• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label pisang kepok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pisang kepok. Tampilkan semua postingan

pisang kepok









Pisang merupakan salah satu tanaman 
pangan hortikultura yang banyak di 
budidayakan dinegara kita .  Tanaman daerah 
tropis ini tidak memerlukan persyaratan 
khusus, agar dapat tumbuh dan berproduksi 
dengan baik, asal tanahnya tidak tergenang air 
atau berbatu-batu yang bisa mempengaruhi 
perkembangan akar, sehingga dapat 
menurunkan produksi tanaman. Dinegara kita  
ada  berbagai macam varietas pisang, 
namun di Provinsi Kalimantan Timur yang 
banyak dan disenangi warga  yaitu pisang 
kepok kuning yang menjadi Primadona 
Kaltim, sebab  dapat cepat mengenyangkan 
disebabkan kandungan karbohidratnya yang 
tinggi, rasanya pun enak  terlebih lagi bila 
sudah matang. Buah pisang dapat dipakai   
sebagai makanan substitusi  bagi  yang  sedang  
diet  lemak  sebab   kadar  kolesterolnya  yang  
sangat  rendah ,
Selain  sebagai produk pangan untuk  
memenuhi kebutuhan warga ,  juga sebagai 
salah satu  komoditi hortikultura  yang 
dipasarkan warga   ke  luar  provinsi 
Kalimantan Timur antara lain: Pulau  Jawa,  
Sulawesi, Kalimantan Selatan. Dengan 
demikian merupakan sumber  pendapatan  
(Income)  tambahan   bagi  warga   
terutama  petani,  selain  produk pertanian 
lainnya. Namun keadaan ini tidak 
berkepanjangan, sebab  pada tahun 2000, 
kebun pisang  warga   Kaltim  terserang  
penyakit  layu,  sehingga  walaupun  
berproduksi namun  buahnya  tidak  dapat  
dikonsumsi  sebab   bagian  dalam  buah  
busuk  dan  berwarna  hitam, tampaknya  
warna  ini   mulai  berkembang  dari akar  
ke  tengah  batang  sampai ke  titik tumbuh dan 
buah.  Baru kurang lebih lima tahun akhir ini 
serangan mulai sedikit berkurang. Namun 
serangan penyakit ini belum punah sama 
sekali, walaupun para ahli proteksi tanaman 
telah berusaha  mengatasinya. Oleh sebab   itu, 
perlu  dicari alternatif lain untuk mengatasi 
penyakit yang sangat merugikan 
perekonomian warga  tani ini, dengan 
memakai  bibit tanaman yang bebas 
penyakit. 
Teknologi kultur jaringan merupakan 
salah satu dimensi baru yang dapat ditempuh 
untuk mengatasi penyakit ini , sebab  
melalui metode ini dapat diperoleh bibit 
tanaman pisang yang bebas penyakit, 
pertumbuhannya seragam sehingga panen pun 
dapat serempak. Penggunaan metode ini tidak 
memerlukan tempat yang luas, cukup hanya 
dibotol-botol kultur dalam laboratorium kultur 
jaringan dengan media tumbuh dilengkapi zat 
pengatur tumbuh dan lingkungan yang steril ,
Bila bahan tanaman (eksplan) 
yang diregenerasikan cocok tumbuhnya 
dengan media tumbuh, maka sesudah  beberapa 
waktu akan tumbuh plantlet yang yang akan 
menjadi bibit tanaman yang bebas penyakit. 
sesudah  beberapa subkultur (pindah tanam ke 
media  baru),  plantlet  siap  diaklimatisasi  
(adaptasi  plantlet  dengan  lingkungan  luar).  
Bila tumbuhnya  sehat  dan  tegar  dapat  
dipindahkan ke  lapangan  sampai  
berproduksi.  Sewaktu tumbuh di lapangan 
perlu pemeliharaan yang intensif dengan 
memperhatikan sanitasi dan proteksi tanaman 
sampai panen. Pada penelitian yang akan 
dilaksanakan nanti, akan ditindak lanjuti 
dengan pengolahan hasil pasca panen selain 
buah juga bonggolnya  menjadi produk olahan  
yang  bernilai  ekonomis  tinggi,   sehingga  
memberikan  nilai  tambah  bagi  yang 
mengusahakannya. Dengan demikian 
penelitian ini lengkap mulai produksi bahan 
tanaman (industri hulu) ke produksi makanan 
jadi (industri hilir). 
 Sebelum adanya wabah serangan 
penyakit layu pada pisang di Kaltim, pernah di 
lakukan penanaman pisang ambon di lapangan 
asal bibit kultur jaringan, hasilnya cukup baik 
tidak ada  serangan  penyakit. Keadaan ini 
membuktikan bahwa pisang asal bibit kultur 
jaringan ini tahan penyakit.  Oleh sebab  itu, 
sekarang dicoba lagi untuk meneliti pada 
varietas lain yaitu kepok kuning yang 
tampaknya rentan terhadap penyakit layu, 
sebab  walaupun pada species tanaman yang 
sama, namun bila  varietasnya berbeda, 
berbeda pula keperluan formula media untuk 
induksi regenerasi bahan tanaman (eksplan) 
menjadi plantlet (tanaman mini) di media 
kultur, demikian pula daya tahannya terhadap 
serangan hama dan penyakit di lapangan. 
Keadaan ini sebab  masing-masing varietas 
mempunyai jalur biokimia internalnya yang 
berbeda. 
Tujuan penelitian yaitu : 
1. Untuk  menemukan  formula  induksi  
regenerasi  eksplan  (bahan  tanaman)  
menjadi plantlet pisang  (tanaman mini di 
lab kultur jaringan) yang kemudian menjadi 
bibit pisang  bebas  penyakit  sesudah   proses  
aklimatisasi (adaptasi ke  lingkungan  luar)  
di nurseri. (tahun ke 1) 
2. Untuk memperoleh kuantitas dan kualitas 
hasil panen yang tinggi, sesudah  bibit dari 
nurseri dipindah tanam di lapangan sampai 
panen. (tahun ke 2) 
3. Mengolah hasil pasca panen buah dan 
bonggolnya menjadi bermacam-macam 
produk olahan yang bernilai ekonomis 
tinggi dan digemari warga . (tahun ke 
3) 
 
Tempat dan Waktu Penelitian 
Penelitian dilaksanakan secara bertahap 
dan berkesinambungan dalam waktu tiga 
tahun.  Tahun pertama yaitu  untuk 
menentukan formula induksi regenerasi 
eksplan (bahan tanaman) pisang kepok kuning 
menjadi plantlet (bibit tanaman lengkap mini) 
yang terbanyak dan bebas penyakit di 
laboratorium kultur jaringan.  Penelitian  
dilaksanakan  di  laboratorium  kultur  jaringan  
dan  para-para  FakultasPertanian Universitas 
Mulawarman Samarinda, yang dimulai bulan 
Maret sampai November2015. 
Bahan dan Alat. 
Bahan yang diperlukan berupa: inti dari 
bonggol pisang yang sehat dan tegar tidak 
terkontaminasi penyakit dan hama, alkohol 
(95%dan 70 %), spiritus, medium Murashige 
dan Skoog, aquades, kapas, tissue, detergen, 
Clorox atau bayclin, tween 20, vitamin C atau 
ascorbic acid, antibiotic amoxylin, korek api, 
dan karet gelang. 
Alat yang diperlukan berupa: Laminar 
air flow cabinet, erlenmeyer, cawan petridish, 
gelas ukur, gelas piala, botol kultur, waskom, 
pinset, scalpel, lampu bunsen, pisau, autoklaf, 
pH meter, timbangan analitik, kompor listrik, 
dan pipet. 
 
Rancangan Percobaan dan Rancangan 
Perlakuan 
Rancangan yang dipakai  dalam 
penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap 
dengan 9 kombinasi perlakuan yang diulang 
10 x, sehingga ada  90 populasi (botol 
kultur), yaitu : 
Perlakuan 1 = 2,5 ppm BAP + 0 ppm IBA  
Perlakuan 2 = 2,5 ppm BAP + 1,0 ppm IBA  
Perlakuan 3 = 2,5 ppm BAP + 2,0 ppm IBA  
Perlakuan 4 = 5 ppm BAP + 0 ppm IBA  
Perlakuan 5 = 5 ppm BAP + 1,0 ppm IBA  
Perlakuan 6 = 5 ppm BAP + 2,0 ppm IBA  
Perlakuan 7 =  10 ppm BAP + 0 ppm IBA  
Perlakuan 8 =  10 ppm BAP + 1,0 ppm IBA  
Perlakuan 9 =  10 ppm BAP + 2,0 ppm IBA 
 
Pelaksanaan Penelitian 
1. Persiapan : persiapan pembuatan medium 
regenerasi, sterilisasi medium, sterilisasi 
alat logam dan gelas, sterilisasi aquades dan 
mempersiapkan eksplan (bahan tanaman). 
Sterilisasi medium dilakukan di dalam 
autoklaf  dengan temperatur 121°C dengan 
tekanan 15 psi dalam 30 menit, sedangkan 
untuk sterilisasi alat dan aquades selama 60 
menit. 
2. Sterilisasi eksplan dan inokulasi 
(penanaman eksplan pada medium tumbuh 
di botol-botol kultur) 
3. Pemeliharaan : pengendalian lingkungan 
dari kontaminasi mikrobia , dengan 
menyemprotkan alkohol 70 % sekali 
sehari, disekitar botol – botol kultur yang 
berisi eksplan. 
 
Pengambilan Data 
Pengamatan dan pengumpulan data 
dilakukan pada seleksi daya regenerasi 
eksplan tentang pengaruh perlakukan 
kombinasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) BAP 
dan IBA terhadap pertumbuhan dan 
perkembangan eksplan kepok kuning dalam 
media kultur baik secara kuantitatif maupun 
kualitatif. 
1. Kuantitatif meliputi : 
Jumlah eksplan yang membengkak, jumlah 
eksplan yang merekah, kecepatan 
pembentukan kalus, kecepatan 
pembentukan tunas, jumlah tunas, 
kecepatan pembentukan akar. 
2. Kualitatif meliputi : 
Warna kalus dan struktur kalus 
Pengamatan ini  diatas dilakukan 
seminggu sekali, sedangkan perhitungan 
jumlah tunas pada akhir penelitian. 
 
Aklimatisasi  
 “Plantlet” yang tegar dan sehat 
dipindahkan ke lapangan (pot tumbuh) namun 
sebelum diadaptasikan terlebih dahulu pada 
media tumbuh yang faktor lingkungan 
tumbuhnya terkendali, baik intensitas cahaya 
maupun kelembabannya.  
 “Planlet” dikeluarkan dari kultur kemudian dicuci bersih, selanjutnya ditanam pada pot  
Plastik yang berisi media tumbuh campuran 
tanah; kompos; pasir = 1: 1 :1, yang telah 
disterilkan. Planlet yang telah ditanam, 
disemprot dengan aquades steril dan diberi 
pupuk gandasil seminggu sekali, kemudian pot 
disungkup dengan sungkup plastik untuk 
mengurangi penguapan, kemudian pot 
diletakan di bawah naungan untuk mencegah 
serangan penyakit dilakukan penyemprotan 
dithane M-45 1 gram/liter. sesudah  bibit 
berumur dua minggu diaklimatisasi, sungkup 
plastik dibuka 1 jam per hari, semakin lama 
waktu pembukaan sungkup ditambah, 
perlakuan ini berlangsung sampai bibit mampu 
tumbuh dengan baik tanpa diberi sungkup lagi. 
 
Pertumbuhan dan perkembangan 
Eksplan Pisang Dalam Media Kultur yang 
diberi kombinasi perlakuan ZPT BAP dan 
IBA. 
Pembengkakan 
sesudah  bahan tanaman (eksplan) pisang 
yang berupa titik tumbuh ditanam 
(diinokulasi) pada media tumbuh komposisi 
Murashige dan Skoog (MS) yang dilengkapi 
perlakuan beberapa, kombinasi ZPT sitokinin 
berupa Benzyl Amino Purine (BAP) untuk 
menginokulasi pertunasan dan auksin berupa 
Indole Butyric Acid (IBA) untuk menginduksi 
perakaran maka Eksplan ini  sesudah  3 
(tiga) hari kemudian mulai menunjukkan 
pembengkakan sebab  imbibisi air dari media 
tumbuh, pembengkakan ini diamati terus 
seminggu sekali, seperti terlihat pada Tabel 1 
dibawah ini. 
 
Tabel 1. Rata-Rata Persentase Tumbuh Eksplan Pisang Yang Membengkak Pada Umur 3, 10, 17, 
dan 24 Hari sesudah  Tanam (%)  
Kombinas Perlakuan Konsentrasi  ZPT Pembengkakan ( % ) 
3 HST 10 SHT 17 HST 24 HST 
I.    BAP 2,5 ppm + IBA 0 ppm 30 40 60 100 
II.    BAP 2,5 ppm  + IBA 1,0 ppm 30 40 50 100 
III.    BAP 2,5 ppm + IBA 2,0 ppm 20 20 50 100 
IV.    BAP 5,0 Ppm + IBA 0 ppm 30 30 60 90 
V.    BAP 5,0 ppm +  IBA 1,0 ppm 20 20 40 90 
VI.    BAP 5,0 ppm + IBA 2,0 ppm 20 20 50 90 
VII.    BAP 10,0 ppm + IBA 0 ppm 20 30 80 90 
VIII. BAP 10,0 ppm + IBA 1,0 ppm 30 30 70 90 
IX.    BAP 10,0 ppm + IBA 2,0 ppm 30 40 70 90 
  
Dari Tabel 1 tampak bahwa mulai umur 
3 (tiga) HST eksplan yang diinokulasi pada 
media kultur mengalami pembengkakan 
sebab  telah menyerap air dan nutrisi dari 
media tumbuh sebagaimana biji yang 
berkecambah, sesuai yang dinyatakan 
Dwijosaputro (1989),  biji yang berkecambah 
akan memulai aktifitas tumbuhnya dengan 
pembengkakan sesudah  imbibisi air sebelum 
proses perkecambahan lebih lanjut.  
Eksplan pisang yang diinokulasi pada 9 
(sembilan) perlakuan kombinasi konsentrasi 
ZPT menunjukkan respon pembengkakan 
yang bervariasi, pada umur 3 HST yaitu 20 s/d 
30%, semakin lama semakin meningkat. Pada 
umur 10 HST yaitu 20 s/d 40%, pada umur 17 
HST yaitu 40 s/d 50%, sedangkan pada umur 
24 HST hampir semua eksplan mampu 
membengkak yaitu 90 s/d 100%. Hal ini 
menunjukkan bahwa sel-sel penyusun eksplan 
masih hidup, walaupun telah diperlakukan 
sterilisasi dengan bahan kimia, untuk 
menghambat atau mematikan mikroba yang 
berasal dari lapangan.Eksplan yang 
mengalami pembengkakan dapat dilihat pada 
Gambar 2. 
                                                  pemekaran 
   
Perkembangan pembengkakan eksplan 
yang diinokulasi dalam media kultur mulai 
dari 3, 10, 17, dan 24  HST dari 9 (Sembilan) 
kombinasi zpt BAP dan IBA dapat dilihat pada 
gambar 3. 
 
Merekah 
 Pada pertumbuhan yang lebih lanjut 
dari eksplan pisang yang diinokulasi pada 
perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT BAP 
dan IBA eksplan tampak mulai mengalami 
pemekaran (merekah) sebab  titik tumbuh 
pada inti bonggol  pisang ini sesuai dengan 
bentuk morfologinya  dilindungi oleh kelopak-
kelopak, sehingga sesudah  mengalami 
pembengkakan sebab  imbibisi air media 
tumbuh, proses lebih lanjut akan merekah. 
Persentase kemampuan merekah ini bisa 
dillihat pada Tabel 2. 
 
Tabel 2. Rata-Rata Persentase Eksplan Pisang Yang Merekah Pada Umur 31 HST, 38 HST, 45 
HST, dan 52 HST.sesudah  Diinokulasi Dalam Media Kultur MS yang Dilengkapi Berbagai 
Perlakukan Kombinasi Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh BAP dan IBA (%). 
Kombinasi perlakuan konsentrasi ZPT Merekah ( % ) 35 HST 38 HST 45 HST 52 HST 
I.   BAP 2,5 ppm + IBA 0 ppm 20 30 60 100 
II.   BAP 2,5 ppm  + IBA 1,0 ppm 20 20 60 100 
III.   BAP 2,5 ppm + IBA 2,0 ppm 20 40 50 100 
IV.   BAP 5,0 Ppm + IBA 0 ppm 20 40 50 100 
V.   BAP 5,0 ppm +  IBA 1,0 ppm 20 40 60 100 
VI.   BAP 5,0 ppm + IBA 2,0 ppm 20 30 60 100 
VII.   BAP 10,0 ppm + IBA 0 ppm 30 50 80 100 
VIII. BAP 10,0 ppm + IBA 1,0 ppm 30 50 70 100 
IX.   BAP 10,0 ppm + IBA 2,0 ppm 30 50 60 100 
 
Dari tabel 2 tampak bahwa eksplan 
pisang yang diinokulasi pada berbagai 
perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT, 
mengalami perubahan morfologi yang lebih 
lanjut akibat proses imbibisi air media tumbuh. 
Sama halnya dengan persentase kemampuan 

pembengkakan, maka persentase merekah pun 
bervariasi sebagai responnya terhadap 
perlakuan.Pada umur 31 HST yaitu 20 s/d 
30%, semakin lama semakin meningkat. Pada 
umur 38 HST yaitu 30 s/d 50%, pada umur 45 
HST yaitu 50 s/d 80%. Sedangkan pada umur 
52 HST semua eksplan mampu merekah 
sampai 100%.Kemampuan ini  
menunjukkan bahwa sel-sel eksplan masih 
hidup.Sehingga respon terhadap lingkungan 
tumbuhnya.Eksplan pisang yang mengalami 
pemekaran dapat dilihat pada gambar 3. 
 
Kecepatan Eksplan Berkalus 
Semua kombinasi perlakuan ZPT BAP 
dan IBA mampu menginduksi pembentukan 
kalus dari eksplan pisang dalam media kultur, 
yang dimulai dari pembengkakan eksplan, 
pemekaran kelopak eksplan, kemudian disusul 
oleh pembentukan kalus, sebab  proses 
pembelahan sel pada jaringan meristem di titik 
tumbuh diikuti oleh pembesaran sel. Kalus ini 
merupakan kumpulan sel yang belum 
berdiferensiasi, bila sudah berdiferensiasi akan 
membentuk tunas dan akar, tergantung dari zat 
pengatur tumbuh yang diberikan. Adapun 
kecepatan pembentukan kalus dari eksplan 
pisang yang diinduksi oleh berbagai 
kombinasi BAP dan IBA dapat dilihat pada 
Tabel 3. 
 
Tabel 3. Rata-rata kecepatan pembentukan kalus, warna kalus dan struktur kalus dari eksplan 
pisang yang diinokulasi pada kombinasi perlakuan ZPT BAP dan IBA (HST) 
Kombinasi Perlakuan ZPT BAP + 
IBA 
Rata-rata Kecepatan 
Eksplan Berkalus ± 
SE (HST) 
Warna Kalus Struktur Kalus 
I.     BAP 2,5 ppm + IBA 0 ppm 63,00 ± 1,50 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
II.     BAP 2,5 ppm + IBA 1,0 ppm 63,13 ± 1,58 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
III.     BAP 2,5 ppm + IBA 2,0 ppm 63,25 ± 1,56 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
IV.     BAP 5,0ppm + IBA 0 ppm 62,88 ± 1,38 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
V.     BAP 5,0 ppm + IBA 1,0 ppm 63,38 ± 1,53 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
VI.     BAP 5,0 ppm + IBA 2,0 ppm 63,75 ± 1,70 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
VII.     BAP 10,0 ppm + IBA 0 ppm 61,88 ± 1,35 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
VIII.     BAP 10,0 ppm + IBA 1,0 ppm 62,50 ± 1,63 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
IX.     BAP 10,0 ppm + IBA 2,0 ppm 62,75 ± 1,98 Putih krem kehijauan Kompak dan keras 
 
Pada Tabel 3 tampak bahwa kecepatan 
pembentukan kalus dari eksplan pisang yang 
diinduksi ZPT BAP 2,5 ppm yang 
dikombinasikan dengan semakin 
meningkatnya konsentrasi IBA dari 0 ppm 
sampai 2 ppm, menghasilkan kecepatan 
pembentukan kalus yang semakin lambat, 
yaitu 63,00 ± 1,50 HST; 63,13 ± 1,58 HST; 
dan 63,25 ± 1,56 HST. Demikian pula yang 
diinduksi dengan peningkatan ZPT BAP 5,0 
ppm sampai dengan 10,0 ppm yang 
dikombinasikan dengan peningkatan 
konsentrasi IBA dari 0 ppm sampai 2 ppm 
yaitu 62,88 ± 1,38 HST; 63,38 ± 1,53 HST; 
dan 63,75 ± 1,70 HST serta 61,88 ± 1,35 HST; 
62,50 ± 1,63 HST; dan 62,75 ± 1,98 HST. 
Jadi rata-rata pembentukan kalus yang 
tercepat pada kombinasi perlakuan VII BAP 
10,0 ppm  + IBA 0 ppm yaitu 61,88 ± 1,35 
HST dan yang paling lambat pada perlakuan 
VI BAP 5,0 ppm + IBA 2,0 ppm. Konsentrasi 
sitokinin BAP yang tinggi tanpa kombinasi 
dengan auksin IBA menstimulir pembentukan 
kalus yang lebih cepat dibandingkan 
kombinasi perlakuan yang lainnya, didukung 
oleh terbentuknya struktur fisiknya yang padat 
dan keras.Hal ini sebab  sitokinin memang 
berperan pada pembelahan sel, sedangkan 
auksin berperan pada pembesaran sel, 
sehingga kalus seperti ini cenderung lebih 
mudah berdiferensiasi untuk membentuk tunas 
(Wareing and Phillips, 1981). 
 
Warna Kalus  
Penampakan warna fisik dari kalus yang 
terbentuk dapat merupakan salah satu 
indikator pertumbuhan dari sel yang baik atau 
tidak. Biasanya awal pembentukan kalus sel-
selnya berwarna putih krem kemudian 
kehijauan bila sifat tumbuhnya embrionik 
sebagai responnya terhadap perlakuan media 
tumbuh yang cocok warna kalus ini semakin 
lama di media tumbuh bila tidak disubkultur 
dan mengalami perubahan warna visual dari 
eksplan titik tumbuh pisang yang diinokulasi 
pada perlakuan berbagai kombinasi ZPT BAP 
dan IBA dapat dilihat pada Tabel 3. 
Semua kalus yang terbentuk sebagai 
responsnya terhadap berbagai perlakuan 
kombinasi konsentrasi ZPT BAP dan IBA 
menunjukkan warna putih krem kehijauan, 
semakin lama berubah sebab  umur media dan 
memang secara alami sesuai sifat genetiknya 
pisang menghasilkan metabolit sekunder 
berupa tannin. Sehingga makin lama menutupi 
warna kalus yang sebenarnya. Warna 
sebenarnya ini akan jelas terlihat bila bagian 
luar kalus yang berwarna hitam ini di potong 
pada saat subkultur ke media tanam yang baru. 
 
Struktur Kalus 
Khusus pada pisang kepok kuning ini 
tampaknya kalus yang terbentuk, sifat fisiknya 
tidak remah (friable), namun  kompak dan keras. 
Ini terbukti pada saat sub kultur dilakukan 
pengirisan, kalusnya susah dipotong, harus 
memakai scapel yang sangat tajam. Hasil 
pengamatan struktur kalus dapat dilihat pada 
Tabel 3. 
Dari Tabel 3, tampak bahwa kalus yang 
terbentuk sebab  induksi 9 (Sembilan) 
perlakuan kombinasi konsentrasi zpt BAP dan 
IBA menunjukkan kesamaan fisik yaitu 
kompak dana keras. Berarti ikatan sel-sel 
penyusun kalus sangat erat dan tidak longgar. 
Sesuai yang dinyatakan oleh Szweykowska 
(dalam Street, 1974) dalam penelitiannya, 
bahwa kinetin pada konsentrasi yang tinggi 
menginduksi terbentuknya jaringan kalus yang 
konsentrasinya lebih kompak, sebab  sel-sel 
penyusunan relative kecil dengan diameter ± 
10µm. endoplasmic retikulumnya banyak 
mengandung ribosom sehingga mikrobodi 
kaya protein, plastida dalam bentuk kloroplas. 
Kinetin termasuk golongan zat pengatur 
tumbuh sitokinin selain BAP. 
 
Kecepatan Eksplan Bertunas 
Pengaruh kombinasi perlakuan 
konsentrasi zap pengatur tumbuh (ZPT) 
terhadap kecepatan pembentukan tunas dari 
kalus eksplan pisang dalam media kultur, 
tampaknya juga bervariasi sebagaimana pada 
kecepatan pembentukan kalus tergantung pada 
konsentrasi ZPT yang dipergunakan dalam 
media kultur, keadaan ini dapat dilihat pada 
Tabel 6. 
Dari data Tabel 6, tampak bahwa terjadi 
variasi waktu kecepatan pembentukan tunas 
dari semua perlakuan yang diberikan, dari 
perlakuan I, II, dan III BAP 2,5 ppm yang 
dikombinasikan dengan konsentrasi IBA yang 
semakin meningkat dari 0 ppm sampai 2 ppm, 
rata-rata kecepatan bertunas semakin 
meningkat ternyata kenaikan konsentrasi 
auksin IBA dapat mempercepat pembentukan 
tunas yaitu 76,6±0,48 HST; 76,4 ± 0,48 HST 
dan 76,2 ± 0,96 HST. Demikian juga 
keadaannya dengan penggunaan konsentrasi 
BAP yang meningkat dari 5 ppm sampai 10 
ppm yang dikombinasikan dengan IBA dari 
konsentrasi 0 ppm sampai 2 ppm, yaitu 
76,6±0,48 HST; 76,2±0,64 HST; 76,0±0,80 
HST dan 75,8±0,32 HST; 75,4±0,72 HST dan  
75,0±0,40 HST. 
Jadi yang tercepat dalam pembentukan 
tunasnya yaitu pada perlakuan kombinasi 
konsentrasi BAP 10 ppm + IBA 2,0 ppm yaitu 
75,0±0,40 HST, sedangkan yang terlambat 
yaitu pada BAP 2,5 ppm + IBA 0 ppm. Hal ini 
diduga sebab  penggunaan konsentrasi 
sitokinin BAP 10 ppm dikombinasikan dengan 
auksin IBA yang rendah yaitu 2 ppm mampu 
mempercepat pembentukan tunas, sesuai 
dengan yang dinyatakan oleh George and 
Sherrington (1984) yang menyatakan bahwa 
BAP yang termasuk kelompok sitokinin 
didalam kultur jaringan berperan proliferasi 
tunas.


 
Hal ini diperjelas oleh Yusnita (2003) 
bahwa konsentrasi sitokinin yang tinggi 
memacu pertunasan. Hal ini juga terjadi pada 
tanaman Morinta ritikulata yang dinyatakan 
oleh Nair et al (2012), penambahan BAP ke 
media kultur menginduksi pembentukan 
tunasnya. Kalus yang diinduksi dari eskplan 
oleh kombinasi perlakuan zpt BAP dan IBA 
yang mulai membentuk tunas dapat dilihat 
pada gambar 4, 5 dan 6. 
 
                               
Gambar 4. Pada kalus yang terbentuk muncul                       Gambar 5. Benjolan-benjolan kalus 
                  benjolan–benjolan sel-sel embrionik                                      berwarna kehijauan 
                  sebagai calon pembentukan tunas. 
 
Gambar 6. Kalus yang diinduksi dari eskplan oleh kombinasi perlakuan ZPT BAP dan IBA yang 
mulai membentuk tunas. 
 
Jumlah Tunas Yang Tumbuh Dari Kalus 
Eksplan. 
Semua kombinasi perlakuan 
konsentrasi zat pengatur tumbuh ZPT BAP 
dan IBA mampu menginduksi tunas dari kalus 
eksplan pisang dalam media kultur, hanya 
jumlah yang terbentuk bervariasi, sebab  
tergantung dari konsentrasi ZPT yang 
dipergunakan dalam media kultur, keadaan ini 
dapat dilihat pada Tabel 4. 
Pada Tabel 4 tampak bahwa rata-rata 
jumlah tunas yang terbentuk dari kalus eksplan 
pisang yang diinduksi ZPT BAP 2,5 ppm yang 
dikombinasikan dengan semakin 
meningkatnya konsentrasi IBA dari 0 ppm 
sampai 2 ppm, menghasilkan jumlah tunas 
yang semakin menurun, yaitu 2,00± 0,40 
tunas, 1,80± 0,32 tunas dan 1,60± 0,48 tunas . 
Demikian pula yang dinduksi dengan 
peningkatan ZPT BAP 5,0 ppm sampai dengan 
10 ppm yang dikombinasikan dengan 
peningkatan konsentrasi IBA dari 0 sampai 2 
ppm, yaitu 2,60± 0,72 tunas, 2,40± 0,48 tunas 
dan 2,20± 0,32 tunas serta 3,80± 1,76 tunas, 
3,20± 0,64 tunas dan 2,80± 0,96 tunas.  Jadi 
rata-rata jumlah tunas yang tumbuh dari kalus 
eksplan pisang yang terbanyak pada 
kombinasi perlakuan VII BAP 10 ppm + IBA 
0 ppm yaitu 3,80± 1,76 tunas per eksplan, 
sedangkan yang paling sedikit pada kombinasi 
perlakuan BAP 2,5 ppm + IBA 2 ppm. 
Konsentrasi sitokinin BAP yang tinggi tanpa 
kombinasi auksin IBA, menstimulasi 
pembentukan tunas yang terbanyak 
dibandingkan dari kombinasi perlakuan 
lainnya. Sesuai yang dinyatakan oleh George 
and Sherrington (1984) bahwa konsentrasi 
sitokinin yang tinggi menstimulir 
pembentukkan tunas kalus eksplan dalam 
media kultur. Diperjelaas oleh Thirupathi el al 
(2013) bahwa ZPT BAP merupakan sitokinin 
yang paling baik dibandingkan jenis sitokinin 
lainnya dalam menghasilkan tunas.  
Kecepatan Pembentukan Akar Dari Tunas 
Kalus Eksplan 
Pengaruh sembilan kombinasi 
perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh 
(ZPT) BAP dan IBA terhadap pembentukan 
akar dari tunas yang terbentuk dari kalus 
eksplan, tampaknya walaupun akar dapat 
tumbuh namun tidak berkembang sempurna, 
sehingga kurang survive bila diaklimatisasi, 
oleh sebab  itu perlu disubkulturkan ke media 
induksi akar, dengan meningkatkan 
konsentrasi auksin IBA 10 ppm. Kecepatan 
pembentukan akar dapat dilihat pada Tabel 4. 
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa 
semakin meningkatnya konsentrasi sitokinin 
BAP dari 2,5 ppm sampai 10 ppm yang 
dikombinasikan dengan konsentrasi auksin 
IBA yang rendah, memperlambat kecepatan 

pembentukan akar dari tunas asal kalus 
eksplan pisang yang dikulturkan. Sesuai 
dengan yang dinyatakan George and 
Sherrington(1984) bahwa konsentrasi 
sitokinin yang tinggi menstimulir 
pembentukan tunas sebaliknya konsentrasi 
auksin yang tinggi menstimulir pembentukan 
akar. Diperjelas oleh Wattimena (1992) 
mofogenesis eksplan tergantung pada 
keseimbangan auksin dan sitokinin di dalam 
media dan interaksi antar zat pengatur tumbuh 
endogen di dalam tumbuhan dan ZPT eksogen 
yang diserap media tumbuh. 
KESIMPULAN DAN SARAN  
Kesimpulan 
Dari hasil dan pembahasan penelitian 
yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan 
bahwa : 
1. Dari semua kombinasi perlakuan zat 
pengatur tumbuh BAP dan IBA mampu 
menginduksi pertumbuhan dan 
perkembangan eksplan pisang dalam 
media kultur,mulai membengkak, 
merekah kelopak penutup titik tumbuh, 
berkalus dan bertunas walaupun 
persentase jumlah dan kecepatannya 
bervariasi. 
2. Kalus yang terbentuk warnanya krem 
kehijauan, sedangkan strukturnya padat 
dan keras. kalus demikian cenderung 
lebih mudah bertunas. 
3. Pembentukan jumlah tunas yang 
terbanyak dari kalus eksplan pisang kepok 
kuning pada perlakuan VII kombinasi 
konsentrasi BAP 10 ppm + IBA 0 
ppm,yaitu 3.80 ± 1,76 tunas/ eksplan pada 
setiap sub kultur namun perakaran yang 
terbentuk tidak berkembang sempurna, 
sehingga perlu disubkultur pada media 
induksi akar IBA 10 ppm, maka terbentuk 
“plantlet” bibit mini tanaman pisang yang 
lengkap.  
Disarankan agar penelitian tahun ke I 
(2015) ini dilanjutkan lagi kepenelitian tahun 
ke II (2016) untuk membuktikan bahwa bibit 
pisang kepok kuning asasl kultur jaringan ini, 
bila ditanam dan dipelihara secara intensif 
dapat berproduksi dengan kuantitsa dan 
kualitas yang baik dan bebas penyakit