• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label minyak lemak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label minyak lemak. Tampilkan semua postingan

minyak lemak




































 
 Definisi Minyak/Lemak 
Minyak/ lemak merupakan cairan organik yang tidak larut 
atau bercampur dalam air atau pelarut polar. Namun 
minyak/lemak akan larut dalam pelarut non polar, seperti eter 
atau kloroform. 
Berdasarkan strukturnya, minyak/lemak merupakan 
senyawa trigliserida atau trigliserol. Yaitu senyawa yang 
memiliki 3 ikatan ester dengan gliserol. Senyawa trigliserida 
tersusun dari 3 senyawa asam lemak dan gliserol. Asam lemak 
penyusun minyak/lemak dapat homogen ataupun heterogen. 
Struktur dari trigliserida disajikan pada Gambar 1.1. 

Trigliserida 
 

 
Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil 
proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam 
lemak, yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu 
molekul air. Reaksi pembentukan trigliserida disajikan pada 
Gambar 1.2. 
 
Gambar 1.2. Reaksi Pembentukan Trigliserida 
 
Asam lemak yang tidak terikat pada gliserol dsebut asam 
lemak bebas (free fatty acid). Trigliserida merupakan komponen 
terbesar pada minyak dan lemak yaitu >95%. Sisanya adalah 
asam lemak bebas dan lainnya.  
Minyak/lemak berbentuk padat atau cair pada suhu 
kamar dipengaruhi oleh 2 faktor, yaiti: 
- Ikatan rangkap 
Semakin banyak ikatan rangkapnya, minyak /lemak semakin 
berbentuk cair pada suhu kamar. 
 
 
- Panjang rantai 
Semakin panjang rantai karbon, minyak/lemak semakin 
berbentuk padat pada suhu kamar (ruang). 
 
. Sumber Minyak/Lemak 
Lemak dan minyak yang dapat dimakan dihasilkan oleh 
alam yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. 
Dalam tanaman atau hewan, minyak ini  berfungsi sebagai 
sumber cadangan energi. Minyak dan lemak dapat 
diklasifikasikan berdasarkan sumbernya sebagai berikut: 
a. Bersumber dari tanaman 
• Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, 
rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari. 
• Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa 
sawit. 
• Biji-bijian dari tanaman tahunan: kelapa, cokelat, inti 
sawit, dan sebagainya. 
b. Bersumber dari hewani 
• Susu hewan peliharaan: lemak susu 
• Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya 
oleostearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi, dan 
mutton tallow. 
• Hasil laut: minyak ikan sarden serta minyak ikan paus. 

Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia 
tiap jenis minyak berbeda-beda. ini disebabkan oleh 
perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh, dan 
pengolahan. 
Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan 
hewani adalah: 
a. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan 
lemak nabati mengandung fitosterol. 
b. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani 
lebih kecil dari lemak nabati. 
c. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert Meissl 
lebih besar serta bilangan Polenske lebih kecil 
daripada minyak nabati. 
Klasifikasi lemak nabati dan hewani berdasarkan sifat 
fisiknya (sifat mengering dan sifat cair) disajikan pada Tabel 1.1 
dan Tabel 1.2. kegunaaan dan negara penghasil dari berbagai 
jenis minyak disajikan pada Tabel 1.3. 
 

Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang 
mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi, dan akan 
berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk 
sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak 
“setengah mengering” berupa minyak yang mempunyai daya 
mengering lebih lambat. 
  Minyak Ikan 
Minyak ikan merupakan hasil ekstraksi lipid yang 
dikandung dalam ikan dan bersifat tidak larut dalam air.  Minyak 
atau lemak merupakan campuran dari ester  asam  lemak  dan  
gliserol  yang  kemudian  membentuk  gliserida (Muchtadi, 
1991). Minyak berbentuk cair pada suhu kamar dan lemak 
merupakan bahan padat pada suhu kamar (Winarno, 1992). 
Komposisi minyak ikan berbeda dengan minyak nabati 
dan lemak hewan darat. Minyak ikan pada biasanya  
mempunyai  komposisi asam lemak dengan rantai karbon yang 
panjang dan ikatan rangkap yang banyak. Perbedaan lainnya 
adalah terletak pada posisi ikatan rangkap  asam lemaknya, 
dimana asam lemak pada minyak ikan mengandung asam lemak 
berkonfigurasi omega-3, sedangkan pada  tumbuhan  dan  hewan  
darat  sedikit  mengandung  asam  lemak  omega-3 
Sebagian  besar  asam  lemak  yang  ada   pada  
hewan  laut  adalah  asam lemak tidak jenuh. Asam lemak 
jenuhnya hanya 20 - 30 % dari total asam lemak. Pada  biasanya   
kandungan  asam  lemak  tak  jenuh  dengan  satu  ikatan  rangkap 
pada  minyak  ikan  terdiri  dari  asam  palmitat  (C16H22O2)  dan  
asam  stearat (C18H36O2) 
Komponen lemak lain yang terkandung di dalam minyak 
ikan adalah lilin ester, plasmalogen netral dan fosfolipid serta 
beberapa  kecil komponen non lemak atau disebut juga fraksi tak 
tersabunkan, antara lain vitamin sterol, hidrokarbon dan pigmen 
dimana komponen-komponen ini banyak dijumpai pada minyak 
hati ikan-ikan bertulang rawan 
Sifat-sifat  kimiawi  dari  minyak  ikan  secara  umum  
adalah  mudah teroksidasi oleh udara, mudah terhidrolisa 
(bersifat asam), dapat tersabunkan dan berpolimerisasi. 
Sedangkan sifat-sifat fisika minyak ikan adalah mempunyai 
berat jenis yang lebih kecil daripada berat jenis air, membiaskan 
cahaya dengan sudut yang spesifik, mempunyai derajat 
kekentalan tertentu dan berwarna kuning emas (Swern, 1982). 
Kandungan  dan  sifat  minyak  pada  ikan  sangat  
bervariasi,  dimana tergantung  kepada  spesies,  jenis  kelamin,  
ukuran,  tingkat  kematangan  (umur), musim, siklus bertelur dan 
letak geografisnya.  Kandungan total asam lemak DHA dalam  

minyak  ikan  Herring  komersial  di  perairan  Canada  antara 
8,6 – 17,4% (hasil tangkapan di Lautan Pasifik) dan antara 18,4 
– 33,3% (hasil tangkapan di Lautan  Atlantik).  Kandungan  
minyak  ikan  di  daerah  subtropis  biasanya  akan meningkat 
sebesar 3 - 5 % pada saat musim dingin.  Karakteristik minyak 
ikan Sardine dapat dilihat pada Tabel 1.4. 
Tabel 1.4. Karakteristik Minyak Ikan Sardine  
 
 
Komposisi minyak pada ikan air laut lebih banyak 
dibandingkan dengan air tawar, ini terlihat dari kandungan  
asam  lemak  ikan air laut yang  lebih kompleks  dan  memiliki  
asam  lemak  tak  jenuh  berantai  panjang  yang  banyak. Asam  
lemak  tak  jenuh  berantai  panjang  pada  minyak  ikan  air  laut  
terdiri  dari kandungan  C18, C20 dan C22 dengan kandungan C20 
dan C22 yang  tinggi  dan kandungan C16 dan C18 yang rendah. 
Sedangkan komposisi asam lemak ikan air  tawar  mengandung 
C16 dan C18   yang  tinggi  dan  C20  dan C22  yang  rendah 
(Ackman, 1982).  Deposit minyak pada ikan yang utama adalah 
di hati, sedangkan pada  beberapa  jenis  ikan  ada   pada  
bagian  tubuh  termasuk  pyloric  caeca, mesenteria,  daging,  
kulit  dan  telur  (Stansby,  1990).  Perbandingan  kandungan 
minyak ikan beberapa jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 1.5. 
 
Tabel 1.5. Perbandingan Kandungan Minyak Ikan Beberapa 
Jenis Ikan 
 
  
 
  Minyak Rapeseed 
Rapeseed berasal dari dua spesies tanaman Brassica 
yaitu B. napus dan B. campestris. Minyak tanaman ini diperoleh  
dari  penghancuran  rapeseed,  yang  merupakan  tumbuhan  non 
laurat, dengan cara penekanan atau dengan penyaringan.   
Minyak  rapeseed  alami  mengandung  asam  euric  yang  
dapat memicu   toksik  dalam  tubuh  manusia  jika  
dipakai   dalam  dosis besar.  Namun,  dalam  jumlah  kecil  
dapat  dipakai   sebagai  zat  aditif dalam  makanan.  Secara  
komersial,  minyak  rapeseed terdiri dari beberapa jenis, yaitu 
minyak rapeseed dengan kandungan asam euric tinggi, asam 
euric rendah, dan tanpa asam euric (Swern, 1982).   
Minyak  rapeseed  yang  sering  dipakai   sebagai  
minyak  makan adalah minyak rapeseed dengan asam euric 
rendah dan minyak rapeseed tanpa  asam  euric.  Kandungan  
asam  lemak  minyak  rapeseed  disajikan pada Tabel 1. 6. 
 
  
 
Tabel 1.6. Kandungan Asam Lemak Minyak Rapeseed 
 
 
Minyak  ini  sering  mengalami  modifikasi,  terutama  
hidrogenasi untuk  menutupi  kekurangannya  serta  memperluas  
pemanfaatan minyak rapeseed dalam produk pangan 
(Niewiadomski, 1990). Menurut Burdock (1997),  definisi  
minyak  rapeseed  dengan  asam  euric  rendah  yang  telah 
terhidrogenasi  sebagian  adalah  minyak  makan  yang  telah  
dimurnikan, dipucatkan dan dideodorisasi secara penuh dari 
varietas B. napus dan B. campestris.  Minyak  rapeseed  dengan  
asam  euric  rendah  secara  kimia terdiri  dari  asam  lemak  
jenuh  dan  tidak  jenuh  dengan  kandungan  asam euric tidak 
lebih dari 2% dari seluruh komponen asam lemaknya. Minyak 
ini  dapat  dihidrogenasi  sebagian  untuk  mengurangi  jumlah  
asam  lemak tidak jenuhnya. Minyak rapeseed dengan asam 
euric rendah terhidrogenasi sebagian  dapat  dipakai   sebagai  
minyak  makan  dan  dalam  produk pangan,  kecuali  makanan  
bayi.  Minyak  rapeseed  hasil  penyulingan  telah  dipakai  
secara luas dalam produksi margarin. Jumlah asam lemak tidak 
jenuh yang tinggi membuat minyak ini juga menjadi salah satu 
minyak masak yang sehat. 
 
  Minyak Kelapa 
Minyak kelapa diperoleh dari buah tanaman kelapa atau 
Cocos nucifera L., yaitu pada bagian inti buah kelapa (kernel 
atau endosperm). Tanaman kelapa ini memiliki famili yaitu  
Palmae dan genus yaitu Cocos. 
Pada pembuatan minyak kelapa yang menjadi bahan 
baku utamanya adalah daging kelapa. Minyak kelapa 
berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam 
minyak asam laurat, sebab  kandungan asam lauratnya paling 
besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. 
Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan 
bilangan iod (iodine value), maka minyak kelapa dapat 
dimasukkan ke dalam golongan non drying oils, sebab  bilangan 
iod minyak ini  berkisar antara 7,5 – 10,5. 
Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung 
beberapa  kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, 
gum sterol (0,06 –0,08%), tokoferol (0,003) dan asam lemak 
bebas (kurang dari 5%), sterol yang ada  di dalam minyak 
nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu beta 
sitoterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Stirol bersifat 
tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai 
stabiliuzer dalam minyak. 
Tokoferol mempunyai tiga isomer, yaitu α-tokoferol 
(titik cair 158o-160oC), β-tokoferol (titik cair 138o - 140oC) dan 
γ-tokoferol. Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat 
disabunkan, dan berfungsi sebagai anti oksidan. Warna coklat 
pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan 
disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi oleh reaksi browning. 
Warna ini merupakan hasil reaksi dari senyawa karbonil (berasal 
dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari protein, dan 
terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada minyak kelapa 
disebabkan oleh zat warna dan kotoran – kotoran lainnya. 
Komposisi asam lemak minyak kelapa disajikan pada Tabel 1.7. 
 
 
 
Tabel 1.7. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa 
 
 
  Minyak Jagung 
Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh 
gliserol dan asam-asam lemak. Persentase trigliserida sekitar 
98,6 %, sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak, 
seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun 
minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak 
tidak jenuh. Selain komponen-komponen ini , minyak 
jagung juga me-ngandung bahan yang tidak tersabunkan, yaitu: 
1. Sitosterol dalam minyak jagung berkisar antara 0,91-18 %. 
Jenis sterol yang ada  dalam minyak jagung adalah 
campesterol (8-12 %), stigmasterol (0,7-1,4 %), betasterol 
(86-90 %) dari sterol yang ada dan pada proses pemurnian, 
kadar sterol akan turun menjadi 11-12 %. 
2. Lilin merupakan salah satu fraksi berupa kristal yang dapat 
dipisahkan pada waktu pemurnian minyak memakai  
suhu rendah. Fraksi lilin terdiri dari mirisil tetrakosanate 
dan mirisil isobehenate. 
3. Tokoferol yang paling penting adalah alfa dan beta 
tokoferol yang jumlahnya sekitar 0,078 %. Beberapa 
macam gugusan tokoferol yaitu 7 metil tocol; 7,8 dimetil 
tococreena; 5,7,8 trimetil tokotrienol; (5,7,8) trimetil tocol 
(alfa tokoferol); 7,8 dimetil tocol. 
4. Karotenoid pada minyak jagung kasar terdiri dari 
xanthophyl (7,4 ppm) dan caroten (1,6 ppm) dan kadar 
ini  akan menurun menjadi 4,8 ppm xanthophyl dan 0.5 
ppm carotene pada proses pemurnian. 
Adapun komposisi asam lemak dalam minyak jagung 
ditunjukkan pada Tabel 1.8. Komponen lainnya sebagai 
penyusun minyak jagung adalah triterpene alkohol. Dengan 
GLC dapat dianalisis beta amirin sikloaitenol, alfa amirin 
likloartenol, 2,4 metil sikloartenol dan beberapa  kecil 
hidrokarbon yaitu 28 ppm squalene, yang merupakan 
hidrokarbon aromatis polisiklis. 
  
 
Tabel 1.8. Komposisi Asam Lemak Minyak Jagung 
 
 
Minyak jagung berwama merah gelap dan setelah 
dimurnikan akan berwarna kuning keemasan. Bobot jenis 
minyak jagung sekitar 0,918 - 0,925, sedangkan nilai indeksnya 
pada suhu 25°C berkisar antara 1,4657 – 1,4659. Kekentalan 
minyak jagung hampir sama dengan minyak-minyak nabati 
lainnya yaitu 58 sentipoise pada suhu 25°C. Minyak jagung larut 
di dalam etanol, isopropil alkohol, dan furfural, sedangkan nilai 
transmisinya sekitar 280-290. 
 
 
 
 
 
  Minyak Kedelai 
Kedelai adalah tanaman semusim yang biasa diusahakan 
pada musim kemarau, sebab  tidak memerlukan air dalam 
jumlah besar. Berdasarkan klasifikasi botani, kedelai termasuk 
famili Leguminosae, sub famili Papilionidae, dan genus 
Glycine. 
Kandungan minyak dan komposisi asam lemak dalam 
kedelai dipengaruhi oleh varietas dan keadaan iklim tempat 
tumbuh. Lemak kasar terdiri dari trigliserida sebesar 90 – 95 %, 
sedangkan sisanya ialah fosfatida, asam lemak bebas, sterol dan 
tokoferol. 
Kadar minyak kedelai relatif lebih rendah dibandingkan 
dengan jenis kacang-kacangan yang lainnya, tetapi lebih tinggi 
daripada kadar minyak serealia. Kadar protein kedelai yang 
tinggi memicu  kedelai lebih banyak dipakai  sebagai 
sumber protein daripada sebagai sumber minyak. 
Minyak kedelai yang sudah dimurnikan dapat dipakai  
untuk pembuatan minyak salad, minyak goreng serta untuk 
segala keperluan pangan. Lebih dari 50% produk pangan dibuat 
dari minyak kedelai. Minyak kedelai juga dipakai  pada 
pabrik lilin, sabun, varnish, lacquers, cat, semir, insektisida, dan 
desinfektans. 
  
 
  Lemak Tengkawang 
Tengkawang dapat tumbuh hampir pada semua jenis 
tanah asalkan cukup sinar matahari dan tidak berpasir. Biji 
tengkawang banyak dihasilkan di Kalimantan Barat. 
biasanya  lemak tengkawang disebut juga green butter 
atau borneo tallow. Kadar lemak dalam biji tengkawang 
berbeda-beda, tergantung dari jenis dan mutu biji, tapi biasanya  
berkisar antara 50 – 70 %. Ekstraksi lemak dari biji tengkawang 
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di Kalimantan, cara 
memperoleh lemak tengkawang secara tradisional, yaitu dengan 
cara mengukus biji selama 2 jam, setelah ditumbuk halus. Pada 
pengukusan ini lemak akan mencair dan terapung di permukaan 
air, kemudian dipisahkna dengan sendok dan dimasukkan ke 
dalam tabung. Bagian ampasnya ditambah sekam agar mengeras 
kemudian dibungkus dan dipress, sehingga minyak keluar. Kira-
kira 15 jam kemudian minyak ini  akan membeku dan dapat 
disimpan sampai bertahun-tahun lamanya. 
Pada biasanya  cara ekstraksi yang dipakai  adalah 
cara pengepresan dingin, pengepresan panas atau ekstraksi 
dengan pelarut menguap. Cara pengepresan panas lebih baik 
dari pengepresan dingin sebab  dengan pemanasan minyak akan 
lebih mudah keluar di samping menginaktifkan enzim lipase 
yang ada  dalam bahan. Minyak kasar yang dihasilkan 
biasanya berwarna hijau sebab  mengandung klorofil. 
 
 
Biji tengkawang merupakan penghasil lemak yang baik 
untuk dikonsumsi langsung dan untuk industri, misalnya sebagai 
minyak goreng, campuran kosmetik, obat-obatan, pembuatan 
sabun, lilin, dan permen coklat. Di Eropa minyak tengkawang 
berfungsi sebagai pengganti lemak ciklat dalam pembuatan 
coklat, sebab  sifat lemak tengkawang yang hampir sama 
dengan lemak coklat. 
 
  Minyak Kacang tanah 
Minyak kacang tanah mengandung 76 – 82% asam 
lemak tidak jenuh, yang terdiri dari 40 – 45 % asam oleat dan 30 
– 35 % asam linoleat. Asam lemak jenuh sebagian besar terdiri 
dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar 5%. 
Kandungan asam linoleat yang tinggi akan menurunkan 
kestabilan minyak. 
Komposisi asam lemak minyak  kacang tanah disajikan 
pada Tabel 1.9. Minyak kacang tanah merupakan minyak yang 
lebih baik daripada minyak jagung, minyak biji kapas, minyak 
olive, minyak bunga matahari, untuk dijadikan salad Minyak 
kacang tanah yang didinginkan pada suhu -6,6oC, akan 
menghasilkan beberapa  besar trigliserida padat. Berdasarkan 
flow test, maka fase padat terbentuk dengan sempurna pada suhu  
-6,6oC.  
 
 
 
Tabel 1.9. Komposisi Asam Lemak Minyak Kacang Tanah 
 
 
Minyak kacang tanah sebagaimana minyak nabati 
lainnya merupakan salah satu kebutuhan manusia, yang 
dipergunakan baik sebagai bahan pangan maupun bahan non 
pangan. Sebagai bahan pangan minyak kacang tanah 
dipergunakan untuk minyak goreng, bahan dasar pembuatan 
margarin, mayonaise, salad dressing dan mentega putih, dan 
mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan minyak jenis 
lainnya, sebab  dapat dipakai berulang-ulang untuk menggoreng 
bahan pangan.  
Sebagai bahan non pangan, minyak kacang tanah banyak 
dipakai  dalam industri sabun, face cream, shaving cream, 
pencuci rambut dan bahan kosmetik lainnya. Dalam bidang 
farmasi minyak kacang tanah dapat dipakai  untuk campuran 
pembuatan adrenalin dan obat asma.  

REAKSI DALAM LEMAK/MINYAK 
 
2.1 HIDROLISIS 
Hidrolisis minyak terjadi sebab  adanya beberapa  air 
dalam minyak. Air ini bisa berasal dari bahaan atau uap air 
yang jatuh ke dalam minyak yang memicu  minyak 
berbau tengik dan mempunyai rasa getir. Proses hidrolisis 
minyak atau lemak yaitu proses pemecahan trigliserida dari 
minyak atau lemak menjadi asam lemak dan gliserol dengan 
adanya air.  
Proses hidrolisis minyak dilakukan pada suhu dan 
tekanan yang tinggi pada reaktor, agar proses dapat 
berlangsung secara cepat dan kapasitas besar. Suhu 
hidrolisis dapat mencapai 250 - 260°C dan tekanannya 
dapat mencapai 54 - 56 bar.Mekanisme reaksi hidrolisis 
disajikan pada Gambar 2.1. 
 
Gambar 2.1. Mekanisme Reaksi Hidrolisis  
 
2.2 OKSIDASI 
Asam organik yang disebabkan oksidasi terjadi sebab  
minyak kontak dengan oksigen dan apabila proses menggoreng 
dilakukan secara terbuka dan minyak goreng dipakai  secara 
berulang-ulang. Asam organik ini terbentuk akibat terjadinya 
penguraian lebih lanjut dari peroksida dan hidroperoksida yang 
dapat menimbulkan bau tengik pada minyak. Adapun 
mekanisme reaksi dari oksidai disajikan pada Gambar 2.2. 
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak 
antara beberapa  oksigen dengan minyak atau lemak. 
Terjadinya reaksi oksidasi ini akan memicu  bau tengik 
pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan 
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat 
selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan 
konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-
asam lemak bebas. 
 
Gambar 2.2. Mekanisme Reaksi Oksidasi 
 
 
2.3 ESTERIFIKASI 
Proses esterifikasi merupakan kebalikan dari proses 
hidrolisis. Pada proses ini terjadi reaksi antara asam lemak dan 
alkohol dengan bantuan katalis untuk menghasilkan senyawa 
ester, sebagaimana disajikan pada Gambar 2.3. biasanya  
katalis yang dipakai  adalah katalis asam, misalnya asam 
sulfat. Reaksi esterifikasi bersifat dapat balik (reversible). 
Proses esterifikasi dapat dilakukan secara batch ataupun 
kontinu. 
 
 
Gambar 2.3. Reaksi Esterifikasi 
 
Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan atau tanpa 
memakai  katalis. Katalis yang umum dipakai  adalah 
katalis asam, seperti asam sulfat dan asam klorida, namun ada 
beberapa katalis yang disarankan penggunaannya dalam proses 
esterifikasi, seperti calcium oxide, oxide of zinc, lead, calcium, 
barium, dan magnesium, metal (zinc, cadmium, alumunium, 
magnesium, copper, dan cobalt) (Chatfield 1947). Reaksi tanpa 
katalis dapat dilakukan pada suhu di atas 250 ⁰C. Produk ester 
 
 
yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi 
pengolahannya, seperti suhu, tekanan, jenis dan jumlah katalis 
yang dipakai . 
Reaksi esterifikasi terjadi antara asam lemak bebas dan 
alkohol sehingga menghasilkan ester dan air. Reaksi ini 
merupakan reaksi reversibel dan kebalikan dari reaksi 
hidrolisis. Alkohol yang dipakai  (baik untuk proses 
esterifikasi maupun transesterifikasi) dalam penelitian berjenis 
metanol, berdasarkan pertimbangan ekonomis dan keuntungan 
sifat fisikokimianya. Metanol untuk proses esterifikasi 
ditambahkan dengan perbandingan rasio mol methanol : 
minyak = 20 : 1. Reaksi esterifikasi membutuhkan energi 
aktivasi yang sangat tinggi sehingga diperlukan katalis untuk 
mempercepat reaksi, biasanya dipakai  katalis asam. 
Keberadaan katalis asam ini dapat mengganggu proses 
esterifikasi jika kadar air minyak berada dalam kisaran yang 
tinggi sebab  trigliserida minyak akan terhidrolisis menjadi 
asam lemak bebas dan gliserol.  
 
2.4 HALOGENASI 
Halogenasi merupakan penambahan halogen dalam 
struktur asam lemak tidak jenuh yang dapat merubah ikatan 
rangkap menjadi ikatan tunggal. Reaksi halogenasi dapat 
menurunkan bilangan iod. Halogenasi biasanya  diaplikasikan 
 
 
untuk menghasilkan turunan asam lemak terhalogenasi salah 
satunya sebagai antiflammability pada produk tekstil dan 
sebagai reaksi intermediate pada pembentukan produk atau 
komponen lain. Mekanisme reaksi halogenasi disajikan pada 
Gambar 2.4. 
 
Gambar 2.4. Mekanisme Reaksi Halogenasi 
 
2.5 PEMBENTUKAN KETON 
Keton dapat dihasilkan melalui penguraian dengan cara 
hidrolisa ester. Melalui reaksi ini, Laural klorida misalnya, 
akan diubah menjadi diundecyl keton. Mekanisme reaksi 
pembentukan keton disajikan pada Gambar 2.5. 
 

 
2.6 POLIMERISASI 
Reaksi polimerisasi adalah reaksi pada molekul minyak 
itu sendiri, dimana molekul minyak/lemak yang lebih kecil 
bergabung membentuk molekul yang lebih besar. Polimerisasi 
dapat terjadi pada bagian tidak jenuh di asam lemak 
(diakibatkan oleh oksidasi) ataupun pada ikatan terkonjugasi 
molekul asam lemak dan gliserol. 
Faktor yang mempercepat eaksi polimerisasi adalah 
- Penggorengan pada suhu yang terlalu tinggi (> 350oF, 
176,6oC). 
- Adanya oksigen. 
- Penggunaan minyak berkualitas rendah 
- Waktu pemanasan yang terlalu lama. 
Polimerisasi dapat memicu  peningkatan 
viskositas minyak hasil penggorengan, penurunan bilangan 
iod, dan kerusakan pada minyak. Laju polimerisasi meningkat 
dengan semakin banyaknya kandungan asam lemak yang tidak 
jenuh pada minyak atau lemak. Mekanisme polimerisasi 
disajikan pada Gambar 2.6. Sedangkan thermal polimerisasi 
dari etil linoleat disajikan pada Gambar 2.7. 
 
 
 
Gambar 2.6. Mekanisme Reaksi Polimerisasi 
 
 
Gambar 2.7. Thermal Polimerisasi dari Etil Linoleat  
 
 
 PENYABUNAN  
Penyabunan merupakan proses hidrolisa yang disengaja, 
biasanya dilakukan dengan penambahan beberapa  basa. Reaksi 
ini dilakukan dengan penambahan larutan basa kepada 
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang 
mengandung gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan 
penyulingan. Mekanisme reaksi penyabunan disajikan pada 
Gambar 2.8. 
 
Gambar 2.8. Mekanisme Reaksi Penyabunan 
 
2.8 HIDROGENASI 
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau 
lemak dengan cara menambahkan gas hidrogen pada ikatan 
rangkap dari asam lemak dengan memakai  bantuan 
katalis, yang memicu  asam lemak tidak jenuh menjadi 
jenuh dengan penambahan satu mol hidrogen pada masing-
masing ikatan rangkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi 
proses hidrogenasi adalah tekanan, suhu, serta kemurnian gas 
hidrogen, katalis dan bahan baku minyak. Jenis katalis yang 
dapat dipakai  pada proses hidrogenasi adalah paladium, 
platina, copper chromite dan nikel. Namun demikian pada 
proses hidrogenasi di industri lebih banyak dipakai  katalis 
nikel sebab  harganya yang lebih murah. 
Hidrogenasi merupakan proses pemutusan ikatan 
rangkap (double bond) menjadi ikatan tunggal dengan bantuan 
katalis. Katalis yang umum dipakai  adalah Nikel, 
Alumunium, dan Silika. Variabel-variabel yang dapat 
mempengaruhi hasil dari hidrogenasi antara lain: suhu, derajat 
agitasi, tekanan dalam reaktor, konsentrasi katalis, jenis 
katalis, kemurnian gas hidrogen, feedstock source, dan 
feedstock quality (Shahidi 2005). Mekanisme reaksi 
hidrogenasi disajikan pada Gambar 2.9.  
 
 
Gambar 2.9. Mekanisme Reaksi Hidrogenasi 
 
 INTER-ESTERIFIKASI 
Interesterifikasi menyangkut penukaran gugus asil 
antar trigliserida. sebab  trigliserida mengandung 3 gugus 
ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran ini  
cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam satu 
molekul trigliserida atau di antara molekul trigliserida. 
Proses interesterifikasi dilakukan untuk pembuatan 
mentega putih, margarin dan enrobing fat. Mentega putih yang 
dibuat dengan penambahan monogliserida seringkali disebut 
super gliserinated shortening. Monogliserida ini bersifat aktif 
di bagian permukaan minyak atau lemak dan dapat 
dipergunakan untuk menyempurnakan dispersi lemak dalam 
adonan, sehingga menghasilkan bahan pangan dengan rupa 
dan konsistensi yang lebih baik. 
  
2.10 ALKOHOLISIS 
Alkoholisis umum juga dikenal dengan 
transesterifikasi. Transesterifikasi berfungsi untuk 
menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol 
sederhana seperti metanol atau etanol. biasanya  katalis yang 
dipakai  adalah sodium metilat, NaOH atau KOH. Molekul 
trigliserida pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan 
tiga asam lemak. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi 
kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke 
kanan sehingga dihasilkan metil ester maka perlu dipakai  
alkohol dalam jumlah berlebih. Pada Gambar 2.10 disajikan 
 
 
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk 
menghasilkan metil ester (biodiesel). 
 
Gambar 2.10. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan 
Metanol 
 
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai 
faktor tergantung kondisi reaksinya. Faktor ini  
diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas dan kadar air 
minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar 
antara alkohol dengan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan 
lamanya reaksi, dan intensitas pencampuran.  
Transesterifikasi bertujuan untuk memecah dan 
menghilangkan gliserida, menurunkan viskositas serta 
meningkatkan angka setana minyak. Proses transesterifikasi 
memakai  katalis basa berupa KOH (potasium hidroksida). 
Pemilihan katalis ini disebab kan dengan adanya katalis basa, 
reaksi akan berjalan lebih cepat dan dengan suhu rendah 
dibandingkan penggunaan katalis asam. Potasium hidroksida 
bersifat lebih elektropositif dibandingkan sodium hidroksida 
(NaOH) sehingga lebih mudah mengion. Selain itu, potasium 
hidroksida merupakan jenis katalis yang mudah didapat dan 
residu akhirnya dapat diolah kembali menjadi pupuk potasium 
sehingga tidak terbuang percuma. Katalis yang sebenarnya 
mempercepat reaksi transesterifikasi adalah potasium 
metoksida (KOCH
3
). Katalis ini terbentuk saat  KOH 
dicampur dengan metanol (CH
3
OH) sebelum larutan katalis 
alkali ditambahkan ke dalam minyak. 
 
SIFAT FISIKO KIMIA LEMAK MINYAK 
 
 
3.1 SIFAT FISIK 
Sifat fisik yang akan dibahas meliputi 13 butir utama, 
yaitu warna; bau; odor dan flavor; kelarutan; titik cair dan 
polymorphism; titik didih; titik lunak; slipping point; shot 
melting point; bobot jenis; indeks bias; titik asap, titik nyala 
dan titik api; dan titik kekeruhan. 
a. Warna 
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan 
yaitu zat warna alaiah dan warna dari hasil degradasi zat 
warna alamiah. 
- Zat warna alamiah 
Zat warna yang termasuk golongan ini ada  
secara alamiah di dalam bahan yang mengandung 
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada 
proses ekstraksi. Zat warna ini  antara lain terdiri 
dari α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan anthosyanin. 
Zat warna ini memicu  warna kuning, kuning 
kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan. 
Pigmen berwarna merah jingga atau kuning 
disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam 
 
 
minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan 
hidrokarbon tidak jenuh. Jika minyak dihidrogenasi, 
karoten ini  juga ikut terhidrogenasi, sehingga 
intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat 
tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri 
uap panas, maka warna kuning akan hilang. Karotenoid 
ini  tidak dapat dihilangkan denngan proses 
oksidasi. 
 
- Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia 
yang ada  dalam minyak 
  Warna gelap 
Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi 
terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak 
bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil 
yang berwarna hujau turut terekstrak bersama 
minyak, dan klorofil ini  sulit dipisahkan dari 
minyak. 
Warna gelap ini dapat terjadi selama proses 
pengolahan dan penyimpanan yang disebabkan 
oleh beberapa faktor, yaitu: 
1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu 
pengepresan dengan cara hidraulik atau 
 
 
expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi. 
Di samping itu minyak yang ada  dalam 
suatu bahan, dalam keadaan panas akan 
mengekstraksi zat warna yang ada  dalam 
bahan ini . 
2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak 
dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi akan 
menghasilkan minyak dengan warna yang lebih 
gelap. 
3. Ekstraksi minyak dengan memakai  pelarut 
organik tertentu, misalnya campuran pelarut 
petroleum benzena akan menghasilkan minyak 
dengan warna lebih cerah jika dibandingkan 
dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut 
trikloroerilena, benzol, dan heksan. 
4. Logam seperti Fe, Cu, dan Mn akan 
menimbulkan warna yang tidak diingini dalam 
minyak. 
5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan 
dalam minyak, terutama oksidasi tokoferol dan 
chroman 5,6 quinone menghasilkan warna 
kecoklat-coklatan. 
  
 
  Warna cokelat 
Pigmen cokelat biasanya hanya ada  pada 
minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang 
telah busuk atau memar. Hal itu dapat pula terjadi 
sebab  reaksi molekul karbohidrat dengan gugus 
pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari 
molekul protein dan yang disebabkan sebab  
aktivitas enzim-enzim, seperti phenol oxidase, 
polyphenol oxidase, dan sebagainya. 
  Warna kuning 
Hubungan yang erat antara proses absorpsi 
dan timbulnya warna kuning dalam minyak 
terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak 
jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan 
intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu 
kemarah-merahan. 
Warna atau perubahan warna dapat 
disebabkan oleh pigmen berbagai tipe 
mikroorganisme yang tumbuh di atas media yang 
mengandung lemak. Penicillium sp dapat tumbuh 
dan menghasilkan warna kuning cerah pada jaringan 
adipose daging sapi yang disimpan pada suhu 0oC, 
dan warna kuning pada lemak babi akibat 
pertumbuhan bakteri. 
 
 
b. Bau 
Lemak atau bahan pangan berlemak, seperti lemak 
babi, mentega, krim, susu bubuk, hati, dan bubuk kuning 
telur dapat mengahsilkan bau tidak enak mirip dengan bau 
ikan yang sudah basi. Dalam susu, bau ini berasal dari 
bahan yang dimakan sapi, berupa beet top dan hasil 
samping pada industri gula bit, yang mengandung 
persenyawaan betaine (trimetil glisine). Begitu pula bahan 
makanan yang mengandung chlorin, menghasilkan susu 
berbau amis. 
Bau amis dalam mentega, susu bubuk atau krim 
disebabkan oleh terbentuknya trimetil-amin dari lesitin 
dalam susu dan mentega berturut-turut dengan jumlah 0,03 
– 0,12 % dan 0,01 – 0,17 %. Mekanisme pembentukan 
trimetil-amin dari lesitin bersumber pada pemecahan 
ikatan C-N gugus choline dalam molekul lesitin. Ikatan C-
N ini dapat diuraikan oleh zat pengoksidasi, seperti gugus 
peroksida dalam lemak, sehingga menghasilkan trimetil-
amin. 
  
c. Odor dan Flavor 
Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain 
ada  secara alami, juga terjadi sebab  pembentukan 
 
 
asam-asam yang berantai sangat pendek sehingga hasil 
penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan 
tetapi, pada biasanya  odor dan flavor ini disebabkan oleh 
komponen bukan minyak. Sebagai contoh, bau khas dari 
minyak kelapa sawit disebab kan ada nya beta ionone, 
sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh 
nonyl methylketon. 
 
d. Kelarutan 
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai 
nilai polaritas yang sama, yaitu zat polar larut dalam 
pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut non 
polar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali 
minyak jarak (castor oil). Minyak dan lemak hanya sedikit 
larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam 
etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen. 
Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar 
sebagaimana halnya minyak dan lemak netral. Kelarutan 
dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar 
untuk mengekstraksi minyak atau lemak dan bahan yang 
diduga mengandung minyak.  
Asam-asam lemak yang berantai pendek dapat larut 
dalam air, semakin panjang rantai asam-asam lemak maka 
 
 
kelarutannya dalam air semakin berkurang. Asam kaprilat 
pada 30oC mempunyai nilai kelarutan 1, yang artinya 1 
gram asam kaprilat dapat larut dalam setiap 100 gram air 
pada suhu 30oC. Sedangkan asam stearat mempunyai nilai 
kelarutan sekitar 0,00034 pada suhu 30oC. 
  
e. Titik Cair dan Polymorphism 
Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara 
yang lazim dipakai  dalam penentuan atau pengenalan 
komponen-komponen organik yang murni, tidak mungkin 
diterapkan di sini, karen aminyak atau lemak tidak mencair 
dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Sebagai 
contoh, bila lemak dipanaskan dengan lambat, maka 
akhirnya akan mencair. Tetapi ada juga lemak yang sudah 
menjadi cair pada waktu temperatur mulai naik, kemudian 
akan memadat kembali. Pencairan kedua akan terjadi pada 
temperatur yang lebih tinggi lagi. Bila lemka dengan sifat 
seperti di atas diulangi pemanasannya, maka bahan akan 
mencair pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur 
pemanasan pertama. 
Plymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu 
keadaan di mana ada  lebih dari satu bentuk kristal. 
Plymorphism penting untuk mempelajari titik cair minyak 
 
 
atau lemak, dan asam lemak beserta ester-esternya. Untuk 
selanjutnya plymorphism mempunyai peranan penting 
dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau 
lemaknya. 
 
f. Titik Didih (Boiling Point) 
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin 
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon 
asam lemak ini . 
 
g. Titik Lunak (Softening Point) 
Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan 
maksud untuk identifikasi minyak atau lemak ini . 
Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung 
kapiler yang diisi dengan minyak. Kemudian dimasukkan 
ke dalam lemari es selama satu malam, sehingga minyak 
akan membeku atau menjadi padat. Setelah satu malam 
dalam lemari es, tabung kapiler diikat bersama-sama 
dengan termometer yang dilakukan di dalam lemari es, 
selanjutnya dicelupkan ke dalam gelas piala berisi air. 
Temperatur akan naik dengan lambat. Temperatur pada 
saat permukaan dari minyak atau lemak dalam tabung 
kapiler mulai naik, disebut titik lunak.  
 
 
h. Slipping Point 
Penetapan slipping point dipergunakan untuk 
pengenalan minyak dan lemak serta pengaruh kehadiran 
komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu 
dengan mempergunakan suatu silinder kuningan yang 
kecil, yang diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan 
dalam bak yang tertutup dan dihubungkan dengan 
termometer. Bila bak tadi digoyangkan, temperatur akan 
naik perlahan-lahan. Temperatur pada saat lemak dalam 
silinder mulai naik atau temperatur pada saat lemak mulai 
melincir disebut slipping point.  
 
i. Shot Melting Point 
Shot melting point adalah temperatur pada saat 
terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Pada 
biasanya  minyak atau lemak mengandung komponen-
komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya. ini 
telah dipelajari pada berbagai asam lemak bebas dan 
gliserida yang murni. Minyak dan lemak yang biasanya  
mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang 
relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur 
kamar. Bila mengandung asam lemak jenuh yang relatif 
besar, maka minyak atau lemak ini  akan mempunyai 
titik cair yang tinggi. Bila titik cair dari trigliserida 
 
 
sederhana yang murni ditentukan, akan dijumpai bahwa 
semakin panjang rantai karbon dari asam-asam lemaknya, 
maka titik cairnya pun akan semakin tinggi. 
 
j. Bobot Jenis 
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya 
ditentukan pada temperatur 25oC, akan tetapi dalam ini 
dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40oC 
atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada 
penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-
hati dalam kisaran temperatur yang pendek. 
 
k. Indeks Bias 
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahay 
yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks 
bias ini  pada minyak dan lemak dipakai pada 
pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian 
minyak.  
Indeks bias akan meningkat pada minyak atau 
lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan 
ada nya beberapa  ikatan rangkap. Nilai indeks bias 
dari asam le ak juga akan bertambah dengan 
meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya 
derajat ketidakjenuhan dari asam lemak ini . 
 
 
l. Titik Asap, Titik Nyala dan Titik Api 
Apabila minyak atau lemak dipanaskan dapat 
dilakukan penetapan titik asap, titik nyala, dan titik api. 
Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak 
menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada 
pemanasan ini . titik nyala adalah temperatur pada saat 
campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. 
Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan 
pembakaran yang terus-terusan, sampai habisnya contoh 
uji. 
  
m. Titik Kekeruhan 
Titik kekeruhan ini ditetapkan dengan cara 
mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan 
pelarut lemak. Seperti diketahui, minyak atau lemak 
kelarutannya terbatas. Campuran ini  kemudian 
dipanaskan sampai terbentuk larutan yang sempurna. 
Kemudian didinginkan dengan perlahan-lahan sampai 
minyak atau lemak dengan [elarutnya mulai terpisah dan 
mulai menjadi keruh. Temperatur pada waktu mulai terjadi 
kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan. 
 
 
 
 SIFAT KIMIA 
a. Bilangan Penyabunan 
Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang 
dibutuhkan untuk menyabunkan beberapa  contoh minyak. 
Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah miligram 
kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 
gram minyak atau lemak. Besarnya bilangan penyabunan 
tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai 
berat molekul rendah akan mempunyai bilangan 
penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang 
mempunyai berat molekul tinggi. Penentuan bilangan 
penyabunan dapat dilakukan pada semua jenis minyak dan 
lemak. 
 
b. Bilangan Iod 
Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan 
lemak mampu menyerap beberapa  iod dan membentuk 
senyawa yang jenuh. Besarnya bilangan iod yang diserap 
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak 
jenuh. Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod 
yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak.  
 
c. Bilangan Asam 
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam 
lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari 
 
 
asam lemka atau campuran asam lemak. Bilangan asam 
dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang 
dipakai  untuk menetralkan asam lemak bebas yang 
ada  dalam 1 gram minyak atau lemak. 
  
d. Bilangan Ester 
Bilangan ester adalah jumlah asam organik yang 
bersenyawa sebagai ester, dan mempunyai hubungan 
dengan bilangan asam dan bilangan penyabunan. Bilangan 
ester dapat dihitung sebagai selisih antara bilangan 
penyabunan dengan bilangan asam. 
 
e. Bahan tidak tersabunkan 
Bahan tidak tersabunkan adalah senyawa-senyawa 
yang sering ada  larut dalam minyak dan tidak dapat 
disabunkan dengan soda alkali. Termasuk di dalamnya 
yaitu alkoholl suhu tinggi, sterol, zat warna, dan 
hidrokarbon. 
Cara pengujian ini dapat dipakai  untuk semua 
minyak dan lemak hewani dan nabati. Cara ini tidak sesuai 
untuk minyak dan lemak dengan kadar frkasi tidak 
tersabunkan relatif tinggi, misalnya minyak dari hewan 
laut. 
  
 
f. Bilangan Hehner 
Kebanyakan asam lemak tidak larut dalam aiir, 
tetapi lemak yang mengandung asam lemak dengan bobot 
molekul yang rendah sedikit lebih larut dalam air, misalnya 
lemak susu. Bilangan Hehner ialah persentase dari jumlah 
asam lemak yang tidak karut dalam air termasuk bahan 
yang tidak tersabunkan yang ada  dalam 100 g minyak 
atau lemak. 
 
g. Bilangan Reichert-Meissl 
Bilangan Reichert-Meissl ialah jumlah mililiter dari 
NaOH 0,1 N yang dipergunakan untuk menetralkan asam 
lemak yang menguap dan larut dalam air, yang diperoleh 
dari penyulingan 5 gram minyak ayau lemak pada suatu 
kondisi tertentu. 
 
h. Bilangan Polenske 
Bilangan Polenske adalah jumlah mililiter larutan 
naOH 0,1 N yang dipergunakan untuk menetralkan asam 
lemak yang menguap dan tidak larut dalam air, tetapi larut 
dalam alkohol, yang diperoleh dari penyulingan 5 gram 
minyak atau lemak. 
  
 
i. Bilangan Peroksida 
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk 
menentukan serajat kerusakan pada minyak atau lemak. 
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada 
ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. 
Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri. 
 
j. Bilangan Thiocyanogen 
Bilangan thiocyanogen (SCN)2 dipakai  untuk 
mengukur ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan 
dinyatakan sebagai jumlah ekuivalen dari miligram iod 
yang diserap oleh tiap gram minyak atau lemak. Bilangan 
thiocyanogen ditentukan berdasarkan sifat selektif dan 
adisi parsial dari pseudohalogen-thiocyanogen yang 
diserap oleh asam lemak tidak jenuh, seperti linoleat dan 
linolenat, tidak sama dengan jumlah iod yang diserap, 
maka dengan mengukur jumlah thiocyanogen dan iod yang 
diserap, dapat ditentukan komposisi minyak atau asam 
lemak. 
 
k. Bilangan Asetil dan Hidroksi 
Bilangan asetil dan hidroksi dipergunakan untuk 
menentukan gugusan hidroksil bebas yang sering ada  
 
 
dalam minyak atau lemak alam dan sintetis, terutama 
dalam minyak jarak, croton oil dan monogliserida. 
Bilangan asetil dinyatakan sebagai jumlah miligram 
KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam asetat yang 
diperoleh dari penyabunan 1 gram minyak, lemak atau lilin 
yang telah diasetilasi. Bilangan hidroksi adalah jumlah 
asam asetat yang dipergunakan untuk mengesterkan 1 gram 
minyak atau lemak yang ekuivalen dengan jumlah 
miligram KOH. 
  

EKSTRAKSI DAN PEMURNIAN LEMAK 
MINYAK 
 
Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang 
dilakukan tergantung pada sifat alami minyak atau lemak 
ini  dan juga tergantung dari hasil yang dikehendaki. Skema 
pengolahan minyak dan lemak disajikan pada Gambar 4.1. 
 
Ekstraksi
Penjernihan 
Pemucatan
Deodorisasi Hidrogenasi Winterisasi
Pemucatan 
Deodorisasi
Plasticizing
Deodorisasi
Interesterifikasi
Pemurnian
 
Gambar 4.1. Skema Pengolahan Minyak dan Lemak 
4.1 EKSTRAKSI 
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak 
atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau 
lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam – macam, yaitu 
rendering (dry rendering dan wet rendering), pengepresan 
mekanik, dan solvent extraction. 
a. Rendering 
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak 
dan lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak 
atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara 
rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang 
spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein 
pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel 
ini  sehingga mudah ditembus oleh minyak atau 
lemak yang terkandung di dalamnya. Menurut 
pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara yaitu wet 
rendering dan dry rendering. 
 
- Wet Rendering 
Wet rendering adalah proses rendering dengan 
penambahan beberapa  air selama berlangsungnya 
proses ini . cara ini dikerjakan pada ketel tang 
terbuka atau tertutup dengan memakai  
temperatur yang tinggi serta tekanan 40 – 60 pound 
tekanan uap (40 – 60 psi). Penggunaan temperatur 
rendah dilakukan jika diinginkan flavor netral dari 
minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi 
ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat 
pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran 
ini  dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50oC 
sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik ke 
atas dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering 
dengan memakai  temperatur rendah kurang 
begitu populer, sedangkan proses wet rendering 
dengan temperatur yang tinggi disertai tekanan uap, 
dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak 
dalam jumlah yang besar. 
  
- Dry Rendering 
Dry rendering adalah cara rendering tanpa 
penambahan air selama proses berlangsung. Dry 
rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan 
dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk 
(agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung 
minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa 
penambahan air. Bahan tadi dipanaskan sambil 
 
 
diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220oF 
sampai 230oF (105oC-110oC). Ampas bahan yang 
telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar 
ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan 
dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan 
minyak dilakukan pada bagian atas ketel. 
 
b. Pengepresan Mekanik 
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara 
ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang 
berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk 
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak 
tinggi (30 – 70 %). Pada pengepresan mekanisini 
diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau 
lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan 
ini  mencakup pembuatan serpih, perajangan dan 
penggilingan serta tempering atau pemasakan. 
Tahap – tahap yang dilakukan dalam proses 
pengepresan mekanis disajikan pada Gambar 5.2.Dua cara 
yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu 
pengepresan hidraulik dan pengepresan berulir. 
  
 
Bahan yang mengandung 
minyak
Perajangan Penggilingan
Pemasakan/
Pemanasan 
Pengepresan
Minyak Kasar
Ampas/bungkil
 
Gambar 4.2. Skema Cara Memperoleh Minyak dengan 
Pengepresan 
 
- Pengepresan Hidraulik 
Pada cara ini, bahan dipres dengan tekanan sekitar 
2000 pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya 
minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung 
dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, 
serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan 
banyaknya minyak yang ersisa pada bungkil bervariasi 
sekitar 4 – 6 %, tergantung dari lamanya bungkil ditekan 
di bawah tekanan hidraulik.  
- Pengepresan Berulir 
Cara pengepresan berulir memerlukan perlakuan 
pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan. Proses 
pemasakan berlangsung dengan temperatur 240oF 
(115,5oC) dengan tekanan sekitar 15 – 20 ton/inchi2. 
Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar 
sekitar 2,5 – 3,5 %, sedangkan bungkil yang dihasilkan 
masih mengandung minyak sekitar 4 – 5 %. 
 
c. Solvent Extraction 
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan 
melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada 
cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang 
rendah yaitu sekitar 1 % atau lebih rendah, dan mutu 
minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil 
dengan cara pengepresan berulir, sebab  sebagian fraksi 
bukan minyak akan ikut tereksttraksi dengan pelarut 
menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfida, 
karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Metode 
ekstraksi dengan memanfaatkan pelarut diantaranya 
dengan metode Soxhlet dan metode maserasi.  
- Metode Soxhlet  
Metode ekstraksi soxhletasi merupakan salah satu 
metode untuk menghasilkan inhibitor organik dari 
bahan alam. Ekstraksi dengan soxhletasi memberikan 
keuntungan dibandingkan dengan proses lainnya, 
sebab  pada proses ekstraksi soxhletasi serbuk akan 
selalu terbasahi oleh cairan penyari yang jernih dan 
berlangsung kontinyu, sehingga ekstraksi akan 
efektif. Selain itu, proses pemanasan antara pelarut 
dan bahan organik selama proses ekstraksi dapat 
memperbaiki kualitas ekstrak yang dihasilkan. 
 
- Metode maserasi 
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang 
dilakukan melalui perendaman serbuk bahan dalam 
larutan pengekstrak. Metode ini dipakai  untuk 
mengekstrak zat aktif yang mudah larut dalam cairan 
pengekstrak, tidak mengembang dalam pengekstrak, 
serta tidak mengandung benzoin. Keuntungan dari 
metode ini adalah peralatannya mudah ditemukan dan 
pengerjaannya sederhana (Hargono dkk., 1986). 
Menurut Hargono dkk. (1986), ada beberapa variasi 
metode maserasi, antara lain digesti, maserasi melalui 
pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi 
melingkar, dan maserasi melingkar bertingkat. 
Digesti merupakan maserasi memakai  
pemanasan lemah (40-50°C). Maserasi pengadukan 
kontinyu merupakan maserasi yang dilakukan 
pengadukan secara terus-menerus, misalnya 
memakai  shaker, sehingga dapat mengurangi 
waktu hingga menjadi 6-24 jam. Remaserasi 
merupakan maserasi yang dilakukan beberapa kali. 
Maserasi melingkar merupakan maserasi yang cairan 
pengekstrak selalu bergerak dan menyebar. Maserasi 
melingkar bertingkat merupakan maserasi yang 
bertujuan untuk mendapatkan pengekstrakan yang 
sempurna. Lama maserasi memengaruhi kualitas 
ekstrak yang akan diteliti. Lama maserasi pada 
biasanya  adalah 4-10 hari (Setyaningsih, 2006). 
Menurut Voight (1995), maserasi akan lebih efektif 
jika dilakukan proses pengadukan secara berkala 
sebab  keadaan diam selama maserasi memicu  
turunnya perpindahan bahan aktif. Melalui usaha ini 
diperoleh suatu keseimbangan konsentrasi bahan 
ekstraktif yang lebih cepat masuk ke dalam cairan 
pengekstrak. 
 
4.2 PEMURNIAN 
Pemurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan 
rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan 
memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi 
atau dipakai  sebagai bahan baku dalam industri. Kotoran-
kotoran yang ada dalam minyak dapat berupa komponen yang 
tidak larut dalam minyak, komponen dalam bentuk suspensi 
koloid dan komponen yang larut dalam minyak. Komponen 
yang tidak larut dalam minyak adalah lendir, getah, abu atau 
mineral. Komponen yang berupa suspensi koloid adalah 
fosfolipid, karbohidrat dan senyawa yang mengandung 
nitrogen, sedangkan komponen yang larut dalam minyak 
berupa asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan 
digliserida serta zat warna yang terdiri dari karotenoid dan 
klorofil. 
Tahapan proses pemurnian minyak yang dilakukan 
adalah pemisahan gum (degumming), netralisasi, pemucatan 
(bleaching) dan penghilangan bau (deodorisasi). Kadang-
kadang satu atau lebih dari tahapan proses ini  tidak perlu 
dilakukan, tergantung dari tujuan penggunaan minyak, 
misalnya minyak yang dipakai  untuk bahan non pangan 
hanya memerlukan proses penjernihan dan pemisahan gum 
sedangkan minyak untuk pembuatan sabun hanya memerlukan 
proses pemisahan gum. 
a. Pemisahan Gum (Degumming) 
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari 
jaringan asalnya mengandung beberapa  kecil komponen 
selain trigliserida yaitu fosfolipid, sterol, asam lemak 
bebas, lilin, pigmen yang larut dalam minyak dan 
hidrokarbon. 
 
 
Pemisahan gum atau degumming merupakan proses 
pemisahan getah atau lendir yang ada  dalam minyak. 
Kotoran-kotoran yang tersuspensi seperti fosfatida, protein 
dan kotoran-kotoran lain sukar dipisahkan bila berada 
dalam kondisi anhydrous, sehingga dapat diendapkan 
dengan cara hidrasi. Hidrasi dapat dilakukan dengan uap 
atau penambahan air ataupun dengan penambahan suatu 
larutan asam lemah (Swern, 1964). Zat yang dipakai  
untuk menarik gum (getah) yang disebut degumming agent 
antara lain adalah asam fosfat (H3PO4). 
Sianturi (1998) menyebutkan bahwa asam fosfat 
sebagai degumming agent sangat baik dipakai  dalam 
proses pemurnian minyak. Jika dosis asam fosfat yang 
dipakai  terlalu tinggi akan memicu  kandungan 
senyawa fosfat dalam minyak akan tinggi pula, yang tidak 
bisa dihilangkan dengan proses bleaching. Bernardini 
(1983) menyatakan bahwa penambahan asam fosfat dapat 
mengubah fosfatida yang non hydratable menjadi 
hydratable sehingga dapat dipisahkan pada saat proses 
pencucian. Dosis larutan asam fosfat yang ditambahkan 
pada saat proses degumming adalah 0,3 – 0,4 % (b/b), 
sedangkan konsentrasi larutan asam fosfat yang diberikan 
untuk degumming lemak sebaiknya 20 – 60 % (b/b) 

 
Proses pemisahan gum perlu dilakukan sebelum 
proses netralisasi, dengan alasan: 
- Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam 
lemak bebas dengan kaustik soda pada proses 
netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) 
sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari 
minyak. 
- Netralisasi minyak yang masih menandung gum 
akan menambah partikel emulsi dalam minyak, 
sehingga mengurangi rendemen trigliserida. 
b. Netralisasi  
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan 
asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara 
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi 
lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock), 
pemisahan asam lemak dapat juga dilakukan dengan cara 
penyulingan yang dikenal dengan istilah deasidifikasi.  
Tujuan proses netralisasi adalah untuk menetralkan 
asam lemak bebas dan mengurangi gum yang tertinggal, 
memperbaikinrasa dan mengurangi warna gelap dari 
minyak ini . Netralisasi dapat dilakukan dengan 
berbagai cara antara lain dengan penetralan memakai  
alkali, natrium karbonat, amonia, ataupun dengan 
memakai  uap. Netralisasi dengan alkali terutama 
dengan NaOH sering dilakukan pada indusri minyak karen 
albih murah dan efisien. Reaksi yang terjadi pada proses 
netralisasi disajikan pada Gambar 5.3. 
 
Gambar 4.3. Reaksi antara Asam Lemak Bebas dengan NaOH 
 
Penentuan konsentrasi larutan alkali yang dipakai  
didasarkan pada kandungan asam lemak bebas. Semakin 
tinggi kandungan asam lemak bebas, maka akan semakin 
tinggi pula konsentrasi alkali yang dipergunakan. Tetapi 
konsentrasi alkali yang terlalu tinggi memicu  makin 
tingginya trigliserida yang tersabunkan, sedangkan larutan 
yang terlalu lemah memicu  semakin besar jumlah 
emulsi sabun dalam minyak, sehingga mempersulit 
pemisahan soap stock (Djatmiko dan Ketaren, 1985). 
Untuk menetralkan kadar asam lemak bebas kurang dari 
1% dipakai  alkali dengan konsentrasi 8-12oBe, lebih 
besar dari 1 % sebesar 20oBe dan lebih besar dari 6% 
dipakai  alkali dengan konsentrasi lebih besar dari 20oBe 

 
c. Pemucatan  
Pemucatan atau bleaching merupakan satu tahapan 
proses pemurnian minyak untuk menghilangkan zat-zat 
warna atau pigmen yang tidak dikehendaki dalam minyak. 
Pigmen dalam minyak terdiri dua golongan yaitu zat warna 
alamiah dan zat warna hasil degradasi zat warna alamiah. 
Zat warna alamiah terdiri dari karoten, xantofil, klorofil dan 
antjosianin. Zat warna hasil degradasi misalnya chroman 
5,6 quinone. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur 
minyak dengan beberapa  kecil adsorben, seperti tanah 
serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan 
arang aktif atau dapat juga memakai  bahan kimia. 
Zat warna dalam minyak diserap oleh permukaan 
adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan 
resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida. 
Pemucatan minyak memakai  adsorben 
biasanya  dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan 
pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada 
suhu sekitar 105oC selama 1 jam. Penambahan adsorben 
dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70 – 80oC, dan 
jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1 – 1,5 % dari berat 
minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben 
dengan cara penyaringan memakai  kain tebal atau 
dengan cara pengepresan dengn filter press. Minyak yang 
hilang sebab  proses ini  kurang lebih 0,2 – 0,5 % dari 
berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan. 
Adsorben yang biasanya dipakai  untuk 
memucatkan terdiri dari: 
- Bleaching clay (bleaching earth) 
Bahan oemucat ini merupakan sejenis tanah liat 
dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air 
terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi 
oksida. Daya pemucat bleaching clay disebabkan sebab  
ino Al3+ pada permukaan partikel adsorben dapat 
mengadsorpsi partikel zat warna. Daya pemucat ini  
tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan 
Al2O3 dalam bleaching clay. Aktivitas adsorben dengan 
asam mineral (misalnya HCl atau H2SO4) akan 
mempertinggi daya pemucat sebab  asam mineral 
ini  larut atau bereaski dengan komponen berupa 
tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori 
adsorben. 
 
- Arang 
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori 
dan biasanya  diperoleh dari hasil pembakaran kayu 
atau bahan yang mengandung unsur karbon (C). 
biasanya  arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah 
terhadap zat warna dan daya adsorpsi ini  dapat 
diperbesar dengan cara mengaktifkan arang 
memakai  uap atau bahan kimia.  
 
- Arang aktif 
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar 
luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang 
tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi 
terhadap zat warna. Pori-pori dalam arang biasanya diisi 
oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya. Bahan 
kimia yang dapat dipakai  sebagai pengaktif adalah 
HNO3, H3PO4, sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO4)2, 
NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3 dan uap air pada 
suhu tinggi. 
Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari 
luas permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan 
luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang, 
sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengaktif yang 
dipakai  dan kadar air. Daya adsorbsi arang aktif 
disebabkan sebab  arang mempunyai pori-pori dalam 
jumlah besar dan adsorpsi akan terjadi sebab  adanya 
perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan 
zat yang diserap. 
Keuntungan penggunaan arang aktif sebagai bahan 
pemucat minyak ialah lebih efektif untuk menyerap 
warna dibandingkan dengan bleaching clay, sehingga 
arang aktif dapat dipakai  dalam jumlah kecil. Arang 
yang digunkan sebagai bahan pemucat biasanya 
berjumlah lebih kurang 0,1 – 0,2 % dari berat minyak. 
Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang 
tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida 
sehingga memperbaiki mtu minyak. 
d. Deodorisasi 
Deodorisasi adalah suatu tahapan proses pemurnian 
minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa 
(flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses 
deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas 
dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum.  
Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak 
yang dipakai  untuk bahan pangan. Beberapa jenis 
minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik 
untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan 
proses deodorisasi, misalnya lemak susu, leak coklat dan 
minyak olive. 
Proses deodorisasi dilakukan dengan cara 
memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi. 
Kemudian minyak ini  dipanaskan pada suhu 200 – 
250oC pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada 
tekanan rendah (lebih kurang 10 mmhg) sambil dialiri 
dengan uap panas selama 4 – 6 jam untuk mengangkut 
senyawa yang dapat menguap. Jika masih ada uap air yang 
tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, 
maka minyak ini  perlu divakumkan pada tekanan 
yang turun lebih rendah. Pada suhu yang lebih tinggi, 
komponen yang menimbulkan bau dalam minyak akan 
lebih udah menguap. Sehingga komponen ini  
diangkut dari minyak bersama-sama uap panas. Penurunan 
tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi 
jumlah uap yang dipakai  dan mencegah hidrolisa 
minyak oleh uap air. 
 

KERUSAKAN LEMAK DAN MINYAK 
 
 KETENGIKAN 
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, 
yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein 
yang tidak diinginkan dan dapoat menimbulkan rasa gatal 
pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida 
tidak jenuh atau akrolein ini . Makin tinggi titik asap, 
makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak 
goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang 
telah dipakai  untuk menggoreng titik asapnya akan turun, 
sebab  telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Guna menekan 
terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak 
sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari 
seharusnya. biasanya  suhu penggorengan adalah 177-
221oC 
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan 
nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak 
akibat oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan 
pangan yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, 
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial 
yang ada  dalam minyak. Oksidasi minyak terjadi sebab  
 
 
kontak antara beberapa  oksigen dengan minyak. 
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng 
terjadi sebab  reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak 
jenuh. ini terbukti dengan terbentuknya bahan 
menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat 
penggorengan (Ketaren, 2005). 
 Oksidasi adalah akibat utama dari perubahan kimiawi 
minyak tetapi ada beberapa penyebab degradasi lain yang 
berpotensial memicu  atau menghasilkan racun. 
Perubahan kimiawi pada minyak, tidak semuanya berbahaya.  
Ada beberapa yang tidak berbahaya dan layak untuk 
dikonsumsi. Perubahan kimia tergantung pada jenis minyak.  
Kerusakan minyak atau lemak dengan pemanasan pada suhu 
tinggi (200- 250°C) akan memicu  keracunan dalam 
tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya diare, 
pengendapan lemak dan pembuluh darah, kanker dan 
menurunkan nilai cerna lemak. Rusaknya minyak juga bisa 
terjadi sebab  lama penyimpanan (Ketaren, 2005). 
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau 
dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. ini 
disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh 
dalam lemak seperti pada Gambar dibawah ini:  

Otoksidasi dimulai dengan pembentukan radikal bebas 
yang disebabkan oleh faktor faktor yang dapat mempercepat 
reaksi seperti cahaya, panas, peroksida, hidroperoksida, 
logam- logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan logam porifirin 
seperti hematin, hemoglobin, klorofil, dan enzim-enzim 
lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung 
radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan 
menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap ini  
disebabkan oleh hasil pemecahan hidroperoksida menjadi 
senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek akibat 
radiasi energi tinggi, energi panas, katalis, logam, atau enzim. 
Senyawa-senyawa dengan rantai C ini lebih pendek ini adalah 
asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat 
volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak.  
 
Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau 
perubahan bau dan flavor dalam lemak atau bahan pangan 
berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam 
lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor
yaitu: 
 
1) Absorpsi Bau Oleh Lemak 
Pencemaran bau terhadap bahan pangan 
berlemak, lemak dapat mengabsorbsi zat menguap dari 
bahan lain. Sebagai contoh pencemaran bau dalam 
lemak mentega, kuning telur dan lemak daging.  
Kuning telur mengandung lebih dari 30 % lemak, 
mudah mengabsorbsi bau selama disimpan dalam 
ruang dingin (cold storage). Telur yang disimpan 
dalam kondisi ini   akan ditumbuhi  koloni 
Actomyces sp yang akan memberikan aroma khas 
musty yang dihasilkan. Bau ini  tidak akan mudah 
hilai walaupun telur telah dimasak. Contoh berikutnya 
adalah absorbsi bau oleh mentega selama 
penyimpanan, terutama dari bahan pengepak 
(packaging) yang terbuat dari kayu atau timber yang 
mengandung zat terpene yang mudah menguap 
(volatile terpene), terutama jika peti ini  terbuat 
dari kayu yang kurang baik. Kasus berikutnya yang 
sering terjadi adalah adanya bakteri penghasil lendir 
yang tumbuh suhu kamar dan suhu dingin pada daging. 
Bakteri ini akan menghasilkan bau yang mencemari 
flavor lemak yang disimpan dalam ruangan.  
Kerusakan bahan pangan berlemak akibat proses 
absorbsi bau oleh lemak dapat dihindarkan dengan 
cara:   
a) Memisahkan lemak dari bahan–bahan lain yang 
dapat mencemari bau;  
b) Membungkus produk dengan bahan pembungkus 
yang tidak menghasilkan bau. Misal: Kertas timah 
/ pun kertas kulit dilapisi kertas timah, kertas timah 
bersifat tidak permiabel bagi semua gas atau zat 
menguap yang berbau; 
c) Destruksi uap / zat berbau dengan memakai  
gas ozon yang berfungsi untuk membersihkan 
udara ruangan yang telah dicemari oleh bau dari 
suatu bahan. Sedangkan pada penyimpanan telur, 
berfungsi untuk menetralisir bau dan menghambat 
pertumbuhan mikrobia. Namun perlu berhati-hati, 
kontak ozon dengan bahan pangan berlemak tinggi 
akan menimbulkan bau tidak enak jika kontak 
langsung dengan senyawa ozon. 

2) Kerusakan Lemak Minyak Oleh Enzim 
a) Produksi asam lemak bebas.  
Lemak hewan dan nabati yang masih 
berada dalam jaringan, biasanya mengandung 
enzim yang menghidrolisa lemak. Semua enzim 
yang termasuk golongan lipase, mampu 
menghidrolisa lemak netral menghasilkan asam 
lemak bebas dan gliserol, namun enzim ini  
inaktif oleh panas. Kecepatan hidrolisa enzim 
lipase yang ada  dalam jaringan relative lambat 
pada suhu rendah, sedangkan pada kondisi yang 
cocok, proses hidrolisa oleh enzim lipase akan 
lebih intensif daripada enzim lipolitik yang 
dihasilkan oleh bakteri. Sebagai contoh yaitu 
lemak daging ayam yang mengandung lipase 
menunjukkan kenaikan bilangan asam yang cepat 
setelah hewan ini  dipotong. Contoh lain 
minyak nabati hasil ekstraksi dari biji bijian atau 
buah yang disimpan dalam jangka panjang dan 
terhindar dari proses oksidasi ternyata 
mengandung bilangan asam yang tinggi.   

b) Pengaruh asam lemak bebas terhadap flavor.   
Asam lemak bebas (ALB) dari proses 
hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan 
lemak netral, dan pada konsentrasi sampai 15 %, 
belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi. 
Lemak dengan kadar ALB > 1 %, jika dicicipi 
terasa membentuk film pada permukaan lidah. 
ALB yang tidak dapat menguap dengan jumlah 
atom C >14, meski dalam jumlah kecil 
memicu  rasa tidak lezat. ALB yang dapat 
menguap dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8, 
dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak 
enak dalam bahan pangan berlemak. Asam lemak 
ini biasanya  ada  pada lemak susu dan minyak 
nabati seperti minyak inti sawit. ALB juga dapat 
memicu  karat & warna gelap jika lemak 
dipanaskan dalam wajan besi. 
 
3) Kerusakan Oleh Mikroba, 
Minyak yang telah dimurnikan biasanya masih 
mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 
organisme setiap 1 gram lemak, dapat dikatakan steril. 
Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak 
biasanya termasuk tipe mikroba non pathologi, tapi 
biasanya  dapat merusak lemak dengan menghasilkan 
cita rasa tidak enak, di samping menimbulkan 
perubahan warna (discoloration).  
a) Produksi asam lemak bebas.  
Beberapa jenis jamur, ragi dan bakteri 
mampu menghidrolisa molekul lemak di antara 
bakteri ini  adalah: Staphylococcus aureus, 
Staph pyogenes albus, Bacillus phyocyaneus, B. 
piodigouosus, B. Chelerae, B. Thyphosus, 
Streptococcus hemolyticus, B. tuberculosis, B. 
lipolyticum, Micrococcus tetragenus, B. proteus, 
B. putrificus, B. punctatum, B. coli, Clostridium 
botulinum dan berbagai macam spesies 
Pseudomonas sp dan Achromobanter sp. Jamur 
yang mampu menghidrolisa lemak antara lain 
Aspergillus, Penicillim, Mucor Rhizophus, 
Monilia, Oidium, Cladosporium dan beberapa 
macam spesies ragi. Hidrolisa lemak oleh mikroba 
tsb. dapat berlangsung dalam suasana aerobik atau 
anaerobik.  
Sebagian besar lemak yang utuh dalam 
bahan pangan tidak mengandung asam menguap, 
sehingga jika dihidrolisa oleh mikroba akan 
berpengaruh kecil terhadap flavor bahan pangan. 
Di lain pihak, banyak di antara mikroba 
menghasilkan enzim yang dapat memecahkan 
protein dalam bahan pangan berlemak, sehingga 
menghasilkan bau dan rasa tidak enak, misalnya 
persenyawaan indole, skatole, hidrogen sulfit, 
metilamin dan amonia. 
b)  Bau sabun (Soapiness) dalam lemak.  
Timbulnya bau sabun yang tidak enak 
dengan istilah soapy flavor dalam bahan panan 
berkadar lemak tinggi disebabkan oleh 
pembentukan sabun amonium, sebagai hasil reaksi 
antara ALB dengan amonia yang dihasilkan dari 
degradasi protein. Garam amonium dapat 
dihasilkan sebab  oksidasi garam organik secara 
mikrobial, dan peristiwa ini terjadi dalam margarin 
yang ditumbuhi jamurMonilia sp dan Torulae sp. 
c) Deteksi aktivitas enzim lipase.  
Penentuan dilakukan dengan cara 
menumbuhkan mikroba dalam nutrient medium 
yang mengandung lemak akan menghasilkan 
enzim dengan beberapa macam ciri, yaitu:  
- Terbentuknya film yang lebih jernih dalam 
lemak padat atau opalescent emulsion,  
- Perubahan warna indicator yang ditambahkan 
ke dalam media, 
- Terbentuk sabun berwarna biru kehijauan jika 
ditambahkan tembaga sulfat (CuSO4).  
d) Pengaruh enzim oksidase terhadap ketengikan 
lemak.  
Oksidase secara biologis disebabkan oleh 
pencemaran mikrobia, terutama pada lemak yang 
masih dalam jaringan. Enzim oksidase, 
peroksidase dan katalase ada  dalam lemak 
daging ayam yang baru dipotong, sedangkan susu 
mentah, kacang kedelai mengandung enzim 
peroksidase dan katalase, serta khususnya susu 
mentah mengandung enzim oleinase yang 
memicu  bau apek (tallowy). Organisme 
yang menghasilkan enzim oksidase dan lipase 
dapat memicu  ketengikan. 
e) Dekomposisi lemak dan asam lemak oleh 
mikroba.  
Kemungkinan semua mikrobia yang 
menghasilkan enzim lipase dapat metabolisir 
lemak, dan tahap pertama dalam proses ini adalah 
dekomposisi gliserida menjadi gliserol dan asam 
lemak. Aksi mikrobia terhadap gliserol dapat 
menghasilkan kurang lebih 20 macam 
persenyawaan yang termasuk dalam golongan 
senyawa aldehida, asam organik dan senyawa 
alifatik lainnya. Mikrobia juga dapat memecah 
rantai asam lemak bebas menjadi senyawa dengan 
berat molekul lebih rendah dan selanjutnya 
dioksidasi menghasilkan gas CO2 dan air (H2O). 
f) Produksi keton.  
Pengamatan pada deodorisasi minyak kelapa 
berbau tengik, ditemukan beberapa persenyawaan 
yang memicu  bau tidak enak, antara lain 
senyawa metil heptil keton, metil nonil keton dan 
beberapa  kecil metil undesil keton. Senyawa ini 
terbentuk selama proses pengeringan kopra dan 
penyimpanan minyak. Mentega dan bahan pangan 
lainnya yang mengandung lemak susu, air dan 
bahan gizi dapat menimbulkan ketengikan oleh 
senyawa keton (ketonic rancidity). Senyawa keton 
yang dominan memicu  bau tengik adalah 
senyawa metil amil, metil heptil dan metil nonil 
78 
 
keton. Jamur yang dapat menghasilkan keton, 
terdiri dari 9 macam Penicillia sp., 5 macam 
spesies Aspergilli, Cladosporium herbarium, 
Cladosporium butyri.  
g) Mekanisme Pembentukan Keton.  
Organisme yang menyerang lemak, pada 
tahap pertama menguraikan molekul gliserida 
menjadi asam lemak bebas dan gliserol, 
selanjutnya asam lemak bebas ini dioksidasi. 
Berdasarkan penelitian terhadap dekomposisi 
asam lemak, ternyata beberapa  metil keton 
terbentuk pada proses beta oksidasi dalam suasana 
hidrogen peroksida (H2O2). 
h) Perubahan warna oleh mikroba.  
Mikroba yang tumbuh dalam jumlah banyak 
akan membentuk koloni koloni yang dapat 
merusak rupa bahan pangan. Koloni jamur dalam 
bahan pangan yang awalnya berwarna putih dan 
akhirnya akan berwarna abu abu, hijau kuning, 
hitam, biru, kehijau hijauan atau merah. Sebagai 
contoh bintik hitam (black spot) pada daging dan 
bahan pangan lain disebabkan oleh warna gelap 
dari Clodosporium herbarum. Banyak di antara 
79 
 
organisme menghasilkan pigmen yang berdifusi ke 
luar sel dan mencemari warna asli dari bahan 
pangan. Struktur kimia pigmen yang dihasilkan 
mikroorganisme ini belum diketahui jelas, namun 
kemungkinan beberapa di antaranya merupakan 
senyawa karotenoid yang larut dalam lemak dan 
tidak larut dalam air.  
Organik proteolitis yang membentuk zat 
indole dan skatole, dalam suasana nitrit (misalnya 
dalam daging) membentuk nitroso-indole yang 
berwarna merah. Dalam lemak, pigmen yang 
dihasilkan mikroba terutama berfungsi sebagai 
indikator dalam reaksi oksidasi. Sebagai contoh 
ialah pigmen kuning cerah dalam lemak segar, 
dihasilkan oleh Micrococci sp dan Bacilli sp. Jika 
lemak menjadi tengik sebab  proses oksidasi oleh 
bakteri, maka pigmen kuning ini  berubah 
menjadi warna ungu kebiru-biruan.  
Dekomposisi oleh mikroba dapat dikurangi dan 
dicegah dengan cara pengawetan bahan kimia, 
mengurangi kontaminasi dan penambahan gula dan 
garam.  
80 
 
4) Oksidasi oleh Oksigen Udara atau Kombinasi dari 
Dua atau lebih Penyebab Kerusakan ini . 
 
a) Oksidasi lemak  
Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang 
paling penting disebabkan oleh aksi oksigen udara 
terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba 
hanya dapat terjadi jika ada  air, senyawa 
nitrogen dan garam mineral, sedangkan oksidasi 
oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan 
yang mengandung lemak dibiarkan kontak dengan 
udara. Kecepatan proses oksidasinya tergantung dari 
tipe lemak dan kondisi penyimpanan.  
Dalam bahan pangan berlemak, konstituen 
yang mudah mengalami oksidasi spontan adalah 
asam lemak tidak jenuh dan beberapa  kecil 
persenyawaan yang merupakan konstituen yang 
cukup penting. Sebagai contoh ialah persenyawaan 
yang membuat bahan pangan menjadi menarik 
misalnya persenyawaan yang menimbulkan aroma, 
flavor, warna dan beberapa  vitamin.  
 
 
 
81 
 
b) Oksidasi Konstituen Nonlemak  
Di samping timbulnya off flavor, telah 
diketahui bahwa hasil oksidasi lemak tidak jenuh 
dapat memicu  degradasi nilai alamiah dari 
konstituen aroma, flavor, warna dan vitamin. 
Degradasi konstituen non lemak sering terjadi 
serentak dengan proses oksidasi lemak, sehingga 
faktor-faktor yang menghambat atau mempercepat 
oksidasi lemak, mempengaruhi perubahan 
konstituen non lemak. Oksidasi b- karoten pada 
bagian ikatan rangkapnya dengan adanya katalis 
lipoksidase atau ferro ftalosianida akan 
menghasilkan senyawa epoksi atau furanoksida. 
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan 
oksidasi lemak (Akselerator) ada 4 kelas yaitu :  
- Radiasi , misalnya oleh panas dan cahaya,  
- Bahan pengoksidasi (Oxidizing Agent) 
misalnya peroksida, perasid, ozone, asam nitrat 
serta beberapa senyawa organik nitro dan 
aldehida aromatik, 
- Katalis metal khususnya garam dari beberapa 
macam logam berat,  
82 
 
- Sistem oksidasi, misalnya adanya katalis 
organik yang labil terhadap panas. 
 
Tabel 5.1. Faktor – faktor yang mempercepat dan 
menghambat oksidasi  
 
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai 
banyaknya miligrek O2 dalam setiap 100 gram 
minyak. Peroksida ini dapat ditentukan dengan 
metode iodometri (Ketaren, 2012). Proses 
pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya 
cahaya, pemanasan suasana asam, pelembaban udara 
dan katalis. Beberapa jenis logam atau garam-
garamnya yang ada  dalam minyak merupakan 
katalisator pada proses oksidasi misalnya logam, 
tembaga, besi, nikel, sedangkan aluminium kecil 
pengaruhnya terhadap proses oksidasi. Proses 
oksidasi juga terjadi sebab  adanya mikroorganisme 
(Ketaren, 2012). 
83 
 
 
5.2. ANTIOKSIDAN  
Beberapa persenyawaan organik dapat menghambat 
proses oksidasi disebut antioksidan. Persenyawaan 
antioksidan yang ada  secara ilmiah dalam minyak adalah 
tokoferol (vitamin E), polifenol, gasipol, antho-sianin dan 
flavone. Disamping itu persenyawaan organik sintetis yang 
sengaja ditambahkan untuk menghambat proses oksidasi 
lemak, misalnya senyawa amino, sianida, sulfat, dan phospat 
(Ketaren, 2012). Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh 
adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan 
mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan sebagai 
penghambat adalah antioksidan. 
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat 
menyerap atau menetralisir radikal bebas sehingga mampu 
mencegah penyakit-penyakit degeneratif seperti 
kardiovaskuler, karsinogenesis, dan penyakit lainnya. 
Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan 
tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah 
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel 
normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki struktur 
molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada 
molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya 
dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas 
(Murray, 2009). 
84 
 
Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi 
kecepatan proses oksidasi. Antioksidan secara alamiah 
ada  dilemak nabati, kadang-kadang sengaja 
ditambahkan (Winarno, 2004). Dalam melawan bahaya 
radikal bebas baik radikal bebas eksogen maupun endogen, 
tubuh manusia telah mempersiapkan penangkal berupa 
sistem antioksidan yang terdiri dari 3 golongan yaitu :  
a. Antioksidan Primer yaitu antioksidan yang berfungsi 
mencegah pembentukan radikal bebas selanjutnya 
(propagasi), antioksidan ini  adalah transferin, 
feritin, albumin. 
b. Antioksidan Sekunder yaitu antioksidan yang berfungsi 
menangkap radikal bebas dan menghentikan 
pembentukan radikal bebas, antioksidan ini  adalah 
Superoxide Dismutase (SOD), Glutathion Peroxidase 
(GPx) dan katalase. 
c. Antioksidan Tersier atau repair enzyme yaitu antioksidan 
yang berfungsi memperbaiki jaringan tubuh yang rusak 
oleh radikal bebas, antioksidan ini  adalah Metionin 
sulfosida reduktase, Metionin sulfosida reduktase, DNA 
repair enzymes, protease, transferase dan lipase.  
85 
 
Berdasarkan sumbernya antioksidan yang dapat 
dimanfaatkan oleh manusia dikelompokkan menjadi tiga 
yaitu : 
a. Antioksidan yang sudah diproduksi di dalam tubuh 
manusia yang dikenal dengan antioksidan endogen atau 
enzim antioksidan (enzim Superoksida Dismutase 
(SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan Katalase 
(CAT). 
b. Antioksidan sintetis yang banyak dipakai  pada 
produk pangan seperti Butil Hidroksi Anisol (BHA), 
Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat dan Tert-
Butil Hidroksi Quinon (TBHQ).  
c. Antioksidan alami yang diperoleh dari bagian-bagian 
tanaman seperti kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, 
bunga, biji dan serbuk sari seperti vitamin A, vitamin 
C, vitamin E dan senyawa fenolik (flavonoid). 
Mikronutrien yang terkandung dalam tumbuhan seperti 
vitamin A, C, E, asam folat, karotenoid, antosianin, dan 
polifenol memiliki kemampuan menangkap radikal 
bebas sehingga dapat dijadikan pengganti konsumsi 
antioksidan sintetis (Gill. 2002).  
86 
 
 
 
87 
 
 
 
Mekanisme Antioksidan 
Antioksidan berfungsi untuk mencegah terjadinya 
oksidasi lemak.Oksidasi lemak dapat berlangsung melalui 
tiga jalan, yaitu autooksidasi, fotooksidasi, dan oksidasi 
enzimatis. Secara garis besar, mekanisme penangkapan 
radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu 
secara enzimatik dan non-enzimatik. Enzim yang dapat 
berperan sebagai antioksidan adalah superoksida 
dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan glutation 
reduktase (Winarsi, 2007). Secara non-enzimatik, 
senyawa antioksidan bekerja melalui empat cara, yaitu 
sebagai berikut:  
a) Penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan 
vitamin E  
b) Pengkelat logam transisi, misalnya EDTA,  
88 
 
c) Inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan 
ibuprofen, dan 
d) kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium 
sebagai kofaktor glutation peroksidase. 
Aktivitas senyawa polifenol sebagai antioksidan 
meliputi tiga mekanisme sebagai berikut.  
a) Aktivitas penangkapan radikal seperti reactive oxygen 
species (ROS) ataupun radikal yang dihasilkan dari 
peroksidasi lipid seperti R’, RO’ dan ROO’ dengan 
proses transfer elektron melalui atom hidrogen,  
b) Mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis 
transisi metal seperti reaksi melalui khelasi metal, dan  
c) interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi 
dan penggabungan dengan antioksidan lainnya. 
89 
 
BAB VI 
LEMAK DALAM BAHAN PANGAN 
 
6.1. MINYAK GORENG 
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk 
menjaga kesehatan tubuh manusia.Selain itu minyak juga 
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan 
karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat 
menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein 
hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak, khususnya 
minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial 
seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat 
mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan 
kolesterol. Minyak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut 
bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K (Ketaren, 2008).  
Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak 
dengan gliserol. Jenis minyak biasanya  dipakai untuk 
menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak sawit, 
minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya. Minyak 
goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak 
jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa 
(Sartika, 2009).  
90 
 
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu 
suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akreolein yang 
tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada 
tenggorokan hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak 
jenuh atau akrelein ini . Makin tinggi titik asap, makin 
baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng 
tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah 
dipakai  untuk menggoreng titik asapnya akan turun, 
sebab  telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Oleh sebab  itu 
untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau 
minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu 
tinggi dari seharusnya (Winarno, 2004).  
Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur 
dalam SNI 01-3741-2002 menurut (Wijana, dkk., 2005). 
Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan 
ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu 
SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-
3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng 
seperti pada Tabel 6.1. dan 6.2. 
 
 
 
 
91 
 
Tabel 6.1. Standar Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 
01-3741-2002 
 
Tabel 6.2. Standar Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 
01-3741-2002 
 
 
Sistem Menggoreng Bahan Pangan 
Pada biasanya  sistem menggoreng bahan pangan 
Ada dua macam, yaitu: gangsa (pan frying) dan 
menggoreng biasa (deep frying). 
 
92 
 
1. Gangsa (pan frying) 
 Proses gangsa (pan frying)dapat memakai  
lemak atau minyak dengan titik asap yang lebih rendah, 
sebab  suhu pemanasan biasanya  lebih rendah dari suhu 
pemanasan pada sistem deep frying. Ciri khas dari proses 
“gangsa” ialah sebab  bahan pangan yang digoreng tidak 
sampai terendam dalam minyak atau lemak.  Lemak 
yang dapat dipakai  dalam sistem ini adalah minyak 
kelapa, mentega, margarin, minyak olive dan lemak 
ayam. Khususnya mentega dan margarin menghasilkan 
cita rasa yang enak pada bahan yang digoreng (Ketaren, 
2012).  
 
2. Menggoreng Biasa 
Pada proses penggorengan dengan sistem deep 
frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam 
minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200-
2050C.lemak yang dipakai  tidak berbentuk emulsi 
dan mempunyai titik asap (smoking point) diatas suhu 
penggorengan, sehingga asap tidak terbentuk selama 
proses  penggorengan.  
Lemak yang dapat dipakai  dalam proses 
penggorengan secara deep frying adalah lemak nabati 
93 
 
yang mengalami proses hidrogenasi (kecuali minyak 
olive), minyak babi (lard) bermutu tinggi dan beberapa 
jenis senyawa shortening yang tidak mengandung 
emulsifier.Secara komersil bahan pangan yang 
digoreng (fried food) biasanya digoreng dengan 
memakai  sistem deep frying. (Ketaren, 2012). 
 
Struktur Bahan Pangan Digoreng 
Untuk memahami pengertian dari bahan pangan 
digoreng, dapat dilihat dari aspek anatomi bahan pangan 
ini . Semua bahan pangan digoreng mempunyai 
struktur dasar yang sama. 
Gambar 6.1 Struktur Bahan Pangan yang Digoreng 
(Ketaren, 2012).  
  
Berdasarkan ini  memperlihatkan potongan 
melintang dari bahan pangan digoreng. Innerzone atau 
core merupakan bagian dalam dari bahan pangan 
berkadar air tinggi dan umum ada  pada bahan 
pangan yang digoreng. Proses pemasakan berlangsung 
94 
 
oleh penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam 
bahan pangan. Proses Pemasakan ini dapat mengubah 
atau tidak mengubah karakter bahan pangan,tergantung 
bahan pangan yang digoreng.  
Permukaan lapisan luar (outer zone surface) akan 
berwarna coklat keemas an akibat penggorengan.Tingkat 
intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu 
menggoreng, juga komposisi kimia pada permukaan luar 
dari bahan pangan.  Bagian luar bahan pangan (Outer 
Zone), jika bahan pangan segar digoreng maka kulit 
bagian luar dapat mengerut. Kulit atau kerak ini  
dihasilkan oleh akibat proses dehidrasi bagian luar bahan 
pangan pada waktu menggoreng.Kerak ini hanya terjadi 
pada bahan pangan tertentu. Pembentukannya terjadi 
akibat panas dari lemak panas (diatas 312o F) sehingga 
menguapkan air yang ada  pada bagian luar bahan 
pangan. Pada kadar air 3% atau kurang akan terbentuk 
kerak dan bahan pangan akan menjadi masak (done). 
Selama proses menggoreng berlangsung, maka sebagian 
minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar hingga 
outer zone dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya 
diisioleh air. Setiap tipe bahan pangan digoreng 
mempunyai karakteristik tertentu serta mengandung 
beberapa  lemak yang diabsorpsi 
 
6.2. MENTEGA PUTIH  
Mentega putih adalah lemak padat yang biasanya  
berwarna putih dan mempunyai titik cair, sifat plastis, dan 
kestabilan tertentu  Sifat fisika dan kimia  
tertentu yang dimiliki oleh mentega putih memicu  
mentega putih memiliki banyak keuntungan untuk dijadikan 
sebagai bahan dasar pembuatan roti,cake, maupun jenis 
pastry lainnya. Mentega putih juga dikenal dengan istilah 
shortening, istilah shortening diambil dari kata shorten yang 
artinya memperpendek. Istilah ini  mengacu pada 
kemampuan lemak yang terkandung di dalam mentega putih 
untuk melumasi atau memperpendek struktur komponen 
makanan, sehingga dihasilkan struktur yang menguntungkan 
dalam proses pembuatan makanan. Pada proses pembuatan 
kue dengan memakai  mentega putih akan dihasilkan 
tekstur kue yang lebih lembut daripada tanpa penggunaan 
mentega putih 
Jenis mentega putih 
Mentega putih dapat dibedakan berdasarkan sifat 
fisiko-kimiawi (Sari et al., 2015) maupun fungsinya dalam 
pembuatan produk bakery (Ghotra et al., 2002). Jenis 
mentega putih berdasarkan sifat fisiko-kimiawinya antara 
lain :  
1.  Compound shortening 
Shortening ini merupakan produk campuran 
hydrogenated fat stock dan soft oil. Mentega putih ini 
memiliki stabilitas yang baik pada suhu yang tinggi.  
Kelemahan dari penggunaan mentega putih jenis ini 
adalah biaya produksinya yang tinggi sehingga 
mentega putih ini sudah hampir tidak dipakai  lagi. 
  
 
2. Solid shortening 
Solid shortening merupakan salah satu jenis 
mentega putih yang paling banyak dipakai  dalam 
produk bakery. ini  disebabkansebab  solid 
shortening tidak mudah meleleh dalam proses baking, 
sehinggasolid shortening memiliki kestabilan yang 
baik dan tekstur yang lembut. Solid shortening 
diklasifikasikan lagi berdasarkan sifat plastisitasnya, 
antaralain : 
a. White fat: merupakan jenis solid shortening yang 
murni lemak tanpa tambahan emulsifier, 
shortening ini biasanya dipakai  untuk membuat 
roti tawar.  
b. Baker’s fat: merupakan jenis solid shortening 
dengan tambahan emulsifier, jenis mentega putih 
ini banyak dipakai  untuk pembuatan 
buttercream atau biscuit dengan cream filling. 
c. Cake fat: merupakan jenis shortening dengan 
tambahan emulsifier dengan tambahan aroma dan 
warna yang biasa dipakai  untuk membuat cake.  
d. Pastry fat: merupakan jenis shortening yang 
khusus dipakai  untuk membuat lapisan produk 
puff pastry.  

3. Pumpable dan fluid shortening 
Shortening ini merupakan cairan minyak yang di 
dalamnya ada  padatan lemak tersuspensi. 
Pumpable shortening biasanya berupa cairan keruh, 
sedangkan fluid shortening berupa cairan bening 
 
Fungsi mentega putih 
Berbagai jenis lemak dan minyak banyak dipakai  
dalam industri pangan baik untuk media penghantar panas 
seperti minyak goreng, maupun sebagai campuran komposisi 
makanan. Penambahan shortening ke dalam komposisi 
makanan bertujuan untuk menambah kalori serta 
memperbaiki tekstur, struktur, cita rasa, keempukan, dan 
memperbesar volume roti dan kue. Sifat ini dipengaruhi oleh 
sifat fisiko-kimiawi mentega putih dan metode percampuran 
antara lemak dan adonan (Ghotra et al., 2002). Penggunaan 
mentega putih pada industri pastry biasanya dipakai  untuk 
membuat pastry berupa : roti tawar/roti burger, buttercream 
untuk menghias kue, biskuit dan wafer, cream biskuit dan 
wafer, puff pastry, cake, serta pia 
Kandungan gizi mentega putih 
Shortening merupakan jenis lemak yang mengandung 
kalori yang cukup tinggi. Menurut Sari et al. (2015), dalam 
100 gram shortening mengandung kalori sebesar 884 kkal. 
Komposisi lemak jenuh shortening sebesar 91 gram, lemak 
tidak jenuh ganda sebesar 1 gram, dan lemak tidak jenuh 
tunggal sebesar 2,2 gram.    
 
 
6.3. MARGARIN 
Margarin pertama kali ditemukan oleh Mege Mouries 
di Perancis pada tahun 1870 dalam suatu sayembara yang 
diadakan Kaesar Napoleon III. Mege Mouries membuat dan 
mengembangkan margarin dengan memakai  lemak sapi. 
Pada tahun 1872 margarin mulai dikenal luas di seluruh 
Eropa dan di sebagian benua Amerika. Margarin 
dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau 
konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan 
mentega. Margarin mengandung 80 % lemak, 16 % air dan 
beberapa zat lain. Minyak nabati yang sering dipakai  
dalam pembuatan lemak adalah minyak kelapa, minyak inti 
sawit, minyak biji kapas, minyak wijen, minyak kedelai dan 
minyak jagung. Minyak nabati biasanya  berwujud cair, 
sebab  mengandung asam lemak tidak jenuh, seperti asam 
oleat, linoleat dan linolenat.  
Menurut SNI (1994), margarin adalah produk makanan 
berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari 
lemak nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan 
lain yang diizinkan. Margarin dimaksudkan sebagai 
pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa, dan 
nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin 
merupakan emulsi dengan tipe emulsi water in oil (w/o), yaitu 
fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Margarin 
berbentuk semi padat, dan bersifat plastis. Minyak yang 
dipakai  dalam pembuatan margarin dapat berasal dari 
lemak hewan seperti babi (lard) atau sapi, dan lemak nabati 
 
seperti minyak kelapa, minyak sawit, kedelai, jagung, biji 
bunga matahari, dan lain-lain.  
Minyak nabati yang dapat dipakai  sebagai bahan 
baku pembuatan margarin harus memenuhi persyaratan 
sebagai berikut, 
1. Bilangan Iod yang rendah. 
2. Warna minyak kuning muda. 
3. Flavor minyak yang baik. 
4. Titik beku dan titik cair disekitar suhu kamar. 
6. Asam lemak yang stabil. 
7. Jenis minyak yang dipakai  sebagai bahan baku harus 
banyak ada  di suatu daerah. 
Tabel 6.5. Komposisi Nutrisi Margarin 
 
 
 
Jenis - jenis Margarin 
Dalam bidang pangan penggunaan margarin telah 
dikenal secara luas terutama dalam pemanggangan roti 
(baking) dan pembuatan kue kering (cooking) yang 
bertujuan memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa 
pangan. Margarin juga dipakai  sebagai bahan pelapis 
misalnya pada roti yang bersifat plastis dan akan segera 
mencair di dalam mulut (Winarno, 1991 dan Faridah, dkk, 
2008). Ada beberapa jenis margarin yang ada dipasaran, 
sebagai berikut (O’Brien, 2009): 
1. Margarin meja (table margarines) 
Margarin meja (table margarines) terdiri dari: 
a) Soft tube margarines, dengan ciri-ciri sebagai 
berikut: 
- Temperatur emulsi soft tube margarines 
sekitar 95 – 105oF atau 35 – 40,6oC) 
- Berbentuk lembut dan tetap dapat dioles pada 
suhu 5 – 10oC 
- Produk terlalu lembut, sehingga dibungkus 
dalam plastic tube atau plastic cup yang 
dilengkapi dengan pelekat penutup.  
 
b) Stick margarines, dengan ciri-ciri sebagai berikut: 
- Temperatur emulsi stick margarines 
disesuaikan dan diatur di bawah suhu tubuh 
pada 100 – 105oF (37,8 – 40,6 oC) 
- Dapat dioles pada suhu 20 – 25oC 
- Lebih kaku dibanding mentega putih 
(shortening) 
2. Margarin industri (Industrial margarines) 
Margarin industri ini dirancang untuk industri 
roti dan kue. Margarin industri dibuat dari minyak 
nabati yang telah dimurnikan. Aplikasi yang 
direkomendasikan untuk biskuit, industri kue dan 
toko roti. Sedikit lebih keras dibandingkan dengan 
margarin meja dan dipakai  untuk campuran roti 
dan kue. Margarin industri ini harus disimpan 
ditempat yang kering dan dingin atau suhunya sekitar 
30oC. 
3. Puff pastry margarines 
Sangat berbeda dengan margarin meja maupun 
margarin industri. Fungsi puff pastry sebagai 
pelindung antara lapisan – lapisan dari adonan kue. 

OLEORESIN 
 
7.1 PENGERTIAN OLEORESIN 
Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak 
atsiri yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan 
memakai  pelarut organik. Oleoresin merupakan hasil 
ekstraksi dari berbagai jenis rempah. Baik rempah yang 
berasal dari buah, biji, daun, kulit mauppun rimpang, 
seperti jahe, cabe, kapulaga, kunyit, pala, vanili dan kayu 
manis . Oleoresin merupakan bentuk 
ekstraktif rempah yang didalamnya terkandung 
komponenkomponen utama pembentuk perisa yang berupa 
zat-zat voliatil (minyak atsiri) dan non-volatil (resin dan 
gum) yang masingmasing berperan dalam menentukan 
aroma dan rasa 
Oleoresin merupakan campuran fixed oil dan minyak 
atsiri yang diperoleh dengan memakai  pelarut organik. 
Oleoresin merupakan suatu produk olahan dari rempah 
yang biasanya berbentuk pasta pada suhu ruangan dan pada 
suhu yang lebih tinggi berbentuk minyak kental. Oleoresin 
diperoleh dengan cara mengekstrak rempah kering yang 
bermutu baik dengan pelarut organik yang mudah 
 
 
menguap. Bahan pelarut kemudian dipisahkan dari 
oleoresin yang dihasilkan. Oleoresin dan minyak atsiri 
rempah-rempah banyak dipakai  dalam industri 
makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum, pewarna, dan 
lain-lain. misalnya dalam industry pangan banyak 
dipakai  untuk pemberi cita rasa dalam produk-produk 
olahan daging (sosis dan ham), ikan dan hasil laut lainyya, 
roti, kue, pudding, sirup, saus, dan lain-lain 
 
7.2 KARAKTERISTIK OLEORESIN 
Pada biasanya  oleoresin berbentuk cairan pekat, 
semi pekat dan pasta. Aroma oleoresin berbeda-beda 
tergantung dari jenis bahan baku asalnya. Warna oleoresin 
adalah coklat kehijauan sampai coklat kehitaman. 
Rendemen oleoresin didapat dari persentase perbandingan 
hasil akhir oleoresin yang didapatkan dengan jumlah bahan 
awal yang dipakai . 
 
Minyak atsiri menentukan aroma dan flavor 
oleoresin. Kadar minyak atsiri dalam oleoresin yang  
ditetapkan dalam perdagangan internasional minimal 
adalah 15%. Sisa pelarut dalam oleoresin berguna untuk 
pengaplikasian lebih lanjut dalam industri pangan dan 
farmasi. Adanya sisa pelarut akan memengaruhi kualitas 
mutu dari oleoresin, diharapkan pelarut yang tersisa dalam 
jumlah yang kecil.  
Indeks bias berhubungan erat dengan kandungan 
senyawa organik dalam suatu bahan. Analisa indeks bias 
bertujuan untuk menentukan kemurnian oleoresin yang 
dihasilkan. Indeks bias merupakan perbandingan antara 
kecepatan cahaya didalam udara dengan kecepatan cahaya 
didalam oleoresin ini  pada suhu tertentu. Indeks bias 
oleoresin berhubungan erat dengan komponen-komponen 
yang tersusun dalam oleoresin yang dihasilkan. Semakin 
banyak komponen berantai panjang atau komponen 
bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan oleoresin 
akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih 
sukar di biaskan. ini memicu  indeks bias 
oleoresin lebih besar 
 
Berat jenis adalah salah satu karakteristik untuk 
mendapatkan gambaran kemurnian oleoresin yang 
diperoleh. Berat jenis berhubungan dengan komponen 
penyusun fraksi berat yang terkandung didalamnya. 
Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam 
oleoresin maka akan semakin besar pula densitas dari 
oleoresin yang di ekstrak. 
 

 
7.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI 
PROSES EKSTRAKSI 
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dari 
ekstraksi adalah pengadukan, jenis solvent, waktu 
perendaman, ukuran partikel, lama ekstraksi. Oleoresin yang 
dihasilkan dari proses ekstraksi dipengaruhi oleh: (Chalim, 
dkk., 2019) 
1. Jenis pelarut 
Kelarutan suatu bahan dipengaruhi oleh sifat 
polaritas bahan pelarut yang dipakai . Jenis pelarut 
yang biasa dipakai  yaitu etanol, n-heksan, aseton 
dan methanol. Jenis pelarut yang dipakai  harus 
sesuai dengan sifat polaritas bahan yang akan 
diekstrak.  
Solvent harus dipilih yang cukup baik, tidak 
merusak solut atau residu. Solvent yang dipakai  
adalah solvent yang viskositasnya rendah agar 
sirkulasi bebas dapat terjadi. Solvent yang dipakai  
sebagai food extraction biasanya harus memiliki 
prasyarat tertentu. Syarat solvent yang perlu 
diperhatikan dalam ekstraksi oleoresin adalah faktor 
keamanan dan faktor ekonominya, diantaranya adalah 
sebagai berikut:  
- Solvent mempunyai kelarutan yang tinggi pada 
suhu tinggi, dan kelarutan yang rendah pada suhu 
ruang, sebab  untuk evaporasi harus terjadi 
pemisahan antara minyak dan solvent;  
- Toksisitas (tidak beracun saat  diproses);  
- Selektivitas yaitu keefektifan pelarut dalam 
melarutkan zat yang dikehendaki dengan cepat 
dan baik;  
- Mudah menguap;  
- Bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan 
komponen minyak; -  
- Tidak bereaksi dengan peralatan;  
- Low flammability (tidak mudah meledak);  
- Harganya murah. 
 
2. Lama ekstraksi 
 
 
Lamanya waktu ekstraksi memberikan 
kesempatan pelarut untuk berkontak dengan bahan 
baku. Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin 
banyak jumlah oleoresin yang terekstrak. ini 
disebabkan terjadinya pengumpalan ekstrak dalam 
pelarut, bahan ekstrak yang telah bercampur dengan 
pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu 
bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan 
konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagiiain dalam 
bahan ekstraksi ini . 
3. Suhu ekstraksi 
Semakin tinggi suhu ekstraksi maka semakin 
tinggi kelarutan oleoresin dalam etanol. ini 
disebabkan sebab  suhu yang semakin tinggi akan 
membuat ikatan antar sesame molekul menjadi lemah 
sehingga kekompakan dari padatan rendahh yang 
memicu  molekul-molekul bergerak lebih cepat, 
sehingga etanol akan lebih berdifusi dari larutan 
kedalam bahan baku sehingga oleoresin yang ada  
dalam padatan mudah terekstrak dan kesetimbangan 
semakiin cepat tercapai. 
 
4. Ukuran partikel bahan baku 
Ukuran bahan baku dapat memengaruhi hasil 
akhir oleoresin, salah satu tujuan dari penghalusan 
bahan/pengecilan ukuran bahan agar memudahkan 
pelarut mengekstrak bahan baku. Semakin kecil 
ukuran bahan, maka semakin cepat pelarut 
mengekstrak zat yang ada dalam bahan dan semakin 
tinggi rendemen yang dihasilkan. ini disebab kan 
permukaan bahan yang luas sehingga memperbesar 
terjadinya kontak antara partikel bahan dengan pelarut. 
5. Pengadukan  
Dengan pengadukan yang makin kuat, difusi dan 
kecepatan perpindahan massa dari permukaan partikel 
ke dalam larutan akan semakin meningkat, dengan 
adanya pengadukan akan mencegah terjadinya 
endapan 
Mutu oleoresin dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: 
Jenis tanaman dan umur panen,  Perlakuan bahan sebelum 
proses ekstraksi, perlakuan terhadap oleoresin setelah 
ekstraksi, Pengemasan dan penyimpanan.