Keju yang dikenal pada umumnya memiliki keterbatasan untuk dikonsumsi oleh penderita alergi protein
susu dan vegetarian. Selain harganya yang relatif mahal, kandungan lemak pada keju juga tinggi. Protein pada
kedelai dapat menjadi alternatif pengganti protein dari susu pada pembuatan keju karena memiliki kadar protein
yang tidak jauh berbeda serta kadar lemak yang lebih rendah. Penggunaan bakteri asam laktat dari dadih sebagai
bakteri probiotik dengan penambahan bahan tambahan pangan perlu dilakukan untuk memperbaiki mutu dari
keju nabati. Penelitian ini bertujuan menentukan formulasi pembuatan keju nabati berbahan baku kedelai dengan
konsentrasi perisa keju yang tepat sehingga mampu menyerupai keju hewani, serta mengetahui karakteristiknya.
Rancangan yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Jenis perlakuan yang diberikan adalah
jenis susu kedelai, persentase inokulum, dan konsentrasi perisa keju yang ditambahkan. Jenis susu kedelai yang
dipakai adalah susu kedelai bubuk komersial dan susu kedelai segar dengan persentase inokulum 5% , 10% ,
dan 15% (v/v) serta konsentrasi penambahan perisa keju 0,5% ; 0,7% ; 0,9% ; 1,1% ; dan 1,3% (b/v). Data
dianalisis dengan ANOVA dilanjutkan dengan uji Duncan apabila menunjukkan pengaruh yang nyata. Uji A
Bukan A menunjukkan bahwa penambahan perisa keju 0,9% (b/v) dengan jumlah inokulum sebanyak 15% (v/v)
pada susu kedelai segar menghasilkan aroma yang tidak berbeda nyata dengan keju komersial pada tingkat
kepercayaan 95%. Dilihat dari aspek MFFB (moisture fat free basis) dan FDM (fat in dry matter), keju nabati
yang dihasilkan tergolong kepada semihard cheese dan skim cheese. Karakteristik dari keju nabati yang
dihasilkan yaitu kadar air 66,3% ; kadar abu 3,27%; kadar protein 26,74%; dan kadar lemak 0,36%.
Keju merupakan produk olahan pangan
yang dibuat dari bahan baku susu hewani. Susu
merupakan salah satu sumber protein bagi manusia
yang dikonsumsi di seluruh dunia. Protein pada susu
hewani adalah kasein yang merupakan komponen
yang menggumpal pada keju. Namun sayangnya
tidak semua segmen bisa menikmati dan merasakan
manfaat dari keju. Selain harganya yang relatif
mahal, kandungan lemak dalam keju juga tinggi
yaitu sekitar 20-25% serta adanya
keterbatasan penderita alergi protein susu dalam
mengonsumsi produk olahan dari susu sapi. Selain
itu, masyarakat vegetarian juga akan menghindari
konsumsi keju hewani.
Kedelai merupakan salah satu sumber
protein nabati yang apabila dibandingkan dengan
protein susu sapi (3,2%), protein pada kedelai yang
telah diproses menjadi susu kedelai memiliki
kandungan protein yang melebihi protein susu sapi
yaitu 3,5% Kandungan protein
yang tinggi dan rendah lemak pada kedelai
berpotensi menjadi bahan baku keju nabati (non-
dairy cheese).
Proses produksi pembuatan keju pada
umumnya yang memakai enzim rennet tidak
bisa diaplikasikan pada pembuatan keju dari kedelai
karena protein kedelai tidak mengandung kasein ,
Namun proses pembuatan keju nabati
dapat memakai bakteri asam laktat untuk
menggumpalkan protein kedelai dan membentuk
aroma pada keju nabati.
penggunaan starter dengan bakteri campuran
mampu meningkatkan aroma (flavour) pada produk
yang dihasilkan. Salah satu sumber pangan
fungsional yang memiliki berbagai jenis bakteri
yang tumbuh adalah dadih (Usmiati dan Risfaheri
2012). Bakteri asam laktat yang ada pada dadih
terdiri atas 36 galur dari Lactobacillus,
Streptococcus, dan Lactococcus (Usmiati et al.,
2011). Selain itu, penambahan bahan tambahan
pangan berupa perisa (flavour) keju dalam
memproduksi keju nabati (non-dairy cheese)
diperlukan agar dapat menyerupai keju pada
umumnya.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipakai untuk pembuatan
keju terdiri atas kedelai yang diperoleh dari Koperasi
Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI Bogor),
dadih dari Sumatera Barat, susu kedelai bubuk,
natrium bikarbonat, media nutrient agar (NA), skim
milk, dan perisa keju (cheese flavour). Bahan yang
dipakai untuk analisis adalah akuades, alkohol
70%, media de Man’s Rogosa Sharp Broth (MRSB),
media Bacteriology Agar, media Eosin Methylene
Blue (EMB), dan NaOH 0,1N.
Peralatan yang dipakai untuk pembuatan
keju nabati terdiri dari blender, juicer, labu
Erlenmeyer, waterbath dan inkubator. Alat yang
dipakai untuk analisis adalah mikropipet beserta
tipnya, pH-meter, cawan petri, dan autoclave.
Penyiapan Bahan
Proses Pembuatan Susu Kedelai Segar.
Kedelai direndam dalam larutan 0,1%
natrium bikarbonat dengan perbandingan kedelai:
larutan = 1:5 (b/v) selama satu malam. Kemudian
dipanaskan hingga suhu 85oC selama 10 menit.
Kedelai dibilas dengan air bersih dan kulit kedelai
dikupas dengan cara meremas-remas dan dicuci
dengan air berkali-kali. Biji kedelai yang telah bersih
kemudian digiling untuk menghasilkan bubur
kedelai dengan menambahkan air panas (95oC)
dengan perbandingan kedelai:air panas = 1:5 (b/v).
Bubur kedelai disaring untuk memisahkan ampasnya
sehingga didapat susu kedelai segar
Proses Pembuatan Susu Kedelai dari Susu Kedelai
Bubuk
Susu kedelai bubuk dilarutkan dalam akuades
sebanyak 120 g L-1.
Isolasi Bakteri Asam Laktat pada Dadih
Sebanyak 1 g dadih dilarutkan dalam 9 ml
garam fisiologis kemudian diencerkan hingga 10-4
kali. Sebanyak 1 mL dipipetkan pada cawan petri
yang berisi media nutrient agar. Cawan petri
kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam
Pembuatan Kultur Inokulum Keju Nabati (Non-
Dairy Cheese)
Inokulum kultur disiapkan dengan
menginokulasikan bakteri pada susu skim yang telah
disterilisasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC
selama 16-18 jam dan disimpan pada suhu 4oC.
Katakteristisasi Bahan Baku
Uji yang dilakukan untuk mengetahui
karakteristik bahan baku yang dipakai (susu
kedelai segar dan susu kedelai bubuk) adalah uji
total padatan terlarut metode gravimetri (SNI 06-
6989.27:2004) dan analisis kadar protein (AOAC
2005).
Proses Pembuatan Keju Nabati
Susu kedelai dipasteurisasi pada suhu
63oC selama 30 menit dan didinginkan sampai
mencapai suhu 35-40oC. Tahap selanjutnya
ditambahkan inokulum sesuai perlakuan (sebanyak
5% v/v, 10% v/v, dan 15% v/v). Susu kedelai
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam.
Curd yang terbentuk kemudian disaring dengan
memakai kain saring. Keju yang terbentuk
digarami sebanyak 2% (b/v) dan dipres kemudian
ditambahkan perisa. (Modifikasi Li et al., 2013).
Konsentrasi perisa yang dipakai adalah 0,5% b/v ;
0,7% b/v ; 0,9% b/v ; 1,1% b/v ; dan 1,3% b/v.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan adalah
uji A Bukan A dan uji Hedonik. Uji A Bukan A
dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan
sensori antara dua produk. Pengujian ini dilakukan
terhadap 12 orang panelis terlatih untuk
membedakan aroma keju nabati (non-dairy cheese)
yang diproduksi dengan keju susu hewani komersial.
Uji Hedonik dilakukan terhadap 35 orang panelis
tidak terlatih dengan melakukan evaluasi terhadap
atribut tekstur, aroma, rasa dan warna dari keju yang
telah mengalami tahap pengujian A Bukan A
Uji Karakteristik Kimia
Analisa proksimat keju nabati yang
dilakukan meliputi kadar air, abu, lemak, dan protein
(AOAC, 2005). Selama kultivasi dilakukan uji pH
dan total asam tertitrasi (TAT) (AOAC, 1995) serta
rendemen (Arinda, 2013). Rendemen dihitung
berdasarkan perbandingan bobot keju nabati dengan
volume awal susu kedelai sebelum dikultivasi. Jenis
keju yang dihasilkan ditentukan berdasarkan
moisture fat free basis (MFFB) dan fat in dry matter
(FDM) (CAC, 1978),
Uji Karakteristik Mikrobiologis.
Uji mikrobiologis yang dilakukan adalah uji
jumlah bakteri asam laktat dan uji bakteri koliform.
Analisis Data
Rancangan percobaan memakai
Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
perlakuan yaitu jenis susu kedelai, persentase jumlah
inokulum, dan konsentrasi perisa keju yang
ditambahkan. Pengujian data dilakukan dengan
software SPSS16 untuk melihat keragaman
data/ANOVA (analysis of variance) dan apabila
didapatkan hasil yang berpengaruh nyata, maka
analisis dilanjutkan dengan uji Duncan.
Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku pembuatan keju nabati
memakai dua jenis bahan baku yaitu susu
kedelai segar dan susu kedelai bubuk. Karakteristik
dari bahan baku ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa
karakteristik dari bahan baku yang dipakai dalam
pembuatan keju nabati telah memenuhi kadar protein
minimum yang ditetapkan. Kadar protein pada susu
kedelai bubuk lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar protein susu kedelai segar. Perbedaan jenis biji
kedelai, proses ekstraksi protein kedelai dan
formulasi pada produk akhir sangat mempengaruhi
kadar protein dan total padatan pada susu kedelai.
Selain itu, total padatan terlarut dari susu kedelai
bubuk dan susu kedelai segar ada perbedaan
karena kandungan pada susu kedelai bubuk yang
mengandung maltodekstrin sebesar 40% sehingga
meningkatkan jumlah total padatan yang terlarut
pada susu kedelai bubuk .
Pembuatan Keju Nabati
Protein pada kedelai didominasi oleh
globulin yaitu sekitar 65 sampai 80% yang akan
mencapai titik isoelektrik pada pH 4,5-5,0 dan
sisanya adalah enzim-enzim intraseluler,
hemaglutenin, lipoprotein membran dan protein
inhibitor. Pada pH ini curd akan terbentuk dan
dapat dipisahkan dari whey susu kedelai (Ariani,
2002). Nilai pH dibawah 4,5 akan menyebabkan
aroma dan rasa asam pada keju nabati. Pengaruh
lama fermentasi keju nabati terhadap perubahan nilai
pH dan total asam tertitrasi pada susu kedelai bubuk
dan susu kedelai segar ditunjukkan pada Gambar 1
dan Gambar 2.
Tabel 1. Karakteristik Susu Kedelai
Pengujian Susu Kedelai Bubuk Susu Kedelai Segar SNI*
Total PadatanTerlarut (mg/L) 128000,00 128 ± 6,50 -
Kadar protein (%) 6,34 ± 0,16 3,56 ± 0,16 Minimum 1%
Gambar 1. Pengaruh lama kultivasi terhadap nilai pH dan total asam tertitrasi (TAT) pada susu kedelai bubuk
Lama Kultivasi (jam)
Inokulum 5% (pH) Inokulum 10% (pH) Inokulum 15% (pH)
Inokulum 5% (TAT) Inokulum 10% (TAT) Inokulum 15% (TAT)
Khaswar Syamsu dan Kartika Elsahida
Gambar 2. Pengaruh lama kultivasi terhadap perubahan nilai pH dan total asam tertitrasi (TAT) pada susu
kedelai segar
Nilai pH pada susu kedelai bubuk dan susu
kedelai segar mengalami penurunan seiring dengan
lamanya fermentasi, sedangkan total asam tertitrasi
berbanding terbalik dengan nilai pH dan semakin
meningkat seiring dengan lamanya fermentasi. Susu
kedelai bubuk mencapai titik isoelektrik pada jam
ke-16, sedangkan susu kedelai segar mencapai titik
isoelektrik pada jam ke-12.
Kedelai memiliki karbohidrat yang larut
dalam air berupa oligosakarida yang terdiri atas
sukrosa, stakiosa, dan rafinosa. Bakteri asam laktat
memiliki enzim α-galaktosidase yang mampu
menghidrolisis oligosakarida selama fermentasi
berlangsung sehingga mampu menurunkan pH.
Ketika pH ini telah mencapai titik isoelektrik
dari protein kedelai (globulin), maka terjadilah
penggumpalan pada susu kedelai segar . Susu kedelai segar tidak memiliki tambahan
bahan dalam prosesnya, sehingga akan memudahkan
bakteri asam laktat untuk langsung menghidrolis
oligosakarida ini . Namun, lain halnya dengan
susu kedelai bubuk yang memiliki penambahan
maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan polimer
glukosa dari pati yang telah mengalami proses
hidrolisis melalui asam atau enzim. Maltodekstrin
berfungsi sebagai bahan pengisi, meningkatkan
viskositas pada produk, serta mengawetkan
makanan. Maltodekstrin untuk makanan pada
umumnya memiliki dextrose equivalent (DE)
dibawah 20. Hal ini mengakibatkan
fermentabilitasnya (kemampuan untuk fermentasi)
rendah ,sehingga titik
isoelektrik pada susu kedelai bubuk lebih lama
dibandingkan dengan susu kedelai segar.
Rendemen
Persentase rendemen yang dihasilkan pada
setiap konsentrasi inokulumnya ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Persentase rendemen non-dairy cheese
Bahan
Baku
Jumlah
inokulum (%)
Rendemen produksi
(% b/v)
Susu
Kedelai
Bubuk
5 10 ± 0,000
10 14 ± 0,002
15 15 ± 0,002
Susu
Kedelai
Segar
5 14 ± 0,001
10 16 ± 0,000
15 17± 0,003
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah
inokulum dan jenis bahan baku yang dipakai
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendemen yang
dihasilkan. Berdasarkan uji Duncan, rendemen keju
nabati dengan konsentrasi inokulum 10% dan 15%
tidak berbeda signifikan, namun konsentrasi
inokulum 5% dengan konsentrasi lainnya
menghasilkan rendemen yang berbeda secara
signifikan. Susu kedelai bubuk menghasilkan
rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan
susu kedelai segar. Keju nabati dari susu kedelai
segar memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi
dibandingkan keju nabati dari susu kedelai bubuk.
Kandungan lemak yang tinggi akan berdampak
terhadap rendemen yang tinggi pula . Perbedaan kandungan lemak yang dihasilkan
dapat dilihat pada Tabel 4.
rendemen keju yang dihasilkan dari susu sapi adalah
10%, sedangkan menurut Mullan (2007) rendemen
keju cheddar dapat berkisar antara 9-10%.
Rendemen yang dihasilkan pada keju nabati lebih
tinggi dibandingkan rendemen dari keju hewani pada
umumnya karena dipengaruhi oleh kandungan lemak
dan protein didalam bahan yang dipakai serta tidak adanya proses
pemeraman.
Lama Kultivasi (jam)
Inokulum 5% (pH) Inokulum 10% (pH) Inokulum 15% (pH)
Inokulum 5% (TAT) Inokulum 10% (TAT) Inokulum 15% (TAT)
Pembuatan Keju Nabati dari Kedelai memakai …………
Karakteristik Organoleptik Keju Nabati
Uji A Bukan A
Uji A Bukan A merupakan salah satu jenis
uji pembeda yang bertujuan mengetahui perbedaan
aroma antara dua produk. Atribut sensori yang
dinilai adalah aroma antara keju nabati dengan keju
hewani komersial jenis cream cheese. Hal ini
diperlukan untuk menilai berapa konsentrasi perisa
yang dibutuhkan agar memiliki aroma yang sama
dengan keju dari susu hewani. Konsentrasi perisa
yang kurang tepat akan menghasilkan aroma langu
ataupun aroma yang tidak mengenakkan karena
terlalu banyak. Berdasarkan jumlah terkecil untuk
menyatakan beda nyata dengan hipotesis berekor
dua disimpulkan bahwa aroma sampel pada jumlah
inokulum sebesar 15% dan konsentrasi perisa keju
0,9% dengan bahan baku susu kedelai segar
memiliki kesamaan aroma dengan keju komersial
pada tingkat kepercayaan 95%. Selain itu, ada
sampel keju nabati dengan bahan baku susu kedelai
segar pada jumlah inokulum 15% dengan
konsentrasi perisa keju 0,7% dan keju nabati
berbahan baku susu kedelai bubuk pada jumlah
inokulum 15% dengan konsentrasi perisa keju
1,3% yang memiliki kesamaan aroma menurut 6
orang panelis. Oleh sebab itu, ketiga sampel ini
dilanjutkan pada uji Hedonik.
Uji Hedonik
Uji Hedonik merupakan uji kesukaan yang
melibatkan panelis tidak terlatih dengan memilih
suatu produk diantara produk lainnya , Atribut yang dinilai pada uji hedonik
adalah warna, aroma, rasa, dan tekstur dari keju
nabati. Nilai rataan hasil uji hedonik ditunjukkan
pada Tabel 3.
Sampel dengan bahan baku susu kedelai
segar dengan jumlah inokulum 15% dan konsentrasi
perisa sebanyak 1,3% lebih disukai dari segi aroma,
rasa, dan tekstur dibandingkan dengan sampel yang
lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan yang
paling tinggi dibandingkan nilai rataan sampel lain.
Sedangkan penampakan keju nabati dari susu
kedelai bubuk paling disukai dibandingkan dengan
penampakan dari keju nabati dari susu kedelai segar.
Hasil analisis data memakai ANOVA
(Analysis of Variance) menunjukkan bahwa
penggunaan jenis bahan baku dan konsentrasi perisa
yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0.05)
terhadap warna dan tekstur dari keju nabati yang
dihasilkan. Sedangkan penggunaan bahan baku dan
konsentrasi perisa yang berbeda menyebabkan
pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap rasa dan
aroma keju nabati. Perisa hanya membantu dalam
meningkatkan rasa dan aroma dari keju nabati, tanpa
mempengaruhi tekstur dan warnanya.
Berdasarkan uji Duncan yang dilakukan,
aroma sampel susu kedelai segar dengan perisa
0,9% memiliki aroma yang sama dengan susu
kedelai bubuk dengan perisa 1,3%, sedangkan
jumlah perisa yang dipakai tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap rasa keju nabati dari bahan
baku yang sama. Bakteri asam laktat mampu
menghidrolis protein dan lemak dari susu kedelai.
Protein akan dihidrolis menjadi biopeptida dan
lemak dihidrolisis menjadi asetaldehid. Biopeptida
akan menghasilkan rasa yang pahit pada keju
sedangkan asetaldehid akan membentuk aroma yang
khas pada keju . Oleh sebab itu,
aroma akan semakin tajam seiring dengan tingginya
kandungan lemak pada keju. Inilah yang
menyebabkan aroma pada keju nabati dari susu
kedelai bubuk lebih membutuhkan perisa yang lebih
banyak dibandingkan keju nabati dari susu kedelai
segar karena keju nabati dari susu kedelai bubuk
mengandung lemak yang rendah.
Karakteristik Kimia Keju Nabati
Komposisi nutrien keju nabati dianalisis
melalui hasil pengujian kimia yang kemudian diolah
untuk mengetahui jenis keju berdasarkan nilai
moisture free-fat-basis (MFFB) dan fat content in
dry matter (FDM). Hasil analisis komposisi nutrien
keju nabati ditunjukkan dalam Tabel 4 yang
menunjukkan bahwa penambahan perisa
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air keju
nabati yang dihasilkan sedangkan jenis bahan baku
berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
kadar abu dari keju nabati yang dihasilkan. Perisa
keju yang dipakai berbentuk liquid sehingga
penambahan konsentrasi perisa akan berdampak
pada kenaikan kadar air pada keju nabati. Susu
kedelai segar menghasilkan keju nabati dengan
kadar protein dan kadar lemak yang lebih tinggi
(P<0,05) dibandingkan keju nabati dari susu kedelai
bubuk. Kandungan protein dari keju nabati yang
berasal dari susu kedelai bubuk menurun karena
lamanya fermentasi untuk mencapai titik isoelektrik
dibandingkan dengan susu kedelai segar. Semakin
lama fermentasi, maka akan semakin banyak protein
yang terdegradasi oleh bakteri asam laktat
Tabel 3. Nilai rataan uji hedonik keju nabati
Perlakuan Warna Aroma Rasa Tekstur
Susu kedelai segar, inokulum 15%, perisa keju 0,7% 3,51a 3,28a 2,71a 3,17a
Susu kedelai segar, inokulum 15%, perisa keju 0,9% 3,54a 3,63b 2,8a 3,37a
Susu kedelai bubuk, inokulum 15%, perisa keju 1,3% 3,57a 2,97b 2,2a 3,34a
Keterangan : 1 : sangat tidak suka, 2 : tidak suka, 3 : netral, 4: suka, 5: sangat suka
aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang
berganda Duncan).
Keju nabati yang dihasilkan tergolong pada
keju semi keras (semihard) tidak matang
(unripened/fresh) karena tidak mengalami proses
pematangan. Keju semi keras merupakan keju
dengan tekstur sedikit lembek, contohnya keju
cottage, ricotta, dan jenis lainnya. Hal ini dapat
dilihat dari MFFB yang berkisar antara 54-69%
(CAC, 1978). Berdasarkan nilai FDM yang
diperoleh, maka keju nabati yang dihasilkan
tergolong pada jenis keju skim karena memiliki
FDM yang lebih kecil dari 10% (CAC, 1978).
Karakteristik Mikrobiologis Keju Nabati
Karakteristik mikrobiologis bertujuan
mengetahui populasi bakteri yang ada pada
produk keju nabati. Uji mikrobiologi yang dilakukan
adalah pengujian jumlah bakteri asam laktat (BAL)
dan pengujian bakteri koliform untuk mengetahui
ada tidaknya bakteri cemaran. Hasil pengukuran
populasi BAL dan bakteri koliform yang ada
pada keju nabati ditunjukkan pada Tabel 5.
Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang
dipakai untuk menggumpalkan protein pada
fermentasi susu kedelai. Banyaknya populasi bakteri
asam laktat dipengaruhi oleh adanya ketersediaan
substrat pada media
tumbuhnya. produk
yang tergolong pada produk probiotik dan dapat
memberikan manfaat pada kesehatan memiliki
jumlah sel bakteri hidup 107-108 cfu/g. Produk keju
nabati yang dihasilkan tidak tergolong pada produk
probiotik. Adanya pertumbuhan bakteri asam laktat
menandakan bahwa fermentasi masih berlangsung
pada keju nabati. Keju pada umumnya akan
mengalami fermentasi selama seminggu, namun
pada tipe keju seperti keju cheddar telah mengalami
proses fermentasi yang lengkap sebelum
pengepresan (Nip, 2007).
Penghitungan bakteri koliform yang
dilakukan yang memakai media Eosin
Methylene Blue (EMB) menunjukkan bahwa tidak
ada bakteri koliform pada keju nabati yang
dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa sanitasi dan
proses pengolahan dalam keadaan yang cukup baik,
sehingga tidak ditemukan bakteri pencemar di dalam
produk. Karakteristik mikrobiologis ini telah sesuai
dengan SNI keju cheddar olahan.
Formulasi terbaik dalam pembuatan keju
nabati adalah memakai bahan baku susu kedelai
segar dengan inokulum 15% dan bahan tambahan
pangan berupa perisa keju dengan konsentrasi 0,9%.
Formulasi ini telah menghasilkan keju nabati
yang menyerupai aroma pada keju susu hewani
komersial. Keju nabati yang dihasilkan memiliki
karaktertistik kadar air dan kadar abu yang sama
dengan keju nabati berbahan baku susu kedelai
bubuk, namun berbeda pada kadar protein dan kadar
lemak. Kategori dari keju nabati yang dihasilkan
adalah keju sami keras (semi hard cheese)
berdasarkan nilai MFFB dan tergolong skim cheese
berdasarkan nilai DFM.
Tabel 4. Hasil analisis komposisi nutrien keju nabati
Pengujian
Susu Kedelai Segar,
Inokulum 15%, perisa
0,7%
Susu Kedelai Segar,
Inokulum 15%,
perisa0,9%
Susu Kedelai
Bubuk, Inokulum
15%, perisa 1,3%
SNI*
Kadar air (%) 62,84 ± 0,97a 66,30 ± 0,30b 67,18 ± 0,11b <45%
Kadar abu (%) 3,42 ± 0,01a 3,27 ± 0,1a 3,71 ± 0,03a <5,5%
Kadar protein (%) 27,02 ± 1,00a 26,74 ± 1,13a 20,62 ± 1,63b >19,5%
Kadar lemak (%) 0,36 ± 0,02a 0,36 ± 0,02a 0,14 ± 0,01a > 25%
FDM (%) 0,36 ± 0,02a 0,36 ± 0,02a 0,14 ± 0,01a >25%
MFFB (%) 63,07 ± 0,99a 66,53 ± 0,28b 67,28 ± 0,10b -
aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang
berganda Duncan).
FDM : fat content in dry matter
MFFB : moisture free fat basis
Tabel 5. Populasi BAL dan bakteri koliform pada non-dairy cheese
Pengujian
Susu Kedelai
Segar, Inokulum
15%, perisa 0,7%
Susu Kedelai Segar,
Inokulum 15%,
perisa 0,9%
Susu Kedelai
Bubuk, Inokulum
15%, perisa 1,3%
SNI*
Populasi BAL (log cfu g-1) 5 ± 0 5,33 ± 0,01 6,41 ± 0,02 -
Jumlah Bakteri Koliform
(log cfu g-1)
Td Td Td Td
Keterangan : Td : tidak terdeteksi
BAL : Bakteri Asam Laktat
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh pemeraman terhadap
karakteristik keju nabati , umur simpan dari produk
yang dihasilkan serta analisis finansial.