber
informasi tentang keberadaan dan peranan kebun raya di negara kita bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Kebun Raya Liwa merupakan kebun raya pertama yang dibangun di Provinsi
Lampung. Kebun raya ini terletak di pusat Kota Liwa, tepatnya di Desa
Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit, Kota Liwa, Kabupaten Lampung
Barat, Provinsi Lampung.
Kabupaten Lampung Barat memiliki luas wilayah sebesar 4.950,40
km2
atau 13,99% dari luas keseluruhan Provinsi Lampung. Sebesar 76,28%
dari luas wilayah kabupaten ini merupakan area hutan, mulai dari
tipe hutan hujan pamah tropis (lowland tropical rainforests) hingga hutan
pegunungan rendah (lower mountain forests) yang keseluruhannya termasuk
dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Hutan Lindung, dan Hutan
Produksi Terbatas. Sementara itu, areal budi daya hanya 23,28%. Terkait
dengan fakta-fakta itulah, pada 2009 Kabupaten Lampung Barat ditetapkan
sebagai kabupaten konservasi melalui Peraturan Bupati Lampung Barat
Nomor 48 Tahun 2009 tanggal 6 Oktober 2009 tentang Kabupaten Lampung
Barat sebagai Kabupaten Konservasi.
Pembangunan Kebun Raya Liwa diawali dengan penyusunan rencana
induk (masterplan) pada tahun 2007. Dilanjutkan dengan pemaparan dan
diskusi rencana induk pada 20 November 2008 di Aula Pemerintah
Kabupaten Lampung Barat. Penyusunan rencana induk ini merupakan
kerja sama tiga pihak (tripartite) yang melibatkan Lembaga Ilmu
Pengetahuan negara kita (LIPI), dalam hal ini Pusat Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya LIPI-Bogor; Kementerian Pekerjaan Umum (PU); dan
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. Kemudian dikuatkan dengan
Peraturan Bupati Lampung Barat Nomor 26 Tahun 2010 tentang
Pembentukan Kebun Raya Liwa.
Selain fungsi konservasi, penelitian, dan pendidikan, Kebun Raya
Liwa juga diharapkan mampu menjalankan fungsi wisata dan jasa
lingkungan. Hal ini didukung fakta masih terbatasnya fasilitas wisata edukasi
dan ruang terbuka hijau di Kota Liwa.
Kebun Raya Liwa berada pada lokasi yang strategis, yaitu di pusat
kota dan tepi jalan nasional. Kebun Raya Liwa berada di area
Pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian antara 890 dan 948 mdpl
dengan topografi punggung bukit (ridge), lembah (valley), tanah cekung
(convex), tanah cembung (concave), dan sedikit tanah datar (flat). Beberapa
mata air ditemukan di beberapa tempat. Bentang alam yang seperti itu
membuat Kebun Raya Liwa menjadi tempat yang sangat menarik dan
berpotensi besar sebagai salah satu objek wisata penting bagi Kabupaten
Lampung Barat.
B. Tema Kebun Raya Liwa
Kebun Raya Liwa (Gambar 1) yang memiliki area seluas 86,7 ha ini
difokuskan pada koleksi tumbuhan hias negara kita dan perwakilan dari
flora Sumatra bagian selatan. Dengan kata lain, Kebun Raya Liwa adalah
jendela bagi kekayaan tumbuhan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Tema tumbuhan hias yang diusung Kebun Raya Liwa diharapkan
mampu mendorong perekonomian masyarakat di sekitarnya melalui
kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis pendayagunaan jenis-jenis
tumbuhan hias negara kita .
C. Peranan Kebun Raya Liwa dalam
Pengembangan Tumbuhan Hias
Kebun Raya Liwa memiliki peranan yang sangat penting bagi lingkungan
di sekitarnya, yaitu:
1. Menyediakan ruang terbuka dalam kota hingga sebesar 30%;
2. Meningkatkan kualitas ruang publik;
3. Mendorong perekonomian rakyat melalui kegiatan pendayagunaan
tumbuhan hias;
4. Menjadi representasi keanekaragaman tumbuhan Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS);
5. Perwujudan Lampung Barat sebagai kabupaten konservasi; dan
6. Menjadi perwakilan keanekaragaman hayati tumbuhan hias dari seluruh
kabupaten di Provinsi Lampung.
D. Profil Kebun Raya Liwa
Rencana Induk Kebun Raya Liwa mulai diwujudkan pada awal 2008. Hal
itu ditandai dengan penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola,
penyediaan koleksi tumbuhan, pembangunan taman tematik, dan
infrastruktur pendukung serta penyediaan sarana dan prasarana. Langkah
ini dilakukan untuk mewujudkan peluncuran (launching) Kebun Raya
Liwa pada 2018 selaras dengan dokumen Roadmap Pembangunan Kebun
Raya sebagai Ruang Terbuka Hijau pada area Perkotaan di negara kita
Tahun 2015–2019. Roadmap tersebut disusun oleh Pusat Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya-LIPI dan Direktorat Perkotaan, Kementerian
Pekerjaan Umum pada 2014. Kondisi Kebun Raya Liwa secara lengkap
dapat diterangkan pada Tabel 1 dan Gambar 2.
Semenjak pertama dibangun, koleksi tumbuhan Kebun Raya Liwa terus
bertambah dari tahun ke tahun. Menurut Laporan Bidang Pengembangan
area Konservasi Tumbuhan Ex Situ 2016, hingga Juni 2016, koleksi
tumbuhan yang dimiliki Kebun Raya Liwa berjumlah 478 jenis (terdiri
dari 1.520 spesimen) yang berada di pembibitan dan 291 jenis (terdiri dari
2.200 spesimen) yang telah ditanam di kebun. Dari koleksi yang telah
ditanam di kebun, diketahui ada 24 suku, 45 marga, dan 51 jenis
tumbuhan yang berpotensi sebagai tanaman hias.
Buku ini menampilkan jenis-jenis tumbuhan yang menjadi koleksi
Kebun Raya Liwa, terutama yang berpotensi sebagai tanaman hias.
Berdasarkan perawakannya, ke-51 jenis tumbuhan tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:
a. perawakan pohon sebanyak 2 jenis,
b. perawakan perdu sebanyak 15 jenis,
c. perawakan terna 27 jenis,
d. perawakan perambat/liana sebanyak 6 jenis, dan
e. perawakan epifit 1 jenis.
Alternanthera ficoidea (L.) Sm. (Kriminil)
nama lokal :
bayam merah (Melayu); jukut jatinagor (Sunda); kecicak abang (Jawa)
Sinonim:
Achyranthes ficoidea (L.) Lam.; Alternanthera brachiata Moq.;
Alternanthera diffusa Schacht; Bucholzia ficoidea (L.) Mart.; Gomphrena
ficoidea L.; Illecebrum ficoideum (L.) L.; Paronychia ficoidea (L.) Desf.;
Steiremis ficoidea (L.) Raf.; Telanthera ficoidea (L.) Moq.
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 50 cm. Batang tegak atau condong, padat,
biasanya bercabang dan membentuk berkas padat, dan berambut kasar.
Panjang tangkai 1–4 mm, daun bergerigi, bentuk lonjong, lonjong bundar
telur sampai menyudip (seperti sendok), ukuran 1–6 x 0,5–2 cm, warna
dan corak berbelang-belang dengan warna hijau, merah kecokelatan, merah,
merah muda, atau kuning. Pembungaan dengan bongkol (kepala) melekat,
memiliki 3 daun tenda di bagian luar. Bunga berwarna putih mengilap
atau kekuningan; tangkai sari berkumpul menjadi satu membentuk cangkir
kecil.
Sebaran:
Tersebar di Amerika Selatan dan area Malesia, terutama di Sumatra,
Jawa, dan Papua Nugini.
Habitat:
Tumbuh di daerah tropis pada tempat yang tergenang air dan aliran kecil
di kolam atau selokan.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek cabang.
khasiat :
Tumbuhan sebagai zat antivirus dan tanaman hias. Pertumbuhannya yang
padat membuat tanaman ini cocok untuk mencegah erosi. Di Sri Lanka,
daun dimasak sebagai sayuran.
Status Konservasi:
Jenis ini tidak dilindungi sebab populasinya cukup cukup banyak
dan sudah dilestarikan .
Hippeastrum striatum (Lam.) H. E. Moore (Bunga Bakung)
nama lokal :
kembang torong (Jawa); amarilis, bunga lili, bunga bakung (negara kita )
Sinonim:
Amaryllis acuminata Ker Gawl.; Amaryllis miniata Ker Gawl.; Amaryllis
striata Lam.; Amaryllis subbarbata (Herb.) Sweet; Callicore crocata
(Ker Gawl.) Link; Callicore rutila (Ker Gawl.) Link; Hippeastrum
acuminatum M.Roem.; Hippeastrum brasiliense M.Roem.; Hippeastrum
bulbulosum Herb.; Hippeastrum subbarbatum Herb. Ciri-ciri:
Terna berumbi dengan tinggi mencapai 60 cm. Daun berbentuk pita,
berwarna hijau, tidak bertangkai dan tumbuh langsung dari umbi. Bunga
mencolok dan besar, bertangkai lunak dan berongga dengan ukuran 20–75
cm, mahkota berwarna jingga, merah, hingga merah keunguan. Daun
pelindung tidak berlekatan, berkelamin ganda. Daun bunga berjumlah 6,
bersisik di tepi tenda bunga, putik dan benang sari berjumlah 6. Buah
berbentuk kapsul dan mengandung biji yang kering, pipih, miring bersayap,
dan berwarna cokelat atau hitam.
Sebaran:
Tersebar di Afrika Selatan, Argentina, Meksiko, Karibia, daratan Asia, dan
Kepulauan Hawaii.
Habitat:
Tumbuh di daerah tropis dan subtropis pada tempat sedikit ternaungi dan
lembap dengan tanah kaya unsur hara.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek umbi, dan pemisahan anakan.
khasiat :
Perawakan dan bunga yang cantik menjadikan jenis ini sering dimanfaatkan
sebagai tanaman hias maupun dekorasi. Selain itu, bunga bakung dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Umbinya mengandung saponin dan
polifenol yang berkhasiat sebagai obat kaki bengkak.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan oleh masyarakat sehingga tidak termasuk jenis yang
dilindungi.
Zephyranthes candida (Lindl.) Herb. (Bawang Seberang)
nama lokal :
bawang sebrang (Jawa); bunga lili putih (negara kita )
Sinonim:
Amaryllis candida Lindl.; Amaryllis nivea Schult. & Schult.f.; Argyropsis
candida (Lindl.) M.Roem.; Atamosco candida (Lindl.) Sasaki;
Plectronema candida (Lindl.) Raf.; Zephyranthes nivea (Schult. &
Schult.f.) D.Dietr.
Ciri-ciri:
Terna menahun dengan tinggi mencapai 30 cm. Batang semu, membentuk
umbi lapis, diameter 2–4 cm dan berwarna putih kecokelatan. Daun tunggal,
muncul di roset akar, tidak bertangkai, bentuk garis, ukuran panjang
20–30 cm, pertulangan sejajar, permukaan licin, tebal, dan berwarna hijau.
Bunga tunggal, muncul di ketiak daun, berkelamin ganda. Kelopak tipis,
berlekatan, ukuran panjang 1–2 cm, berwarna cokelat. Bbenang sari
berjumlah 6 dan berwarna kuning. Mahkota berlepasan, berjumlah 6 helai,
ukuran panjang 3–4 cm, berwarna putih kekuningan, merah muda hingga
merah muda keunguan. Buah beruang 3, bentuk lonjong, ukuran panjang
0,5–1 cm, dan berwarna hijau. Biji bulat, tipis, bersayap, kecil, jumlah
banyak, dan berwarna cokelat.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Amerika Serikat bagian tenggara, Amerika Tengah,
dan Selatan. Kini bawang sebrang telah banyak dilestarikan di daerah
tropis, termasuk negara kita .
Habitat:
Tumbuh di berbagai jenis tanah pada ketinggian tempat mencapai 1.500
mdpl. Jenis ini tumbuh dengan baik pada tanah sedikit berpasir atau liat
dengan bahan organik tinggi.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan pemisahan umbi dan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias, border, dan obat tradisional. Rebusan daun berkhasiat
sebagai obat pusing dan rebusan umbi sebagai obat sulit tidur.
Status Konservasi:
Pemanfaatan bawang sebrang semakin meluas, namun masih sering
ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak dilestarikan oleh
masyarakat sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Allamanda cathartica L. (Bunga Terompet)
nama lokal :
alamanda (negara kita ); lame areuy (Sunda); alamanda (Jawa); bunga
akar kuning, akar cempaka kuning (Sumatra)
Sinonim:
Allamanda aubletii Pohl; Allamanda grandiflora (Aubl.) Lam.;
Allamanda hendersonii W.Bull ex Dombrain; Allamanda latifolia
C.Presl; Allamanda wardleyana Lebas; Allamanda williamsii auct.;
Echites salicifolius Willd. ex Roem. & Schult.; Echites verticillatus
Sessé & Moc.; Orelia grandiflora Aubl.
Ciri-ciri:
Perdu dengan tinggi mencapai 4 m dan berakar tunggang. Batang berkayu,
silindris, warna hijau, permukaan halus dan percabangan monopodial. Daun
tunggal, bertangkai pendek, tersusun berhadapan, berwarna hijau, bentuk
jorong, ukuran 5–15 x 2–5 cm, ujung dan pangkal daun meruncing, tepi rata,
permukaan atas dan bawah halus, bergetah. Bunga majemuk, bentuk tandan,
muncul di ketiak daun dan ujung batang. Mahkota bunga berbentuk corong,
berwarna kuning, panjang 8–12 mm, diameter 5–7,5 cm, daun mahkota
berlekatan. Buah bentuk kapsul atau bulat dan panjang sekitar 1,5 cm. Biji
berbentuk segitiga, berwarna hijau pucat saat muda, dan hitam saat masak.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Amerika Tropis dan kini telah tersebar di area
Asia Tropis, termasuk negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis di sekitar sungai atau tempat terbuka yang
terkena banyak sinar matahari dengan curah hujan yang cukup dan
kelembapan tinggi. Jenis ini tumbuh dengan baik pada tanah berpasir,
kaya bahan organik, dan beraerasi baik pada ketinggian tempat mencapai
700 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek batang.
khasiat :
Sebagai tanaman hias pagar dan tanaman obat. Akar sebagai obat penyakit
kuning. Getah yang berwarna putih dapat dijadikan sebagai obat penyakit
kanker dan pencegah kuman atau bakteri. Bunga diketahui dapat dipakai
sebagai laksatif, antibiotik terhadap bakteri Staphylococcus, obat untuk
mencegah komplikasi dari malaria dan pembengkakan limpa.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan banyak
dilestarikan masyarakat sebagai tanaman hias sehingga tidak termasuk
jenis yang dilindungi.
Anthurium andraeanum Linden ex André (Bunga Buntut)
nama lokal :
anturium flamingo, anturium merah, bunga buntut (negara kita )
Sinonim:
Anthurium andraeanum var. divergens Sodiro; Anthurium venustum
Sodiro
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi sampai 1,2 m. Daun berbentuk jantung, berwarna
hijau gelap, mengilap, panjang sekitar 23 cm. Perbungaan 1–2 secara
bersamaan dan menghasilkan bunga setiap tahun. Seludang berbentuk
seperti jantung, berwarna sangat menarik, merah menyala, mengilap.
Tongkol tegak, berwarna merah muda keputihan atau kuning, dan terkadang
agak putih pada bagian pangkalnya.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Amerika Selatan bagian barat daya, terutama Ekuador
dan Kolombia. Kini, jenis ini telah tersebar luas, terutama di daerah beriklim
tropis.
Habitat:
Tumbuh dengan baik di hutan basah pada ketinggian tempat 400‒1.200
mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek bonggol, dan rimpang.
khasiat :
Jenis ini telah lama dilestarikan dan telah banyak menghasilkan berbagai
macam hasil silangan. Bentuk bunga yang indah dan menarik menjadi
alasan dijadikannya anturium flamingo sebagai bunga potong yang bernilai
ekonomi.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Anthurium crystallinum Linden & André (Kuping Gajah)
nama lokal :
kuping gajah (negara kita , Jawa)
Sinonim:
Anthurium crystallinum f. peltifolium Engl.; Anthurium killipianum
L.Uribe
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 50 cm. Daun tunggal, duduk daun dalam
roset akar, bentuk seperti hati atau hampir bundar melebar seperti kuping
gajah, ukuran 25–30 x 15–20 cm, permukaan halus seperti beledu, urat
daun tebal berwarna perak keputihan hingga hijau, membentuk motif yang
amat indah; panjang tangkai daun 30–45 cm. Bunga majemuk, berkelamin
dua, muncul di ujung batang, kelopak bulat, kepala sari dan mahkota
berwarna kuning. Seludang berwarna ungu kemerahan dan tongkol
berwarna hijau cokelat. Buah bulat, buah muda hijau, dan buah tua merah
kecokelatan. Biji bulat berwarna hijau. Akar serabut dan berwarna putih
kotor.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari area tropis Amerika dan kini telah tersebar luas
di seluruh daerah tropis (termasuk negara kita ) dan subtropis.
Habitat:
Tumbuh di tempat yang ternaung pada ketinggian tempat hingga 2.000
mdpl. Jenis ini menyukai kondisi tanah yang berpasir dan lembap.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, dan pemisahan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat. Daun berkhasiat untuk mengobati bengkak
pada tenggorokan dan mulut.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Graptophyllum pictum (L.) Griff. (Daun Ungu)
nama lokal :
demung, tulak, wungu (Jawa); daun temen-temen, handeuleum
(Sunda), temen (Bali); karotong (Madura), daun putri, dongora
(Ambon); kobi-kobi (Ternate)
Sinonim:
Graptophyllum hortense Nees; Graptophyllum medioauratum Linden
ex K.Koch; Graptophyllum picturatum W.Bull; Justicia picta L.;
Marama picta (L.) Raf.
Ciri-ciri:
Perdu dengan tinggi mencapai 3 m. Batang tegak, berkayu, berwarna ungu
kehijauan, permukaan licin, dan penampang batang berbentuk mendekati
segitiga tumpul. Kulit batang dan daun berlendir dan berbau tidak enak.
Daun tunggal, tersusun berhadapan, berwarna ungu tua, ukuran 15–25 x
5–11 cm, helaian daun tipis, bentuk bundar telur, ujung runcing, pangkal
daun meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip, dan permukaan mengilap.
Perbungaan tandan, muncul di ujung ranting. Bunga berwarna merah tua.
Buah kotak sejati, bentuk lonjong, berwarna ungu kecokelatan dan berbiji
bulat berwarna putih.
Sebaran:
Jenis ini merupakan tumbuhan asli Papua Nugini dan Polinesia, kemudian
tersebar ke Indochina, Semenanjung Malaya, Filipina, dan negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis pada tempat yang lembap dan banyak
terkena sinar matahari pada ketinggian hingga 1.250 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek batang.
khasiat :
Habitus dan daun yang cantik menjadikan jenis ini sering dijadikan sebagai
tanaman hias taman. Selain itu, daun ungunya dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman obat, yaitu untuk melembutkan kulit dan mengobati borok, bisul,
dan bengkak sebab terpukul. Juga dapat dimanfaatkan untuk mengobati
batu ginjal, wasir, dan hepatitis.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
ditanam di halaman-halaman rumah sehingga belum termasuk jenis yang
dilindungi.
Amydrium medium (Zoll. & Moritzi) Nicolson (Amidrium)
nama lokal :
amidrium (negara kita )
Sinonim:
Anadendrum medium (Zoll. & Moritzi) Schott; Epipremnopsis huegelii
(Schott) Engl.; Epipremnopsis media (Zoll. & Moritzi) Engl.;
Epipremnopsis subcordata M.Hotta; Epipremnum medium (Zoll. &
Moritzi) Engl.; Rhaphidophora huegelii Schott; Rhaphidophora
korthalsiana Engl.; Scindapsus huegelii (Schott) Ender; Scindapsus
medius Zoll. & Moritzi
Ciri-ciri:
Liana memanjat sampai 10 m. Batang dewasa memiliki akar rambatan
dengan susunan daun yang tumbuh secara acak. Daun mengalami
metamorfosis, pada awalnya helaian tidak terbelah, kemudian ibu tulang
daun terbelah ke arah luar sampai ke tepi daun, helaian daun berbentuk
bundar telur-menjantung atau sehingga membentuk beberapa pinak daun;
panjang tangkai daun 15–35 cm. Perbungaan terdiri atas satu sampai
beberapa tangkai; seludang tegak, berwarna putih; tongkol berwarna
keputihan atau krem. Buah buni, membulat, diameter 1 cm dan berwarna
putih.
Sebaran:
Amidrium berasal dari Thailand, Malaysia, negara kita , sampai Filipina, dan
kini telah tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis.
Habitat:
Jenis ini sering ditemukan pada hutan primer yang lembap sampai basah
dan hutan yang telah terganggu pada ketinggian 65–1.500 mdpl. Amidrium
tumbuh optimal pada kelembapan udara 65%, suhu udara siang hari 30⁰C,
pH tanah 5,2 dan kelembapan tanah 90%.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek batang atau pemisahan anakan.
khasiat :
Bentuk daun yang unik sering dijadikan sebagai tanaman hias merambat.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Hoya multiflora Blume (Bunga Bintang)
nama lokal :
bunga bintang, hoya komet, kapalan (negara kita ); Chukangkang
(Sunda)
Sinonim:
Asclepias carnosa Blanco; Asclepias stellata Burm. ex Decne.;
Centrostemma lindleyanum Decne.; Centrostemma multiflorum
(Blume) Decne.; Cyrtoceras coriaceum Heynh.; Cyrtoceras floribundum
Maund; Cyrtoceras lindleyanum Miq.; Cyrtoceras multiflorum Heynh.
Ciri-ciri:
Liana merambat dengan panjang mencapai 2 m. Daun tunggal, ukuran
8–14 x 2,5–5 cm, tebal dan berdaging, berwarna hijau, urat mencolok,
dan berbintik–bintik. Bunga majemuk, kuning kemerah-mudaan sampai
putih, bentuk seperti bintang yang melipat, ukuran sekitar 2 cm, sering
berbunga dalam jumlah banyak.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari negara kita , Thailand, Malaysia, dan Filipina. Kini,
bunga bintang telah tersebar luas di seluruh Asia Tenggara sampai Tiongkok
bagian selatan (Guangxi dan Yunnan).
Habitat:
Tumbuh liar di semak belukar atau hutan terbuka pada ketinggian tempat
500–1.200 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek batang.
khasiat :
Bunga berbentuk dan warna yang menarik sehingga sangat cocok
dijadikan sebagai tanaman hias pot. Daun dan bunga berpotensi sebagai
obat tradisional. Bunga sebagai penghasil nektar.
Status Konservasi:
Jenis ini tidak dilindungi meskipun populasi di alam semakin jarang. Saat
ini, bunga bintang banyak dilestarikan oleh masyarakat dan pengusaha
tanaman hias.
Aglaonema pictum (Roxb.) Kunth (Sri Rejeki Belang)
nama lokal :
sri rejeki (Jawa); aglonema, sri rejeki belang (negara kita )
Sinonim:
Aglaonema gracile Schott; Aglaonema pictum f. concolor Jervis;
Aglaonema pictum var. tricolor N.E.Br. ex Engl.; Aglaonema versicolor
auct.; Calla picta Roxb
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 60 cm. Batang tegak, bulat, diameter 0,3–2
cm, berwarna hijau tua dengan garis-garis bekas daun berwarna keperakan.
Daun berbentuk jorong memanjang, ukuran 10–16 x 3,5–6 cm, tepi rata,
corak warna seperti seragam tentara, permukaan atas berwarna hijau tua
dengan bercak putih tidak beraturan yang tersebar secara acak dan
permukaan bawah berwarna hijau muda. Perbungaan terdiri atas dua
bagian, yaitu tongkol dan seludang. Tongkol tegak lurus ke atas, lebih
tinggi dari seludang, tersusun bunga jantan berwarna putih, dan bunga
betina berwarna kuning bagian bawah. Seludang berwarna putih bagian
dalam dan berwarna hijau bagian luar. Buah buni, panjang 1–2,5 cm,
berwarna merah. Biji 1, bentuk jorong.
Sebaran:
Jenis ini endemik untuk pulau Sumatra. Artinya, secara alami jenis ini
tidak ditemukan di luar Pulau Sumatra. Saat ini sudah luas dilestarikan
di seluruh negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan pamah sampai hutan pegunungan pada ketinggian tempat
mencapai 2.000 mdpl. Menyukai tempat dengan intensitas matahari yang
tidak terlalu terik.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, dan pemisahan anakan.
khasiat :
Jenis ini memiliki daun yang cantik sehingga sering digunakan sebagai
tanaman penghias teras, ruangan, atau meja.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di hutan Sumatra dan
sudah dilestarikan oleh masyarakat sebagai tanaman hias sehingga tidak
termasuk jenis yang dilindungi.
Alocasia longiloba Miq. (Keladi Keris)
nama lokal :
keladi keris, alokasia tangkai ungu (negara kita )
Sinonim:
Alocasia amabilis W.Bull; Alocasia curtisii N.E.Br.; Alocasia cuspidata
Engl.; Alocasia denudata Engl.; Alocasia grandis Clemenc.; Alocasia
korthalsii Schott; Alocasia longifolia Engl. & K.Krause; Alocasia lowii
Hook.f.; Alocasia pucciana André; Alocasia spectabilis Engl. & K.Krause;
Alocasia thibantiana Mast.; Alocasia watsoniana Sander; Caladium lowii
Lem.; Caladium veitchii Lindl
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 150 cm. Batang sukulen, bercabang banyak,
dan memiliki rimpang. Daun bercorak cantik, bentuk panah besar atau
perisai, ukuran 27–85 x 14–40 cm, ujung lancip, pangkal berbentuk jantung,
permukaan atas daun berwarna hijau kebiruan, permukaan bawah hijau
tua dengan totol-totol ungu, tangkai daun ungu kecokelatan, merah muda
sampai hijau, bertotol-totol. Perbungaan terdiri atas dua bagian, yaitu
tongkol dan seludang. Tongkol berbentuk silinder, panjang sampai 13 cm.
Seludang berbentuk seperti kano, hijau sampai putih, panjang 7–17 cm.
Buah buni, bulat sampai jorong, panjang 1,5 cm, jingga, sampai merah.
Biji jorong.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Asia Tenggara dan Tiongkok bagian selatan. Kini
keladi keris telah tersebar luas di berbagai negara beriklim tropis.
Habitat:
Tumbuh liar di hutan hujan tropis dan semak belukar, menyukai tempat
yang cukup teduh (sekitar 60–80% naungan), suhu yang hangat dan lembap,
dan tanah berdrainase baik.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek umbi dan pemisahan anakan.
khasiat :
Jenis ini telah dilestarikan oleh masyarakat sebagai tanaman hias, baik
di dalam maupun luar ruangan.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di hutan alam dan sudah
dilestarikan oleh masyarakat sebagai tanaman hias sehingga tidak
termasuk jenis yang dilindungi.
Alocasia macrorrhizos (L.) G.Don (Sente)
nama lokal :
birah, bio (Sumatra); sente (Sunda, Jawa); bira (Madura); bira, biraah,
lawir (Sulawesi); hila, kiha (Maluku)
Sinonim:
Alocasia grandis N.E.Br.; Alocasia marginata N.E.Br.; Arum indicum
Lour.; Arum macrorrhizon L.; Caladium indicum K.Koch; Caladium
macrorrhizon (L.) R.Br.; Calla badian Blanco; Calla maxima Blanco;
Colocasia indica (Lour.) Kunth; Colocasia macrorrhizos (L.) Schott;
Philodendron peregrinum (L.) Kunth; Philodendron punctatum Kunth.
Ciri-ciri:
Terna besar dengan tinggi mencapai 4 m. Batang tegak hingga 1,5 m,
kemudian merunduk, dan menjalar di permukaan tanah. Daun memata
panah, bentuk membundar telur dengan pangkal bercangap dalam, berwarna
hijau terang, tepi daun agak bergelombang, panjang tangkai daun sekitar
1,5 m. Perbungaan sepasang muncul di antara pangkal tangkai daun,
ditutupi seludang menyerupai tabung yang berbentuk lanset sampai
melonjong. Tongkol berbentuk silinder, putih. Buah buni, bentuk jorong,
ukuran 12 x 8 mm, merah sampai jingga. Biji jorong, kecokelatan.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari negara kita , Semenanjung Malaya, Filipina, Papua
Nugini hingga Australia. Saat ini, sente telah tersebar luas di area
tropis Asia.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis sampai ketinggian 800 mdpl. Jenis ini sering
ditemukan di pinggiran parit, pematang sawah, tegalan, atau kebun dan
ladang penduduk, terutama pada lingkungan yang basah dan lembap.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, rimpang, dan setek batang.
khasiat :
Sente banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tanaman hias, dan obat.
Umbi kaya akan pati atau tepung yang dapat dimakan dengan cara direndam
air garam untuk menghilangkan kristal oksalat penyebab rasa gatal. Rebusan
batang sebagai pencahar dan sari tangkai daun sebagai obat batuk. Di Jawa,
daun digunakan sebagai pakan ikan gurame. Di Papua Nugini, daun muda
dan cairannya digunakan sebagai obat luar sakit kepala. Daun yang dimasak
dalam santan dimakan untuk terapi penderita kemunduran seksualitas. Di
Thailand, rimpang digunakan sebagai obat bekas gigitan ular dan luka-luka.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di hutan alam dan sudah
dilestarikan oleh masyarakat sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Apoballis rupestris (Zoll. & Moritzi ex Zoll.)
S.Y.Wong & P.C. Boyce (Keladi Hijau)
nama lokal :
apobalis, keladi hijau (negara kita )
Sinonim:
Apoballis neglecta Schott; Schismatoglottis rupestris Zoll. & Moritzi ex
Zoll.; Schismatoglottis latifolia Miq.; Schismatoglottis wigmannii Engl.;
Schismatoglottis neglecta Schott
Ciri-Ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 80 cm. Batang berdiameter 3 cm,
membengkok, dan hampir menyentuh tanah. Tiap individu terdiri atas 6
helai daun; panjang tangkai daun 60 cm, warna hijau sampai merah
kecokelatan, memiliki sayap pada setengah bagiannya dari pangkal,
lama kelamaan sayap ini akan mongering; helaian daun berbentuk
membundar telur terbalik, bagian pangkal bercangap, permukaan atas
hijau dan permukaan bawah berwarna hijau kekuning-kuningan, ukuran
40 x 28 cm; pertulangan daun cukup rapat. Perbungaan muncul sekitar 4
tangkai secara bersamaan.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Timor. Kini apobalis
telah tersebar di seluruh negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan primer dan sekunder, kadang-kadang dapat hidup di
daerah batu kapur pada ketinggian tempat 250‒1.300 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek batang dan pemisahan anakan.
khasiat :
Apobalis sangat sesuai bila ditanam sebagai tanaman hias, terutama sebagai
tanaman hias border.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Homalomena pendula (Blume) Bakh.f.
(Keladi Pentul Merah)
nama lokal :
homalomena, keladi pentul merah (negara kita )
Sinonim:
Arum purpureum Thunb.; Caladium pendulum Blume; Homalomena
alba Hassk.; Homalomena cordata Zoll.; Homalomena curvata Engl.;
Homalomena discolor Alderw.; Homalomena gigantea Engl.;
Homalomena major Griff.; Homalomena rosea Alderw.; Homalomena
rubra Hassk.; Zantedeschia alba K.KochCiri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 1 m. Batang tegak, diameter sekitar 5 cm.
Tangkai daun dengan panjang 85 cm, warna hijau sampai hijau tua, kadangkadang ada warna merah muda pada bagian pangkalnya dan garis-garis
pendek berwarna hijau gelap. Helaian daun menjantung, bercangap pada
bagian pangkal, berwarna hijau sampai dengan hijau kekuningan pada
permukaan atas, hijau pucat sampai hijau tua pada permukaan bawah,
kadang-kadang daun muda yang baru muncul berwarna merah muda agak
gelap, ukuran 45 x 30 cm. Perbungaan sekitar 6 tangkai sekaligus. Seludang
memiliki warna yang bervariasi, mulai dari kuning kehijauan sampai
putih kekuningan atau merah tua.
Sebaran:
Jenis ini banyak ada di area Malesia, Thailand, Myanmar, hingga
Bangladesh. Kini, homalomena telah tersebar luas di daerah Asia tropis
lainnya.
Habitat:
Tumbuh di hutan sekunder dan sepanjang aliran sungai pada ketinggian
mencapai 1.100 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan rimpang.
khasiat :
Sebagai tanaman hias di pekarangan rumah atau taman kota dan
perkantoran.
Status konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindung
Philodendron bipinnatifidum Schott ex Endl.
(Keladi Daun Pecah)
nama lokal :
keladi daun pecah, pilodendron (negara kita )
Sinonim:
Arum pinnatifidum Vell.; Philodendron pygmaeum Chodat & Vischer;
Philodendron selloum K.Koch; Sphincterostigma bipinnatifidum Schott
Ciri-ciri:
Terna berbatang tegak, merunduk atau semi berdiri dengan tinggi mencapai
3,5 m. Batang berdiameter sekitar 13 cm. Tangkai daun berukuran panjang
sekitar 1,2 m dan berwarna hijau. Helaian daun berbentuk bulat telur yang
melebar pada bagian pangkal, bercangap dalam pada bagian pangkal sampai
dengan pertemuan tangkai daun, tepi daun bertoreh mendalam hampir
sampai ke ibu tulang daun sehingga membentuk pinak-pinak daun,
permukaan atas berwarna hijau muda sampai hijau gelap, permukaan
bawah berwarna hijau pucat, ukuran 75–120 x 60–120 cm. Perbungaan
biasanya hanya satu, jarang yang sepasang pada waktu yang bersamaan.
Seludang berwarna hijau, merah marun, atau cokelat.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Brazil, Argentina, Paraguay, dan Bolivia. Kini,
pilodendron telah tersebar luas di seluruh daerah tropis (termasuk negara kita )
dan subtropis.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan, kadang-kadang ditemukan di hutan terbuka atau
daerah rawa.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek rimpang.
khasiat :
Jenis ini dimanfaatkan sebagai tanaman hias sebab memiliki perawakan
dan daun yang menarik. Di Paraguay dan Argentina, akar digunakan
sebagai tali, buah dimakan dan dijadikan bahan obat.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Rhaphidophora korthalsii Schott (Rapidopora)
nama lokal :
ki Kanada (Sunda)
Sinonim:
Epipremnum multicephalum Elmer; Pothos bifarius Wall. ex Hook.f.;
Pothos celatocaulis N.E.Br.; Rhaphidophora celatocaulis (N.E.Br.)
Alderw.; Rhaphidophora grandifolia K.Krause; Rhaphidophora grandis
Ridl.; Rhaphidophora latifolia Alderw.; Rhaphidophora maxima Engl.;
Rhaphidophora palawanensis Merr.; Rhaphidophora ridleyi Merr.;
Scindapsus anomalus Carrière
Ciri-ciri:
Liana memanjat dengan tinggi rambatan mencapai 20 m. Batang halus,
berwarna hijau terang, bekas tangkai daun terlihat dengan jelas, akar-akar
yang digunakan untuk menempel pada pohon rambatan keluar dari bukubuku dan antarbuku yang padat dan rapat. Helaian daun masa juvenil
(seedling) saling tumpang tindih dan menempel di pohon rambatan,
melanset, bagian pangkal agak menjantung, ukuran 5–11 x 3–6 cm. Helaian
daun pradewasa hingga dewasa tidak menempel, berbentuk sederhana,
tepi rata sampai terpecah-pecah menjadi beberapa pinak daun, ukuran
44–94 x 10–14 cm. Perbungaan tunggal. Seludang kehijauan sampai
kekuningan, ukuran 10–30 x 3–5 cm. Tongkol berbentuk silinder, panjang
9–26 cm, hijau sampai putih. Bunga biseksual. Buah buni. Biji lonjong,
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Thailand, Semenanjung Malaya, negara kita , Filipina,
Papua Nugini, sampai Kepulauan Pasifik.
Habitat:
Tumbuh di hutan primer atau sekunder hingga ketinggian tempat mencapai
1.800 mdpl. Jenis ini dapat tumbuh pada bebatuan, karang yang terjal,
batu kapur, dan tanah ultrabasic.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek batang dengan cara batang yang tidak
terlalu muda dipotong-potong sekitar 15 cm, kemudian ditanam dengan
posisi tidur atau sedikit tegak.
khasiat :
Sebagai tanaman hias merambat.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sebagai tanaman hias sehingga tidak termasuk jenis yang
dilindung
Caladium bicolor (Aiton) Vent. (Keladi Bintang Merah)
nama lokal :
bunga keladi, keladi warna-warni, keladi hias (negara kita ); keladi,
lompong-lompongan (Jawa)
Sinonim:
Alocasia rex N.E.Br.; Alocasia roezlii N.E.Br.; Arum bicolor Aiton;
Caladium concolor K.Koch; Caladium discolor Engl.; Caladium lindenii
Engl.; Caladium macrophyllum Lem.; Caladium marginatum K.Koch &
C.D.Bouché; Caladium marmoratum Mathieu ex K.Koch; Caladium
pictum DC.; Caladium rubellum K.Koch & Fint.; Caladium sororium
Schott; Caladium surinamense MiqCaladium wagneri Engl.; Cyrtospadix
bicolor (Aiton) Britton & P.Wilson
Ciri-ciri:
Terna tahunan dengan tinggi mencapai 60 cm. Umbi membulat. Daun
berukuran besar, bentuk hati-bulat-panjang, pangkal berlekuk, tulang daun
sangat mencolok, tepi rata, warna beragam mulai putih kehijauan dengan
tulang daun hijau, hijau di tepi dan merah menyala di tengahnya, hingga
hijau di tepi dan merah muda dibayangi putih di tengahnya. Corak daun
berupa titik, bulat, bergaris, atau bentuk yang tidak beraturan dengan
jumlah dan ukuran yang bervariasi. Panjang pelepah daun 30 cm. Bunga
memiliki tonjolan bulat memanjang dengan ujung tumpul yang dibungkus
seludang. Kulit umbi berupa lapisan tipis, pada bagian dalam umbi ada
mata tunas yang dapat digunakan sebagai alat perkembangbiakan secara
vegetatif.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Amerika tropis dan kini telah tersebar luas, mulai
dari Afrika tropis, India, Tiongkok hingga Asia Tenggara, termasuk
negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan tropis pada tempat yang lembap, tanah gembur dan
subur, terkena sinar matahari penuh maupun di bawah naungan hingga
ketinggian 1.000 mdpl. Jenis ini menyukai lokasi yang berada di pinggir
sungai, bawah pohon besar dan tempat-tempat yang lembap, suhu 21–30°C
dan intensitas cahaya 50–70%.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan pemisahan anakan dan umbi.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat. Bunga dan umbi sebagai obat luar untuk
mengobati pembengkakan pada bagian jari-jari.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Colocasia gigantea (Blume) Hook.f. (Talas Raksasa)
nama lokal :
talas padang (negara kita ); kemumu (Minahasa); kajar-kajar, lumpuy
(Sunda); rombang, lumbu (Jawa)
Sinonim:
Arisaema fouyou H.Lév.; Caladium giganteum Blume; Colocasia
prunipes K.Koch & C.D.Bouché; Leucocasia gigantea (Blume) Schott
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 4 m dan bergetah putih. Batang berdiameter
30 cm, tegak atau menjalar. Daun besar, ukuran mencapai 1,6 m, bentuk
bulat telur hingga menjantung, warna hijau, tepi daun bergelombang,
tangkai daun ditutupi lapisan lilin putih, panjang mencapai 1,5 m, urat
daun mencolok, bercangap pada bagian pangkal. Perbungaan dalam tongkol
berwarna kuning, berjumlah 5–10 berbaris pada bagian poros daun,
terlindungi oleh seludang dengan ukuran panjang 12,5–15 cm, bagian
bawah bentuk jorong, berwarna hijau kebiruan, bagian atas tegak berbentuk
seperti perahu dan berwarna putih, tangkai bunga berwarna hijau. Buah
membulat dan berwarna kuning muda saat masak.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Indochina (Myanmar/Burma, Thailand, Kamboja,
Laos, Vietnam, Tiongkok bagian selatan), Semenanjung Malaya, dan
negara kita (Sumatra, Jawa, dan Bali).
Habitat:
Tumbuh di hutan campuran, hutan jati, hutan rawa hingga ketinggian
mencapai 1.000 mdpl. Jenis ini menyukai tempat yang agak terlindung
dan lembap.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, pemisahan anakan dan bonggol.
khasiat :
Sebagai bahan pangan dan tanaman penghias kolam. Tangkai dan helaian
daun dapat dimasak sebagai sayur. Buah dapat dimakan. Di Sumatra,
tangkai daun sering dijadikan bahan sayuran untuk kare.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Dieffenbachia seguine (Jacq.) Schott (Daun Bahagia)
nama lokal :
bunga bahagia (negara kita ); sri rejeki (Jawa)
Sinonim:
Arum seguine Jacq.; Arum seguinum L.; Caladium seguine (Jacq.)
Vent.; Caladium seguinum (Jacq.) Vent.; Dieffenbachia brasiliensis
H.J.Veitch; Dieffenbachia gigantea Verschaff.; Dieffenbachia grandis
Engl.; Dieffenbachia lineata K.Koch & C.D.Bouché; Dieffenbachia
lingulata Schott; Dieffenbachia mirabilis Verschaff. ex Engl.;
Dieffenbachia robusta K.Koch; Dieffenbachia variegata Engl.; Seguinum
maculatum (Lodd.) Raf.; Spathiphyllum pictum W.Bull.
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 2 m. Batang berwarna hijau, kulit batang
berwarna putih kekuningan hingga hijau dan bergetah. Daun lebar, bentuk
bundar hingga lonjong, warna bervariasi mulai dari hijau popos, hijau
dengan bercak-bercak hijau muda, sampai putih atau kuning, tulang daun
tampak jelas. Seluruh bagian tumbuhan ini mengandung kristal kalsium
oksalat yang berbentuk jarum di dalam sitoplasma sel yang disebut rafida
sehingga menyebabkan iritasi/gatal jika tangan terkena getah.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Kepulauan Karibia sampai area tropis Amerika
Selatan. Kini, daun bahagia telah tersebar luas di area -area tropis
Afrika dan Asia, termasuk negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis pada ketinggian tempat mencapai 1.500
mdpl. Jenis ini tumbuh dengan baik pada tempat terbuka dan lembap.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek batang dan pemisahan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias pekarangan, ruangan, dan dekorasi. Di Afrika,
tumbukan bagian tumbuhan ini dijadikan racun panah.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Sansevieria trifasciata Prain (Lidah Mertua)
nama lokal :
sensivera, lidah mertua, ular sontak, lidah jin (negara kita )
Sinonim:
Aletris hyacinthoides var. zeylanica L.; Sansevieria craigii auct.;
Sansevieria jacquinii N.E.Br.; Sansevieria laurentii De Wild.; Sansevieria
zeylanica var. laurentii (De Wild.) L.H.BaileyCiri-ciri:
Terna sukulen, berumpun dengan tinggi mencapai 70 cm. Lidah mertua
memiliki rimpang. Daun tebal, keras, kaku, ujung runcing atau berduri;
warna bervariasi, mulai dari hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak,
sampai kombinasi putih kuning dan kuning hijau; motif juga bervariasi
mulai dari mengikuti arah serat daun, tidak beraturan, garis sampai zigzag; daun berbentuk pedang pendek sampai panjang. Perbungaan tandan.
Bunga berwarna putih. Biji sangat kecil dan berwarna putih.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Afrika tropis dan telah tersebar ke seluruh dunia,
terutama daerah tropis (termasuk negara kita ) dan subtropis.
Habitat:
Tumbuh pada berbagai kondisi iklim dan jenis tanah. Jenis ini mampu
hidup di daerah yang kering dan tandus.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, pemisahan anakan, dan setek rimpang.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat tradisional. Lidah mertua berkhasiat sebagai
obat penutup luka, antiseptik, wasir, cacar, cacing, penyakit mata dan
telinga, malaria, antikanker, anticendawan, antikolesterol, dan penyegar
tubuh. Tumbuhan ini memiliki kemampuan menyerap polutan di udara,
seperti karbonmonoksida, nikotin, benzene, formaldehyd, trichloroethylene,
dan dioksin. Berdasarkan hasil penelitian, jenis ini memiliki kemampuan
menyerap hingga 107 jenis unsur berbahaya dan 5 helai daun dewasa
mampu menyerap dan membersihkan ruangan seluas 100 m3
dari berbagai
jenis polutan.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Begonia acetosa Vell. (Begonia)
Nama negara kita :
begonia, begonia rubi (negara kita )
Sinonim: -
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 40 cm dan memiliki rimpang. Batang hijau
pucat, merayap, tebal, bercabang horizontal. Daun bertangkai, bentuk
bundar telur sampai bundar, ukuran 4–18 x 3,3–13 cm, pangkal bentuk
hati, tekstur beledu, permukaan atas berwarna hijau dengan bulu-bulu
halus, permukaan bawah berwarna merah, dan pertulangan menjari. Bunga
majemuk, muncul di ketiak daun, berwarna putih hingga merah muda
dan benang sari di tengah berwarna kuning.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Brazil bagian tenggara dan telah tersebar di Asia
tropis (termasuk negara kita ) dan Australia.
Habitat:
Tumbuh liar di hutan tropis basah pada tempat-tempat berair, seperti
sekitar sungai pada ketinggian mencapai 2.500 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek daun, batang, dan pemisahan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan berpotensi sebagai obat tradisional untuk
mengobati demam dan sifilis.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh liar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindung
Begonia brevirimosa Irmsch. (Begonia Darah)
nama lokal :
begonia, begonia darah (negara kita )
Sinonim:
Begonia brevirimosa subsp. brevirimosa
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 1 m. Batang menyemak, bercabang, hijau
dengan warna merah di atas ruas; tangkai daun hijau kekuningan, merah
muda sampai merah, panjang 6 cm, berambut jarang. Daun cukup besar,
bentuk bundar telur sampai jorong, ukuran 10–23 x 6–14,5 cm, berwarna
hijau perunggu sampai merah keperakan, mengilap dengan garis-garis
merah muda, pangkal daun bentuk hati, ujung daun meruncing, tepi
bergerigi. Bunga kecil dan berwarna putih hingga merah muda. Buah bulat
telur sampai jorong, panjang sampai 1,5 cm.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Papua Nugini dan kepulauan di sekitarnya, termasuk
Kepulauan Bismarck dan telah tersebar luas di Australia, Amerika, dan
Asia tropis, termasuk negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan pegunungan, terutama di pinggir hulu sungai dan sekitar
air terjun. Jenis ini tumbuh baik pada tempat ternaungi, kaya nutrisi,
kelembapan tinggi, suhu 16–290
C pada ketinggian mencapai 2.500 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek batang dan pemisahan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dalam pot, taman, maupun gantung. Manfaat lain
dari jenis ini masih diteliti lebih lanjut, terutama kandungan kimianya.
Status Konservasi:
Jenis ini masih banyak ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Cheilocostus speciosus (J.Koenig) C.D.Specht (Sitawar)
nama lokal :
pacing tawar, pacing, poncang-pancing, dan bunto (Jawa); tabartabar, kelacim, setawar, tawar-tawar, tebu tawar, tubu-tubu, sitawar,
tawa-tawa, totar (Sumatra); lingkuwas, lincuas, palai batang, tampung
tawara, galoba utan, tepu tepung (Sulawesi); muri-muri, tebe pusa,
tehu lopu, uga-uga, tehe tep (Maluku)
Sinonim:
Amomum arboreum Lour.; Banksea speciosa J.Koenig; Cardamomum
arboreum (Lour.) Kuntze; Costus angustifolius Ker Gawl.; Costus
formosanus (Nakai) S.S. Ying; Costus glaber (K.Schum.) Merr.; Costus
speciosus (J.Koenig) Sm.; Costus vaginalis Salisb.; Hellenia grandiflora
Retz.; Kaempferia speciosa (J.Koenig) Thunb.; Planera speciosa
(J.Koenig) Giseke; Pyxa speciosa (J.Koenig) M.R.Almeida; Tsiana
speciosa (J.Koenig) J.F.Gmel.
Ciri-ciri:
Terna tegak dengan tinggi hingga 2,7 m dan memiliki akar rimpang.
Batang berkayu pada bagian pangkal. Daun tersusun spiral, ukuran 15–30
× 5,7–7,5 cm, bentuk lonjong sampai lanset, ujung luncip, pangkal membulat,
permukaan atas mengilap, permukaan bawah halus, memiliki selubung
seperti kulit. Perbungaan berbentuk bulir rapat yang tumbuh di ujung
batang. Daun pelindung berbentuk bulat telur, berwarna merah cerah.
Mahkota bunga berupa tabung pendek, berwarna putih, merah muda
sampai merah. Buah berbentuk kapsul, warna merah dan biji berwarna
hitam dengan selaput putih.
Sebaran:
Pacing merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara dan kini telah tersebar
luas di seluruh daerah tropis.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis, terutama di daerah yang lembap, tepi aliran
air, atau jalan yang ternaungi.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan rimpang.
khasiat :
Sebagai tanaman hias pekarangan dan obat. Rimpang digunakan untuk
mengobati demam, asma, bronkitis, cacingan, pencahar, obat penurun
panas, dan penyakit kulit.
Status Konservasi:
Jenis ini masih banyak ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Mapania cuspidata (Miq.) Uittien (Serapat)
nama lokal :
serapat pandan, siak-siak rimba, sempit (Sumatra)
Sinonim:
Lepironia cuspidata Miq.; Lepistachya praemorsa Zipp. ex Miq.;
Mapania humilis F.-Vill.; Mapania inopinata Uittien; Mapania lucida
N.E.Br.; Mapania petiolata C.B.Clarke; Mapania platyphylla Merr.;
Mapania stolonifera Uittien; Mapania triquetra Ridl.; Pandanophyllum
wendlandii auct.; Pandanophyllum zippelianum Kurz
Ciri-ciri:
Terna bergerombol, batang pipih dengan tinggi mencapai 60 cm. Akar
rimpang pendek atau seperti stolon. Daun tersusun memeluk batang, ukuran
mencapai 130 x 2,5–3 cm, bentuk pita hingga lonjong, ujung menyempit
dan runcing, warna hijau muda hingga hijau tua, kadang-kadang permukaan
bawah berwarna merah atau merah muda. Perbungaan tandan, terletak
di ujung batang. Buah seperti kacang kecil, bulat telur sungsang hingga
jorong, cokelat keabu-abuan dan licin.
Sebaran:
Serapat tersebar mulai dari Thailand, area Malesia, hingga Kepulauan
Solomon.
Habitat:
Tumbuh di hutan rawa dataran rendah hingga hutan pegunungan, terutama
di daerah tepi sungai dan aliran air pada tanah berbatu atau berpasir
hingga ketinggian tempat 900 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan anakan.
khasiat :
Serapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan obat. Jenis ini berkhasiat
untuk mengobati bengkak setelah persalinan, mengencangkan kulit dan
payudara.
Status Konservasi:
Jenis ini masih banyak ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Homalomena cordata Schott (Talas Anggrek)
nama lokal :
cariyang bodas, cariyang beureum (Sunda), nampu, nyampu (Jawa
Tengah)
Sinonim:
Dracontium cordatum Houtt.; Zantedeschia cordata (Schott) K.Koch
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 80 cm. Batang tegak dan berdiameter 3,3
cm. Tangkai daun panjang sekitar 80 cm, berwarna hijau kekuningan
dengan garis-garis halus tipis berwarna hijau. Helaian daun menjantung,
bercangap pada bagian pangkal, permukaan atas berwarna hijau gelap,
permukaan bawah berwarna hijau kekuningan, ukuran 55 x 38 cm.
Perbungaan sekitar 6 tangkai sekaligus, masing-masing panjangnya sekitar
12 cm. Seludang berwarna hijau kekuningan, tegak. Buah buni dan berwarna
kuning.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Jawa dan kini telah tersebar luas di seluruh negara kita
dan Malaysia (terutama di Semenanjung Malaya).
Habitat:
Tumbuh di hutan pamah dan hutan rawa hingga ketinggian mencapai 200
mdpl. Jenis ini menyukai lokasi yang berada di pinggir sungai, lerenglereng yang basah, dan tepi danau pada tempat yang ternaung.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, rimpang, dan setek.
khasiat :
Sebagai tanaman obat dan hias. Rimpang berkhasiat menghilangkan masuk
angin dan memperkuat tendon serta tulang. Daun dapat dimanfaatkan
sebagai pembungkus makanan.
Status konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Schismatoglottis calyptrata (Roxb.) Zoll & Mor.
(Lidah Jatuh)
nama lokal :
cariang (Sunda)
Sinonim:
Alocasia neoguineensis (Linden ex André) Sieber & Voss; Calla
calyptrata Roxb.; Colocasia humilis Hassk.; Homalomena calyptrata
(Roxb.) Kunth; Schismatoglottis angustifolia Alderw.; Schismatoglottis
emarginata Engl.; Schismatoglottis picta Schott; Schismatoglottis
pseudocalyptrata Alderw.; Schismatoglottis riparia Schott;
Schismatoglottis tenuifolia Engl.; Schismatoglottis variegata N.E.Br.;
Zantedeschia calyptrata (Roxb.) K.Koch
Ciri-ciri:
Terna dengan tinggi sekitar 60 cm dan membentuk koloni yang rapat.
Tangkai daun halus, panjang sekitar 50 cm. Helaian daun berbentuk lonjong
melanset, bercangap pada bagian pangkal, biasanya berwarna hijau muda,
kadang-kadang variegata dengan dua strip berwarna hijau keabu-abuan
atau keputih-putihan atau ada totol-totol tidak beraturan berwarna
hijau keabu-abuan sampai hijau kekuningan, ukuran 35 x 18 cm. Perbungaan
biasanya 1–8 secara bersamaan. Seludang bagian bawah berwarna hijau
keputih-putihan, seludang bagian atas berwarna krem sampai kuning
kehijau-hijauan. Tongkol berukuran 3/4 dari panjang seludang, bagian atas
akan putus setelah selesai masa antesis.
Sebaran:
Tersebar mulai dari Tiongkok bagian barat daya, Indochina, sampai Maluku
dan Vanuatu.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan pamah sampai hutan pegunungan hingga ketinggian
mencapai 1.700 mdpl. Jenis ini menyukai tempat yang basah dan memiliki
drainase tanah yang baik.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, dan pemisahan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman obat dan tanaman hias di pekarangan rumah, taman
kota, dan perkantoran. obat. Tumbuhan ini berkhasiat sebagai obat sakit
pinggang. Di Jawa Barat, daunnya sering digunakan sebagai pakan ikan.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini di alam masih cukup melimpah dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Scindapsus pictus Hassk. (Keladi bercak perak)
nama lokal :
skindapsus, skindapsus perak (negara kita )
Sinonim:
Pothos argenteus W.Bull; Pothos argyraea J.J.Veitch; Scindapsus
argyraeus (J.J.Veitch) Engl.; Scindapsus pothoides Schott
Ciri-ciri:
Liana memanjat dengan perawakan tidak terlalu besar. Tangkai daun bulat,
hampir sama panjang dengan helaian daun dan berwarna hijau terang.
Helaian daun asimetris, berbentuk jantung; permukaan atas berwarna hijau
gelap dan di atasnya ada totol-totol tidak beraturan di kedua sisi
tulang daun utama, tulang daun berwarna hijau keperakan; permukaan
bawah berwarna hijau keperakan polos. Perbungaan tunggal. Seludang
berbentuk perahu. Tongkol berbentuk silinder. Buah buni. Biji membulat.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari negara kita dan Filipina. Kini, skindapsus telah tersebar
di Asia tropis.
Habitat:
Tumbuh merambat pada batang pohon atau terkadang ditemukan menjalar
di permukaan lantai hutan di hutan sekunder hingga ketinggian 1.000
mdpl. Jenis ini menyukai lokasi dengan curah hujan yang tinggi, kelembapan
udara 70%, suhu 18–310 C, pH tanah 6,5 dan kelembapan tanah 64%.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek batang.
khasiat :
Sebagai tanaman hias gantung dan tanaman rambatan untuk menutupi
batang pohon.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini masih cukup banyak di alam dan sudah dilestarikan
sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Schefflera arboricola (Hayata) Merr. (Wali Songo)
nama lokal :
wali songo, pohon payung (negara kita )
Sinonim:
Heptapleurum arboricola Hayata
Ciri-ciri:
Pohon kecil atau perdu dengan tinggi mencapai 10 m dan kadang-kadang
sebagai tumbuhan epifit. Daun majemuk, menjari, anak daun 7–9, mengilap.
Anak daun bundar telur sungsang hingga lonjong, warna dan corak hijau
di tengah dan kuning di tepi. Bunga mejemuk, tersusun dalam malai,
bulat, dan berwarna hitam. Biji ukuran kecil dan berwarna hitam. Jika
wali songo ditanam di dalam ruangan, biasanya jarang berbunga.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Tiongkok (Hainan) dan Taiwan. Kini wali songo telah
tersebar di Asia dan Afrika tropis, Hawaii, hingga daratan Amerika Serikat
(Florida).
Habitat:
Tumbuh di hutan yang lembap dan terkena sinar matahari langsung pada
tanah yang kaya unsur hara.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, dan cangkok.
khasiat :
Sebagai tanaman hias di halaman rumah dan dekorasi ruangan.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini masih cukup banyak di alam dan sudah dilestarikan
sebagai tanaman hias sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Cordyline fruticosa (L.) A.Chev. (Andong)
nama lokal :
tumjuang (Lampung)
Sinonim:
Aletris chinensis Lam.; Asparagus terminalis L.; Calodracon nobilis
Planch.; Calodracon terminalis (L.) Planch.; Convallaria fruticosa L.;
Cordyline amabilis Cogn. & Marchal; Cordyline javanica Klotzsch ex
Kunth; Cordyline nobilis (Planch.) K.Koch; Cordyline terminalis (L.)
Kunth; Cordyline timorensis Planch.; Dracaena amabilis auct.; Dracaena
aurora Linden & André; Dracaena sepiaria Seem.; Dracaena terminalis
L.; Ezehlsia palma Lour. ex B.A.Gomes; Taetsia fruticosa (L.) Merr.;
Taetsia terminalis (L.) W.Wight; Terminalis fruticosa (L.) Kuntze
Ciri-ciri:
Perdu dengan tinggi mencapai 4 m dan tidak banyak cabang. Batang bulat,
tegak, dan keras, pada ujung memunculkan tombak berbentuk daun; warna
hijau mengilap sampai merah marun (tergantung varietas); pada ranting
ada bekas daun rontok yang berbentuk cincin. Daun tunggal, bentuk
lanset, ukuran 30–50 x 5–10 cm, ujung dan pangkal daun runcing, tepi
rata, letak daun di ujung batang terlihat berjejal dengan susunan seperti
spiral; panjang pelepah daun 5–10 cm. Perbungaan malai, muncul di ujung
batang, panjang 60 cm. Bunga berdiameter sekitar 12 mm, berwarna
kekuningan sampai merah, berbau wangi. Buah buni, bulat, berwarna
ungu-merah, diameter sekitar 8 mm. Biji hitam mengilap. Perakaran serabut
berwarna putih kekuningan.
Sebaran:
Jenis ini merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara, Papua Nugini, area
Melanesia lainnya, timur laut Australia, dan Polinesia.
Habitat:
Tumbuh di hutan pamah hingga pegunungan pada ketinggian mencapai
1.900 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, dan pemisahan tunas.
khasiat :
Jenis ini biasa dimanfaatkan sebagai tanaman hias di pekarangan rumah,
taman, kuburan, atau peneduh di perkebunan teh. Selain itu, tumjuang
dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Daun digunakan untuk
mengobati penyakit paru-paru yang disertai batuk darah, disentri, diare,
nyeri lambung, sengatan binatang berbisa, dan radang gusi.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini masih cukup banyak di alam dan sudah dilestarikan
sebagai tanaman hias dan obat sehingga tidak termasuk jenis yang
dilindungi.
Ophiopogon japonicus (Thunb.) Ker Gawl.
(Rumput Mondo)
nama lokal :
rumput mondo, alang hijau kecil (negara kita )
Sinonim:
Anemarrhena cavaleriei H.Lév.; Convallaria graminifolia Salisb.;
Convallaria japonica Thunb.; Flueggea japonica (Thunb.) Rich.; Liriope
gracilis (Kunth) Nakai; Mondo japonicum (Thunb.) Farw.; Mondo
longifolium Ohwi; Mondo stolonifer (H.Lév. & Vaniot) Farw.;
Ophiopogon gracilis Kunth; Ophiopogon stolonifer H.Lév. & Vaniot;
Polygonastrum compressum Moench; Slateria japonica (Thunb.) Desv.;
Tricoryne acaulis D.Dietr.; Tricoryne caulescens D.DietrCiri-ciri:
Terna berumpun dengan tinggi mencapai 60 cm. Akar tebal, berumbi, dan
berstolon. Daun muncul dalam rumpun dari umbi/stolon yang tumbuh
tepat di bawah permukaan tanah, bentuk pita kecil dan berwarna hijau
tua. Jenis ini berbentuk daun yang bervariasi, mulai dari pita kecil
sempit, lebar, hingga seperti pisau rumput. Perbungaan tandan pendek,
panjang 5–10 cm. Bunga lanset, kecil, putih, atau kekuningan. Buah buni,
biru, bulat, diameter 5 mm.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Tiongkok bagian tengah dan selatan sampai Vietnam,
Jepang, Korea, hingga Filipina. Jenis ini juga ditemukan meliar di negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan primer dan sekunder atau semak belukar hingga
ketinggian 2.800 mdpl. Jenis ini menyukai tempat yang agak teduh, tanah
berpasir hingga liat, kaya bahan organik, dan berdrainase baik.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan pemisahan anakan.
khasiat :
Jenis ini sering ditanam untuk tanaman hias, obat dan mencegah erosi
tanah, menekan gulma, atau penutup tanah. Akar digunakan sebagai obat
antibakteri, penenang, sakit perut, demam, sembelit kering, dan insomnia.
Status Konservasi:
Populasi jenis ini masih cukup banyak di alam dan sudah dilestarikan
sebagai tanaman hias dan obat sehingga tidak termasuk jenis yang
dilindungi.
Rhododendron indicum (L.) Sweet
(Rododendron Mawar)
nama lokal :
rododendron (negara kita )
Sinonim:
Azalea burgeri Miq.; Azalea calycina Lem.; Azalea crispiflora Hook.;
Azalea danielsiana Paxton; Azalea indica L.; Enkianthus biflorus Lour.;
Rhododendron breynii Planch.; Rhododendron danielsianum Planch.;
Rhododendron decumbens D. Don ex G. Don; Rhododendron
macranthum (Bunge) G. Don; Rhododendron obtusum (Lindl.) Planch.
Ciri-ciri:
Perdu dengan tinggi mencapai 2 m. Batang berbentuk silinder, kasar dan
berwarna abu-abu hingga cokelat kehitaman. Daun bentuk bundar telur,
ukuran 1,7–3,2 x 0,6 cm, warna hijau tua, permukaan atas mengilap,
permukaan bawah ada rambut-rambut halus berwarna merah
kecokelatan. Bunga berukuran besar, mahkota bunga berbentuk corong,
berwarna merah muda hingga merah cerah. Buah kapsul, lonjong sampai
bulat telur.
Sebaran:
Rododendron mawar berasal dari Jepang dan telah tersebar luas di Amerika
dan Asia tropis hingga subtropis.
Habitat:
Tumbuh pada tempat yang terbuka atau agak ternanung, pH tanah < 6,5,
kondisi iklim sejuk dan dingin hingga ketinggian tempat 2.000 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji atau setek batang.
khasiat :
Jenis ini dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Sebagian masyarakat di
area Asia Tenggara memanfaatkan rododendron sebagai obat tradisional.
Di Papua Nugini, rododendron digunakan untuk mengobati penyakit kulit;
di Sabah (Malaysia Timur), air rebusan akar untuk obat kuat; di Filipina
jenis ini dimanfaatkan sebagai obat gatal.
Status Konservasi:
Jenis ini masih banyak ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Codiaeum variegatum (L.) Rumph. ex A.Juss. (Puring)
nama lokal :
tarimas, siloastam (Batak); nasalan (Nias); pudieng (Minangkabau,
Lampung); puring (Sunda, Jawa); Karoton (Madura); demung, puring
(Bali); daun garida (Timor); uhung dan dolok (Kalimantan); dendiki,
Kejondon, Kalabambang, dudi, leleme, kelet, kedongdong disik
(Minahasa), balenga semangga (Makassar), dahengora, mendem
(Manado); susurite, salu-salu, fute, ai haru,sinsite, siri-siri, galiho,
dahengaro, salubuto (Halmahera); dahengora, daliho (Ternate, Tidore)
Sinonim:
Codiaeum albicans G.Nicholson; Codiaeum angustifolium G.Nicholson;
Codiaeum elongatum Linden & André; Codiaeum multicolor
G.Nicholson; Codiaeum wilsonii G.Nicholson; Croton andreanus
Linden; Croton carrieri Chantrier; Croton pictus Lodd.; Croton
variegatus L.; Croton weismannii Cogn. & Marchal; Crozophyla
angustifolia Raf; Crozophyla elliptica Raf.; Crozophyla variegata (L.)
Raf.; Junghuhnia glabra Miq.; Oxydectes variegata (L.) Kuntze;
Phyllaurea variegata (L.) W.Wight; Ricinus pictus Noronha
Ciri-ciri:
Perdu dengan tinggi mencapai 5 m. Batang bercabang banyak dan
menghasilkan getah putih yang lengket. Daun berbentuk bervariasi,
mulai dari pita, bundar telur, bundar, lonjong hingga seperti ujung tombak;
permukaan daun bervariasi, mulai dari rata, bergelombang hingga terpilin;
warna daun bervariasi, mulai dari hijau tua polos, cokelat, merah, hijau
kebiruan dan kuning; corak daun bervariasi, mulai dari berbintik-bintik,
bergaris-garis hingga belang-belang; tangkai dan helaian daun bergetah
bening hingga putih. Perbungaan tandan, panjang 8–30 cm. Bunga
berkelamin tunggal; bunga jantan putih, terdiri atas 20–30 benang sari;
bunga betina. Buah kapsul, bulat, cokelat, diameter sampai 9 mm.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari India, Sri Lanka, Semenanjung Malaya, negara kita ,
hingga Kepulauan Pasifik. Kini, puring telah tersebar luas di daerah tropis
hingga subtropis.
Habitat:
Tumbuh di tempat terbuka dan semak belukar.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, dan cangkok.
khasiat :
Sebagai tanaman hias di pekarangan rumah, perkantoran, atau pemakaman.
Selain itu, puring dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan berbagai keperluan
lain. Air rebusan daun untuk memperlancar keluarnya keringat dan
menurunkan panas badan sebab demam. Pepagan kulit batang yang diseduh
dengan air panas lalu diminum dapat mengurangi rasa sakit perut akibat
diare. Akar dan kulit batang dapat dimanfaatkan untuk penyamak kulit.
Status Konservasi:
Jenis ini masih banyak ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah
dilestarikan sehingga tidak termasuk jenis yang dilindungi.
Euphorbia milii Des Moul. (Mahkota Duri)
nama lokal :
eporbia, kaktus pakis giwang (negara kita ); sudu-sudu, susurru, susudu
(Jawa)
Sinonim:
Euphorbia bojeri Hook.; Euphorbia bojeri Klotzsch; Euphorbia breonii
Nois.; Euphorbia rubrostriata Drake; Euphorbia splendens subsp. bojeri
(Hook.) Denis; Euphorbia splendens var. bojeri (Hook.) Costantin &
Gallaud; Euphorbia splendens var. imperatae Leandri; Sterigmanthe
bojeri (Hook.) Klotzsch & Garcke; Tumalis bojeri (Hook.) Raf.
Ciri-ciri:
Tumbuhan sukulen tahunan, tegak dengan tinggi 40–80 cm. Batang bersegi
atau bulat, percabangan rapat, warna cokelat kelabu, bergetah, berduri tajam
rapat, panjang duri 3–5 cm. Daun tunggal, tersusun berseling, tangkai pendek,
helaian daun lonjong atau bundar telur, ukuran 3–5 x 1,5–3 cm, pangkal
dan ujung daun runcing, tepi rata, permukaan licin, pertulangan menyirip,
dan berwarna hijau. Bunga majemuk, muncul di ketiak daun, membentuk
dompolan-dompolan; panjang ibu tangkai bunga 5–10 cm; kelopak 2 helai,
bentuk ginjal, halus, panjang 8–13 mm, warna merah; bakal buah menumpang;
benang sari dan putik membentuk prisma, panjang 1–2 mm, warna merah;
mahkota merupakan daun pelindung, 5 helai, warna jingga, merah hingga
merah keunguan, bentuk bulat, lancip hingga berbentuk hati dan terbelah;
posisi mahkota bertumpuk, mengait, dan bersinggungan. Buah kotak, bentuk
bulat, ukuran kecil, dan warna putih kehijauan. Biji bulat, kecil, dan berwarna
cokelat. Akar serabut dan berwarna cokelat kehitaman.
Sebaran:
Mahkota duri berasal dari Madagaskar dan telah tersebar luas di seluruh
Amerika, Afrika, dan Asia tropis, termasuk negara kita .
Habitat:
Jenis ini tumbuh dengan baik di daerah yang panas dengan pencahayaan
penuh, suhu 4–400 C, dan curah hujan rendah.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek batang.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat tradisional. Bunga mahkota duri dimanfaatkan
untuk mengobati pendarahan rahim, pucuk batang untuk mengobati hepatitis,
daun dan batang untuk menyembuhkan luka bakar dan bisul.
Status Konservasi:
Jenis ini banyak ditemukan tumbuh meliar di alam dan telah dilestarikan
sebagai tanaman hias. Menurut IUCN redlist (2016), mahkota duri termasuk
kategori Data Deficient ver 3.1 (membutuhkan updating data).
Euphorbia pulcherrima Willd. ex Klotzsch (Kastuba)
nama lokal :
ki geulis (Sunda); racun, keapa (Bali); godong racun (Jawa); denok,
bengala (Sumatra)
Sinonim:
Euphorbia coccinea Raf.; Euphorbia diversifolia Willd. ex Boiss.;
Euphorbia erythrophylla Bertol.; Euphorbia lutea Alam. ex Boiss.;
Euphorbia poinsettiana Buist ex Giah.; Euphorbia poinsettii Raf.;
Euphorbia fastuosa Sessé & Moc.; Poinsettia pulcherrima (Willd. ex
Klotzsch) Graham; Pleuradena coccinea Raf.
Ciri-ciri:
Perdu tegak dengan tinggi 1,5–4 m. Batang berkayu, bercabang, bergetah
putih seperti susu. Daun tunggal, tersusun berseling, berbentuk bundar
telur hingga lonjong, ujung dan pangkal meruncing, pertulangan menyirip,
daun muda berwarna merah dan daun tua berwarna hijau. Bunga majemuk
tersusun dalam malai, kekuningan, kecil. Buah kotak, membulat, beruang
3, ukuran 1,5 x 1,5–2 cm. Biji bulat, ukuran 10 x 8–9 mm dan berwarna
cokelat.
Sebaran:
Kastuba berasal dari Meksiko bagian selatan dan Amerika Tengah. Kini,
jenis ini sudah sangat tersebar luas di Amerika dan Asia tropis, termasuk
negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan gugur dan hutan panas kering yang musiman
pada ketinggian sedang.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek.
khasiat :
Habitus dan daun sangat menarik sehingga sering dimanfaatkan sebagai
tanaman hias. Selain itu, kastuba dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Jenis
ini berkhasiat sebagai obat disentri, paru-paru, infeksi kulit, patah tulang,
melancarkan haid dan ASI.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sebagai tanaman hias sehingga tidak dilindungi.
Aeschynanthus radicans Jack (Bunga Lipstik)
nama lokal :
bunga lipstik rambat (negara kita ).
Sinonim: -
Ciri-ciri:
Tumbuhan epifit dengan panjang mencapai 1,5 m. Daun berbentuk bundar
telur atau bundar telur sungsang, keras, berdaging, ukuran 4,5 x 3 cm,
warna hijau hingga hijau gelap. Bunga majemuk, muncul di ketiak daun
atau ujung batang, tangkai bunga pendek; mahkota bunga berbentuk seperti
gincu, panjang 6,5 cm, berwarna jingga hingga merah; kelopak bunga
berambut ungu sampai hitam. Buah kapsul.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari negara kita dan Semenanjung Malaya. Kini, bunga
lipstik rambat telah tersebar hingga Pegunungan Himalaya, daratan Asia
Tenggara, Tiongkok bagian selatan, dan Kepulauan Solomon.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan pada ketinggian mencapai 2.000 mdpl., terutama
pada tempat yang lembab dan ternaungi dengan suhu 18–30° C.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek batang atau pemisahan anakan.
khasiat :
Bunga lipstik rambat sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias gantung
sebab memiliki bunga yang menarik dan perawakannya yang unik.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sebagai tanaman hias sehingga tidak dilindungi.
Molineria latifolia (Dryand. ex W.T.Aiton)
Herb. ex Kurz (Lemba)
nama lokal :
marasi, parasi, marasai, rumput palem, keliangau, terasi-terasian
(negara kita )
Sinonim:
Aurota latifolia (Dryand. ex W.T.Aiton) Raf.; Curculigo agusanensis
Elmer; Curculigo borneensis Merr.; Curculigo latifolia Dryand. ex
W.T.Aiton; Curculigo senporeiensis Yamam.; Curculigo sumatrana
Roxb.; Curculigo villosa Wall. ex Kurz; Curculigo weberi Elmer;
Molineria latifolia var. latifolia; Molineria longiflora Kurz; Molineria
plicata Kurz; Molineria sumatrana (Roxb.) Herb.; Molineria villosa Kurz
Ciri-ciri:
Terna tegak, berumpun dengan tinggi kurang dari 1 m. Akar rimpang
berumbi, stolon menjalar. Daun tumbuh langsung dari batang di dalam
tanah, bentuk lonjong sampai lanset, ukuran 40–90 x 5–14 cm, tekstur
berbentuk lipatan kecil, ujung daun runcing, tulang daun lateral sejajar
dengan ibu tulang daun; panjang tangkai daun 10–100 cm. Perbungaan
tandan, panjang sampai 5 cm, bunga muncul dari rimpang dan terlihat
seakan-akan tumbuh dari dalam tanah, warna kuning cerah, kecil; kelopak
6; daun pelindung berbulu. Buah buni, membulat, diameter 5 mm, warna
bening keputihan. Biji banyak, kecil, warna hitam, dan bergaris seperti
buah naga.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari negara kita , Semenanjung Malaya, hingga Indochina.
Kini marasi telah tersebar luas di seluruh Asia tropis.
Habitat:
Tumbuh meliar di hutan hujan hingga ketinggian tempat 2.200 mdpl,
terutama pada daerah basah di dekat sungai, bawah pohon besar, tanah
subur, dan kaya bahan organik.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan rimpang dan stolon.
khasiat :
Marasi dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan obat. Akar berkhasiat
untuk mengobati sakit ginjal dan sakit perut akibat kedinginan. Buah
sebagai pengganti gula bagi pengidap kencing manis, meredakan demam,
mengobati malaria, batuk, merawat bengkak, dan melancarkan kencing.
Biji dapat dicampurkan dengan sirup untuk menyejukkan badan.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sebagai tanaman hias sehingga tidak dilindungi.
Iris pseudacorus L. (Iris)
nama lokal :
iris, iris kuning (negara kita )
Sinonim:
Acorus adulterinus Garsault; Iris acoriformis Boreau; Iris acoroides
Spach; Iris flava Tornab.; Iris lutea Lam.; Iris paludosa Pers.; Iris sativa
Mill.; Limnirion pseudacorus (L.) Opiz; Limniris pseudacorus (L.) Fuss;
Moraea candolleana Spreng.; Pseudo-iris palustris Medik.; Vieusseuxia
iridioides F.Delaroche; Xiphion pseudacorus (L.) Schrank; Xyridion
acoroideum (Spach) Klatt; Xyridion pseudacorus (L.) Klatt
Ciri-ciri:
Terna berumpun dengan tinggi mencapai 60 cm. Rimpang gemuk, diameter
1–4 cm, kecokelatan. Daun tumbuh langsung dari batang di dalam tanah,
berpelepah, tegak; helaian daun berbentuk pita, warna hijau. Bunga tumbuh
dari pangkal batang, tinggi mencapai 3 m; mahkota berwarna kuning;
kelopak bunga berwarna hijau. Buah kapsul, membulat, besar, diameter
4–8 cm, mengilap, dan berwarna hijau. Biji banyak dan berwarna cokelat.
Sebaran:
Iris kuning merupakan tumbuhan asli Eropa dan Kepulauan Britania. Kini,
jenis ini telah tersebar luas ke segenap penjuru dunia, mulai dari area
dengan empat musim di bagian utara benua Amerika (Amerika Serikat
dan Kanada), area subtropis dan kering Afrika bagian utara, wilayah
Laut Tengah Eropa (Mediterania), hingga Asia, baik tropis maupun
subtropis.
Habitat:
Tumbuh dengan baik pada daerah yang basah dan lembap, terutama di
dekat aliran air, tanah berlumpur, danau dan rawa pada pH 3,6–7,7.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, rimpang, dan pemisahan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias pagar atau kolam. Jenis ini juga sering digunakan
dalam pengolahan limbah sebab dapat menyerap logam berat dari air
limbah, pengendalian erosi, dan pewarna tekstil.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan banyak
ditanam masyarakat sebagai tanaman hias. Menurut data IUCN redlist
(2016), jenis ini termasuk kategori Least Concern ver 3.1.
Clerodendrum paniculatum L. (Bunga Pagoda)
nama lokal :
simar baunkudu, senggugu, tinjau handak (Sumatra); kembang
agoda, srigunggu (Jawa); kertase, pinggir tosek (Madura); singgugu
(Sunda); tumbak raja (Bali)
Sinonim:
Caprifolium paniculatum Noronha; Cleianthus coccineus Lour. ex
B.A.Gomes; Clerodendrum diversifolium Vahl; Clerodendrum
pyramidale Andrews; Volkameria angulata Lour.; Volkameria
diversifolia Vahl
Ciri-ciri:
Perdu meranggas dengan tinggi mencapai 3 m. Batang dipenuhi rambutrambut halus. Daun tunggal, bertangkai, terletak berhadapan, bentuk bundar
telur melebar berlekuk 3 seperti tombak, tepi bergerigi, dan panjang
mencapai 30 cm. Perbungaan berbentuk piramida, terdiri atas banyak
bunga berukuran kecil, muncul di ujung tangkai atau ketiak daun. Bunga
berwarna merah, jingga kemerahan, sampai merah tua, bercuping 5. Buah
bulat.
Sebaran:
Jenis ini tersebar di negara kita , Taiwan, India, Kepulauan Andaman, dan
Nikobar.
Habitat:
Tumbuh di hutan tropis basah, terutama sepanjang aliran sungai, tempat
agak terbuka hingga ketinggian 500 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat. Akar tumbuhan ini berkhasiat sebagai
obat peluruh kencing (diuretik), menghilangkan bengkak atau memar dan
menghancurkan darah beku. Tumbukan daun yang ditempel ke perut
dapat digunakan sebagai obat maag. Seduhan bunga kering yang ditumbuk
dapat mengobati insomnia, anemia, wasir, keputihan, dan perdarahan.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sebagai tanaman hias sehingga tidak dilindungi.
Clerodendrum thomsoniae Balf.f. (Nona Makan Sirih)
nama lokal :
nona makan sirih (negara kita )
Sinonim:
Clerodendrum balfourii (B.D.Jacks. ex Dombrain) Dombrain;
Clerodendrum thomsoniae var. balfourii B.D.Jacks. ex Dombrain Ciri-ciri:
Perdu atau liana memanjat dan merambat dengan panjang mencapai 5 m.
Ranting muda berbentuk segi empat. Daun tunggal, bertangkai, bentuk
bundar telur hingga bundar telur memanjang, panjang 8–17 cm, ujung
runcing dan tepi rata. Perbungaan payung menggarpu, keluar dari ujung
ranting atau ketiak daun, terdiri atas 8–20 kuntum. Bunga berbentuk
lonceng, mahkota berwarna putih, merah sampai keunguan, panjang 2
cm. Buah batu, bulat, berwarna hitam dan berisi 2–4 biji. Biji berwarna
cokelat hitam.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Afrika tropis dan telah tersebar ke seluruh daerah
tropis, termasuk negara kita .
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis, terutama pada tempat yang agak ternaung,
tanah lembap, subur, dan berdrainase baik pada ketinggian mencapai 1.000
mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, atau pemisahan akar.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat.
Rebusan daun dapat mengobati
radang kronis selaput gendang
telinga pada anak-anak, pelancar
air seni, dan kencing batu.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan
tumbuh meliar di alam dan
sudah banyak dilestarikan
sehingga tidak dilindungi.
Orthosiphon aristatus (Blume) Miq. (Kumis Kucing)
nama lokal :
kumis kucing (Sumatra); kumis kucing (Sunda); remujung (Jawa);
sesalaseyan, songkot koceng (Madura)
Sinonim:
Clerodendranthus spicatus (Thunb.) C.Y.Wu; Clerodendranthus
stamineus (Benth.) Kudô; Clerodendrum spicatum Thunb.; Ocimum
aristatum Blume; Ocimum grandiflorum Blume; Orthosiphon
grandiflorus Bold.; Orthosiphon spicatus (Thunb.) Backer, Bakh.f. &
Steenis; Orthosiphon spiralis (Lour.) Merr.; Orthosiphon stamineus
Benth.; Orthosiphon tagawae Murata; Orthosiphon velteri Doan;
Trichostema spirale Lour.
Ciri-ciri:
Perdu tegak dengan tinggi mencapai 2 m. Batang bersegi empat, tertutup
rambut halus saat muda, dan buku-buku berakar, tetapi tidak tampak nyata.
Daun berbentuk bundar telur, lonjong hingga lanset, ujung daun lancip atau
tumpul, ukuran 1–10 x 0,75–1,5 cm, urat daun sepanjang pinggir berbulu
tipis atau gundul, kedua permukaan berbintik-bintik, dan ada kelenjar
dengan jumlah sangat banyak; panjang tangkai daun 7–29 cm. Perbungaan
berbentuk tandan, terletak di ujung batang. Bunga berwarna ungu pucat
hingga putih, panjang 13–27 mm, bagian atas ditutupi oleh bulu pendek
berwarna ungu atau putih; daun mahkota tumpul hingga bundar; benang
sari lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas.
Buah lonjong melebar, warna cokelat gelap, panjang 1,75–2 mm.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Asia Tenggara dan Australia tropis. Kini kumis kucing
telah tersebar luas di daerah tropis dan subtropis.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan pamah pada ketinggian mencapai 1.000 mdpl.,
terutama pada tempat yang agak ternaungi dan lembap. Kumis kucing
sangat toleran terhadap berbagai jenis tanah.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan anakan atau setek batang.
khasiat :
Kumis kucing banyak dilestarikan sebagai tanaman hias dan obat. Habitus
dan bunganya yang menarik menjadi alasan utama dimanfaatkannya jenis
ini sebagai tanaman hias. Rebusan daun atau seduhan daun yang dikeringkan
berkhasiat mengobati nyeri buang air seni, batu ginjal, rematik, sakit
pinggang, masuk angin, demam, dan kencing manis.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.
Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br.
(Pokok Ati-ati Merah)
nama lokal :
si gresing, adang-adang, miana, pilado (Sumatra); iler, jawer kotok,
kentangan (Jawa); dinkamandinan (Madura); rangon tati, serewung
(Minahasa); ati-ati, panci-panci, saru-saru (Bugis); Majana (Manado)
Sinonim:
Calchas acuminatus (Benth.) P.V.Heath; Coleus acuminatus Benth.;
Coleus blancoi Benth.; Coleus grandifolius Benth.; Coleus grandifolius
Blanco; Germanea nudiflora Poir.; Majana acuminata (Benth.) Kuntze;
Majana grandifolia (Benth.) Kuntze; Ocimum peltatum Schweigg. ex
Schrank; Perilla nankinensis Wender.; Plectranthus aromaticus Roxb.;
Plectranthus blumei (Benth.) Launert; Solenostemon blumei (Benth.)
M.Gómez
Ciri-ciri:
Terna tegak dengan tinggi mencapai 1 m. Batang bersegi empat, lunak,
berair, dan kadang berbulu halus. Daun berbentuk bundar, bundar telur
hingga lonjong, tepi bergerigi atau bergigi, warna daun bervariasi mulai
dari hijau, kuning, cokelat, merah, hijau bercak merah sampai merah
keunguan dengan bintik-bintik atau garis-garis hijau. Perbungaan berbentuk
malai, muncul di ujung batang. Bunga berbibir 2, berwarna putih hingga
ungu. Buah bulat telur sampai membulat dan licin.
Sebaran:
Jenis ini tersebar luas di area -area tropis Afrika, Asia, dan Australia.
Habitat:
Tumbuh di hutan tropis, terutama pada tempat yang lembap, ternaung,
tanah kapur, pasir hingga liat dengan pH netral atau sedikit basa.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek batang.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat. Jenis ini
banyak dilestarikan di halaman rumah,
tanaman border, dan dekorasi ruangan. Iler
dapat dimanfaatkan sebagai obat luka, sakit
pinggang, dan demam. Ekstrak daunnya
juga dapat digunakan untuk mengendalikan
hama pada tumbuhan.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh
meliar di alam dan sudah banyak dibudidayakan sehingga tidak dilindungi.
Caesalpinia pulcherrima (L.) Sw. (Bunga Merak)
nama lokal :
kembang merak, kembang patra kombala (Jawa)
Sinonim:
Caesalpinia pulcherrima var. flava Bailey & Rehder; Poinciana bijuga
Lour.; Poinciana bijuga Burm. f.; Poinciana elata Lour.; Poinciana
pulcherrima L.
Ciri-ciri:
Perdu dengan tinggi mencapai 5 m. Batang bercabang, berduri/tidak berduri
dengan kulit batang memiliki tonjolan; kayu berwarna putih dan padat.
Daun majemuk menyirip ganda, panjang 12–26 cm; terdiri atas 4–8 pasang
pinnae yang tersusun berhadapan. Tiap pinnae terdiri atas 7–11 pasang
anak daun. Anak daun jorong memanjang, ukuran 10–12 x 4–8 mm.
Perbungaan berbentuk tandan, muncul dari ketiak daun dan ujung ranting.
Bunga berwarna sangat mencolok, mulai dari kuning, jingga sampai merah;
mahkota bunga sering kali mengalami metamorfosis menjadi tabung
mahkota; daun kelopak 5. Buah polong pipih, warna cokelat, panjang
sampai 10 cm, berisi 5–9 biji. Biji lonjong, kehijauan sampai cokelat.
Sebaran:
Bunga merak berasal dari Kepulauan
Karibia sampai Amerika Selatan dan kini
telah meluas dan meliar di seluruh area
tropis Asia, Afrika, dan Amerika.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis, terutama
tempat yang agak terbuka sampai terbuka,
tanah berpasir, liat, sampai lempung.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek.
khasiat :
Sebagai tanaman hias, pengarah di tepi jalan, dan tanaman obat. Kulit
batang bunga merak berkhasiat sebagai obat diare. Daun dapat dimanfaatkan
sebagai obat menstruasi yang tidak lancar, mata merah, sariawan, perut
kembung, dan demam pada anak.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.
Senna alata (L.) Roxb. (Ketepeng Cina)
nama lokal :
daun kupang (Sumatra); ketepeng cina, ketepeng kebo (Jawa); ki
manila (Sunda); kupang-kupang (Madura); kupang-kupang, tabakun
(Maluku)
Sinonim:
Cassia alata L.; Cassia bracteata L.f.; Cassia herpetica Jacq.; Cassia
rumphiana (DC.) Bojer; Herpetica alata (L.) Raf.
Ciri-ciri:
Perdu tegak dengan tinggi mencapai 3 m. Batang berkayu dan bercabang
rapat. Daun majemuk, menyirip genap, terdiri dari 8–20 pasang anak daun;
anak daun bundar telur sungsang, berhadapan, ukuran 2–3 x 1,5–3 cm,
ujung agak membundar, pangkal meruncing, warna hijau, permukaan
bawah berambut halus. Perbungaan berbentuk tandan, muncul di ketiak
daun. Daun mahkota 5, warna kuning sampai jingga; daun pelindung
berwarna jingga, rontok sebelum mekar. Buah polong memanjang, bersayap
dan pipih, warna hitam, kulit keras, ukuran 18 x 2,5 cm. Buah muda hijau,
kemudian berubah menjadi hitam kecokelatan saat tua. Biji berbentuk
segitiga lancip, berwarna cokelat kuning mengilap, 20–30 biji per buah.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Amerika tropis dan kemudian menyebar dan meliar
ke seluruh daerah tropis dan subtropis.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan pamah pada ketinggian mencapai 1.400 mdpl.,
terutama di tepi aliran sungai, tepi hutan, dan tempat yang agak terbuka.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji.
khasiat :
Ketepeng Cina dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan obat. Pucuk daun
dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit dan melancarkan air
seni. Daun dapat digunakan untuk mengobati panu, kurap, sembelit,
sariawan, dan cacing kremi. Akar untuk mengobati sakit pinggang.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.
Cuphea hyssopifolia Kunth (Seribu Nyamuk)
nama lokal :
kupea, seribu nyamuk (negara kita )
Sinonim:
Cuphea hyssopifolia f. hyssopifolia; Parsonsia hyssopifolia (Kunth)
Standl.
Ciri-ciri:
Perdu bergerombol dengan tinggi mencapai 50 cm. Daun majemuk,
menyirip, dan tersusun berhadapan. Anak daun berukuran kecil, bentuk
bundar telur hingga lonjong, dan berwarna hijau mengilap. Bunga berbentuk
tabung, muncul di ketiak daun dan ujung batang, ukuran kecil, dan
berwarna putih hingga ungu.
Sebaran:
Jenis ini merupakan tumbuhan asli Amerika tropis dan telah menyebar
ke seluruh daerah tropis dan subtropis. Di Britania (khususnya Inggris),
jenis tumbuhan ini dikenal dengan nama “False Heather”.
Habitat:
Tumbuh pada tempat yang terbuka dan semak belukar yang lembap dan
terkena sinar matahari penuh.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek, dan pemisahan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias pekarangan, border, dan taman.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.
Hibiscus rosa-sinensis L. (Bunga Sepatu)
nama lokal :
bungong roja (Aceh); bunga-bunga (Batak Karo); Soma Soma (Nias),
bekeju (Mentawai); kembang sepatu (Betawi); kembang wera
(Sunda); kembang sepatu (Jawa Tengah); bunga rebong (Madura);
Waribang (Bali); embuhanga (Sangir); bunga cepatu (Timor); ulange
(Gorontalo); kulango (Buol); bunga sepatu (Makasar); bunga bisu
(Bugis); ubu-ubu (Ternate); bala bunga (Tidore)
Sinonim:
Hibiscus boryanus DC.; Hibiscus festalis Salisb.; Hibiscus storckii Seem.
Ciri-ciri:
Perdu dengan tinggi mencapai 5 m. Batang keras, berkayu, bentuk bulat,
diameter mencapai 10 cm, batang muda berwarna ungu dan batang tua
berwarna putih kotor. Daun tunggal, tersusun berseling, bentuk bundar
telur, berwarna hijau hingga hijau kecokelatan, ukuran 4–15 x 2,5–10 cm,
ujung meruncing, tepi bergerigi kasar dan pertulangan daun menjari.
Bunga tunggal, bertangkai, bentuk lonceng, muncul di ketiak daun, daun
mahkota 5 dan berbentuk bundar telur terbalik, warna merah, merah
muda, jingga hingga kuning; daun kelopak 5–6, kelopak tambahan
berjumlah 6–9, bentuk tabung hingga setengah bercangap; tangkai sari
panjang dan memiliki 5 kepala putik. Bakal buah menumpang dan memiliki
5 ruang. Buah kecil, bentuk lonjong, diamater 4 mm; buah muda berwarna
putih dan berubah menjadi cokelat saat tua. Biji pipih dan berwarna putih.
Sebaran:
Bunga Sepatu berasal dari Asia Tenggara dan kini telah tersebar di seluruh
daerah tropis hingga subtropis.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis dan subtropis. Jenis ini tumbuh dengan baik
di daerah tropis pada tempat terbuka, lembap, dan terkena sinar matahari
langsung.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek batang, cangkok, dan penempelan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat. Di India, bunga digunakan untuk menyemir
sepatu, sedangkan di Tiongkok bunga dimanfaatkan sebagai pewarna
makanan. Di negara kita , daun dan bunga digunakan dalam pengobatan
tradisional (obat demam pada anak-anak, obat batuk, dan sariawan). Bunga
yang dikeringkan dapat diminum sebagai teh. Di Nigeria, daun digunakan
sebagai penambah vitalitas pria (afrodisiak).
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.
Stachyphrynium repens (Körn.)
Suksathan & Borchs. (Staciprinium)
nama lokal :
staciprinium, keladi (negara kita )
Sinonim:
Phrynium jagorianum K.Koch; Phrynium minus K.Schum.; Phrynium
repens Körn.; Stachyphrynium jagorianum (K.Koch) K.Schum.;
Stachyphrynium minus (K.Schum.) K.Schum.; Stachyphrynium thorelii
GagnepCiri-ciri:
Terna dengan tinggi mencapai 2 m. Rimpang merayap. Daun berbentuk
bundar telur memanjang dan pertulangan daun menyirip. Perbungaan
tumbuh langsung dari rimpang, berbentuk gelondong yang membulat,
terdiri atas 1–5 pasang bunga per daun pelindung. Mahkota bunga berbentuk
tabung, beruang 3, bentuk lonjong. Buah berbentuk jorong, mudah pecah
dan berisi 2 biji per buah. Biji memiliki 2 ruang dan selaput ari melipat.
Sebaran:
Jenis ini tersebar mulai dari Indochina sampai negara kita .
Habitat:
Tumbuh meliar di hutan hujan tropis, terutama pada tempat yang lembap.
Jenis ini mampu tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek rimpang,
dan pemisahan anakan.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat.
Tumbukan daun berkhasiat untuk
mengobati luka.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan
tumbuh meliar di alam dan sudah
banyak dilestarikan sehingga tidak
dilindungi.
Callistemon viminalis (Sol. ex Gaertn.)
G.Don (Bunga Sikat Botol)
nama lokal :
bunga sikat botol, kembang sikat botol (negara kita )
Sinonim:
Melaleuca viminalis (Sol. ex Gaertn.) Byrnes; Melaleuca viminalis var.
minor Byrnes; Melaleuca viminalis subsp. rhododendron Craven;
Metrosideros viminalis Sol. ex Gaertn.
Ciri-ciri:
Pohon atau perdu dengan tinggi mencapai 20 m. Batang keras dan bercabang
banyak; kulit batang abu-abu kecokelatan. Daun sempit, bentuk jorong
sampai lanset, panjang 6–8,5 cm, warna hijau muda, dan cenderung hanya
tumbuh di ujung cabang yang menggantung. Perbungaan berbentuk bulir
menyerupai sikat botol, panjang 7–10 cm, warna merah cerah. Daun
mahkota hijau, kecil; benang sari merah, panjang 1,5–2,5 cm. Buah kapsul,
panjang sampai 10 cm, warna cokelat; kulit buah kering dan keras.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Australia dan telah tersebar ke daerah tropis dan
subtropis, termasuk negara kita .
Habitat:
Tumbuh dengan baik di daerah beriklim dingin yang terkena sinar matahari
penuh dan tidak menyukai air tergenang. Pertumbuhan bunga sikat botol
di daerah panas kurang bagus dan bunga tidak lebat.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang,
dan cangkok.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan peneduh
jalan. Bunga yang menarik menjadikan
jenis ini sering dijadikan sebagai
tanaman hias pekarangan.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan
tumbuh meliar di alam dan sudah
banyak dilestarikan sehingga tidak
dilindungi.
Bougainvillea glabra Choisy (Bugenfil)
nama lokal :
bugenfil (Jawa)
Sinonim:
Bougainvillea brachycarpa Heimerl; Bougainvillea glabra var.
graciliflora Heimerl; Bougainvillea glabra var. sanderiana Bosschere;
Bougainvillea rubicunda Schott ex Rohrb.; Bougainvillea spectabilis
var. glabra (Choisy) Hook.
Ciri-ciri:
Perdu atau liana memanjat dengan tinggi mencapai 15 m. Batang keras,
berkayu, diameter 5–8 mm, bercabang dan berduri tajam. Daun tunggal,
bertangkai, tersusun berhadapan, bentuk bundar telur hingga jorong dan
bertepi rata. Perbungaan di ketiak daun atau ujung batang, seludang bunga
merupakan suatu bentuk khusus dari daun pelindung yang berwarna merah
menyala, merah jambu sampai merah pucat. Bunga sesungguhnya berukuran
kecil, warna putih, bentuk tabung yang ada di dalam seludang bunga.
Buah buni, warna hitam mengilap, panjang 1 cm, dan berisi 2 biji per
buah.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Brazil dan telah tersebar luas di daerah tropis (termasuk
negara kita ) dan subtropis.
Habitat:
Tumbuh dengan baik pada tempat terbuka dan terkena sinar matahari
langsung.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, dan cangkok.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat. Rebusan bunga berkhasiat untuk
melancarkan peredaran darah dan mengobati keputihan.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.
Piper porphyrophyllum N.E.Br. (Sirih Merah)
nama lokal :
suruh abang (Jawa)
Sinonim:
Cissus porphyrophylla Lindl
Ciri-ciri:
Liana menjalar dengan panjang mencapai 2 m. Batang bulat dan berwarna
hijau keunguan. Daun berbentuk jantung, tepi rata, permukaan atas
berwarna hijau gelap dengan bintik putih di sepanjang urat daun, permukaan
bawah berwarna ungu, memiliki 5 tulang daun yang membentuk seperti
jala. Akar serabut dengan satu akar besar dan rambut-rambut akar.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Semenanjung Malaya (Malaysia Barat) dan negara kita .
Habitat:
Tumbuh meliar di hutan hujan tropis. Jenis ini sering dijumpai tumbuh
di atas tanah, kemudian merambat pohon, menyukai kondisi berhawa
dingin, dan penyinaran matahari 60–70%.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan setek batang.
khasiat :
Daun memiliki warna dan corak menarik sehingga sering dimanfaatkan
sebagai tanaman hias. Selain itu, sirih merah dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman obat. Rebusan daun digunakan untuk mengobati sakit kepala,
sakit tulang, dada sesak, lepra, sakit perut pada anak-anak, wanita setelah
melahirkan, dan penyakit kulit “sopak”.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.
Ixora coccinea L. (Asoka)
nama lokal :
kembang santan merah, asoka (Sumatra); soka (Jawa); soka
beureum (Sunda); saya mami (Ternate)
Sinonim:
Ixora arborea Lodd.; Ixora fraseri Gentil; Ixora grandiflora Ker Gawl.;
Ixora incarnata (Blume) DC.; Ixora lutea Hutch.; Ixora montana Lour.;
Ixora morsei Gentil; Ixora obovata B.Heyne ex Roth; Ixora propinqua
R.Br. ex G.Don; Ixora purpurea Fisch. ex Loudon; Ixora radiata var.
thomeana K.Schum.; Ixora shawii J.Neumann; Pavetta bandhuca Miq.;
Pavetta coccinea (L.) Blume; Pavetta incarnata Blume; Pavetta rubra
Noronha
Ciri-ciri:
Perdu dengan tinggi mencapai 6 m. Batang kasar, bercabang, diameter
3–4 cm, penampang melintang, batang berbentuk jorong hingga lonjong,
warna abu-abu dan mengilap. Daun lonjong, ujung tumpul hingga
meruncing dan berwarna hijau. Bunga majemuk, terletak di ujung batang,
bentuk cawan, 15–50 bunga berada dalam satu karangan bunga. Bunga
berbentuk tabung, warna jingga, merah, putih, kuning sampai merah muda;
daun kelopak 4–5 helai. Buah berdaging, bentuk bulat, warna merah gelap
sampai ungu kehitaman, dan berisi 2 biji per buah.
Sebaran:
Jenis ini merupakan tumbuhan asli India, Sri Lanka, dan Asia Tenggara
(termasuk negara kita ). Kini, jenis ini telah tersebar ke seluruh daerah tropis
dan subtropis.
Habitat:
Tumbuh di hutan hujan tropis pada tempat yang lembap. Jenis ini tumbuh
dengan baik pada semua jenis tanah yang kaya bahan organik dan tempat
terbuka.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji, setek batang, dan cangkok.
khasiat :
Sebagai tanaman hias dan obat. Di India, daun dan akar digunakan untuk
mengobati berbagai macam penyakit, seperti disentri, bisul, dan gonorrhoe.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.
Lantana camara L. (Tembelekan)
nama lokal :
lai ayam (Sumatra); kembang telek (Jawa); saliyara, obio, bunga
pagar, puyengan, cente (Sunda); mainco, tamanjho (Madura)
Sinonim:
Camara vulgaris Benth.; Lantana antillana Raf.; Lantana arida var.
portoricensis Moldenke; Lantana coccinea Lodd. ex G.Don; Lantana
crocea Jacq.; Lantana glandulosissima Hayek; Lantana mexicana
Turner; Lantana mixta Medik.; Lantana moritziana Otto & A.Dietr.;
Lantana sanguinea Medik.; Lantana spinosa L. ex Le Cointe; Lantana
undulata Raf.; Lantana urticifolia Mill.; Lantana viburnoides Blanco
Ciri-ciri:
Perdu atau liana berkayu dengan tinggi mencapai 4 m. Daun tunggal,
bundar telur sampai lonjong, ukuran 2,8–11 x 1,5–7 cm, ditutupi oleh
rambut-rambut halus, tepi bergerigi, berbau aromatik bila diremas; panjang
tangkai daun 0,5–1,4 cm; duri bengkok biasanya ditemukan pada ranting
penumpu daun. Perbungaan payung menggarpu, terdiri atas 20–40 kuntum
bunga. Bunga berdiameter 2–3 cm; kelopak berambut di permukaan luar;
panjang mahkota 10–14 mm, berambut di permukaan luar; benang sari
berpasangan, melekat pada tingkat yang berbeda pada permukaan bagian
dalam tabung mahkota; putik berbulu. Buah bulat, jorong, atau bulat telur,
diameter 6–8 mm. Biji tertutup dalam endokarpa yang keras.
Sebaran:
Jenis ini berasal dari Amerika tropis, kemudian tersebar meluas dan bahkan
meliar ke daerah-daerah tropis (termasuk negara kita ) dan subtropis.
Habitat:
Tumbuh di hutan pantai, hutan hujan sampai semak belukar pada ketinggian
mencapai 1.700 mdpl.
Budi Daya:
Perbanyakan dengan biji dan setek batang.
khasiat :
Kembang telek dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan obat. Akar
berkhasiat sebagai obat influenza, rematik, memar, dan keputihan. Bunga
sebagai obat asma, TBC dengan batuk darah, dan batuk pada anak-anak.
Daun untuk mengobati sakit kulit dan bisul. Daun dan bunga juga dapat
dijadikan sebagai insektisida nabati sebab mengandung lantadene A,
lantadene B, dan lantanolic acid.
Status Konservasi:
Jenis ini masih sering ditemukan tumbuh meliar di alam dan sudah banyak
dilestarikan sehingga tidak dilindungi.