Definisi Minyak/Lemak
Minyak/ lemak merupakan cairan organik yang tidak larut
atau bercampur dalam air atau pelarut polar. Namun
minyak/lemak akan larut dalam pelarut non polar, seperti eter
atau kloroform.
Berdasarkan strukturnya, minyak/lemak merupakan
senyawa trigliserida atau trigliserol. Yaitu senyawa yang
memiliki 3 ikatan ester dengan gliserol. Senyawa trigliserida
tersusun dari 3 senyawa asam lemak dan gliserol. Asam lemak
penyusun minyak/lemak dapat homogen ataupun heterogen.
Struktur dari trigliserida disajikan pada Gambar 1.1.
Trigliserida
Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil
proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam
lemak, yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu
molekul air. Reaksi pembentukan trigliserida disajikan pada
Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Reaksi Pembentukan Trigliserida
Asam lemak yang tidak terikat pada gliserol dsebut asam
lemak bebas (free fatty acid). Trigliserida merupakan komponen
terbesar pada minyak dan lemak yaitu >95%. Sisanya adalah
asam lemak bebas dan lainnya.
Minyak/lemak berbentuk padat atau cair pada suhu
kamar dipengaruhi oleh 2 faktor, yaiti:
- Ikatan rangkap
Semakin banyak ikatan rangkapnya, minyak /lemak semakin
berbentuk cair pada suhu kamar.
- Panjang rantai
Semakin panjang rantai karbon, minyak/lemak semakin
berbentuk padat pada suhu kamar (ruang).
. Sumber Minyak/Lemak
Lemak dan minyak yang dapat dimakan dihasilkan oleh
alam yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani.
Dalam tanaman atau hewan, minyak ini berfungsi sebagai
sumber cadangan energi. Minyak dan lemak dapat
diklasifikasikan berdasarkan sumbernya sebagai berikut:
a. Bersumber dari tanaman
• Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang,
rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.
• Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa
sawit.
• Biji-bijian dari tanaman tahunan: kelapa, cokelat, inti
sawit, dan sebagainya.
b. Bersumber dari hewani
• Susu hewan peliharaan: lemak susu
• Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya
oleostearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi, dan
mutton tallow.
• Hasil laut: minyak ikan sarden serta minyak ikan paus.
Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia
tiap jenis minyak berbeda-beda. ini disebabkan oleh
perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh, dan
pengolahan.
Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan
hewani adalah:
a. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan
lemak nabati mengandung fitosterol.
b. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani
lebih kecil dari lemak nabati.
c. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert Meissl
lebih besar serta bilangan Polenske lebih kecil
daripada minyak nabati.
Klasifikasi lemak nabati dan hewani berdasarkan sifat
fisiknya (sifat mengering dan sifat cair) disajikan pada Tabel 1.1
dan Tabel 1.2. kegunaaan dan negara penghasil dari berbagai
jenis minyak disajikan pada Tabel 1.3.
Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang
mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi, dan akan
berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk
sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak
“setengah mengering” berupa minyak yang mempunyai daya
mengering lebih lambat.
Minyak Ikan
Minyak ikan merupakan hasil ekstraksi lipid yang
dikandung dalam ikan dan bersifat tidak larut dalam air. Minyak
atau lemak merupakan campuran dari ester asam lemak dan
gliserol yang kemudian membentuk gliserida (Muchtadi,
1991). Minyak berbentuk cair pada suhu kamar dan lemak
merupakan bahan padat pada suhu kamar (Winarno, 1992).
Komposisi minyak ikan berbeda dengan minyak nabati
dan lemak hewan darat. Minyak ikan pada biasanya
mempunyai komposisi asam lemak dengan rantai karbon yang
panjang dan ikatan rangkap yang banyak. Perbedaan lainnya
adalah terletak pada posisi ikatan rangkap asam lemaknya,
dimana asam lemak pada minyak ikan mengandung asam lemak
berkonfigurasi omega-3, sedangkan pada tumbuhan dan hewan
darat sedikit mengandung asam lemak omega-3
Sebagian besar asam lemak yang ada pada
hewan laut adalah asam lemak tidak jenuh. Asam lemak
jenuhnya hanya 20 - 30 % dari total asam lemak. Pada biasanya
kandungan asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap
pada minyak ikan terdiri dari asam palmitat (C16H22O2) dan
asam stearat (C18H36O2)
Komponen lemak lain yang terkandung di dalam minyak
ikan adalah lilin ester, plasmalogen netral dan fosfolipid serta
beberapa kecil komponen non lemak atau disebut juga fraksi tak
tersabunkan, antara lain vitamin sterol, hidrokarbon dan pigmen
dimana komponen-komponen ini banyak dijumpai pada minyak
hati ikan-ikan bertulang rawan
Sifat-sifat kimiawi dari minyak ikan secara umum
adalah mudah teroksidasi oleh udara, mudah terhidrolisa
(bersifat asam), dapat tersabunkan dan berpolimerisasi.
Sedangkan sifat-sifat fisika minyak ikan adalah mempunyai
berat jenis yang lebih kecil daripada berat jenis air, membiaskan
cahaya dengan sudut yang spesifik, mempunyai derajat
kekentalan tertentu dan berwarna kuning emas (Swern, 1982).
Kandungan dan sifat minyak pada ikan sangat
bervariasi, dimana tergantung kepada spesies, jenis kelamin,
ukuran, tingkat kematangan (umur), musim, siklus bertelur dan
letak geografisnya. Kandungan total asam lemak DHA dalam
minyak ikan Herring komersial di perairan Canada antara
8,6 – 17,4% (hasil tangkapan di Lautan Pasifik) dan antara 18,4
– 33,3% (hasil tangkapan di Lautan Atlantik). Kandungan
minyak ikan di daerah subtropis biasanya akan meningkat
sebesar 3 - 5 % pada saat musim dingin. Karakteristik minyak
ikan Sardine dapat dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Karakteristik Minyak Ikan Sardine
Komposisi minyak pada ikan air laut lebih banyak
dibandingkan dengan air tawar, ini terlihat dari kandungan
asam lemak ikan air laut yang lebih kompleks dan memiliki
asam lemak tak jenuh berantai panjang yang banyak. Asam
lemak tak jenuh berantai panjang pada minyak ikan air laut
terdiri dari kandungan C18, C20 dan C22 dengan kandungan C20
dan C22 yang tinggi dan kandungan C16 dan C18 yang rendah.
Sedangkan komposisi asam lemak ikan air tawar mengandung
C16 dan C18 yang tinggi dan C20 dan C22 yang rendah
(Ackman, 1982). Deposit minyak pada ikan yang utama adalah
di hati, sedangkan pada beberapa jenis ikan ada pada
bagian tubuh termasuk pyloric caeca, mesenteria, daging,
kulit dan telur (Stansby, 1990). Perbandingan kandungan
minyak ikan beberapa jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5. Perbandingan Kandungan Minyak Ikan Beberapa
Jenis Ikan
Minyak Rapeseed
Rapeseed berasal dari dua spesies tanaman Brassica
yaitu B. napus dan B. campestris. Minyak tanaman ini diperoleh
dari penghancuran rapeseed, yang merupakan tumbuhan non
laurat, dengan cara penekanan atau dengan penyaringan.
Minyak rapeseed alami mengandung asam euric yang
dapat memicu toksik dalam tubuh manusia jika
dipakai dalam dosis besar. Namun, dalam jumlah kecil
dapat dipakai sebagai zat aditif dalam makanan. Secara
komersial, minyak rapeseed terdiri dari beberapa jenis, yaitu
minyak rapeseed dengan kandungan asam euric tinggi, asam
euric rendah, dan tanpa asam euric (Swern, 1982).
Minyak rapeseed yang sering dipakai sebagai
minyak makan adalah minyak rapeseed dengan asam euric
rendah dan minyak rapeseed tanpa asam euric. Kandungan
asam lemak minyak rapeseed disajikan pada Tabel 1. 6.
Tabel 1.6. Kandungan Asam Lemak Minyak Rapeseed
Minyak ini sering mengalami modifikasi, terutama
hidrogenasi untuk menutupi kekurangannya serta memperluas
pemanfaatan minyak rapeseed dalam produk pangan
(Niewiadomski, 1990). Menurut Burdock (1997), definisi
minyak rapeseed dengan asam euric rendah yang telah
terhidrogenasi sebagian adalah minyak makan yang telah
dimurnikan, dipucatkan dan dideodorisasi secara penuh dari
varietas B. napus dan B. campestris. Minyak rapeseed dengan
asam euric rendah secara kimia terdiri dari asam lemak
jenuh dan tidak jenuh dengan kandungan asam euric tidak
lebih dari 2% dari seluruh komponen asam lemaknya. Minyak
ini dapat dihidrogenasi sebagian untuk mengurangi jumlah
asam lemak tidak jenuhnya. Minyak rapeseed dengan asam
euric rendah terhidrogenasi sebagian dapat dipakai sebagai
minyak makan dan dalam produk pangan, kecuali makanan
bayi. Minyak rapeseed hasil penyulingan telah dipakai
secara luas dalam produksi margarin. Jumlah asam lemak tidak
jenuh yang tinggi membuat minyak ini juga menjadi salah satu
minyak masak yang sehat.
Minyak Kelapa
Minyak kelapa diperoleh dari buah tanaman kelapa atau
Cocos nucifera L., yaitu pada bagian inti buah kelapa (kernel
atau endosperm). Tanaman kelapa ini memiliki famili yaitu
Palmae dan genus yaitu Cocos.
Pada pembuatan minyak kelapa yang menjadi bahan
baku utamanya adalah daging kelapa. Minyak kelapa
berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam
minyak asam laurat, sebab kandungan asam lauratnya paling
besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya.
Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan
bilangan iod (iodine value), maka minyak kelapa dapat
dimasukkan ke dalam golongan non drying oils, sebab bilangan
iod minyak ini berkisar antara 7,5 – 10,5.
Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung
beberapa kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida,
gum sterol (0,06 –0,08%), tokoferol (0,003) dan asam lemak
bebas (kurang dari 5%), sterol yang ada di dalam minyak
nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu beta
sitoterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Stirol bersifat
tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai
stabiliuzer dalam minyak.
Tokoferol mempunyai tiga isomer, yaitu α-tokoferol
(titik cair 158o-160oC), β-tokoferol (titik cair 138o - 140oC) dan
γ-tokoferol. Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat
disabunkan, dan berfungsi sebagai anti oksidan. Warna coklat
pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan
disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi oleh reaksi browning.
Warna ini merupakan hasil reaksi dari senyawa karbonil (berasal
dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari protein, dan
terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada minyak kelapa
disebabkan oleh zat warna dan kotoran – kotoran lainnya.
Komposisi asam lemak minyak kelapa disajikan pada Tabel 1.7.
Tabel 1.7. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa
Minyak Jagung
Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh
gliserol dan asam-asam lemak. Persentase trigliserida sekitar
98,6 %, sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak,
seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun
minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak
tidak jenuh. Selain komponen-komponen ini , minyak
jagung juga me-ngandung bahan yang tidak tersabunkan, yaitu:
1. Sitosterol dalam minyak jagung berkisar antara 0,91-18 %.
Jenis sterol yang ada dalam minyak jagung adalah
campesterol (8-12 %), stigmasterol (0,7-1,4 %), betasterol
(86-90 %) dari sterol yang ada dan pada proses pemurnian,
kadar sterol akan turun menjadi 11-12 %.
2. Lilin merupakan salah satu fraksi berupa kristal yang dapat
dipisahkan pada waktu pemurnian minyak memakai
suhu rendah. Fraksi lilin terdiri dari mirisil tetrakosanate
dan mirisil isobehenate.
3. Tokoferol yang paling penting adalah alfa dan beta
tokoferol yang jumlahnya sekitar 0,078 %. Beberapa
macam gugusan tokoferol yaitu 7 metil tocol; 7,8 dimetil
tococreena; 5,7,8 trimetil tokotrienol; (5,7,8) trimetil tocol
(alfa tokoferol); 7,8 dimetil tocol.
4. Karotenoid pada minyak jagung kasar terdiri dari
xanthophyl (7,4 ppm) dan caroten (1,6 ppm) dan kadar
ini akan menurun menjadi 4,8 ppm xanthophyl dan 0.5
ppm carotene pada proses pemurnian.
Adapun komposisi asam lemak dalam minyak jagung
ditunjukkan pada Tabel 1.8. Komponen lainnya sebagai
penyusun minyak jagung adalah triterpene alkohol. Dengan
GLC dapat dianalisis beta amirin sikloaitenol, alfa amirin
likloartenol, 2,4 metil sikloartenol dan beberapa kecil
hidrokarbon yaitu 28 ppm squalene, yang merupakan
hidrokarbon aromatis polisiklis.
Tabel 1.8. Komposisi Asam Lemak Minyak Jagung
Minyak jagung berwama merah gelap dan setelah
dimurnikan akan berwarna kuning keemasan. Bobot jenis
minyak jagung sekitar 0,918 - 0,925, sedangkan nilai indeksnya
pada suhu 25°C berkisar antara 1,4657 – 1,4659. Kekentalan
minyak jagung hampir sama dengan minyak-minyak nabati
lainnya yaitu 58 sentipoise pada suhu 25°C. Minyak jagung larut
di dalam etanol, isopropil alkohol, dan furfural, sedangkan nilai
transmisinya sekitar 280-290.
Minyak Kedelai
Kedelai adalah tanaman semusim yang biasa diusahakan
pada musim kemarau, sebab tidak memerlukan air dalam
jumlah besar. Berdasarkan klasifikasi botani, kedelai termasuk
famili Leguminosae, sub famili Papilionidae, dan genus
Glycine.
Kandungan minyak dan komposisi asam lemak dalam
kedelai dipengaruhi oleh varietas dan keadaan iklim tempat
tumbuh. Lemak kasar terdiri dari trigliserida sebesar 90 – 95 %,
sedangkan sisanya ialah fosfatida, asam lemak bebas, sterol dan
tokoferol.
Kadar minyak kedelai relatif lebih rendah dibandingkan
dengan jenis kacang-kacangan yang lainnya, tetapi lebih tinggi
daripada kadar minyak serealia. Kadar protein kedelai yang
tinggi memicu kedelai lebih banyak dipakai sebagai
sumber protein daripada sebagai sumber minyak.
Minyak kedelai yang sudah dimurnikan dapat dipakai
untuk pembuatan minyak salad, minyak goreng serta untuk
segala keperluan pangan. Lebih dari 50% produk pangan dibuat
dari minyak kedelai. Minyak kedelai juga dipakai pada
pabrik lilin, sabun, varnish, lacquers, cat, semir, insektisida, dan
desinfektans.
Lemak Tengkawang
Tengkawang dapat tumbuh hampir pada semua jenis
tanah asalkan cukup sinar matahari dan tidak berpasir. Biji
tengkawang banyak dihasilkan di Kalimantan Barat.
biasanya lemak tengkawang disebut juga green butter
atau borneo tallow. Kadar lemak dalam biji tengkawang
berbeda-beda, tergantung dari jenis dan mutu biji, tapi biasanya
berkisar antara 50 – 70 %. Ekstraksi lemak dari biji tengkawang
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di Kalimantan, cara
memperoleh lemak tengkawang secara tradisional, yaitu dengan
cara mengukus biji selama 2 jam, setelah ditumbuk halus. Pada
pengukusan ini lemak akan mencair dan terapung di permukaan
air, kemudian dipisahkna dengan sendok dan dimasukkan ke
dalam tabung. Bagian ampasnya ditambah sekam agar mengeras
kemudian dibungkus dan dipress, sehingga minyak keluar. Kira-
kira 15 jam kemudian minyak ini akan membeku dan dapat
disimpan sampai bertahun-tahun lamanya.
Pada biasanya cara ekstraksi yang dipakai adalah
cara pengepresan dingin, pengepresan panas atau ekstraksi
dengan pelarut menguap. Cara pengepresan panas lebih baik
dari pengepresan dingin sebab dengan pemanasan minyak akan
lebih mudah keluar di samping menginaktifkan enzim lipase
yang ada dalam bahan. Minyak kasar yang dihasilkan
biasanya berwarna hijau sebab mengandung klorofil.
Biji tengkawang merupakan penghasil lemak yang baik
untuk dikonsumsi langsung dan untuk industri, misalnya sebagai
minyak goreng, campuran kosmetik, obat-obatan, pembuatan
sabun, lilin, dan permen coklat. Di Eropa minyak tengkawang
berfungsi sebagai pengganti lemak ciklat dalam pembuatan
coklat, sebab sifat lemak tengkawang yang hampir sama
dengan lemak coklat.
Minyak Kacang tanah
Minyak kacang tanah mengandung 76 – 82% asam
lemak tidak jenuh, yang terdiri dari 40 – 45 % asam oleat dan 30
– 35 % asam linoleat. Asam lemak jenuh sebagian besar terdiri
dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar 5%.
Kandungan asam linoleat yang tinggi akan menurunkan
kestabilan minyak.
Komposisi asam lemak minyak kacang tanah disajikan
pada Tabel 1.9. Minyak kacang tanah merupakan minyak yang
lebih baik daripada minyak jagung, minyak biji kapas, minyak
olive, minyak bunga matahari, untuk dijadikan salad Minyak
kacang tanah yang didinginkan pada suhu -6,6oC, akan
menghasilkan beberapa besar trigliserida padat. Berdasarkan
flow test, maka fase padat terbentuk dengan sempurna pada suhu
-6,6oC.
Tabel 1.9. Komposisi Asam Lemak Minyak Kacang Tanah
Minyak kacang tanah sebagaimana minyak nabati
lainnya merupakan salah satu kebutuhan manusia, yang
dipergunakan baik sebagai bahan pangan maupun bahan non
pangan. Sebagai bahan pangan minyak kacang tanah
dipergunakan untuk minyak goreng, bahan dasar pembuatan
margarin, mayonaise, salad dressing dan mentega putih, dan
mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan minyak jenis
lainnya, sebab dapat dipakai berulang-ulang untuk menggoreng
bahan pangan.
Sebagai bahan non pangan, minyak kacang tanah banyak
dipakai dalam industri sabun, face cream, shaving cream,
pencuci rambut dan bahan kosmetik lainnya. Dalam bidang
farmasi minyak kacang tanah dapat dipakai untuk campuran
pembuatan adrenalin dan obat asma.
REAKSI DALAM LEMAK/MINYAK
2.1 HIDROLISIS
Hidrolisis minyak terjadi sebab adanya beberapa air
dalam minyak. Air ini bisa berasal dari bahaan atau uap air
yang jatuh ke dalam minyak yang memicu minyak
berbau tengik dan mempunyai rasa getir. Proses hidrolisis
minyak atau lemak yaitu proses pemecahan trigliserida dari
minyak atau lemak menjadi asam lemak dan gliserol dengan
adanya air.
Proses hidrolisis minyak dilakukan pada suhu dan
tekanan yang tinggi pada reaktor, agar proses dapat
berlangsung secara cepat dan kapasitas besar. Suhu
hidrolisis dapat mencapai 250 - 260°C dan tekanannya
dapat mencapai 54 - 56 bar.Mekanisme reaksi hidrolisis
disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Mekanisme Reaksi Hidrolisis
2.2 OKSIDASI
Asam organik yang disebabkan oksidasi terjadi sebab
minyak kontak dengan oksigen dan apabila proses menggoreng
dilakukan secara terbuka dan minyak goreng dipakai secara
berulang-ulang. Asam organik ini terbentuk akibat terjadinya
penguraian lebih lanjut dari peroksida dan hidroperoksida yang
dapat menimbulkan bau tengik pada minyak. Adapun
mekanisme reaksi dari oksidai disajikan pada Gambar 2.2.
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak
antara beberapa oksigen dengan minyak atau lemak.
Terjadinya reaksi oksidasi ini akan memicu bau tengik
pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat
selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan
konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-
asam lemak bebas.
Gambar 2.2. Mekanisme Reaksi Oksidasi
2.3 ESTERIFIKASI
Proses esterifikasi merupakan kebalikan dari proses
hidrolisis. Pada proses ini terjadi reaksi antara asam lemak dan
alkohol dengan bantuan katalis untuk menghasilkan senyawa
ester, sebagaimana disajikan pada Gambar 2.3. biasanya
katalis yang dipakai adalah katalis asam, misalnya asam
sulfat. Reaksi esterifikasi bersifat dapat balik (reversible).
Proses esterifikasi dapat dilakukan secara batch ataupun
kontinu.
Gambar 2.3. Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan atau tanpa
memakai katalis. Katalis yang umum dipakai adalah
katalis asam, seperti asam sulfat dan asam klorida, namun ada
beberapa katalis yang disarankan penggunaannya dalam proses
esterifikasi, seperti calcium oxide, oxide of zinc, lead, calcium,
barium, dan magnesium, metal (zinc, cadmium, alumunium,
magnesium, copper, dan cobalt) (Chatfield 1947). Reaksi tanpa
katalis dapat dilakukan pada suhu di atas 250 ⁰C. Produk ester
yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi
pengolahannya, seperti suhu, tekanan, jenis dan jumlah katalis
yang dipakai .
Reaksi esterifikasi terjadi antara asam lemak bebas dan
alkohol sehingga menghasilkan ester dan air. Reaksi ini
merupakan reaksi reversibel dan kebalikan dari reaksi
hidrolisis. Alkohol yang dipakai (baik untuk proses
esterifikasi maupun transesterifikasi) dalam penelitian berjenis
metanol, berdasarkan pertimbangan ekonomis dan keuntungan
sifat fisikokimianya. Metanol untuk proses esterifikasi
ditambahkan dengan perbandingan rasio mol methanol :
minyak = 20 : 1. Reaksi esterifikasi membutuhkan energi
aktivasi yang sangat tinggi sehingga diperlukan katalis untuk
mempercepat reaksi, biasanya dipakai katalis asam.
Keberadaan katalis asam ini dapat mengganggu proses
esterifikasi jika kadar air minyak berada dalam kisaran yang
tinggi sebab trigliserida minyak akan terhidrolisis menjadi
asam lemak bebas dan gliserol.
2.4 HALOGENASI
Halogenasi merupakan penambahan halogen dalam
struktur asam lemak tidak jenuh yang dapat merubah ikatan
rangkap menjadi ikatan tunggal. Reaksi halogenasi dapat
menurunkan bilangan iod. Halogenasi biasanya diaplikasikan
untuk menghasilkan turunan asam lemak terhalogenasi salah
satunya sebagai antiflammability pada produk tekstil dan
sebagai reaksi intermediate pada pembentukan produk atau
komponen lain. Mekanisme reaksi halogenasi disajikan pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Mekanisme Reaksi Halogenasi
2.5 PEMBENTUKAN KETON
Keton dapat dihasilkan melalui penguraian dengan cara
hidrolisa ester. Melalui reaksi ini, Laural klorida misalnya,
akan diubah menjadi diundecyl keton. Mekanisme reaksi
pembentukan keton disajikan pada Gambar 2.5.
2.6 POLIMERISASI
Reaksi polimerisasi adalah reaksi pada molekul minyak
itu sendiri, dimana molekul minyak/lemak yang lebih kecil
bergabung membentuk molekul yang lebih besar. Polimerisasi
dapat terjadi pada bagian tidak jenuh di asam lemak
(diakibatkan oleh oksidasi) ataupun pada ikatan terkonjugasi
molekul asam lemak dan gliserol.
Faktor yang mempercepat eaksi polimerisasi adalah
- Penggorengan pada suhu yang terlalu tinggi (> 350oF,
176,6oC).
- Adanya oksigen.
- Penggunaan minyak berkualitas rendah
- Waktu pemanasan yang terlalu lama.
Polimerisasi dapat memicu peningkatan
viskositas minyak hasil penggorengan, penurunan bilangan
iod, dan kerusakan pada minyak. Laju polimerisasi meningkat
dengan semakin banyaknya kandungan asam lemak yang tidak
jenuh pada minyak atau lemak. Mekanisme polimerisasi
disajikan pada Gambar 2.6. Sedangkan thermal polimerisasi
dari etil linoleat disajikan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.6. Mekanisme Reaksi Polimerisasi
Gambar 2.7. Thermal Polimerisasi dari Etil Linoleat
PENYABUNAN
Penyabunan merupakan proses hidrolisa yang disengaja,
biasanya dilakukan dengan penambahan beberapa basa. Reaksi
ini dilakukan dengan penambahan larutan basa kepada
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang
mengandung gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan
penyulingan. Mekanisme reaksi penyabunan disajikan pada
Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Mekanisme Reaksi Penyabunan
2.8 HIDROGENASI
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau
lemak dengan cara menambahkan gas hidrogen pada ikatan
rangkap dari asam lemak dengan memakai bantuan
katalis, yang memicu asam lemak tidak jenuh menjadi
jenuh dengan penambahan satu mol hidrogen pada masing-
masing ikatan rangkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses hidrogenasi adalah tekanan, suhu, serta kemurnian gas
hidrogen, katalis dan bahan baku minyak. Jenis katalis yang
dapat dipakai pada proses hidrogenasi adalah paladium,
platina, copper chromite dan nikel. Namun demikian pada
proses hidrogenasi di industri lebih banyak dipakai katalis
nikel sebab harganya yang lebih murah.
Hidrogenasi merupakan proses pemutusan ikatan
rangkap (double bond) menjadi ikatan tunggal dengan bantuan
katalis. Katalis yang umum dipakai adalah Nikel,
Alumunium, dan Silika. Variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi hasil dari hidrogenasi antara lain: suhu, derajat
agitasi, tekanan dalam reaktor, konsentrasi katalis, jenis
katalis, kemurnian gas hidrogen, feedstock source, dan
feedstock quality (Shahidi 2005). Mekanisme reaksi
hidrogenasi disajikan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Mekanisme Reaksi Hidrogenasi
INTER-ESTERIFIKASI
Interesterifikasi menyangkut penukaran gugus asil
antar trigliserida. sebab trigliserida mengandung 3 gugus
ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran ini
cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam satu
molekul trigliserida atau di antara molekul trigliserida.
Proses interesterifikasi dilakukan untuk pembuatan
mentega putih, margarin dan enrobing fat. Mentega putih yang
dibuat dengan penambahan monogliserida seringkali disebut
super gliserinated shortening. Monogliserida ini bersifat aktif
di bagian permukaan minyak atau lemak dan dapat
dipergunakan untuk menyempurnakan dispersi lemak dalam
adonan, sehingga menghasilkan bahan pangan dengan rupa
dan konsistensi yang lebih baik.
2.10 ALKOHOLISIS
Alkoholisis umum juga dikenal dengan
transesterifikasi. Transesterifikasi berfungsi untuk
menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol
sederhana seperti metanol atau etanol. biasanya katalis yang
dipakai adalah sodium metilat, NaOH atau KOH. Molekul
trigliserida pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan
tiga asam lemak. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi
kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke
kanan sehingga dihasilkan metil ester maka perlu dipakai
alkohol dalam jumlah berlebih. Pada Gambar 2.10 disajikan
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk
menghasilkan metil ester (biodiesel).
Gambar 2.10. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan
Metanol
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai
faktor tergantung kondisi reaksinya. Faktor ini
diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas dan kadar air
minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar
antara alkohol dengan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan
lamanya reaksi, dan intensitas pencampuran.
Transesterifikasi bertujuan untuk memecah dan
menghilangkan gliserida, menurunkan viskositas serta
meningkatkan angka setana minyak. Proses transesterifikasi
memakai katalis basa berupa KOH (potasium hidroksida).
Pemilihan katalis ini disebab kan dengan adanya katalis basa,
reaksi akan berjalan lebih cepat dan dengan suhu rendah
dibandingkan penggunaan katalis asam. Potasium hidroksida
bersifat lebih elektropositif dibandingkan sodium hidroksida
(NaOH) sehingga lebih mudah mengion. Selain itu, potasium
hidroksida merupakan jenis katalis yang mudah didapat dan
residu akhirnya dapat diolah kembali menjadi pupuk potasium
sehingga tidak terbuang percuma. Katalis yang sebenarnya
mempercepat reaksi transesterifikasi adalah potasium
metoksida (KOCH
3
). Katalis ini terbentuk saat KOH
dicampur dengan metanol (CH
3
OH) sebelum larutan katalis
alkali ditambahkan ke dalam minyak.
SIFAT FISIKO KIMIA LEMAK MINYAK
3.1 SIFAT FISIK
Sifat fisik yang akan dibahas meliputi 13 butir utama,
yaitu warna; bau; odor dan flavor; kelarutan; titik cair dan
polymorphism; titik didih; titik lunak; slipping point; shot
melting point; bobot jenis; indeks bias; titik asap, titik nyala
dan titik api; dan titik kekeruhan.
a. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan
yaitu zat warna alaiah dan warna dari hasil degradasi zat
warna alamiah.
- Zat warna alamiah
Zat warna yang termasuk golongan ini ada
secara alamiah di dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada
proses ekstraksi. Zat warna ini antara lain terdiri
dari α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan anthosyanin.
Zat warna ini memicu warna kuning, kuning
kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan.
Pigmen berwarna merah jingga atau kuning
disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam
minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan
hidrokarbon tidak jenuh. Jika minyak dihidrogenasi,
karoten ini juga ikut terhidrogenasi, sehingga
intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat
tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri
uap panas, maka warna kuning akan hilang. Karotenoid
ini tidak dapat dihilangkan denngan proses
oksidasi.
- Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia
yang ada dalam minyak
Warna gelap
Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak
bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil
yang berwarna hujau turut terekstrak bersama
minyak, dan klorofil ini sulit dipisahkan dari
minyak.
Warna gelap ini dapat terjadi selama proses
pengolahan dan penyimpanan yang disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu
pengepresan dengan cara hidraulik atau
expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi.
Di samping itu minyak yang ada dalam
suatu bahan, dalam keadaan panas akan
mengekstraksi zat warna yang ada dalam
bahan ini .
2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak
dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi akan
menghasilkan minyak dengan warna yang lebih
gelap.
3. Ekstraksi minyak dengan memakai pelarut
organik tertentu, misalnya campuran pelarut
petroleum benzena akan menghasilkan minyak
dengan warna lebih cerah jika dibandingkan
dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut
trikloroerilena, benzol, dan heksan.
4. Logam seperti Fe, Cu, dan Mn akan
menimbulkan warna yang tidak diingini dalam
minyak.
5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan
dalam minyak, terutama oksidasi tokoferol dan
chroman 5,6 quinone menghasilkan warna
kecoklat-coklatan.
Warna cokelat
Pigmen cokelat biasanya hanya ada pada
minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang
telah busuk atau memar. Hal itu dapat pula terjadi
sebab reaksi molekul karbohidrat dengan gugus
pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari
molekul protein dan yang disebabkan sebab
aktivitas enzim-enzim, seperti phenol oxidase,
polyphenol oxidase, dan sebagainya.
Warna kuning
Hubungan yang erat antara proses absorpsi
dan timbulnya warna kuning dalam minyak
terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak
jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan
intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu
kemarah-merahan.
Warna atau perubahan warna dapat
disebabkan oleh pigmen berbagai tipe
mikroorganisme yang tumbuh di atas media yang
mengandung lemak. Penicillium sp dapat tumbuh
dan menghasilkan warna kuning cerah pada jaringan
adipose daging sapi yang disimpan pada suhu 0oC,
dan warna kuning pada lemak babi akibat
pertumbuhan bakteri.
b. Bau
Lemak atau bahan pangan berlemak, seperti lemak
babi, mentega, krim, susu bubuk, hati, dan bubuk kuning
telur dapat mengahsilkan bau tidak enak mirip dengan bau
ikan yang sudah basi. Dalam susu, bau ini berasal dari
bahan yang dimakan sapi, berupa beet top dan hasil
samping pada industri gula bit, yang mengandung
persenyawaan betaine (trimetil glisine). Begitu pula bahan
makanan yang mengandung chlorin, menghasilkan susu
berbau amis.
Bau amis dalam mentega, susu bubuk atau krim
disebabkan oleh terbentuknya trimetil-amin dari lesitin
dalam susu dan mentega berturut-turut dengan jumlah 0,03
– 0,12 % dan 0,01 – 0,17 %. Mekanisme pembentukan
trimetil-amin dari lesitin bersumber pada pemecahan
ikatan C-N gugus choline dalam molekul lesitin. Ikatan C-
N ini dapat diuraikan oleh zat pengoksidasi, seperti gugus
peroksida dalam lemak, sehingga menghasilkan trimetil-
amin.
c. Odor dan Flavor
Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain
ada secara alami, juga terjadi sebab pembentukan
asam-asam yang berantai sangat pendek sehingga hasil
penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan
tetapi, pada biasanya odor dan flavor ini disebabkan oleh
komponen bukan minyak. Sebagai contoh, bau khas dari
minyak kelapa sawit disebab kan ada nya beta ionone,
sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh
nonyl methylketon.
d. Kelarutan
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai
nilai polaritas yang sama, yaitu zat polar larut dalam
pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut non
polar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali
minyak jarak (castor oil). Minyak dan lemak hanya sedikit
larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam
etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen.
Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar
sebagaimana halnya minyak dan lemak netral. Kelarutan
dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar
untuk mengekstraksi minyak atau lemak dan bahan yang
diduga mengandung minyak.
Asam-asam lemak yang berantai pendek dapat larut
dalam air, semakin panjang rantai asam-asam lemak maka
kelarutannya dalam air semakin berkurang. Asam kaprilat
pada 30oC mempunyai nilai kelarutan 1, yang artinya 1
gram asam kaprilat dapat larut dalam setiap 100 gram air
pada suhu 30oC. Sedangkan asam stearat mempunyai nilai
kelarutan sekitar 0,00034 pada suhu 30oC.
e. Titik Cair dan Polymorphism
Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara
yang lazim dipakai dalam penentuan atau pengenalan
komponen-komponen organik yang murni, tidak mungkin
diterapkan di sini, karen aminyak atau lemak tidak mencair
dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Sebagai
contoh, bila lemak dipanaskan dengan lambat, maka
akhirnya akan mencair. Tetapi ada juga lemak yang sudah
menjadi cair pada waktu temperatur mulai naik, kemudian
akan memadat kembali. Pencairan kedua akan terjadi pada
temperatur yang lebih tinggi lagi. Bila lemka dengan sifat
seperti di atas diulangi pemanasannya, maka bahan akan
mencair pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur
pemanasan pertama.
Plymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu
keadaan di mana ada lebih dari satu bentuk kristal.
Plymorphism penting untuk mempelajari titik cair minyak
atau lemak, dan asam lemak beserta ester-esternya. Untuk
selanjutnya plymorphism mempunyai peranan penting
dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau
lemaknya.
f. Titik Didih (Boiling Point)
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon
asam lemak ini .
g. Titik Lunak (Softening Point)
Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan
maksud untuk identifikasi minyak atau lemak ini .
Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung
kapiler yang diisi dengan minyak. Kemudian dimasukkan
ke dalam lemari es selama satu malam, sehingga minyak
akan membeku atau menjadi padat. Setelah satu malam
dalam lemari es, tabung kapiler diikat bersama-sama
dengan termometer yang dilakukan di dalam lemari es,
selanjutnya dicelupkan ke dalam gelas piala berisi air.
Temperatur akan naik dengan lambat. Temperatur pada
saat permukaan dari minyak atau lemak dalam tabung
kapiler mulai naik, disebut titik lunak.
h. Slipping Point
Penetapan slipping point dipergunakan untuk
pengenalan minyak dan lemak serta pengaruh kehadiran
komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu
dengan mempergunakan suatu silinder kuningan yang
kecil, yang diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan
dalam bak yang tertutup dan dihubungkan dengan
termometer. Bila bak tadi digoyangkan, temperatur akan
naik perlahan-lahan. Temperatur pada saat lemak dalam
silinder mulai naik atau temperatur pada saat lemak mulai
melincir disebut slipping point.
i. Shot Melting Point
Shot melting point adalah temperatur pada saat
terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Pada
biasanya minyak atau lemak mengandung komponen-
komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya. ini
telah dipelajari pada berbagai asam lemak bebas dan
gliserida yang murni. Minyak dan lemak yang biasanya
mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang
relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur
kamar. Bila mengandung asam lemak jenuh yang relatif
besar, maka minyak atau lemak ini akan mempunyai
titik cair yang tinggi. Bila titik cair dari trigliserida
sederhana yang murni ditentukan, akan dijumpai bahwa
semakin panjang rantai karbon dari asam-asam lemaknya,
maka titik cairnya pun akan semakin tinggi.
j. Bobot Jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya
ditentukan pada temperatur 25oC, akan tetapi dalam ini
dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40oC
atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada
penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-
hati dalam kisaran temperatur yang pendek.
k. Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahay
yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks
bias ini pada minyak dan lemak dipakai pada
pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian
minyak.
Indeks bias akan meningkat pada minyak atau
lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan
ada nya beberapa ikatan rangkap. Nilai indeks bias
dari asam le ak juga akan bertambah dengan
meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya
derajat ketidakjenuhan dari asam lemak ini .
l. Titik Asap, Titik Nyala dan Titik Api
Apabila minyak atau lemak dipanaskan dapat
dilakukan penetapan titik asap, titik nyala, dan titik api.
Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak
menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada
pemanasan ini . titik nyala adalah temperatur pada saat
campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar.
Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan
pembakaran yang terus-terusan, sampai habisnya contoh
uji.
m. Titik Kekeruhan
Titik kekeruhan ini ditetapkan dengan cara
mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan
pelarut lemak. Seperti diketahui, minyak atau lemak
kelarutannya terbatas. Campuran ini kemudian
dipanaskan sampai terbentuk larutan yang sempurna.
Kemudian didinginkan dengan perlahan-lahan sampai
minyak atau lemak dengan [elarutnya mulai terpisah dan
mulai menjadi keruh. Temperatur pada waktu mulai terjadi
kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan.
SIFAT KIMIA
a. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang
dibutuhkan untuk menyabunkan beberapa contoh minyak.
Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah miligram
kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1
gram minyak atau lemak. Besarnya bilangan penyabunan
tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai
berat molekul rendah akan mempunyai bilangan
penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang
mempunyai berat molekul tinggi. Penentuan bilangan
penyabunan dapat dilakukan pada semua jenis minyak dan
lemak.
b. Bilangan Iod
Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan
lemak mampu menyerap beberapa iod dan membentuk
senyawa yang jenuh. Besarnya bilangan iod yang diserap
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak
jenuh. Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod
yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak.
c. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam
lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari
asam lemka atau campuran asam lemak. Bilangan asam
dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang
dipakai untuk menetralkan asam lemak bebas yang
ada dalam 1 gram minyak atau lemak.
d. Bilangan Ester
Bilangan ester adalah jumlah asam organik yang
bersenyawa sebagai ester, dan mempunyai hubungan
dengan bilangan asam dan bilangan penyabunan. Bilangan
ester dapat dihitung sebagai selisih antara bilangan
penyabunan dengan bilangan asam.
e. Bahan tidak tersabunkan
Bahan tidak tersabunkan adalah senyawa-senyawa
yang sering ada larut dalam minyak dan tidak dapat
disabunkan dengan soda alkali. Termasuk di dalamnya
yaitu alkoholl suhu tinggi, sterol, zat warna, dan
hidrokarbon.
Cara pengujian ini dapat dipakai untuk semua
minyak dan lemak hewani dan nabati. Cara ini tidak sesuai
untuk minyak dan lemak dengan kadar frkasi tidak
tersabunkan relatif tinggi, misalnya minyak dari hewan
laut.
f. Bilangan Hehner
Kebanyakan asam lemak tidak larut dalam aiir,
tetapi lemak yang mengandung asam lemak dengan bobot
molekul yang rendah sedikit lebih larut dalam air, misalnya
lemak susu. Bilangan Hehner ialah persentase dari jumlah
asam lemak yang tidak karut dalam air termasuk bahan
yang tidak tersabunkan yang ada dalam 100 g minyak
atau lemak.
g. Bilangan Reichert-Meissl
Bilangan Reichert-Meissl ialah jumlah mililiter dari
NaOH 0,1 N yang dipergunakan untuk menetralkan asam
lemak yang menguap dan larut dalam air, yang diperoleh
dari penyulingan 5 gram minyak ayau lemak pada suatu
kondisi tertentu.
h. Bilangan Polenske
Bilangan Polenske adalah jumlah mililiter larutan
naOH 0,1 N yang dipergunakan untuk menetralkan asam
lemak yang menguap dan tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam alkohol, yang diperoleh dari penyulingan 5 gram
minyak atau lemak.
i. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk
menentukan serajat kerusakan pada minyak atau lemak.
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada
ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.
Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri.
j. Bilangan Thiocyanogen
Bilangan thiocyanogen (SCN)2 dipakai untuk
mengukur ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan
dinyatakan sebagai jumlah ekuivalen dari miligram iod
yang diserap oleh tiap gram minyak atau lemak. Bilangan
thiocyanogen ditentukan berdasarkan sifat selektif dan
adisi parsial dari pseudohalogen-thiocyanogen yang
diserap oleh asam lemak tidak jenuh, seperti linoleat dan
linolenat, tidak sama dengan jumlah iod yang diserap,
maka dengan mengukur jumlah thiocyanogen dan iod yang
diserap, dapat ditentukan komposisi minyak atau asam
lemak.
k. Bilangan Asetil dan Hidroksi
Bilangan asetil dan hidroksi dipergunakan untuk
menentukan gugusan hidroksil bebas yang sering ada
dalam minyak atau lemak alam dan sintetis, terutama
dalam minyak jarak, croton oil dan monogliserida.
Bilangan asetil dinyatakan sebagai jumlah miligram
KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam asetat yang
diperoleh dari penyabunan 1 gram minyak, lemak atau lilin
yang telah diasetilasi. Bilangan hidroksi adalah jumlah
asam asetat yang dipergunakan untuk mengesterkan 1 gram
minyak atau lemak yang ekuivalen dengan jumlah
miligram KOH.
EKSTRAKSI DAN PEMURNIAN LEMAK
MINYAK
Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang
dilakukan tergantung pada sifat alami minyak atau lemak
ini dan juga tergantung dari hasil yang dikehendaki. Skema
pengolahan minyak dan lemak disajikan pada Gambar 4.1.
Ekstraksi
Penjernihan
Pemucatan
Deodorisasi Hidrogenasi Winterisasi
Pemucatan
Deodorisasi
Plasticizing
Deodorisasi
Interesterifikasi
Pemurnian
Gambar 4.1. Skema Pengolahan Minyak dan Lemak
4.1 EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak
atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau
lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam – macam, yaitu
rendering (dry rendering dan wet rendering), pengepresan
mekanik, dan solvent extraction.
a. Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak
dan lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak
atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara
rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang
spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein
pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel
ini sehingga mudah ditembus oleh minyak atau
lemak yang terkandung di dalamnya. Menurut
pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara yaitu wet
rendering dan dry rendering.
- Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan
penambahan beberapa air selama berlangsungnya
proses ini . cara ini dikerjakan pada ketel tang
terbuka atau tertutup dengan memakai
temperatur yang tinggi serta tekanan 40 – 60 pound
tekanan uap (40 – 60 psi). Penggunaan temperatur
rendah dilakukan jika diinginkan flavor netral dari
minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi
ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat
pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran
ini dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50oC
sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik ke
atas dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering
dengan memakai temperatur rendah kurang
begitu populer, sedangkan proses wet rendering
dengan temperatur yang tinggi disertai tekanan uap,
dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak
dalam jumlah yang besar.
- Dry Rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa
penambahan air selama proses berlangsung. Dry
rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan
dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk
(agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung
minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa
penambahan air. Bahan tadi dipanaskan sambil
diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220oF
sampai 230oF (105oC-110oC). Ampas bahan yang
telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar
ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan
dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan
minyak dilakukan pada bagian atas ketel.
b. Pengepresan Mekanik
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara
ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang
berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak
tinggi (30 – 70 %). Pada pengepresan mekanisini
diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau
lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan
ini mencakup pembuatan serpih, perajangan dan
penggilingan serta tempering atau pemasakan.
Tahap – tahap yang dilakukan dalam proses
pengepresan mekanis disajikan pada Gambar 5.2.Dua cara
yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu
pengepresan hidraulik dan pengepresan berulir.
Bahan yang mengandung
minyak
Perajangan Penggilingan
Pemasakan/
Pemanasan
Pengepresan
Minyak Kasar
Ampas/bungkil
Gambar 4.2. Skema Cara Memperoleh Minyak dengan
Pengepresan
- Pengepresan Hidraulik
Pada cara ini, bahan dipres dengan tekanan sekitar
2000 pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya
minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung
dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan,
serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan
banyaknya minyak yang ersisa pada bungkil bervariasi
sekitar 4 – 6 %, tergantung dari lamanya bungkil ditekan
di bawah tekanan hidraulik.
- Pengepresan Berulir
Cara pengepresan berulir memerlukan perlakuan
pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan. Proses
pemasakan berlangsung dengan temperatur 240oF
(115,5oC) dengan tekanan sekitar 15 – 20 ton/inchi2.
Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar
sekitar 2,5 – 3,5 %, sedangkan bungkil yang dihasilkan
masih mengandung minyak sekitar 4 – 5 %.
c. Solvent Extraction
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan
melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada
cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang
rendah yaitu sekitar 1 % atau lebih rendah, dan mutu
minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil
dengan cara pengepresan berulir, sebab sebagian fraksi
bukan minyak akan ikut tereksttraksi dengan pelarut
menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfida,
karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Metode
ekstraksi dengan memanfaatkan pelarut diantaranya
dengan metode Soxhlet dan metode maserasi.
- Metode Soxhlet
Metode ekstraksi soxhletasi merupakan salah satu
metode untuk menghasilkan inhibitor organik dari
bahan alam. Ekstraksi dengan soxhletasi memberikan
keuntungan dibandingkan dengan proses lainnya,
sebab pada proses ekstraksi soxhletasi serbuk akan
selalu terbasahi oleh cairan penyari yang jernih dan
berlangsung kontinyu, sehingga ekstraksi akan
efektif. Selain itu, proses pemanasan antara pelarut
dan bahan organik selama proses ekstraksi dapat
memperbaiki kualitas ekstrak yang dihasilkan.
- Metode maserasi
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang
dilakukan melalui perendaman serbuk bahan dalam
larutan pengekstrak. Metode ini dipakai untuk
mengekstrak zat aktif yang mudah larut dalam cairan
pengekstrak, tidak mengembang dalam pengekstrak,
serta tidak mengandung benzoin. Keuntungan dari
metode ini adalah peralatannya mudah ditemukan dan
pengerjaannya sederhana (Hargono dkk., 1986).
Menurut Hargono dkk. (1986), ada beberapa variasi
metode maserasi, antara lain digesti, maserasi melalui
pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi
melingkar, dan maserasi melingkar bertingkat.
Digesti merupakan maserasi memakai
pemanasan lemah (40-50°C). Maserasi pengadukan
kontinyu merupakan maserasi yang dilakukan
pengadukan secara terus-menerus, misalnya
memakai shaker, sehingga dapat mengurangi
waktu hingga menjadi 6-24 jam. Remaserasi
merupakan maserasi yang dilakukan beberapa kali.
Maserasi melingkar merupakan maserasi yang cairan
pengekstrak selalu bergerak dan menyebar. Maserasi
melingkar bertingkat merupakan maserasi yang
bertujuan untuk mendapatkan pengekstrakan yang
sempurna. Lama maserasi memengaruhi kualitas
ekstrak yang akan diteliti. Lama maserasi pada
biasanya adalah 4-10 hari (Setyaningsih, 2006).
Menurut Voight (1995), maserasi akan lebih efektif
jika dilakukan proses pengadukan secara berkala
sebab keadaan diam selama maserasi memicu
turunnya perpindahan bahan aktif. Melalui usaha ini
diperoleh suatu keseimbangan konsentrasi bahan
ekstraktif yang lebih cepat masuk ke dalam cairan
pengekstrak.
4.2 PEMURNIAN
Pemurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan
rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan
memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi
atau dipakai sebagai bahan baku dalam industri. Kotoran-
kotoran yang ada dalam minyak dapat berupa komponen yang
tidak larut dalam minyak, komponen dalam bentuk suspensi
koloid dan komponen yang larut dalam minyak. Komponen
yang tidak larut dalam minyak adalah lendir, getah, abu atau
mineral. Komponen yang berupa suspensi koloid adalah
fosfolipid, karbohidrat dan senyawa yang mengandung
nitrogen, sedangkan komponen yang larut dalam minyak
berupa asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan
digliserida serta zat warna yang terdiri dari karotenoid dan
klorofil.
Tahapan proses pemurnian minyak yang dilakukan
adalah pemisahan gum (degumming), netralisasi, pemucatan
(bleaching) dan penghilangan bau (deodorisasi). Kadang-
kadang satu atau lebih dari tahapan proses ini tidak perlu
dilakukan, tergantung dari tujuan penggunaan minyak,
misalnya minyak yang dipakai untuk bahan non pangan
hanya memerlukan proses penjernihan dan pemisahan gum
sedangkan minyak untuk pembuatan sabun hanya memerlukan
proses pemisahan gum.
a. Pemisahan Gum (Degumming)
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari
jaringan asalnya mengandung beberapa kecil komponen
selain trigliserida yaitu fosfolipid, sterol, asam lemak
bebas, lilin, pigmen yang larut dalam minyak dan
hidrokarbon.
Pemisahan gum atau degumming merupakan proses
pemisahan getah atau lendir yang ada dalam minyak.
Kotoran-kotoran yang tersuspensi seperti fosfatida, protein
dan kotoran-kotoran lain sukar dipisahkan bila berada
dalam kondisi anhydrous, sehingga dapat diendapkan
dengan cara hidrasi. Hidrasi dapat dilakukan dengan uap
atau penambahan air ataupun dengan penambahan suatu
larutan asam lemah (Swern, 1964). Zat yang dipakai
untuk menarik gum (getah) yang disebut degumming agent
antara lain adalah asam fosfat (H3PO4).
Sianturi (1998) menyebutkan bahwa asam fosfat
sebagai degumming agent sangat baik dipakai dalam
proses pemurnian minyak. Jika dosis asam fosfat yang
dipakai terlalu tinggi akan memicu kandungan
senyawa fosfat dalam minyak akan tinggi pula, yang tidak
bisa dihilangkan dengan proses bleaching. Bernardini
(1983) menyatakan bahwa penambahan asam fosfat dapat
mengubah fosfatida yang non hydratable menjadi
hydratable sehingga dapat dipisahkan pada saat proses
pencucian. Dosis larutan asam fosfat yang ditambahkan
pada saat proses degumming adalah 0,3 – 0,4 % (b/b),
sedangkan konsentrasi larutan asam fosfat yang diberikan
untuk degumming lemak sebaiknya 20 – 60 % (b/b)
Proses pemisahan gum perlu dilakukan sebelum
proses netralisasi, dengan alasan:
- Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam
lemak bebas dengan kaustik soda pada proses
netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir)
sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari
minyak.
- Netralisasi minyak yang masih menandung gum
akan menambah partikel emulsi dalam minyak,
sehingga mengurangi rendemen trigliserida.
b. Netralisasi
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan
asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi
lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock),
pemisahan asam lemak dapat juga dilakukan dengan cara
penyulingan yang dikenal dengan istilah deasidifikasi.
Tujuan proses netralisasi adalah untuk menetralkan
asam lemak bebas dan mengurangi gum yang tertinggal,
memperbaikinrasa dan mengurangi warna gelap dari
minyak ini . Netralisasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain dengan penetralan memakai
alkali, natrium karbonat, amonia, ataupun dengan
memakai uap. Netralisasi dengan alkali terutama
dengan NaOH sering dilakukan pada indusri minyak karen
albih murah dan efisien. Reaksi yang terjadi pada proses
netralisasi disajikan pada Gambar 5.3.
Gambar 4.3. Reaksi antara Asam Lemak Bebas dengan NaOH
Penentuan konsentrasi larutan alkali yang dipakai
didasarkan pada kandungan asam lemak bebas. Semakin
tinggi kandungan asam lemak bebas, maka akan semakin
tinggi pula konsentrasi alkali yang dipergunakan. Tetapi
konsentrasi alkali yang terlalu tinggi memicu makin
tingginya trigliserida yang tersabunkan, sedangkan larutan
yang terlalu lemah memicu semakin besar jumlah
emulsi sabun dalam minyak, sehingga mempersulit
pemisahan soap stock (Djatmiko dan Ketaren, 1985).
Untuk menetralkan kadar asam lemak bebas kurang dari
1% dipakai alkali dengan konsentrasi 8-12oBe, lebih
besar dari 1 % sebesar 20oBe dan lebih besar dari 6%
dipakai alkali dengan konsentrasi lebih besar dari 20oBe
c. Pemucatan
Pemucatan atau bleaching merupakan satu tahapan
proses pemurnian minyak untuk menghilangkan zat-zat
warna atau pigmen yang tidak dikehendaki dalam minyak.
Pigmen dalam minyak terdiri dua golongan yaitu zat warna
alamiah dan zat warna hasil degradasi zat warna alamiah.
Zat warna alamiah terdiri dari karoten, xantofil, klorofil dan
antjosianin. Zat warna hasil degradasi misalnya chroman
5,6 quinone. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur
minyak dengan beberapa kecil adsorben, seperti tanah
serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan
arang aktif atau dapat juga memakai bahan kimia.
Zat warna dalam minyak diserap oleh permukaan
adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan
resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.
Pemucatan minyak memakai adsorben
biasanya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan
pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada
suhu sekitar 105oC selama 1 jam. Penambahan adsorben
dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70 – 80oC, dan
jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1 – 1,5 % dari berat
minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben
dengan cara penyaringan memakai kain tebal atau
dengan cara pengepresan dengn filter press. Minyak yang
hilang sebab proses ini kurang lebih 0,2 – 0,5 % dari
berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.
Adsorben yang biasanya dipakai untuk
memucatkan terdiri dari:
- Bleaching clay (bleaching earth)
Bahan oemucat ini merupakan sejenis tanah liat
dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air
terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi
oksida. Daya pemucat bleaching clay disebabkan sebab
ino Al3+ pada permukaan partikel adsorben dapat
mengadsorpsi partikel zat warna. Daya pemucat ini
tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan
Al2O3 dalam bleaching clay. Aktivitas adsorben dengan
asam mineral (misalnya HCl atau H2SO4) akan
mempertinggi daya pemucat sebab asam mineral
ini larut atau bereaski dengan komponen berupa
tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori
adsorben.
- Arang
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori
dan biasanya diperoleh dari hasil pembakaran kayu
atau bahan yang mengandung unsur karbon (C).
biasanya arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah
terhadap zat warna dan daya adsorpsi ini dapat
diperbesar dengan cara mengaktifkan arang
memakai uap atau bahan kimia.
- Arang aktif
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar
luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang
tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi
terhadap zat warna. Pori-pori dalam arang biasanya diisi
oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya. Bahan
kimia yang dapat dipakai sebagai pengaktif adalah
HNO3, H3PO4, sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO4)2,
NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3 dan uap air pada
suhu tinggi.
Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari
luas permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan
luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang,
sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengaktif yang
dipakai dan kadar air. Daya adsorbsi arang aktif
disebabkan sebab arang mempunyai pori-pori dalam
jumlah besar dan adsorpsi akan terjadi sebab adanya
perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan
zat yang diserap.
Keuntungan penggunaan arang aktif sebagai bahan
pemucat minyak ialah lebih efektif untuk menyerap
warna dibandingkan dengan bleaching clay, sehingga
arang aktif dapat dipakai dalam jumlah kecil. Arang
yang digunkan sebagai bahan pemucat biasanya
berjumlah lebih kurang 0,1 – 0,2 % dari berat minyak.
Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang
tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida
sehingga memperbaiki mtu minyak.
d. Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahapan proses pemurnian
minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa
(flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses
deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas
dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum.
Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak
yang dipakai untuk bahan pangan. Beberapa jenis
minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik
untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan
proses deodorisasi, misalnya lemak susu, leak coklat dan
minyak olive.
Proses deodorisasi dilakukan dengan cara
memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi.
Kemudian minyak ini dipanaskan pada suhu 200 –
250oC pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada
tekanan rendah (lebih kurang 10 mmhg) sambil dialiri
dengan uap panas selama 4 – 6 jam untuk mengangkut
senyawa yang dapat menguap. Jika masih ada uap air yang
tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai,
maka minyak ini perlu divakumkan pada tekanan
yang turun lebih rendah. Pada suhu yang lebih tinggi,
komponen yang menimbulkan bau dalam minyak akan
lebih udah menguap. Sehingga komponen ini
diangkut dari minyak bersama-sama uap panas. Penurunan
tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi
jumlah uap yang dipakai dan mencegah hidrolisa
minyak oleh uap air.
KERUSAKAN LEMAK DAN MINYAK
KETENGIKAN
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya,
yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein
yang tidak diinginkan dan dapoat menimbulkan rasa gatal
pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida
tidak jenuh atau akrolein ini . Makin tinggi titik asap,
makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak
goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang
telah dipakai untuk menggoreng titik asapnya akan turun,
sebab telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Guna menekan
terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak
sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari
seharusnya. biasanya suhu penggorengan adalah 177-
221oC
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan
nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak
akibat oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan
pangan yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak,
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial
yang ada dalam minyak. Oksidasi minyak terjadi sebab
kontak antara beberapa oksigen dengan minyak.
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng
terjadi sebab reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak
jenuh. ini terbukti dengan terbentuknya bahan
menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat
penggorengan (Ketaren, 2005).
Oksidasi adalah akibat utama dari perubahan kimiawi
minyak tetapi ada beberapa penyebab degradasi lain yang
berpotensial memicu atau menghasilkan racun.
Perubahan kimiawi pada minyak, tidak semuanya berbahaya.
Ada beberapa yang tidak berbahaya dan layak untuk
dikonsumsi. Perubahan kimia tergantung pada jenis minyak.
Kerusakan minyak atau lemak dengan pemanasan pada suhu
tinggi (200- 250°C) akan memicu keracunan dalam
tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya diare,
pengendapan lemak dan pembuluh darah, kanker dan
menurunkan nilai cerna lemak. Rusaknya minyak juga bisa
terjadi sebab lama penyimpanan (Ketaren, 2005).
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau
dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. ini
disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh
dalam lemak seperti pada Gambar dibawah ini:
Otoksidasi dimulai dengan pembentukan radikal bebas
yang disebabkan oleh faktor faktor yang dapat mempercepat
reaksi seperti cahaya, panas, peroksida, hidroperoksida,
logam- logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan logam porifirin
seperti hematin, hemoglobin, klorofil, dan enzim-enzim
lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung
radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan
menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap ini
disebabkan oleh hasil pemecahan hidroperoksida menjadi
senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek akibat
radiasi energi tinggi, energi panas, katalis, logam, atau enzim.
Senyawa-senyawa dengan rantai C ini lebih pendek ini adalah
asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat
volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau
perubahan bau dan flavor dalam lemak atau bahan pangan
berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam
lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor
yaitu:
1) Absorpsi Bau Oleh Lemak
Pencemaran bau terhadap bahan pangan
berlemak, lemak dapat mengabsorbsi zat menguap dari
bahan lain. Sebagai contoh pencemaran bau dalam
lemak mentega, kuning telur dan lemak daging.
Kuning telur mengandung lebih dari 30 % lemak,
mudah mengabsorbsi bau selama disimpan dalam
ruang dingin (cold storage). Telur yang disimpan
dalam kondisi ini akan ditumbuhi koloni
Actomyces sp yang akan memberikan aroma khas
musty yang dihasilkan. Bau ini tidak akan mudah
hilai walaupun telur telah dimasak. Contoh berikutnya
adalah absorbsi bau oleh mentega selama
penyimpanan, terutama dari bahan pengepak
(packaging) yang terbuat dari kayu atau timber yang
mengandung zat terpene yang mudah menguap
(volatile terpene), terutama jika peti ini terbuat
dari kayu yang kurang baik. Kasus berikutnya yang
sering terjadi adalah adanya bakteri penghasil lendir
yang tumbuh suhu kamar dan suhu dingin pada daging.
Bakteri ini akan menghasilkan bau yang mencemari
flavor lemak yang disimpan dalam ruangan.
Kerusakan bahan pangan berlemak akibat proses
absorbsi bau oleh lemak dapat dihindarkan dengan
cara:
a) Memisahkan lemak dari bahan–bahan lain yang
dapat mencemari bau;
b) Membungkus produk dengan bahan pembungkus
yang tidak menghasilkan bau. Misal: Kertas timah
/ pun kertas kulit dilapisi kertas timah, kertas timah
bersifat tidak permiabel bagi semua gas atau zat
menguap yang berbau;
c) Destruksi uap / zat berbau dengan memakai
gas ozon yang berfungsi untuk membersihkan
udara ruangan yang telah dicemari oleh bau dari
suatu bahan. Sedangkan pada penyimpanan telur,
berfungsi untuk menetralisir bau dan menghambat
pertumbuhan mikrobia. Namun perlu berhati-hati,
kontak ozon dengan bahan pangan berlemak tinggi
akan menimbulkan bau tidak enak jika kontak
langsung dengan senyawa ozon.
2) Kerusakan Lemak Minyak Oleh Enzim
a) Produksi asam lemak bebas.
Lemak hewan dan nabati yang masih
berada dalam jaringan, biasanya mengandung
enzim yang menghidrolisa lemak. Semua enzim
yang termasuk golongan lipase, mampu
menghidrolisa lemak netral menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol, namun enzim ini
inaktif oleh panas. Kecepatan hidrolisa enzim
lipase yang ada dalam jaringan relative lambat
pada suhu rendah, sedangkan pada kondisi yang
cocok, proses hidrolisa oleh enzim lipase akan
lebih intensif daripada enzim lipolitik yang
dihasilkan oleh bakteri. Sebagai contoh yaitu
lemak daging ayam yang mengandung lipase
menunjukkan kenaikan bilangan asam yang cepat
setelah hewan ini dipotong. Contoh lain
minyak nabati hasil ekstraksi dari biji bijian atau
buah yang disimpan dalam jangka panjang dan
terhindar dari proses oksidasi ternyata
mengandung bilangan asam yang tinggi.
b) Pengaruh asam lemak bebas terhadap flavor.
Asam lemak bebas (ALB) dari proses
hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan
lemak netral, dan pada konsentrasi sampai 15 %,
belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi.
Lemak dengan kadar ALB > 1 %, jika dicicipi
terasa membentuk film pada permukaan lidah.
ALB yang tidak dapat menguap dengan jumlah
atom C >14, meski dalam jumlah kecil
memicu rasa tidak lezat. ALB yang dapat
menguap dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8,
dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak
enak dalam bahan pangan berlemak. Asam lemak
ini biasanya ada pada lemak susu dan minyak
nabati seperti minyak inti sawit. ALB juga dapat
memicu karat & warna gelap jika lemak
dipanaskan dalam wajan besi.
3) Kerusakan Oleh Mikroba,
Minyak yang telah dimurnikan biasanya masih
mengandung mikroba berjumlah maksimum 10
organisme setiap 1 gram lemak, dapat dikatakan steril.
Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak
biasanya termasuk tipe mikroba non pathologi, tapi
biasanya dapat merusak lemak dengan menghasilkan
cita rasa tidak enak, di samping menimbulkan
perubahan warna (discoloration).
a) Produksi asam lemak bebas.
Beberapa jenis jamur, ragi dan bakteri
mampu menghidrolisa molekul lemak di antara
bakteri ini adalah: Staphylococcus aureus,
Staph pyogenes albus, Bacillus phyocyaneus, B.
piodigouosus, B. Chelerae, B. Thyphosus,
Streptococcus hemolyticus, B. tuberculosis, B.
lipolyticum, Micrococcus tetragenus, B. proteus,
B. putrificus, B. punctatum, B. coli, Clostridium
botulinum dan berbagai macam spesies
Pseudomonas sp dan Achromobanter sp. Jamur
yang mampu menghidrolisa lemak antara lain
Aspergillus, Penicillim, Mucor Rhizophus,
Monilia, Oidium, Cladosporium dan beberapa
macam spesies ragi. Hidrolisa lemak oleh mikroba
tsb. dapat berlangsung dalam suasana aerobik atau
anaerobik.
Sebagian besar lemak yang utuh dalam
bahan pangan tidak mengandung asam menguap,
sehingga jika dihidrolisa oleh mikroba akan
berpengaruh kecil terhadap flavor bahan pangan.
Di lain pihak, banyak di antara mikroba
menghasilkan enzim yang dapat memecahkan
protein dalam bahan pangan berlemak, sehingga
menghasilkan bau dan rasa tidak enak, misalnya
persenyawaan indole, skatole, hidrogen sulfit,
metilamin dan amonia.
b) Bau sabun (Soapiness) dalam lemak.
Timbulnya bau sabun yang tidak enak
dengan istilah soapy flavor dalam bahan panan
berkadar lemak tinggi disebabkan oleh
pembentukan sabun amonium, sebagai hasil reaksi
antara ALB dengan amonia yang dihasilkan dari
degradasi protein. Garam amonium dapat
dihasilkan sebab oksidasi garam organik secara
mikrobial, dan peristiwa ini terjadi dalam margarin
yang ditumbuhi jamurMonilia sp dan Torulae sp.
c) Deteksi aktivitas enzim lipase.
Penentuan dilakukan dengan cara
menumbuhkan mikroba dalam nutrient medium
yang mengandung lemak akan menghasilkan
enzim dengan beberapa macam ciri, yaitu:
- Terbentuknya film yang lebih jernih dalam
lemak padat atau opalescent emulsion,
- Perubahan warna indicator yang ditambahkan
ke dalam media,
- Terbentuk sabun berwarna biru kehijauan jika
ditambahkan tembaga sulfat (CuSO4).
d) Pengaruh enzim oksidase terhadap ketengikan
lemak.
Oksidase secara biologis disebabkan oleh
pencemaran mikrobia, terutama pada lemak yang
masih dalam jaringan. Enzim oksidase,
peroksidase dan katalase ada dalam lemak
daging ayam yang baru dipotong, sedangkan susu
mentah, kacang kedelai mengandung enzim
peroksidase dan katalase, serta khususnya susu
mentah mengandung enzim oleinase yang
memicu bau apek (tallowy). Organisme
yang menghasilkan enzim oksidase dan lipase
dapat memicu ketengikan.
e) Dekomposisi lemak dan asam lemak oleh
mikroba.
Kemungkinan semua mikrobia yang
menghasilkan enzim lipase dapat metabolisir
lemak, dan tahap pertama dalam proses ini adalah
dekomposisi gliserida menjadi gliserol dan asam
lemak. Aksi mikrobia terhadap gliserol dapat
menghasilkan kurang lebih 20 macam
persenyawaan yang termasuk dalam golongan
senyawa aldehida, asam organik dan senyawa
alifatik lainnya. Mikrobia juga dapat memecah
rantai asam lemak bebas menjadi senyawa dengan
berat molekul lebih rendah dan selanjutnya
dioksidasi menghasilkan gas CO2 dan air (H2O).
f) Produksi keton.
Pengamatan pada deodorisasi minyak kelapa
berbau tengik, ditemukan beberapa persenyawaan
yang memicu bau tidak enak, antara lain
senyawa metil heptil keton, metil nonil keton dan
beberapa kecil metil undesil keton. Senyawa ini
terbentuk selama proses pengeringan kopra dan
penyimpanan minyak. Mentega dan bahan pangan
lainnya yang mengandung lemak susu, air dan
bahan gizi dapat menimbulkan ketengikan oleh
senyawa keton (ketonic rancidity). Senyawa keton
yang dominan memicu bau tengik adalah
senyawa metil amil, metil heptil dan metil nonil
78
keton. Jamur yang dapat menghasilkan keton,
terdiri dari 9 macam Penicillia sp., 5 macam
spesies Aspergilli, Cladosporium herbarium,
Cladosporium butyri.
g) Mekanisme Pembentukan Keton.
Organisme yang menyerang lemak, pada
tahap pertama menguraikan molekul gliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserol,
selanjutnya asam lemak bebas ini dioksidasi.
Berdasarkan penelitian terhadap dekomposisi
asam lemak, ternyata beberapa metil keton
terbentuk pada proses beta oksidasi dalam suasana
hidrogen peroksida (H2O2).
h) Perubahan warna oleh mikroba.
Mikroba yang tumbuh dalam jumlah banyak
akan membentuk koloni koloni yang dapat
merusak rupa bahan pangan. Koloni jamur dalam
bahan pangan yang awalnya berwarna putih dan
akhirnya akan berwarna abu abu, hijau kuning,
hitam, biru, kehijau hijauan atau merah. Sebagai
contoh bintik hitam (black spot) pada daging dan
bahan pangan lain disebabkan oleh warna gelap
dari Clodosporium herbarum. Banyak di antara
79
organisme menghasilkan pigmen yang berdifusi ke
luar sel dan mencemari warna asli dari bahan
pangan. Struktur kimia pigmen yang dihasilkan
mikroorganisme ini belum diketahui jelas, namun
kemungkinan beberapa di antaranya merupakan
senyawa karotenoid yang larut dalam lemak dan
tidak larut dalam air.
Organik proteolitis yang membentuk zat
indole dan skatole, dalam suasana nitrit (misalnya
dalam daging) membentuk nitroso-indole yang
berwarna merah. Dalam lemak, pigmen yang
dihasilkan mikroba terutama berfungsi sebagai
indikator dalam reaksi oksidasi. Sebagai contoh
ialah pigmen kuning cerah dalam lemak segar,
dihasilkan oleh Micrococci sp dan Bacilli sp. Jika
lemak menjadi tengik sebab proses oksidasi oleh
bakteri, maka pigmen kuning ini berubah
menjadi warna ungu kebiru-biruan.
Dekomposisi oleh mikroba dapat dikurangi dan
dicegah dengan cara pengawetan bahan kimia,
mengurangi kontaminasi dan penambahan gula dan
garam.
80
4) Oksidasi oleh Oksigen Udara atau Kombinasi dari
Dua atau lebih Penyebab Kerusakan ini .
a) Oksidasi lemak
Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang
paling penting disebabkan oleh aksi oksigen udara
terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba
hanya dapat terjadi jika ada air, senyawa
nitrogen dan garam mineral, sedangkan oksidasi
oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan
yang mengandung lemak dibiarkan kontak dengan
udara. Kecepatan proses oksidasinya tergantung dari
tipe lemak dan kondisi penyimpanan.
Dalam bahan pangan berlemak, konstituen
yang mudah mengalami oksidasi spontan adalah
asam lemak tidak jenuh dan beberapa kecil
persenyawaan yang merupakan konstituen yang
cukup penting. Sebagai contoh ialah persenyawaan
yang membuat bahan pangan menjadi menarik
misalnya persenyawaan yang menimbulkan aroma,
flavor, warna dan beberapa vitamin.
81
b) Oksidasi Konstituen Nonlemak
Di samping timbulnya off flavor, telah
diketahui bahwa hasil oksidasi lemak tidak jenuh
dapat memicu degradasi nilai alamiah dari
konstituen aroma, flavor, warna dan vitamin.
Degradasi konstituen non lemak sering terjadi
serentak dengan proses oksidasi lemak, sehingga
faktor-faktor yang menghambat atau mempercepat
oksidasi lemak, mempengaruhi perubahan
konstituen non lemak. Oksidasi b- karoten pada
bagian ikatan rangkapnya dengan adanya katalis
lipoksidase atau ferro ftalosianida akan
menghasilkan senyawa epoksi atau furanoksida.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
oksidasi lemak (Akselerator) ada 4 kelas yaitu :
- Radiasi , misalnya oleh panas dan cahaya,
- Bahan pengoksidasi (Oxidizing Agent)
misalnya peroksida, perasid, ozone, asam nitrat
serta beberapa senyawa organik nitro dan
aldehida aromatik,
- Katalis metal khususnya garam dari beberapa
macam logam berat,
82
- Sistem oksidasi, misalnya adanya katalis
organik yang labil terhadap panas.
Tabel 5.1. Faktor – faktor yang mempercepat dan
menghambat oksidasi
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai
banyaknya miligrek O2 dalam setiap 100 gram
minyak. Peroksida ini dapat ditentukan dengan
metode iodometri (Ketaren, 2012). Proses
pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya
cahaya, pemanasan suasana asam, pelembaban udara
dan katalis. Beberapa jenis logam atau garam-
garamnya yang ada dalam minyak merupakan
katalisator pada proses oksidasi misalnya logam,
tembaga, besi, nikel, sedangkan aluminium kecil
pengaruhnya terhadap proses oksidasi. Proses
oksidasi juga terjadi sebab adanya mikroorganisme
(Ketaren, 2012).
83
5.2. ANTIOKSIDAN
Beberapa persenyawaan organik dapat menghambat
proses oksidasi disebut antioksidan. Persenyawaan
antioksidan yang ada secara ilmiah dalam minyak adalah
tokoferol (vitamin E), polifenol, gasipol, antho-sianin dan
flavone. Disamping itu persenyawaan organik sintetis yang
sengaja ditambahkan untuk menghambat proses oksidasi
lemak, misalnya senyawa amino, sianida, sulfat, dan phospat
(Ketaren, 2012). Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh
adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan
mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan sebagai
penghambat adalah antioksidan.
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat
menyerap atau menetralisir radikal bebas sehingga mampu
mencegah penyakit-penyakit degeneratif seperti
kardiovaskuler, karsinogenesis, dan penyakit lainnya.
Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan
tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel
normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki struktur
molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada
molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya
dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas
(Murray, 2009).
84
Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi
kecepatan proses oksidasi. Antioksidan secara alamiah
ada dilemak nabati, kadang-kadang sengaja
ditambahkan (Winarno, 2004). Dalam melawan bahaya
radikal bebas baik radikal bebas eksogen maupun endogen,
tubuh manusia telah mempersiapkan penangkal berupa
sistem antioksidan yang terdiri dari 3 golongan yaitu :
a. Antioksidan Primer yaitu antioksidan yang berfungsi
mencegah pembentukan radikal bebas selanjutnya
(propagasi), antioksidan ini adalah transferin,
feritin, albumin.
b. Antioksidan Sekunder yaitu antioksidan yang berfungsi
menangkap radikal bebas dan menghentikan
pembentukan radikal bebas, antioksidan ini adalah
Superoxide Dismutase (SOD), Glutathion Peroxidase
(GPx) dan katalase.
c. Antioksidan Tersier atau repair enzyme yaitu antioksidan
yang berfungsi memperbaiki jaringan tubuh yang rusak
oleh radikal bebas, antioksidan ini adalah Metionin
sulfosida reduktase, Metionin sulfosida reduktase, DNA
repair enzymes, protease, transferase dan lipase.
85
Berdasarkan sumbernya antioksidan yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia dikelompokkan menjadi tiga
yaitu :
a. Antioksidan yang sudah diproduksi di dalam tubuh
manusia yang dikenal dengan antioksidan endogen atau
enzim antioksidan (enzim Superoksida Dismutase
(SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan Katalase
(CAT).
b. Antioksidan sintetis yang banyak dipakai pada
produk pangan seperti Butil Hidroksi Anisol (BHA),
Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat dan Tert-
Butil Hidroksi Quinon (TBHQ).
c. Antioksidan alami yang diperoleh dari bagian-bagian
tanaman seperti kayu, kulit kayu, akar, daun, buah,
bunga, biji dan serbuk sari seperti vitamin A, vitamin
C, vitamin E dan senyawa fenolik (flavonoid).
Mikronutrien yang terkandung dalam tumbuhan seperti
vitamin A, C, E, asam folat, karotenoid, antosianin, dan
polifenol memiliki kemampuan menangkap radikal
bebas sehingga dapat dijadikan pengganti konsumsi
antioksidan sintetis (Gill. 2002).
86
87
Mekanisme Antioksidan
Antioksidan berfungsi untuk mencegah terjadinya
oksidasi lemak.Oksidasi lemak dapat berlangsung melalui
tiga jalan, yaitu autooksidasi, fotooksidasi, dan oksidasi
enzimatis. Secara garis besar, mekanisme penangkapan
radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
secara enzimatik dan non-enzimatik. Enzim yang dapat
berperan sebagai antioksidan adalah superoksida
dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan glutation
reduktase (Winarsi, 2007). Secara non-enzimatik,
senyawa antioksidan bekerja melalui empat cara, yaitu
sebagai berikut:
a) Penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan
vitamin E
b) Pengkelat logam transisi, misalnya EDTA,
88
c) Inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan
ibuprofen, dan
d) kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium
sebagai kofaktor glutation peroksidase.
Aktivitas senyawa polifenol sebagai antioksidan
meliputi tiga mekanisme sebagai berikut.
a) Aktivitas penangkapan radikal seperti reactive oxygen
species (ROS) ataupun radikal yang dihasilkan dari
peroksidasi lipid seperti R’, RO’ dan ROO’ dengan
proses transfer elektron melalui atom hidrogen,
b) Mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis
transisi metal seperti reaksi melalui khelasi metal, dan
c) interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi
dan penggabungan dengan antioksidan lainnya.
89
BAB VI
LEMAK DALAM BAHAN PANGAN
6.1. MINYAK GORENG
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk
menjaga kesehatan tubuh manusia.Selain itu minyak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat
menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein
hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak, khususnya
minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial
seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat
mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan
kolesterol. Minyak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut
bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K (Ketaren, 2008).
Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak
dengan gliserol. Jenis minyak biasanya dipakai untuk
menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak sawit,
minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya. Minyak
goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak
jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa
(Sartika, 2009).
90
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu
suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akreolein yang
tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak
jenuh atau akrelein ini . Makin tinggi titik asap, makin
baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng
tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah
dipakai untuk menggoreng titik asapnya akan turun,
sebab telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Oleh sebab itu
untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau
minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu
tinggi dari seharusnya (Winarno, 2004).
Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur
dalam SNI 01-3741-2002 menurut (Wijana, dkk., 2005).
Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan
ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu
SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-
3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng
seperti pada Tabel 6.1. dan 6.2.
91
Tabel 6.1. Standar Mutu Minyak Goreng Menurut SNI
01-3741-2002
Tabel 6.2. Standar Mutu Minyak Goreng Menurut SNI
01-3741-2002
Sistem Menggoreng Bahan Pangan
Pada biasanya sistem menggoreng bahan pangan
Ada dua macam, yaitu: gangsa (pan frying) dan
menggoreng biasa (deep frying).
92
1. Gangsa (pan frying)
Proses gangsa (pan frying)dapat memakai
lemak atau minyak dengan titik asap yang lebih rendah,
sebab suhu pemanasan biasanya lebih rendah dari suhu
pemanasan pada sistem deep frying. Ciri khas dari proses
“gangsa” ialah sebab bahan pangan yang digoreng tidak
sampai terendam dalam minyak atau lemak. Lemak
yang dapat dipakai dalam sistem ini adalah minyak
kelapa, mentega, margarin, minyak olive dan lemak
ayam. Khususnya mentega dan margarin menghasilkan
cita rasa yang enak pada bahan yang digoreng (Ketaren,
2012).
2. Menggoreng Biasa
Pada proses penggorengan dengan sistem deep
frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam
minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200-
2050C.lemak yang dipakai tidak berbentuk emulsi
dan mempunyai titik asap (smoking point) diatas suhu
penggorengan, sehingga asap tidak terbentuk selama
proses penggorengan.
Lemak yang dapat dipakai dalam proses
penggorengan secara deep frying adalah lemak nabati
93
yang mengalami proses hidrogenasi (kecuali minyak
olive), minyak babi (lard) bermutu tinggi dan beberapa
jenis senyawa shortening yang tidak mengandung
emulsifier.Secara komersil bahan pangan yang
digoreng (fried food) biasanya digoreng dengan
memakai sistem deep frying. (Ketaren, 2012).
Struktur Bahan Pangan Digoreng
Untuk memahami pengertian dari bahan pangan
digoreng, dapat dilihat dari aspek anatomi bahan pangan
ini . Semua bahan pangan digoreng mempunyai
struktur dasar yang sama.
Gambar 6.1 Struktur Bahan Pangan yang Digoreng
(Ketaren, 2012).
Berdasarkan ini memperlihatkan potongan
melintang dari bahan pangan digoreng. Innerzone atau
core merupakan bagian dalam dari bahan pangan
berkadar air tinggi dan umum ada pada bahan
pangan yang digoreng. Proses pemasakan berlangsung
94
oleh penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam
bahan pangan. Proses Pemasakan ini dapat mengubah
atau tidak mengubah karakter bahan pangan,tergantung
bahan pangan yang digoreng.
Permukaan lapisan luar (outer zone surface) akan
berwarna coklat keemas an akibat penggorengan.Tingkat
intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu
menggoreng, juga komposisi kimia pada permukaan luar
dari bahan pangan. Bagian luar bahan pangan (Outer
Zone), jika bahan pangan segar digoreng maka kulit
bagian luar dapat mengerut. Kulit atau kerak ini
dihasilkan oleh akibat proses dehidrasi bagian luar bahan
pangan pada waktu menggoreng.Kerak ini hanya terjadi
pada bahan pangan tertentu. Pembentukannya terjadi
akibat panas dari lemak panas (diatas 312o F) sehingga
menguapkan air yang ada pada bagian luar bahan
pangan. Pada kadar air 3% atau kurang akan terbentuk
kerak dan bahan pangan akan menjadi masak (done).
Selama proses menggoreng berlangsung, maka sebagian
minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar hingga
outer zone dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya
diisioleh air. Setiap tipe bahan pangan digoreng
mempunyai karakteristik tertentu serta mengandung
beberapa lemak yang diabsorpsi
6.2. MENTEGA PUTIH
Mentega putih adalah lemak padat yang biasanya
berwarna putih dan mempunyai titik cair, sifat plastis, dan
kestabilan tertentu Sifat fisika dan kimia
tertentu yang dimiliki oleh mentega putih memicu
mentega putih memiliki banyak keuntungan untuk dijadikan
sebagai bahan dasar pembuatan roti,cake, maupun jenis
pastry lainnya. Mentega putih juga dikenal dengan istilah
shortening, istilah shortening diambil dari kata shorten yang
artinya memperpendek. Istilah ini mengacu pada
kemampuan lemak yang terkandung di dalam mentega putih
untuk melumasi atau memperpendek struktur komponen
makanan, sehingga dihasilkan struktur yang menguntungkan
dalam proses pembuatan makanan. Pada proses pembuatan
kue dengan memakai mentega putih akan dihasilkan
tekstur kue yang lebih lembut daripada tanpa penggunaan
mentega putih
Jenis mentega putih
Mentega putih dapat dibedakan berdasarkan sifat
fisiko-kimiawi (Sari et al., 2015) maupun fungsinya dalam
pembuatan produk bakery (Ghotra et al., 2002). Jenis
mentega putih berdasarkan sifat fisiko-kimiawinya antara
lain :
1. Compound shortening
Shortening ini merupakan produk campuran
hydrogenated fat stock dan soft oil. Mentega putih ini
memiliki stabilitas yang baik pada suhu yang tinggi.
Kelemahan dari penggunaan mentega putih jenis ini
adalah biaya produksinya yang tinggi sehingga
mentega putih ini sudah hampir tidak dipakai lagi.
2. Solid shortening
Solid shortening merupakan salah satu jenis
mentega putih yang paling banyak dipakai dalam
produk bakery. ini disebabkansebab solid
shortening tidak mudah meleleh dalam proses baking,
sehinggasolid shortening memiliki kestabilan yang
baik dan tekstur yang lembut. Solid shortening
diklasifikasikan lagi berdasarkan sifat plastisitasnya,
antaralain :
a. White fat: merupakan jenis solid shortening yang
murni lemak tanpa tambahan emulsifier,
shortening ini biasanya dipakai untuk membuat
roti tawar.
b. Baker’s fat: merupakan jenis solid shortening
dengan tambahan emulsifier, jenis mentega putih
ini banyak dipakai untuk pembuatan
buttercream atau biscuit dengan cream filling.
c. Cake fat: merupakan jenis shortening dengan
tambahan emulsifier dengan tambahan aroma dan
warna yang biasa dipakai untuk membuat cake.
d. Pastry fat: merupakan jenis shortening yang
khusus dipakai untuk membuat lapisan produk
puff pastry.
3. Pumpable dan fluid shortening
Shortening ini merupakan cairan minyak yang di
dalamnya ada padatan lemak tersuspensi.
Pumpable shortening biasanya berupa cairan keruh,
sedangkan fluid shortening berupa cairan bening
Fungsi mentega putih
Berbagai jenis lemak dan minyak banyak dipakai
dalam industri pangan baik untuk media penghantar panas
seperti minyak goreng, maupun sebagai campuran komposisi
makanan. Penambahan shortening ke dalam komposisi
makanan bertujuan untuk menambah kalori serta
memperbaiki tekstur, struktur, cita rasa, keempukan, dan
memperbesar volume roti dan kue. Sifat ini dipengaruhi oleh
sifat fisiko-kimiawi mentega putih dan metode percampuran
antara lemak dan adonan (Ghotra et al., 2002). Penggunaan
mentega putih pada industri pastry biasanya dipakai untuk
membuat pastry berupa : roti tawar/roti burger, buttercream
untuk menghias kue, biskuit dan wafer, cream biskuit dan
wafer, puff pastry, cake, serta pia
Kandungan gizi mentega putih
Shortening merupakan jenis lemak yang mengandung
kalori yang cukup tinggi. Menurut Sari et al. (2015), dalam
100 gram shortening mengandung kalori sebesar 884 kkal.
Komposisi lemak jenuh shortening sebesar 91 gram, lemak
tidak jenuh ganda sebesar 1 gram, dan lemak tidak jenuh
tunggal sebesar 2,2 gram.
6.3. MARGARIN
Margarin pertama kali ditemukan oleh Mege Mouries
di Perancis pada tahun 1870 dalam suatu sayembara yang
diadakan Kaesar Napoleon III. Mege Mouries membuat dan
mengembangkan margarin dengan memakai lemak sapi.
Pada tahun 1872 margarin mulai dikenal luas di seluruh
Eropa dan di sebagian benua Amerika. Margarin
dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau
konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan
mentega. Margarin mengandung 80 % lemak, 16 % air dan
beberapa zat lain. Minyak nabati yang sering dipakai
dalam pembuatan lemak adalah minyak kelapa, minyak inti
sawit, minyak biji kapas, minyak wijen, minyak kedelai dan
minyak jagung. Minyak nabati biasanya berwujud cair,
sebab mengandung asam lemak tidak jenuh, seperti asam
oleat, linoleat dan linolenat.
Menurut SNI (1994), margarin adalah produk makanan
berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari
lemak nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan
lain yang diizinkan. Margarin dimaksudkan sebagai
pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa, dan
nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin
merupakan emulsi dengan tipe emulsi water in oil (w/o), yaitu
fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Margarin
berbentuk semi padat, dan bersifat plastis. Minyak yang
dipakai dalam pembuatan margarin dapat berasal dari
lemak hewan seperti babi (lard) atau sapi, dan lemak nabati
seperti minyak kelapa, minyak sawit, kedelai, jagung, biji
bunga matahari, dan lain-lain.
Minyak nabati yang dapat dipakai sebagai bahan
baku pembuatan margarin harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut,
1. Bilangan Iod yang rendah.
2. Warna minyak kuning muda.
3. Flavor minyak yang baik.
4. Titik beku dan titik cair disekitar suhu kamar.
6. Asam lemak yang stabil.
7. Jenis minyak yang dipakai sebagai bahan baku harus
banyak ada di suatu daerah.
Tabel 6.5. Komposisi Nutrisi Margarin
Jenis - jenis Margarin
Dalam bidang pangan penggunaan margarin telah
dikenal secara luas terutama dalam pemanggangan roti
(baking) dan pembuatan kue kering (cooking) yang
bertujuan memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa
pangan. Margarin juga dipakai sebagai bahan pelapis
misalnya pada roti yang bersifat plastis dan akan segera
mencair di dalam mulut (Winarno, 1991 dan Faridah, dkk,
2008). Ada beberapa jenis margarin yang ada dipasaran,
sebagai berikut (O’Brien, 2009):
1. Margarin meja (table margarines)
Margarin meja (table margarines) terdiri dari:
a) Soft tube margarines, dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
- Temperatur emulsi soft tube margarines
sekitar 95 – 105oF atau 35 – 40,6oC)
- Berbentuk lembut dan tetap dapat dioles pada
suhu 5 – 10oC
- Produk terlalu lembut, sehingga dibungkus
dalam plastic tube atau plastic cup yang
dilengkapi dengan pelekat penutup.
b) Stick margarines, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Temperatur emulsi stick margarines
disesuaikan dan diatur di bawah suhu tubuh
pada 100 – 105oF (37,8 – 40,6 oC)
- Dapat dioles pada suhu 20 – 25oC
- Lebih kaku dibanding mentega putih
(shortening)
2. Margarin industri (Industrial margarines)
Margarin industri ini dirancang untuk industri
roti dan kue. Margarin industri dibuat dari minyak
nabati yang telah dimurnikan. Aplikasi yang
direkomendasikan untuk biskuit, industri kue dan
toko roti. Sedikit lebih keras dibandingkan dengan
margarin meja dan dipakai untuk campuran roti
dan kue. Margarin industri ini harus disimpan
ditempat yang kering dan dingin atau suhunya sekitar
30oC.
3. Puff pastry margarines
Sangat berbeda dengan margarin meja maupun
margarin industri. Fungsi puff pastry sebagai
pelindung antara lapisan – lapisan dari adonan kue.
OLEORESIN
7.1 PENGERTIAN OLEORESIN
Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak
atsiri yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan
memakai pelarut organik. Oleoresin merupakan hasil
ekstraksi dari berbagai jenis rempah. Baik rempah yang
berasal dari buah, biji, daun, kulit mauppun rimpang,
seperti jahe, cabe, kapulaga, kunyit, pala, vanili dan kayu
manis . Oleoresin merupakan bentuk
ekstraktif rempah yang didalamnya terkandung
komponenkomponen utama pembentuk perisa yang berupa
zat-zat voliatil (minyak atsiri) dan non-volatil (resin dan
gum) yang masingmasing berperan dalam menentukan
aroma dan rasa
Oleoresin merupakan campuran fixed oil dan minyak
atsiri yang diperoleh dengan memakai pelarut organik.
Oleoresin merupakan suatu produk olahan dari rempah
yang biasanya berbentuk pasta pada suhu ruangan dan pada
suhu yang lebih tinggi berbentuk minyak kental. Oleoresin
diperoleh dengan cara mengekstrak rempah kering yang
bermutu baik dengan pelarut organik yang mudah
menguap. Bahan pelarut kemudian dipisahkan dari
oleoresin yang dihasilkan. Oleoresin dan minyak atsiri
rempah-rempah banyak dipakai dalam industri
makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum, pewarna, dan
lain-lain. misalnya dalam industry pangan banyak
dipakai untuk pemberi cita rasa dalam produk-produk
olahan daging (sosis dan ham), ikan dan hasil laut lainyya,
roti, kue, pudding, sirup, saus, dan lain-lain
7.2 KARAKTERISTIK OLEORESIN
Pada biasanya oleoresin berbentuk cairan pekat,
semi pekat dan pasta. Aroma oleoresin berbeda-beda
tergantung dari jenis bahan baku asalnya. Warna oleoresin
adalah coklat kehijauan sampai coklat kehitaman.
Rendemen oleoresin didapat dari persentase perbandingan
hasil akhir oleoresin yang didapatkan dengan jumlah bahan
awal yang dipakai .
Minyak atsiri menentukan aroma dan flavor
oleoresin. Kadar minyak atsiri dalam oleoresin yang
ditetapkan dalam perdagangan internasional minimal
adalah 15%. Sisa pelarut dalam oleoresin berguna untuk
pengaplikasian lebih lanjut dalam industri pangan dan
farmasi. Adanya sisa pelarut akan memengaruhi kualitas
mutu dari oleoresin, diharapkan pelarut yang tersisa dalam
jumlah yang kecil.
Indeks bias berhubungan erat dengan kandungan
senyawa organik dalam suatu bahan. Analisa indeks bias
bertujuan untuk menentukan kemurnian oleoresin yang
dihasilkan. Indeks bias merupakan perbandingan antara
kecepatan cahaya didalam udara dengan kecepatan cahaya
didalam oleoresin ini pada suhu tertentu. Indeks bias
oleoresin berhubungan erat dengan komponen-komponen
yang tersusun dalam oleoresin yang dihasilkan. Semakin
banyak komponen berantai panjang atau komponen
bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan oleoresin
akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih
sukar di biaskan. ini memicu indeks bias
oleoresin lebih besar
Berat jenis adalah salah satu karakteristik untuk
mendapatkan gambaran kemurnian oleoresin yang
diperoleh. Berat jenis berhubungan dengan komponen
penyusun fraksi berat yang terkandung didalamnya.
Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam
oleoresin maka akan semakin besar pula densitas dari
oleoresin yang di ekstrak.
7.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PROSES EKSTRAKSI
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dari
ekstraksi adalah pengadukan, jenis solvent, waktu
perendaman, ukuran partikel, lama ekstraksi. Oleoresin yang
dihasilkan dari proses ekstraksi dipengaruhi oleh: (Chalim,
dkk., 2019)
1. Jenis pelarut
Kelarutan suatu bahan dipengaruhi oleh sifat
polaritas bahan pelarut yang dipakai . Jenis pelarut
yang biasa dipakai yaitu etanol, n-heksan, aseton
dan methanol. Jenis pelarut yang dipakai harus
sesuai dengan sifat polaritas bahan yang akan
diekstrak.
Solvent harus dipilih yang cukup baik, tidak
merusak solut atau residu. Solvent yang dipakai
adalah solvent yang viskositasnya rendah agar
sirkulasi bebas dapat terjadi. Solvent yang dipakai
sebagai food extraction biasanya harus memiliki
prasyarat tertentu. Syarat solvent yang perlu
diperhatikan dalam ekstraksi oleoresin adalah faktor
keamanan dan faktor ekonominya, diantaranya adalah
sebagai berikut:
- Solvent mempunyai kelarutan yang tinggi pada
suhu tinggi, dan kelarutan yang rendah pada suhu
ruang, sebab untuk evaporasi harus terjadi
pemisahan antara minyak dan solvent;
- Toksisitas (tidak beracun saat diproses);
- Selektivitas yaitu keefektifan pelarut dalam
melarutkan zat yang dikehendaki dengan cepat
dan baik;
- Mudah menguap;
- Bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan
komponen minyak; -
- Tidak bereaksi dengan peralatan;
- Low flammability (tidak mudah meledak);
- Harganya murah.
2. Lama ekstraksi
Lamanya waktu ekstraksi memberikan
kesempatan pelarut untuk berkontak dengan bahan
baku. Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin
banyak jumlah oleoresin yang terekstrak. ini
disebabkan terjadinya pengumpalan ekstrak dalam
pelarut, bahan ekstrak yang telah bercampur dengan
pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu
bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan
konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagiiain dalam
bahan ekstraksi ini .
3. Suhu ekstraksi
Semakin tinggi suhu ekstraksi maka semakin
tinggi kelarutan oleoresin dalam etanol. ini
disebabkan sebab suhu yang semakin tinggi akan
membuat ikatan antar sesame molekul menjadi lemah
sehingga kekompakan dari padatan rendahh yang
memicu molekul-molekul bergerak lebih cepat,
sehingga etanol akan lebih berdifusi dari larutan
kedalam bahan baku sehingga oleoresin yang ada
dalam padatan mudah terekstrak dan kesetimbangan
semakiin cepat tercapai.
4. Ukuran partikel bahan baku
Ukuran bahan baku dapat memengaruhi hasil
akhir oleoresin, salah satu tujuan dari penghalusan
bahan/pengecilan ukuran bahan agar memudahkan
pelarut mengekstrak bahan baku. Semakin kecil
ukuran bahan, maka semakin cepat pelarut
mengekstrak zat yang ada dalam bahan dan semakin
tinggi rendemen yang dihasilkan. ini disebab kan
permukaan bahan yang luas sehingga memperbesar
terjadinya kontak antara partikel bahan dengan pelarut.
5. Pengadukan
Dengan pengadukan yang makin kuat, difusi dan
kecepatan perpindahan massa dari permukaan partikel
ke dalam larutan akan semakin meningkat, dengan
adanya pengadukan akan mencegah terjadinya
endapan
Mutu oleoresin dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
Jenis tanaman dan umur panen, Perlakuan bahan sebelum
proses ekstraksi, perlakuan terhadap oleoresin setelah
ekstraksi, Pengemasan dan penyimpanan.