• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label ternak kambing 9. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ternak kambing 9. Tampilkan semua postingan

ternak kambing 9

 








Penelitian histomorfometri ovarium kambing Peranakan Etawah (PE) telah dilakukan.  Sebanyak 

64 ovarium kiri dan kanan dari kambing PE umur dewasa (12-36 bulan) dan muda (5-12 bulan) diambil 

dari Rumah Potong Hewan Kampung Jawa di Denpasar. Selanjutnya dibuat preparat histologi dan 

diwarnai dengan metode Harris - Hematoksilin Eosin. Hasil penelitian menunjukan struktur histologi 

ovarium terdiri dari lapisan korteks dan medulla. Pada lapisan korteks ditemukan perkembangan folikel 

dan pada lapisan medulla ada  pembuluh darah, jaringan ikat longgar dan saraf. Tidak ada perbedaan 

jumlah folikel pada kambing dewasa dan muda. Tidak ada perbedaan (P>0,05) korteks maupun medulla 

ovarium kanan dan kiri.  Korteks dan medulla ovarium kambing PE dewasa lebih tebal (P<0,05) 

dibandingkan muda. 


Kambing merupakan salah satu hewan 

ternak yang dipelihara di pedesaan dan 

perkotaan, baik di dataran rendah maupun 

dataran tinggi di Indonesia. Populasi 

kambing semakin banyak, ditinjau dari segi 

jenisnya: salah satunya adalah kambing 

peranakan etawah sebagai tipe pedaging 

dan produksi susu ,

Kambing dipelihara dengan kepemilikan 

dua sampai lima ekor Pertumbuhan populasi 

menunjukan angka yang terus meningkat 

sebesar (3,3%)  

Peternakan kambing di Indonesia 

memiliki potensi yang cukup besar untuk 

dikembangkan. Dengan adanya potensi 

ini , memicu peternak untuk beternak 

kambing dengan melakukan peningkatan 

dari segi manajemen pemeliharaan 

terutama pada manajemen reproduksi.  

Peternakan kambing di Bali kebanyakan 

memakai  sistem perkawinan alami 

untuk meningkatkan produksi, sehingga 

peternakan diharuskan memiliki bibit 

unggul baik dari pejantan maupun dari 

betina. 

Pengetahuan tentang reproduksi pada 

kambing khususnya peranakan etawah di 

Bali masih terbatas dan penting diketahui 

oleh peternak karena erat kaitannya dengan 

pengembangan suatu ternak.  Tanpa 

pengetahuan tentang reproduksi maka, 

usaha -usaha  budidaya dan pengembangan 

suatu ternak dipastikan tidak akan berhasil 

Pertimbangan penilaian sistem 

reproduksi adalah menetapkan status 

reproduksi dan mengevaluasi siklus birahi 

hewan.  Penyimpangan atau kelainan 

reproduksi dipredisposisi oleh umur.  

Semakin tua umur hewan, maka kelainan 

reproduksi semakin sering terjadi 

Organ reproduksi kambing jantan dan 

betina berperan penting untuk keberhasilan 

mempertahankan suatu keturunan dan 

keanekaragaman agar tidak punah.  

Kualitas organ reproduksi ditentukan oleh 

struktur dan morfologi yang akan berkaitan 

dengan status fisiologis.  Sifat-sifat 

reproduksinya sangat penting terkait 

dengan dewasa kelamin, tingkah laku 

kawin terutama karakteristik organ 

reproduksi betina.  Informasi ini  

merupakan dasar yang seharusnya 

diketahui dalam usaha  untuk 

mengembangkan dan menghindari 

kepunahan kambing ,

Organ reproduksi kambing betina 

terdiri dari ovarium, tuba fallopi, oviduct, 

uterus, vagina, serviks, vulva, klitoris.  

Salah satu organ reproduksi kambing 

peranakan etawah betina yang sangat 

penting adalah ovarium.  Ovarium 

merupakan organ primer dan sangat 

penting pada betina.  Ovarium sebagai 

kalenjar eksokrin dan endokrin yang 

menghasilkan ovum (sel telur) dan 

mensekresi hormon progesteron dan 

estrogen, dimana hormon ini sangat penting 

dan bertanggung jawab untuk proses 

reproduksi ,

Sejauh ini belum ada kajian 

histomorfometri organ reproduksi 

khususnya ovarium kambing peranakan 

etawah. Sehingga perlu dilakukan 

penelitian yang dapat memberikan 

informasi tentang struktur histologi beserta 

ukurannya. 

 Sampel ovarium yang dipakai  

dalam penelitian ini diambil dari kambing 

peranakan etawah di pemotongan hewan 

Kampung Jawa Denpasar.  Sampel yang 

dipakai  dibedakan atas umur dewasa 

(12-36 bulan), muda (5- 12 bulan)  dan ovarium kanan 

dan kiri. Sehingga seluruh sampel yang 

diambil berjumlah 64. Sampel dimasukan 

ke dalam botol yang berisi larutan formalin 

10% yang telah diberikan label. 

Jenis penelitian yang dilakukan adalah 

jenis penelitian dengan metode deskriptif. 

Rancangan penelitian memakai  

rancangan acak lengkap pola faktorial 

memakai  dua faktor umur (dewasa dan 

muda) dan posisi (kanan dan kiri). 

Penentuan jumlah sampel memakai  

rumus Federer (1977) (n-1)(t-1)>15 

sehingga diperoleh hasil n=16. Hasil 

diperoleh dari pengamatan struktur 

histologi dan pengukuran ketebalan lapisan 

korteks dan medulla ovarium kambing PE. 

Sampel yang telah diambil selanjutnya 

difiksasi ke dalam formalin 10% kemudian 

diproses di Laboratorium Patologi Balai 

Besar Veteriner Denpasar. Metode yang 

dipakai  dalam pembuatan sediaan 

histologi, mengikuti metode yang 

dilakukan Metode 

ini  dilakukan dengan cara: 

memasukan sampel ke dalam aquades I dan 

II kemudian didehidrasi dan diclearing 

dengan satu sesi larutan formalin 10% I, 

formalin 10 % II, formalin 10% III, alkohol 

70%, alkohol 96 %, alkohol absolute I, 

alkohol absolute II, alcohol absolut III, 

xylol I, xylol II, xylol III, toluene I, toluene 

II, toluene III, paraffin cair selama ±23 jam, 

selanjutnya dibloking memakai  alat 

embedding set yang sudah dituangi paraffin 

dan didinginkan selama ± 30 menit di 

dalam lemari es. Lalu diseksioning dengan 

mikrotom setebal ± 3-4 mikron dan 

diletakkan pada objek gelas, sehingga 

jaringan menempel dengan sempurna, 

kemudian dilakukan pewarnaan 

hematoksilin eosin. 

Metode Harris-Hematoksilin Eosin 

melalui cara direndam dalam xylol I, II, III 

masing - masing selama 5 menit, kemudian 

direndam dalam alkohol absolut I dan II 

masing - masing selama 5 menit. Setelah itu 

direndam dalam aquadest selama 1 menit 

lalu direndam dalam Harris-Hematoksilin 

selama 15 menit, kemudian direndam 

dalam aquadest selama 1 menit dan 15 

menit. Setelah itu direndam dalam eosin 

selama 2 menit yang dilanjutkan dengan 

direndam dalam alkohol 96% I selama 3 

menit, alkohol 96% II selama 3 menit, dan 

alkohol absolut III dan IV masing- masing 

selama 3 menit kemudian preparat dibilas 

dengan xylol I dan II masing-masing 

selama 5 menit. Tahapan terakhir yaitu 

memakai  kanada balsam berisi 

entellan sebagai perekat (mounting) dan 

didiamkan hingga kering. 

 

Hasil diperoleh dari pengamatan 

struktur histologi dan pengukuran 

ketebalan lapisan korteks dan medulla. 

Pengamatan struktur histologi 

memakai  zeiss teaching mikroskop, 

pembesaran lensa objektif 10x, 40x, dan 

100x.  Pengukuran histomorfometri 

dilakukan dengan pembesaran 10x dan 

dilakukan pada 5 lapang pandang dan 

dirata-ratakan. 

Data dari struktur histologi dianalisis 

dengan deskriptif kualitatif. Data 

histomorfometri dari tebal lapisan korteks 

dan medulla dianalisis dengan 

memakai  Uji T. 


Hasil pengamatan struktur histologi 

ovarium kambing peranakan etawah 

disajikan pada Gambar 1. Struktur histologi 

ovarium kambing peranakan etawah terdiri 

dari 2 lapisan yaitu lapisan korteks dan 

medulla.

Lapisan korteks berada pada bagian 

lateral banyak ditemukannya berbagai 

tahapan perkembangan folikel, folikel yang 

atresi, folikel yang tumbuh sehat, dan 

corpus albicans. Lapisan medulla yang 

berada pada bagian medial, terdiri dari 

jaringan ikat longgar dan banyak 

ditemukan pembuluh darah dan saraf. 

Ovarium kambing peranakan etawah 

sacara mikroskopik memiliki karakteristik 

histologi dan jumlah folikel dari berbagai 

tahapan perkembangan folikel yang sangat 

dinamis dengan jumlah yang bervariasi. 

Hasil Perhitungan jumlah folikel dari 

berbagai tahapan perkembangan folikel 

ovarium kambing peranakan etawah 

disajikan pada Table 1. 

Tidak ada perbedaaan jumlah folikel 

ovarium kanan dan kiri (P>0.05). Pada 

ovarium dewasa kanan dengan ovarium 

muda kanan tidak menunjukan perbedaan 

yang signifikan (P>0.05), tidak ada 

perbedaan jumlah folikel ovarium dewasa 

kiri dengan ovarium muda kiri (P>0.05).

 

Struktur histologi folikel primer 

(Gambar 2) terdiri dari oosit dikelilingi oleh 

satu atau dua lapis sel granulosa yang 

berbentuk kuboid. Folikel sekunder 

tersusun dari oosit yang dikelilingi dua 

sampai lima lapis atau lebih sel granulosa 

berbentuk kuboid, dengan zona pelusida 

tipis hingga sedikit menebal, dan 

ditemukan sel-sel teka (Gambar 3). 

Struktur histologi folikel tertier terdiri 

dari oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel 

granulosa berbentuk kuboid, terbentuknya 

antrum folikuli sampai semakin membesar, 

zona pelusida menebal, oosit mulai 

bergerak ke bagian tepi hingga di tepi 

(Gambar 4).  

Struktur histologi corpus luteum 

memiliki ciri sel-sel granulosa mengalami 

pembesaran dengan bentuk yang tidak 

beraturan, sel teka mengalami sedikit 

pembesaran dan warna lebih gelap dari sel 

granulosa lutein (Gambar 5). 

Struktur histologi atresi folikel di tandai 

dengan adanya sel-sel granulosa yang 

mengalami piknotis dan luruhnya sel-sel 

granulosa ke bagian antrum (Gambar 6). 

Regresi corpus luteum, menyisakan 

jaringan parut yang disebut corpus albicans 

yang tersusun atas jaringan ikat kolagen 

dengan beberapa jaringan fibroblast 

(Gambar 7). 


 

Gambar 2. Struktur histologi folikel primer kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1), dewasa 

kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel Granulosa, B. Oosit. 

 

Gambar 3. Struktur histologi folikel sekunder kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1), 

dewasa kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel teka B. Sel granulosa C. Oosit 


Gambar 4. Struktur histologi folikel tertier kambing PE (HE, 100x). Dewasa kanan (1), dewasa 

kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A.Sel teka B. Sel granulosa C. Antrum folikuli D. 

Corona radiata E. Zona pelusida F. Oosit. 

 

Gambar 5. Struktur histologi corpus luteum kambing PE (HE, 40x). Dewasa kanan (1) dan 

dewasa kiri (2). Ket: A. Membran basal B. Sel granulosa lutein. 


 

Gambar 6. Struktur histologi atresi folikel kambing PE (HE, 100x). Dewasa kanan (1), dewasa 

kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel teka B. Membran basal C. Sel granulosa D. 

Antrum folikel. 

 

Gambar 7 Struktur histologi corpus albicans kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1), 

dewasa kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Jaringan ikat kolagen B. Fibroblas 


 

Tabel 2. Rataan hasil pengukuran ketebalan korteks dan medulla ovarium kambing peranakan 

etawah  

Lapisan Posisi Dewasa Muda 

Korteks Kanan 3804.94±378.08aa 1239.42±387.77ab 

kiri 3328.81±278.81aa 1073.52±201.16ab 

 

Medulla 

kanan 876.42±51.81xx 685.56±70.48xy 

kiri 694.70±66.65xx 657.61±55.50xy 

Ket: Huruf pertama yang berbeda pada satu kolom menunjukan berbeda nyata (P<0.05), huruf 

pertama yang sama pada satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05). Huruf kedua 

yang berbeda pada satu baris menunjukan berbeda nyata (P<0.05), sedang  huruf kedua yang 

sama pada satu baris menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05). 

Histomorfometri ovarium kambing 

peranakan etawah 

Hasil pengukuran histomorfometri 

ovarium kambing peranakan etawah 

disajikan pada Tabel 2. Tidak ada 

perbedaan ketebalan korteks dan medulla 

ovarium kanan dan kiri (P>0.05). 

sedang  ovarium kambing PE dewasa 

bagian korteks dan medulla lebih tebal 

dibandingkan yang muda(P<0.05). 

Struktur histologi ovarium peranakan 

etawah relatif sama dengan hewan 

ruminansia lainnya seperti sapi dan domba 

 Ovarium kambing 

peranakan etawah terdiri dari dua lapisan 

yaitu korteks dan medulla. Pada lapisan 

korteks banyak ditemukan folikel, 

sedang  lapisan medulla ditemukan 

pembuluh darah dan jaringan ikat longgar. 

Ovarium kambing PE kiri dan kanan 

mempunyai ketebalan yang sama. 

Ketebalan ovarium kiri tidak berbeda 

dengan yang kanan tetapi, pada yang 

dewasa lebih tebal dibandingkan dengan 

yang muda (P<0,05)   Hal ini 

dikarenakan inervasi saraf dan pembuluh 

darah ke ovarium kanan dan kiri sama. 

Hasil penelitian berbeda ditemukan pada 

sapi aceh dimana ovarium kanan lebih 

besar dibandingkan yang kiri,, hal ini disebabkan karena aktivitas 

ovarium kanan dan kiri berbeda. Ketebalan 

korteks dan medulla pada kambing PE 

dewasa dengan yang muda ditemukan 

perbedaan yang nyata (P<0.05). Hal ini 

disebabkan besarnya ukuran ovarium 

berkolerasi dengan umur dan ukuran tubuh 

ternak. Perbedaan ukuran ovarium dapat 

juga disebabkan umur dewasa dan sudah 

pernah melahirkan,

Semakin besar ukuran ovarium maka 

semakin besar aktivitasnya, hal ini 

disebabkan sekresi hormon estrogen dan 

progesterone yang mempunyai peranan 

besar pada siklus estrus. Bertambahnya 

umur dan jumlah anak yang dilahirkan, 

tahapan siklus reproduksi, spesies akan 

berpengaruh terhadap ukuran dan berat 

ovarium.  

Jumlah folikel yang tumbuh pada 

ovarium kambing PE umur dewasa dan 

muda tidak menunjukan perbedaan 

(P>0.05). Hal ini disebabkan kambing 

muda umur 5-12 bulan sudah memasuki 

dewasa kelamin ,Struktur histologi ovarium kambing 

PE yang diamati melalui perkembangan 

folikel ditunjukan adanya folikel primordial 

yang terdiri dari oosit dilapisi satu sel 

granulosa dari berbentuk transisi antara 

pipih dan kuboid hingga berbentuk pipih 

. Folikel primordial 

berkembang ditandai dengan adanya 

perubahan dari satu lapis sel granulosa 

berbentuk pipih menjadi oosit dikelilingi 

satu sampai dua lapis sel granulosa 

berbentuk kuboid pada tahap ini disebut 

folikel primer (Gambar 2) 

Folikel primer berkembang menjadi 

folikel sekunder yang ditandai dengan 

adanya dua sampai lima lapis sel granulosa, 

bertambahnya diameter folikel, dan adanya 

zona pelusida, dimana zona pelusida 

merupakan suatu glikoprotein yang 

disekresikan oleh oosit dan sel granulosa 

(Gambar 3) ,Folikel 

sekunder (folikel preantral) berkembang 

menjadi folikel tertier yang ditandai dengan 

adanya lima sampai lebih sel granulosa 

berbentuk kuboid, zona pelusida semakin 

menebal, memiliki antrum folikuli dan sel 

theca (Gambar 4) z

Pada tahapan selanjutnya antrum folikuli 

semakin membesar sehingga oosit terdesak 

ke pinggir dan dinding folikel semakin 

menipis kemudian menjadi stigma yang 

akan robek saat ovulasi ,Pada ovarium dewasa ditemukan 

corpus luteum sedang  pada ovarium 

muda tidak, hal ini disebabkan karena 

perbedaan fase antara fase luteal dengan 

folikuler, yang disebabkan semakin dewasa 

umur ternak maka semakin optimal fungsi 

organ reproduksi ,

Pada ovarium kambing PE juga 

ditemukan atresi folikel yang ditandai 

adanya sel-sel granulosa yang mengalami 

piknotis dan luruhnya sel granulosa ke 

antrum folikuli (Gambar 6). Atresi folikel 

terjadi akibat kelebihan proses metabolik 

pada folikel, dimana hasil metabolik yang 

berlebihan akan bersifat racun pada sel-sel 

folikel yang menyebabkan kematian sel-sel 

folikel dan tidak dapat berkembang 

Tidak ada perbedaan jumlah folikel 

kanan dan kiri (P>0,05), tetapi jumlahnya 

sangat bervariasi. Hal ini disebabkan 

aktivitas ovarium kanan dan kiri sama 

 Distribusi 

perkembangan setiap folikel pada ovarium 

tidak sama, folikel primer banyak 

ditemukan pada bagian korteks ovarium, 

sedang  untuk folikel sekunder 

berkembang kearah medulla. sedang  

folikel tertier kembali mengarah ke korteks, 

karena ada  oosit yang hampir matang 

yang nantinya akan siap di ovulasi. 

Keadaan ini sama ditemukan pada kancil 


Struktur histologi ovarium kambing 

peranakan etawah terdiri atas dua lapisan 

yaitu korteks dan medulla, dengan tahapan 

perkembangan, folikel primer, folikel 

sekunder, foliker tertier, corpus luteum, 

atresi folikel dan corpus albicans. Medulla 

terdiri dari jaringan ikat longgar dan banyak 

ditemukan pembuluh darah dan saraf. 

Tidak ada perbedaan (P>0.05)Pketebalan 

korteks dan medulla ovarium kanan dan 

kiri. Ketebalan korteks dan medulla 

kambing Peranakan Etawah dewasa lebih 

tebal (P<0.05) dibandingkan dengan yang 

muda 

 


Produktivitas kambing sangat 
dipengaruhi oleh daya reproduksi yang 
dipengaruhi oleh efisiensi reproduksi. 
Salah satu faktor yang mempengaruhi 
efesiensi reproduksi adalah lamanya 
siklus reproduksi, yang meliputi tahap  
birahi, fertilisasi, kebuntingan, dan 
diakhiri dengan kelahiran. tahap  birahi 
merupakan tahap  yang harus 
diperhatikan, karena ini menjadi proses 
awal dari siklus reproduksi. bila  tahap  
birahi mengalami gangguan, maka akan 
terjadi keterlambatan dalam keseluruhan 
siklus reproduksi. tahap  birahi yang baik 
akan menunjukkan gejala yang jelas 
dengan siklus yang normal dan teratur 
Satu siklus birahi terbagi menjadi 
empat tahap , yaitu: proestrus, estrus, 
metestrus, dan diestrus , siklus 
birahi dibedakan menjadi dua tahap  yaitu 
tahap  folikular, yaitu masa perkembangan 
folikel mulai dari folikel primer, 
sekunder, tersier sampai folikel de Graaf 
(tahap  ini meliputi proestrus dan estrus). 
tahap  luteal yaitu tahap  setelah terjadinya 
ovulasi hingga terbentuk dan 
berfungsinya korpus luteum (tahap  ini 
meliputi metestrus dan diestrus). 
Kambing betina yang sedang birahi 
akan memperlihatkan gejala diantaranya 
selalu gelisah, mengembik terus, 
mengibas-kibaskan ekornya, vulva 
membengkak, dan keluar lendir dari 
vagina, dan terkadang muncul perilaku 
menaiki temannya ,
Namun tanda-tanda ini  tidak 
selalu muncul dengan jelas pada saat 
kambing birahi. Terkadang kambing 
mengalami kondisi anestrus, yaitu tidak 
tampaknya tanda-tanda birahi. Kondisi 
silent estrus, subestrus, hipoestrus semua 
menunjukkan tingkat kelemahan tanda-
tanda estrus, yang mengakibatkan 
perpanjangan jarak antar dua kelahiran 
anak. Hal ini yang menjadi salah satu 
sebab rendahnya efisiensi reproduksi 
Kondisi birahi yang baik yang 
ditandai dengan munculnya gejala yang 
jelas dengan siklus yang normal, sangat 
dipengaruhi oleh keseimbangan 
hormon-hormon reproduksi dan secara 
tidak langsung juga dipegaruhi oleh 
kadar hemoglobin kambing ini . 
Sesuai dengan pendapat McDowell 
(1972) bahwa pada seekor sapi betina 
kadar hemoglobin dibawah 9,8 g/100 
ml darah menyebabkan tidak timbulnya 
gejala birahi dan perkawinan berulang. 
Sapi betina dengan kadar hemoglobin 
10,6 gm/100 ml darah akan 
menunjukkan penampilan reproduksi 
yang normal, tetapi sapi betina dengan 
kadar hemoglobin kurang 9,0 g/100 ml 
darah tidak menunjukkan tanda-tanda 
birahi ,
Hemoglobin adalah molekul yang 
sangat komplek, yang terbentuk dari 
empat molekul heme yang 
berkombinasi dengan satu molekul 
globin ,Hemoglobin merupakan protein 
heme yang mengandung besi serta 
mempunyai peranan penting dalam 
fisiologi vertebrata hemoglobin adalah senyawa 
protein komplek yang terdiri dari zat 
besi (C3032 H4816 O872 N780 S8 Fe4) yang 
mempunyai ikatan kuat dengan oksigen 
dan membentuk oksihemglobin.  
() menyatakan bahwa hemoglobin 
adalah protein yang kaya akan zat besi 
dan memiliki afinitas (daya gabung) 
dengan oksigen untuk membentuk 
oksihemoglobin didalam sel darah 
merah, dimana melalui fungsi ini maka 
oksigen dibawa dari paru-paru ke 
jaringan jaringan. 
Hemoglobin pada vertebrata melalukan 
2 fungsi pengangkutan penting (1) 
pengangkutan oksigen, dan (2) 
pengangkutan karbondioksida dan 
berbagai proton dari jaringan ke organ 
respirasi, selanjutnya diekresi keluar 
ternak 
didaerah tropis sering mengalami kadar 
hemoglobin yang rendah, kemungkinan 
disebabkan karena kekurangan mineral, 
adanya parasit, dan juga karena stres 
yang disebabkan oleh panas. Padahal 
hemoglobin yang rendah bisa menjadi 
faktor yang menentukan tingkat 
reproduksi ternak didaerah tropis. 
Berdasarkan hal ini  perlu 
kiranya dilakukan identifikasi terhadap 
kadar hemoglobin darah kambing betina 
yang normal pada saat birahi, sehingga 
bisa memperlihatkan gejala birahi yang 
jelas dengan siklus yang normal dan 
teratur. 
Bahan dan Metode  
Materi yang digunakan dalam penelitian 
ini adalah 10 ekor kambing PE 
(Peranakan Etawa) betina, dengan berat 
badan 40,05 ± 2,67 kg. Pakan yang 
diberikan berupa hijauan (rumput 
Gajah) sebanyak 5 kg/ekor/ hari atau 
setara dengan 0,72 kg BK. Total pakan 
yang diberikan adalah 1,77 kg BK, yaitu 
sekitar 4  dari bobot badan kambing. 
Bahan yang digunakan dalam penelitian 
ini antara lain PGF2α (merek Glandin 
N buatan Lohlann Animal Health) yang 
mengandung 5 mg dinprost/1 ml, 
alkohol, kapas, es batu, label, HCl 0,1 
N, aquadestilata, air. Alat-alat yang 
digunakan antara lain: Spuit, vacutainer 
yang sudah diberi 0,5 g anti koagulan 
EDTA (ethylene diamin tetra acetic acid), 
Hemoglobinometer (yang terdiri dari 
tabung sahli, pipet sahli, standart warna 
sahli), gelas ukur, pipet tetes, tali. 
Penelitian dilaksanakan dengan metode 
studi kasus, yaitu cara pemecahan 
masalah yang dilakukan secara intensif, 
terperinci, mendalam terhadap suatu 
objek atau gejala tertentu . Pengambilan sampel dilakukan 
dengan purposive sampling, dimana 
pemilihan sampel didasarkan pada 
kriteria-kriteria, antara lain: pernah 
beranak, bobot badan antara 35-45 kg, 
tidak dalam kondisi birahi atau bunting, 
dipelihara secara intensif (terisolasi dari 
pejantan). Dalam penelitian ini untuk 
materi kontrol digunakan pendekatan 
literatur. Agar terjadi berahi secara 
bersamaan maka dilakukan sinkronisasi 
birahi dengan penyuntikan PGF2α 
secara intra muscular (im), yang diberikan 
2 kali dengan selang 11 hari atau hari 
ke-12 setelah penyuntikan pertama, hal 
ini sesuai dengan laporan Tambing et 
al.(2001). Untuk analisis kadar 
hemoglobin darah memakai  
metoda Sahli. Parameter penelitian 
meliputi: (1). Kadar hemoglobin darah, 
(2) Gejala birahi dan (3) Siklus birahi. 
Data yang diperoleh berupa kadar 
hemoglobin darah dihitung rata-rata dan 
standart deviasi, dan kemudian dianalisis 
secara deskriptif. 
Hasil dan Pembahasan 
Kadar hemoglobin darah 
Dari hasil analisis kadar hemoglobin 
dalam darah kambing betina adalah 
antara 11,30 – 12,20 g/100 ml. Kadar 
hemoglobin ini termasuk dalam kategori 
normal. Sesuai dengan pendapat 
Siegmund (1979) bahwa kadar 
hemoglobin dalam darah kambing yang 
normal adalah 8-14 g/100 ml darah. 
Kadar hemoglogin dalam darah sangat 
dipengaruhi oleh pakan dan juga 
lingkungan. Kadar hemoglobin yang 
rendah, kemungkinan disebabkan 
karena kekurangan mineral, adanya 
parasit, dan juga karena stress yang 
disebabkan oleh panas . Kekurangan zat besi, vitamin E, 
dan vitamin B6 dalam pakan dapat 
menyebabkan penurunan produksi 
hemoglobin  Kadar 
hemoglobin dalam darah antara 11,30 – 
12,20 g/100 ml (normal), dapat 
diartikan bahwa kambing ini  
dalam kondisi yang sehat. Hal ini 
dipengaruhi oleh pakan yang diberikan 
secara rasional, yaitu sudah memenuhi 
kebutuhan nutrisi kambing baik secara 
kualitas maupun secara kuantitas, 
terutama sudah memenuhi kebutuhan 
protein dan mineral (besi) yang sangat 
dibutuhkan dalam pembentukan sel 
darah merah dan hemoglobin dalam 
sumsum tulang. Selain itu lingkungan 
yang serasi dan tidak adanya ganggunan 
parasit (seperti cacing dan caplak), serta 
ketinggian tempat juga mempengaruhi 
kadar hemoglobin. Semakin tinggi 
tempat maka kandungan oksigen 
semakin sedikit, sehingga dibutuhkan 
produksi hemoglobin oleh sumsun 
tulang yang lebih banyak untuk 
memenuhi kebutuhan oksigen jaringan 
Pada penelitian ini kambing yang 
digunakan sebagai sampel berada pada 
ketinggian ± 500 m dpl. Hasil 
pengamatan tanda-tanda birahi setelah 
perlakuan sinkronisasi birahi dengan 
penyuntikan PGF-2α tertuang dalam 
Tabel 1, sedangkan hasil analisis kadar 
hemoglobin darah kambing PE betina 
dalam kondisi birahi disajikan dalam 
Tabel 2. 
Gejala birahi 
Kambing PE betina dengan kadar 
hemoglobin 11,30 –12,20 g/100 ml 
darah pada saat birahi, ternyata mampu 
menunjukkan gejala birahi yang jelas. 
Gejala yang muncul antara lain gelisah, 
mengembik terus, mengibas-kibaskan 
ekornya, vulva membengkak, dan keluar 
lendir dari vagina. Gejala birahi pada 
kambing sangat dipengaruhi oleh 
keseimbangan hormon-hormon 
reproduksi, khususnya kandungan 
estrogen dalam darah yang dihasilkan 
oleh folikel yang berkembang didalam 
ovarium. Hormon estrogen paling 
banyak diproduksi oleh kelenjar 
ovarium, sehingga kadar estrogen dalam 
darah dipengaruhi oleh aktifitas 
fisiologis dalam ovarium. bila  
aktifitas fisiologis ovarium terganggu 
maka akan mempengaruhi produksi 
hormon estrogen, yang berdampak pada 
rendahnya kadar estrogen dalam darah. 
Hal ini yang dapat mengakibatkan tidak 
munculnya tanda-tanda dan tingkah 
laku birahi.  
 

Aktifitas fisiologis ovarium ini sangat 
dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen 
dalam jaringan ovarium, dimana oksigen 
adalah suatu unsur yang selalu 
dibutuhkan oleh sel dalam metabolisme 
dalam sel , Sehingga 
oksigen harus selalu tersedia untuk 
seluruh jaringan tubuh. bila  kadar 
hemoglobin dalam darah normal, maka 
oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan 
(termasuk ovarium) akan terpenuhi, 
sehingga aktifitas fisiologis akan berjalan 
dengan baik, termasuk dalam 
memproduksi estrogen. Ketersediaan 
oksigen dalam jaringan (ovarium) ini 
dipengaruhi oleh kadar hemoglobin 
darah dimana fungsi dari hemoglobin 
adalah mengangkut oksigen dari paru-
paru keseluruhan jaringan 
 
Siklus birahi 
Dalam penelitian ini siklus birahi dari 
kambing PE betina dengan kadar 
hemoglobin darah 11,30 – 12,20 g/100 
ml adalah 20 hari dan ini termasuk 
dalam kategori normal, sesuai dengan 
pendapat bahwa kambing 
akan mengalami birahi setiap selang 
waktu 18-22 hari. Panjang siklus birahi 
dipengaruhi oleh lama waktu dari tiap 
tahap  birahi yang meliputi proestrus, 
estrus, metestrus dan diestrus. 
  
Dari hasil penelitian ini dapat 
disimpulkan bahwa kadar hemoglobin 
dalam darah kambing PE betina pada 
saat birahi adalah 11,30-12,20 g/100 ml 
darah, dimana kambing dengan kadar 
hemoglobin ini  mampu 
menunjukkan gejala birahi yang jelas 
dengan jarak antar birahi (siklus birahi) 
yang normal yaitu 20 hari. Untuk 
mengetahui status kesehatan ternak 
kambing dan juga untuk memperkirakan 
penampilan reproduksiya khususnya 
pada tahap  birahi, dapat dilakukan 
dengan mengetahui kadar hemoglobin 
dalam darah kambing ini . bila  
terjadi kadar hemoglobin di bawah 
normal, maka dianjurkan untuk 
diberikan pakan yang lebih rasional, 
pengendalian terhadap parasit yang 
kemungkinan menjadi penyebab 
rendahnya kadar hemoglobin dan 
menciptakan lingkungan yang serasi 
pada kambing.