• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label keju 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keju 5. Tampilkan semua postingan

keju 5









Susu merupakan bahan pangan yang terdiri berbagai nutrisi dengan proporsi 
yang seimbang. Penyusun utamanya adalah air, protein, lemak, laktosa, mineral dan 
vitamin-vitamin. Kandungan nutrisi yang tinggi ini akan mudah rusak karena adanya 
kontaminasi mikrobia. Pada sisi lain, kandungan nutrisi tinggi dapat dimanfaatkan 
sebagai substrat bagi mikrobia bakteri asam laktat untuk menghasilkan produk yang 
diinginkan seperti keju ,
Susu dihasilkan dari hewan ternak seperti sapi, kerbau dan kambing. Di 
Indonesia, khususnya di Pulau Jawa ada  sentra penghasil susu sapi, yaitu 
Sukabumi, Boyolali, dan Pasuruan. Produksi susu dari peternak didistribusikan ke 
pabrik susu dan diolah sendiri menjadi susu cair siap minum. Susu yang dihasilkan 
peternak hanya dapat dijual ke koperasi/pabrik susu dan diolah sendiri menjadi susu 
siap minum. ada  permasalahan mendasar yang menimpa peternak susu, yaitu 
daya tahan susu yang rendah/ mudah rusak,  posisi tawar peternak terhadap harga 
susu lemah dan sedikitnya daya serap produksi susu oleh pabrik/koperasi serta 
minimnya pengetahuan peternak terhadap olahan susu. Disisi lain peternak sapi perah 
senantiasa menginginkan agar susu yang diproduksi sapi perah yang dipeliharanya 
dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang mengalami kerusakan ataupun 
terbuang percuma.  
  Pengelolahan susu bertujuan untuk menganekaragamkan produk dan selera, 
selain itu tujuan utamanya yaitu mengawetkan susu agar lebih lama bila disimpan. 
Salah satu proses pengolahan susu adalah pembuatan keju yang dapat memberikan 
dampak positif bagi kesehatan dan secara ekonomis dapat meningkatkan nilai jual 
susu (Susilorini, 2006). Selain itu keju merupakan alternatif yang dapat dipakai  
untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewan (Hidayati, 2003).  
Mikroorganisme yang paling banyak dipakai  dalam starter, khususnya 
starter keju adalah kelompok bakteri asam laktat (BAL) yang menghasilkan asam, 

 3 
terutama asam laktat dengan memfermentasikan laktosa. Galur-galur bakteri asam 
laktat yang biasa dipakai  sebagai kultur untuk starter keju adalah species-species 
yang termasuk genus Streptococcus (Daulay, 1991). Namun disisi lain keberadaan 
bakteri ini sulit ditemukan dan harganya mahal.  Sehingga perlu dicari alternatif 
lainya yaitu dengan pemakaian   jamur. 
Keterlibatan jamur didalam bahan makanan ternyata tidak hanya bersifat 
merugikan tapi juga ada yang bersifat menguntungkan bahkan jamur sering 
dipakai  dalam fermentasi tradisional. Jamur yang sering dipakai  dalam proses 
fermentasi tradisional terdiri dari berbagai genera. Pada makanan oriental jamur yang 
banyak terlibat adalah genera Rhizopus, yang tergolong ordo ”Mucorales” biasanya 
dijumpai pada makanan daerah tropis (Margiono, 1992). Jamur Rhizopus oryzae 
sifatnya seperti rennet, mampu menghasilkan protease (Hadiwiyoto, 1983). Selain itu 
jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko & Pamudyanti, 
2004). Selama ini dalam proses pembuatan keju memakai  bakteri asam laktat  
sebagai starter yang secara ekonomi harganya mahal dan sulit ditemukan 
dibandingkan dengan Rhizopus oryzae, selain harganya murah dan mudah didapat 
Rhizopus oryzae juga memiliki potensi mampu menghasilkan asam laktat.  
Sehingga perlu dilakukan penelitian pembuatan keju dengan memakai  
starter campuran Streptococcus  lactis dan Rhizopus oryzae, yang selanjutnya 
dilakukan analisis fisik meliputi perhitungan rendemen curd dan kadar air, analisis 
kimia meliputi kadar lemak dan kadar protein serta uji kesukaan untuk mengetahui 
tingkat penerimaan konsumen terhadap keju unripened  yang terbentuk. Tujuan dari 
penelitian ini yaitu :mengetahui potensi Rhizopus oryzae sebagai starter dalam 
pembuatan keju (unripened cheese) serta mengetahui kualitas keju (unripened 
cheese) hasil dari variasi starter campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae 
berdasar  perbedaan nilai rendemen, kadar air, kadar lemak, kadar protein serta  
nilai kesukaan. 
  
Bahan yang dipakai  untuk pembuatan keju adalah Susu sapi yang diperoleh 
dari sapi perah kabupaten Boyolali Jawa tengah. Rennet diperoleh dari Fakultas 
Peternakan Institut Pertanian Bogor, biakan Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae 
diperoleh dari fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. MRS agar medium 
penumbuh bakteri, PDA medium penumbuh kapang. Bahan untuk analisis kadar 
protein digunkan Lowry A, Lowry B, Lowry C, Lowry D, Lowry E, standart Bovin 
Serum Albumin dan untuk analisis kadar protein dipakai   eter. 
Metode Penelitian 
Penelitian ini memakai  rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor 
tunggal yaitu variasi lama perendaman biji (P) dengan 4 perlakuan yaitu sebagai 
berikut: 
K : 100% Streptococcus lactis dan 0% Rhizopus oryzae. 
A  : 75% Streptococcus lactis dan 25% Rhizopus oryzae. 
B  : 50% Streptococcus lactis dan 50% Rhizopus oryzae. 
C  : 25% Streptococcus lactis dan 75 % Rhizopus oryzae. 
D :  0% Streptococcus lactis dan 100% Rhizopus oryzae. 
Pembuatan kultur kerja 
Kultur kerja adalah kultur Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae yang siap 
dipakai  untuk pembuatan starter. Kultur kerja didapatkan dengan meremajakan 
kultur Rhizopus oryzae yaitu dengan menginokulasikan 1 ose kultur murni Rhizopus 
oryzae kedalam PDA miring kemudian diinkubasi pada suhu 37  ° C selam 3-4 hari, 
sedangkan sisanya disimpan pada suhu 4 ° C sebagai kultur stok dan diremajakan 
setiap 6 bulan ( dimodifikasi dari Wijaya, 2002 dan Suharyanto dkk, 2006). 
Sedangkan untuk kultur kerja Streptococcus lactis didapatkan dengan meremajakan 
kultur Streptococcus lactis yaitu dengan menginokulasikan 2 ose kultur murni 
Streptococcus lactis kedalam MRS agar miring kemudian diinkubasi pada suhu 37  ° 
C selama 48 jam. Inokulasi dilakukan secara aseptis dengan terlebih dahulu 
membakar ujung ose sampai membara dan cepat didinginkan. Proses inokulasi juga 
dilakukan di dekat bunsen burner 
Pembuatan Starter  
Starter dibuat dengan cara susu skim cair sebanyak 1000 ml dibagi menjadi 2 
bagian pada gelas beker masing-masing 500 ml dan diberi label S dan R, gelas beker 
S diinokulasi dengan Streptococcus lactis  sedangkan gelas beker R diinokulasi 
dengan Rhizopus oryzae ,
 Pembuatan Keju  
Pembuatan keju terdiri dari beberapa tahap yaitu pasteurisasi, pengukuran pH, 
fermentasi dan inkubasi, koagulasi susu terfermentasi, pembuangan whey, 
pengepresan curd dan penimbangan berat curd, penggaraman. 
a. Pasteurisasi 
Susu sapi segar 3000 ml dan dibagi menjadi 15 bagian pada botol, masing-
masing 200 ml dan diberi tabel (K, A, B, C, D). Susu masing-masing gelas beker 
dipasteurisasi dengan cara dipanaskan pada suhu 65 ° C selama 16 detik, kemudian 
didinginkan hingga 37 ° C (Wardhani, 1996). Setelah dingin masing-masing gelas 
beker yang berisi susu dimasukkan dengan starter campuran Streptococcus lactis dan 
Rhizopus oryzae sebanyak 10% atau 20 ml. Gelas beker K sebagai kontrol 
ditambahkan Streptococcus lactis murni, sedangkan  gelas beker A, B, C 
ditambahkan starter campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae dengan 
perbandingan masing-masing 1:3; 1:1; 3:1. Gelas beker D ditambahkan Rhizopus 
oryzae murni. Kemudian dilakukan pengukuran pH susu sebelum dan sesudah 
inkubasi. 
b. Fermentasi dan Inkubasi 
Botol kaca yang berisi susu yang telah diinokulasi kemudian diinkubasi dalam 
inkubator pada suhu 37 ° C sampai nilai pH mencapai 5,5 (selama 8 jam). Selama 
inkubasi botol ditutup dengan aluminium foil 
c. Koagulasi Susu Terfermentasi 
Masing-masing susu terfermentasi ditambah 1 mg rennet (enzim koagulansi). 
Kemudian diaduk selama 5 menit dan dibiarkan sampai menjendal menjadi keju 
mentah (sekitar 10 jam). Bagian yang menjedal disebut curd sedangkan bagian cairan 
disebut  whey ( Wardhani, 1996). .  
d. Pembuangan whey 
Proses pembuangan whey dilakukan dengan pemanasan pada selama 30 menit 
pada suhu 40 ° C (Buckle, 1987). Setelah proses pemanasan selesai dikerjakan, lalu 
didinginkan selama 1 jam sambil diaduk tiap 5 menit sekali (Hadiwiyoto, 1983). 
Kemudian dilakukan penyaringan dengan kain kasa yang bersih. Penyaringan 
dilakukan agar curd dan whey terpisah. Yang diambil hanya curd-nya sedangkan 
whey-nya dibuang (Legowo, 2003). 
e. Pengepresan Curd dan Penimbangan berat Curd 
 Kemudian curd dibungkus dengan kain kasa bersih dilanjutkan pengepresan. 
Maksud pengepresan adalah memberikan kekompakan dan bentuk pada keju. 
Disamping itu sisa-sisa whey atau air dapat dikeluarkan/dipisahkan seluruhnya. 
Kemudian dilanjutkan dengan penimbangan curd (Hadiwiyoto, 1983).   
f. Penggaraman  
Curd yang telah ditimbang kemudian diberi garam sebanyak 3%. Garam yang 
diberikan dalam bentuk kristal yang telah dihaluskan dan ditaburkan kemudian 
diaduk sampai betul-betul rata (Hadiwiyoto, 1983).  Penggaraman ini menambah cita 
rasa keju menjadi agak asin dan menambah ketahanan keju (Legowo, 2003). 
 Analisis Nilai  Rendemen 
Rendemen merupakan rasio antara keju yang terbentuk dengan susu yang dipakai  
sebagai bahan dasar ( Daulay, 1991). Ditambahkan Sariyanto (2005) besarnya nilai 
rendemen dadih ditentukan dengan perbandingan antara berat produk dadih yang 
dihasilkan dan berat bahan awal berupa susu segar. 
  
Analisis Kadar Air  
Prinsip penghitungan kadar air adalah air yang terkandung dalam bahan akan 
menguap seluruhnya apabila dipanaskan pada suhu 105° C (Oser, 1976). Analisis 
kadar air dilakukan dengan metode oven. Cara kerjanya yaitu bahan ditimbang sekitar 
1 gram sebagai berat awal bahan (a). Kemudian dikeringkan dengan oven dengan 
suhu 105 ° C selama 24 jam, setelah itu dikeluarkan dari dalam oven dan didinginkan 
di dalam desikator selama 1 jam. Kemudian sample yang telah ditimbang sebagai 
berat kering (b)   
Analisis Kadar lemak   
Analisis lemak memakai  metode Soxhlet sebagai berikut: Sampel 
sebanyak 3 g diambil lalu dimasukkan kedalam timbel. Labu yang telah bersih 
dimasukkan kedalam oven, lalu ditambahkan batu didih dan ditimbang sebagai bobot 
kosong. Timbel dimasukkan kedalam soxhlet, kemudian labu lemak dihubungkan 
dengan soxhlet dan ditambahkan cairan pelarut lemak yaitu eter sebanyak 150 ml 
melewati soxhlet. Labu lemak dan soxhlet dihubungkan dengan penangas dan 
diekstrak selama 6 jam. Setelah ekstrak selesai, labu lemak dievaporasi untuk 
menghilangkan pelarut. Selanjutnya labu lemak dimasukkan kedalam oven bersuhu 
105 ° C selama 1 jam. Setelah dingin ditimbang sebagai bobot akhir (bobot labu dan  
lemak). 
Analisis Kadar Protein    
Kadar protein dianalisis dengan metode Lowry-Folin secara spektofotometri 
(Sudarmadji dkk., 1984). Pengukuran dimulai dengan pembuatan larutan standart 
BSA (Bovine Serum Albumin). Seri pengenceran dibuat dari larutan standart dengan 
masing-masing konsentrasi 0,00; 0,06; 0,18; 0,24; dan 0, 30 (mg/ml H2O) dan 
dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi. 1 ml larutan D ditambahkan 
kedalam tabung reaksi kemudian divortek selama 5 menit. Setelah itu dilakukan 
penambahan reagen E sebanyak 3 ml lalu didiamkan selama 10 menit. Pengukuran 
OD dilakukan pada panjang gelombang 560 nm memakai  spektrofotometer. 
Tahap selanjutnya yaitu pengambilan sampel keju sebanyak 1 g dan dilarutkan dalam 
 
100 ml aquades kemudian dilakukan pengadukan dengan magnetik stirrer, larutan 
kemudian disaring dan ditambahkan 100 ml aquadest. 1 ml larutan sampel diambil 
kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml reagen 
Lowry D, digojog dengan vortek selama 5 menit. Selanjutnya Reagen lowry E 
sebanyak 3 ml ditambahkan kedalam tabung reaksi dan digojog dengan vortex 
kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 45 menit. Pengukuran OD pada 
panjang gelombang 590 nm memakai  spektrofotometer.  
Uji Kesukaan  
Produk yang diperoleh diuji kesukaan oleh 20 responden. Uji ini untuk 
mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Uji 
kesukaan yang dinilai meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur. Setiap responden 
memberikan skor kesukaan. Skala skor dibuat lima tingkat Skor kesukaan 1,2,3,4 dan 
5 masing-masing untuk sangat tidak suka, tidak suka, agak suka, suka, dan sangat 
suka (Kartika, 1988). 
 Analisis Data 
Data nilai rendemen, kadar air, lemak dan protein keju ( unripened cheese) 
hasil fermentasi starter campuran Rhizopus oryzae dan  Streptococcus  lactis  
(masing-masing pelakuan) dianalisis data statistik dengan metode Analisis Varian 
(Anava), apabila ada  perbedaan yang nyata kemudian diuji lanjut dengan 
Duncan’s pada taraf signifikansi 5%. Untuk mengetahui adanya korelasi hubungan 
keeratan antara rendemen, protein dan lemak, dianalisis data statistik dengan metode 
korelasi Pearson pada taraf signifikansi 5%. Angka penerimaan panelis pada uji 
kesukaan dianalisis dengan metode non-parametrik dengan Friedman Test jika 
ada  beda nyata dilanjutkan dengan Wilcoxon Sign Rank Test (WSRT) pada taraf 
signifikansi 5%.  
 
 
 
A. Curd Keju Unripened Cheese 
Nilai rendemen curd yang dinyatakan dalam persen ditentukan sebelum 
penyimpanan dengan cara membandingkan berat curd yang dihasilkan dengan berat 
susu sapi segar yang dipakai  sebagai bahan baku. Semakin tinggi nilai rendemen 
menunjukkan produk yang dihasilkan semakin ekonomis (Sariyanto, 2005). 
Tabel 1. Nilai Redemen keju (unripened cheese) dengan campuran starter 
Steptococcus lactis dan Rhizopus oryzae 
 
       Perlakuan                Nilai Rendemen (%)  
 
K      8.23a 
A      8.75a 
B      8.89a 
C      8.96a 
D      9.07a 
  
Keterangan: kadar rendemen (%) dengan superskrip huruf kecil sama menunjukkan tidak terjadi beda 
nyata (P<0,05) pada uji Duncan. 
K   : 100% Streptococcus lactis dan 0% Rhizopus oryzae. 
A  : 75% Streptococcus lactis dan 25% Rhizopus oryzae. 
B  : 50% Streptococcus lactis dan 50% Rhizopus oryzae. 
C  : 25% Streptococcus lactis dan 75 % Rhizopus oryzae. 
D  :  0% Streptococcus lactis dan 100% Rhizopus oryzae. 
 
              Peningkatan mulai perlakuan K hingga D dan tertingggi berada pada 
perlakuan 100% Rhizopus oryzae. Kadar rendemen pada 100 Streptococcus lactis 
memilki kadar rendemen yang rendah, karena Streptococcus lactis pada keadaan 
normal mampu menghasilkan asam laktat yang tinggi, namun kemudian menurun  
ketika kondisi terlalu asam (Daulay, 2001). Sedangkan menurut Skory (2000) 
Rhizopus oryzae menghasilkan asam laktat dengan kualitas yang lebih baik daripada 
yang dihasilkan oleh bakteri. 
            Menurut Purwandhani dan Suladra (2003), asam laktat merupakan hasil dari 
metabolisme glukosa yang dipakai  selama pertumbuhan sel dengan jumlah 
semakin meningkat seiring bertambahnya waktu. Meningkatnya produksi asam laktat 
tersebut ditandai dengan menurunnya pH atau meningkatnya asam akibat timbulnya 
ion H+ yang terjadi karena dekomposisi laktosa yang menghasilkan asam-asam yang 
mudah menguap dan pecahnya phosphat organik yang ada  di dalam kasein, 
sehingga menghasilkan asam (Mc.Kay et al., 1971). Asam laktat yang terbentuk 
berdampak pada koagulasi kasein pembentuk dadih. Sub misel kasein yang terdiri 
dari kalsium dan fosfat, ketika terbentuk asam laktat, kalsium dan fosfat akan 
berikatan dengan laktat membentuk kalsium laktat dan fosfat laktat, sehingga 
gumpalan-gumpalan kasein akan berdiri sendiri yang nantinya akan membentuk curd. 
Menurut Daulay (1991), keju dihasilkan karena terjadinya pengendapan protein 
terutama kasein dalam keadaan asam. Kasein menggumpal sebagai curd pada titik 
isoelektrik yaitu 4,6. Semakin besar nilai curd maka  semakin tinggi nilai rendemen 
karena nilai rendemen diperoleh dengan cara membandingkan berat curd  yang 
dihasilkan dengan berat susu sapi segar yang dipakai  sebagai bahan baku.  
 
Kadar Air 
Kadar air di dalam pembuatan keju memiliki peranan dalam proses 
pematangan keju (Daulay, 1991). Data analisis kadar air keju (unripened cheese) 
dengan starter campuran Steptococcus lactis dan Rhizopus oryzae dapat dilihat pada 
tabel 2. 
 
  
Tabel 2. Kadar air keju (unripened cheese) dengan campuran starter Steptococcus 
lactis dan Rhizopus oryzae 
Perlakuan      Kadar Air  (%) 
K      34.50a 
A      33.54a 
B      33.36a 
C      33.15a 
D      32.71b 
Perbedaan kadar air pada keju disebabkan karena air yang ada di dalam keju 
berada dalam tiga keadaan yaitu terikat dalam struktur komponen dadih, tertahan 
partikel dadih yang bersifat hidrokopis dan air bebas. Keberadaan air bebas dalam 
dadih dipengaruhi tingkat penirisan pada saat pengeluaran whey protein dalam dadih 
yang sebagian besar merupakan kasein mengikat air sehingga tertahan dalam badan 
keju (Scoot, 1981).  
Jika dibandingkan dengan penelitian Aly (1997) kadar air pada pembentukan 
keju sebesar 45-65%, pada penelitian Jamillatun (2008) sebesar 27-33% dan menurut 
Cheesmen (1981) keju unripened merupakan keju lunak yang terbuat dari susu skim 
dengan atau tanpa penambahan garam yang mengandung kadar air tinggi yaitu 
berkisar antara 50-80%. Berkurangnya kadar air pada keju unripened karena keju  
unripened memiliki stuktur yang padat berongga dengan ikatan longgar, sehingga air 
banyak yang keluar saat  pengaliran whey dan pengepresan yang menyebabkan kadar 
air dalam curd sedikit (Murti, 2004). 
    
Lemak 
 Data analisis kadar lemak keju (unripened cheese) dengan starter campuran 
Steptococcus lactis dan Rhizopus oryzae dapat dilihat pada tabel 3.  
 
 
Tabel 3. Perbedaan perlakuan pembuatan keju (uripened cheese) dengan    campuran 
starter Steptococcus lactis dan Rhizopus oryzae terhadap kadar lemak.  
 
Perlakuan     kadar lemak  (%) BK 
K      35.91a  
A      37.26a  
B      49.73b 
C      50.29b 
D      51.50b  
            Rendahnya kadar lemak pada Steptococcus lactis disebabkan  karena sebagian 
lemak dipakai  sebagai sumber energi untuk aktifitas metabolisme. Lemak ini 
dipakai  sebagai sumber energi melalui perombakan yang diawali oleh proses 
hidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak dengan bantuan lipase.  
Tingginya kadar lemak pada keju hasil fermentasi Rhizopus oryzae ini karena 
selama fermentasi energi yang dipakai  hasil dari perombakan laktosa susu 
(karbohidrat) dan bukan dari lemak. Karbohidrat dapat diubah menjadi lemak. 
Melalui asetil KoA menghubungkan metabolisme karbohidrat dengan sintesis asam 
lemak. Jika sel tubuh mempunyai glukosa lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk 
energi, sel akan mengubah sebagian asetil KoA yang diproduksi oleh katabolisme 
glukosa menjadi sintesis asam lemak (Wilbrata dan Matta 1992).  Pada Bakteri 
Streptococcus lactis, menurut Daulay (1991) pemecahan lemak tidak banyak, akan 
tetapi beberapa reaksi hidrolisis lemak terjadi selama pemeraman. Kandungan lemak 
selama fermentasi mengalami peningkatan akibat adanya kemampuan mikroba  
memproduksi enzim lipase yang dapat memecah lemak seperti Rhizopus (Austrop, 
1979), serta adanya kenaikan jumlah massa sel mikroba selama fermentasi 
(Nurwantoro, 1991). 
           Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa persen lemak keju hasil fermentasi 
Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae relatif tinggi.  Jika dibandingkan dengan 
kadar lemak keju komersial, Direktorat gizi Departemen pertanian (2001) sebesar 
 
20,30%, dan hasil  penelitian Murwaningsih (2003)  sebesar 2 – 3%, pada penelitian 
Jamilatun (2008) sebesar 21-36%, pada penelitian  Aly (1997) sebesar 0,1-3 %, pada 
penelitian Borders  sebesar (2002) 0% -10%, maka kandungan lemak keju unripened 
dengan memakai  starter campuran Streptococcus lactis dan  Rhizopus oryzae 
memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi karena bahan baku dalam pembuatan 
keju unripened adalah susu segar tanpa pengurangan krim yang mempunyai kadar 
lemak yang tinggi. pemakaian  susu skim dalam pembuatan keju dapat 
mempengaruhi kadar lemak. Menurut Buckle (1987) susu skim merupakan susu yang 
tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Menurut Burg (1988) 
bahwa meningkatnya gumpalan yang dihasilkan juga meningkatkan komponen lemak 
yang terperangkap didalam curd, dimana lemak mengisi rongga-rongga terbuka pada 
curd. Selain itu tingginya lemak juga dipengaruhi oleh bahan baku pembuat keju 
yaitu susu, menurut Basya (1983) sapi yang sedang berada pada awal laktasi terutama 
setelah partus (melahirkan) akan menghasilkan  susu dengan kadar lemak yang tinggi. 
Protein 
Protein didalam susu terdiri dari protein whey dan kasein, sedangkan didalam 
keju protein yang tertinggal adalah kasein karena whey yang terbentuk telah 
dikeluarkan dalam proses pembentukkan keju (Murwaningsih, 2003). 
Tabel 4. Perbedaan perlakuan pembuatan keju (uripened cheese) dengan campuran 
starter Steptococcus lactis dan Rhizopus oryzae terhadap kadar protein   
Perlakuan      Kadar Protein  (%) BK 
 
K      14.80a 
A      15.20a 
B      15.47a 
C      15.53a 
D      15.70a 
  

Pada Tabel 4  menunjukkan hasil uji Duncan 5% hasilnya tidak beda nyata. 
Kadar protein pada perlakuan D (100% Rhizopus oryzae) menunjukkan kadar protein 
tertinggi. Rhizopus oryzae merupakan mikroorganisme yang toleran terhadap asam 
dan optimal pada kondisi asam. Rhizopus oryzae tumbuh lebih baik pada kondisi 
asam dari pada basa (Fardiaz, 1989). Sehingga enzim proteolitik yang dimiliki 
Rhizopus oryzae berkerja secara optimal.  
   Menurut Direktorat Gizi Departemen Pertanian (2001) kandungan protein 
keju unripened komersial sebesar 14%, Jika dibandingkan dengan kadar protein 
penelitian Jamilatun (2008)  yaitu sebesar  2-8 %, Murwaningsih (2003) sebesar 11-
12% dan menurut Fox (1898) kadar protein keju unripened yaitu sebesar 10%, maka 
kandungan protein pada keju unripened dengan memakai  variasi starter 
campuran antara Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae ini lebih tinggi. Tingginya 
kadar protein ini disebabkan karena proses pengolahanya memakai  suhu sekitar 
60 0C, menurut Fox (1989) kadar protein dalam keju dipengaruhi oleh suhu, 
pemakaian  suhu 65 0C pada pengelolahan keju tidak menyebabkan denaturasi 
protein yang parah sehingga kadar proteinya cenderung tinggi. Denaturasi dapat 
menyebabkan terjadinya perubahan struktur yang sangat lanjut dan terjadi 
penyimpangan dari bentuk alamiahnya. Protein yang mengalami denaturasi yaitu 
pada protein serum yang tidak tahan panas, jika terjadi denaturasi protein serum 
cenderung menyelimuti sub misel dan mengganggu kemampuan koagulasi untuk 
bereaksi secara efektif untuk terjadi penggumpalan susu (Daulay, 2001). 
 
Korelasi  Rendemen , Protein, Lemak. 
           Korelasi antara Protein, Lemak terhadap rendemen pada keju (unripened 
cheese)  dengan memakai  Pearson dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.  
Tabel 4. Menunjukkan adanya korelasi antara protein dan lemak pada curd keju 
(unripened cheese)   
 
            Korelasi        Rendemen        Protein    Lemak            
Rendemen                                    1                    0.578*                0.817*  
Protein         0.578*                       1      0.588* 
Lemak                   0.817*                       0.588*      1 
                   ket: *  menunjukkan adanya korelasi yang signifikan pada taraf  5 % 
            Data hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya korelasi yang 
signifikan antara  protein, lemak pada curd keju (unripened cheese). Korelasi antara 
protein dengan  rendemen  yaitu sebesar 0. 578, angka tersebut menujukkan adanya 
hubungan yang cukup erat antara protein dan rendemen, semakin  tinggi protein maka 
semakin tinggi pula rendemen yang terbentuk. Menurut Rahman (1992) Banyaknya 
curd pada rendemen yang dihasilkan pada pembuatan keju karena banyaknya kasein 
yang menggumpal. Kasein merupakan protein yang ada didalam susu. Protein 
didalam susu terdiri dari protein whey dan kasein, sedangkan didalam keju protein 
yang tertinggal adalah kasein karena whey yang terbentuk telah dikeluarkan dalam 
proses pembentukkan keju (Murwaningsih, 2003). Sehingga semakin tinggi kadar 
rendemen, maka semakin tinggi proteinnya.  
Korelasi antara lemak dengan rendemen yaitu sebesar 0.817, angka tersebut 
menujukkan adanya hubungan yang cukup erat antara lemak dan rendemen, begitu 
pula korelasi antara lemak dengan protein sebesar 0.588 juga menujukkan adanya 
hubungan yang cukup erat antara lemak dan rendemen, hal ini menunjukkan semakin  
tinggi lemak maka semakin tinggi pula rendemen yang terbentuk. Menurut Berg 
(1988) bahwa meningkatnya gumpalan kasein yang merupakan protein susu yang 
dihasilkan juga meningkatkan komponen lemak yang terperangkap didalam 
rendemen, menurut Widodo (2003) Komponen utama protein adalah lipoprotein yang 
merupakan gabungan lemak dan protein,sehingga menyebabkan semakin tinggi 
lemak semakin tinggi pula proteinnya. Menurut Adnan (1984) bahwa semakin  
banyak kasein yang menggumpal, maka lemak semakin tinggi dan semakin banyak 
rendemen yang dihasilkan. 
Uji Kesukaan 
  Uji kesukaan keju dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen 
terhadap keju yang dihasilkan meliputi kesukaan terhadap tekstur, aroma, warna  dan 
rasa. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada tabel 5.  
Tabel 5. Skor uji kesukaan rasa, aroma, warna dan tekstur keju (unripened cheese) 
Kode keju            Rasa      Aroma    Warna      Tekstur 
      K                     3.68 a           3.48a            2.42 a          2.67 a 
      A         3.10 a           3.25a            2.53 a             2.72 a 
      B                    2.98 a            2.83a            2.68 a             3.17 a    
      C         2.80 a            2.98 a             3.43 b          3.18 a 
      D          2.45 a             2.48 a 3.95 b          3.25 a 
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa rasa keju hasil fermentasi 100% 
Streptococcus lactis dan 0% Rhizopus oryzae  lebih disukai dari pada yang lain 
sedangkan untuk 0% Streptococcus lactis dan 100% Rhizopus oryzae memiliki nilai 
rasa yang paling rendah dibanding yang lain. Bila dilihat dari hasil dari campuran 
starter yang dipakai  maka perlakuan starter campuran 75% Streptococcus lactis 
dan 25% Rhizopus oryzae merupakan kombinasi yang terbaik yang diterima oleh 
panelis. Pada perlakuan 0% Streptococcus lactis dan 100% Rhizopus oryzae memiliki 
nilai rasa yang paling rendah.  
Aroma keju muncul terutama disebabkan oleh volatil yang terbentuk selama 
pemeraman. Keju unripened merupakan jenis keju segar tanpa pemeraman sehingga 
aroma keju belum terbentuk dan masih didominasi oleh aroma susu yang dipakai  
. Tabel 5 menunjukan aroma yang tertinggi pada 100% 
Streptococcus lactis dan 0% Rhizopus oryzae.  Hasil ini berarti bahwa keju hasil
fermentasi dari starter pada 100% Streptococcus lactis paling disukai aromanya. 
pemakaian  starter campuran yang paling disukai yaitu 75% Streptococcus lactis dan 
25 % Rhizopus oryzae.  
Dari hasil analisis non-parametrik menunjukkan warna  keju hasil fermentasi 
100% Rhizopus oryzae  lebih disukai dari pada yang lain sedangkan untuk 
pemakaian  starter campuran yang paling disukai yaitu 25% Streptococcus lactis dan 
75 % Rhizopus oryzae hal ini disebabkan karena warna keju yang dihasilkan lebih 
kuning dibandingkan dengan starter campuran yang lain. 
bahwa keju yang dibuat dari susu sapi tanpa pewarna akan menghasilkan keju yang 
berwarna putih kekuningan. Warna keju dipengaruhi kadar lemak pada keju. Lemak 
pada keju diperoleh dengan bantuan enzim lipase, yang mampu menghidrolisis 
trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Warna kuning berasal dari pigmen 
karoten yang larut didalam lemak. Sehingga semakin banyak kadar lemak pada keju 
menyebabkan warna keju menjadi semakin kuning, karena semakin banyak pigmen 
karoten yang larut, pada  25% Streptococcus lactis dan 75 % Rhizopus oryzae 
memiliki kadar lemak yang tinggi dibandingkan dengan campuran lainya sehingga 
memiliki warna yang lebih kuning.  
berdasar  hasil analisis non-parametrik menunjukkan skor penilaian yang 
diberikan para panelis terhadap tekstur sampel relatif rendah yaitu tidak suka hingga 
agak suka. Kadar air yang tinggi pada keju tanpa peram membuat tekstur yang 
lembek dan agak berair. Pada keju (unripened cheese) yang terbuat dengan 
memakai  starter campuran 25% Streptococcus lactis dan 75 % Rhizopus oryzae 
paling disukai karena pada memiliki kadar air yang lebih rendah sehingga keju yang 
dihasilkan tidak lembek jika dibandingkan dengan keju  (unripened cheese) dengan 
memakai  starter campuran lainnya. 
Potensi Rhizopus oryzae sebagai starter dalam pembuatan keju  
Dari hasil penelitian bahwa  Rhizopus oryzae mampu memfermentasikan susu  
dalam waktu 10 jam pada suhu 37 ° C yang ditunjukkan dengan perubahan pH yaitu 
6,23 pH awal menjadi 4, 85 pH akhir atau terjadi penurunan pH sebesar 1,37. 
Penurunan pH karena terbentuknya asam laktat akibat pemakaian  subtrat fermentasi 
oleh mikroorganisme membantu mengendapkan ion kalsium (Ca++) yang berperan  
dalam meningkatkan kecepatan koagulasi dan hasilnya dapat diketahui dengan 
terbentuknya rendemen curd .
Keju hasil fermentasi dari starter  campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus 
oryzae memiliki potensi yang besar sebagai bahan pangan alternatif. Potensi  keju 
hasil fermentasi dari starter  campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae 
dapat diketahui dengan membandingkan nilai nutrisi keju dan nilai kesukaan. Kadar 
lemak, protein dan nilai uji kesukaan dapat dilihat pada tabel 6. 
Tabel 6. Kadar Rendemen, Protein, Lemak dan Nilai Uji Kesukaan 
Perlakuan  Rendemen   Protein      Lemak        Rasa        Aroma     Warna  Tekstur 
                (%) Bk       (%) Bk 
K          8.23 a       14.80a         35.91a        3.68a        3.48a         2.42a    2.67a 
A         8.75a       15.20a        37.26a             3.10a         3.25a        2.53a      2.72a 
B                 8.89a 15.47a        49.73b          2.97a         2.83a        2.68a      3.17a 
C         8.96a 15.53a        50.29b             2.80a         2.98a        3.43b    3.18a 
D         9.07a       15.70a        51.50b    2.45a         2.48a  3.95b    3.25a 
 
berdasar  tabel diatas dapat diketahui bahwa kadar protein, nilai kesukaan 
terhadap warna dan tekstur pada 25% Streptococcus lactis dan 75% Rhizopus oryzae 
lebih tinggi dibandingkan dengan keju hasil fermentasi campuran starter 
Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae yang lainya. Sedangkan pada 75% 
Streptococcus lactis dan 25% Rhizopus oryzae memiliki keunggulan dalam kadar 
lemak yang rendah, rasa dan aroma.  Sehingga dapat diketahui bahwa keju 
(unripened cheese) dari starter campuran 75% Streptococcus lactis dan 25% Rhizopus 
oryzae lebih baik nilai nutrisinya karena kadar lemaknya rendah dan kadar proteinnya 
tidak berbeda nyata dengan kadar protein keju  (unripened cheese)  yang lain, selain 
itu rasa dan aromanya juga lebih disukai. Namun bila dilihat dari segi ekonomis 
pemakaian  starter campuran 25% Streptococcus lactis dan 75% Rhizopus oryzae 
lebih menguntungkan karena menghasilkan nilai rendemen yang banyak, kadar 
protein tinggi, selain itu juga menghasilkan warna, tekstur yang paling disukai. 
 
             Rhizopus oryzae berpotensi sebagai starter dalam pembuatan keju karena 
kemampuannya membentuk asam laktat yang ditunjukkan dengan adanya penurunan 
pH  sebesar 1,37 selama inkubasi 10 jam dan terbentuk rendemen sebesar 8-9 %.. 
pemakaian  variasi  starter campuran Streptococcus lactis dan  Rhizopus oryzae 
menghasilkan perbedaan secara nyata pada kadar air dan kadar lemak. Kualitas keju 
(unripened cheese) terbaik pada starter campuran 75 % Rhizopus oryzae dan 25 % 
Streptococcus lactis menghasilkan nilai rendemen dan kadar  protein tertinggi pada  
yaitu sebesar 8.96 % BK dan 15,70% BK, memiliki kadar air yang rendah yaitu 
sebesar 32,71 % serta menghasilkan warna dan tekstur yang paling disukai