• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label pertanian alami 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pertanian alami 2. Tampilkan semua postingan

pertanian alami 2




















air. Ketika kepalan dilepaskan, 
maka adonan kembali mengembang (kandungan air 
sekitar 30%).
 Tumpuk bahan yang sudah dicampur dengan ketingggian 
15cm sampai 20cm, selanjutnya ditutup dengan karung 
goni selama 3 sampai 4 hari. 
 Selama dalam proses, suhu dipertahankan antara 40ºC 
sampai 50oC. Jika suhu melebihi 50oC, maka karung 
penutup harus dibuka, lalu adonan dibolak balik dan
tutup kembali.
 Setelah empat hari penutup dapat dibuka. Pembuatan 
bokashi dikatakan berhasil, jika bahan bokashi 
terfermentasi dengan baik. Ciri-ciri keberhasilan adalah 
bokashi akan ditumbuhi oleh jamur yang berwarna putih 
dan bau atau aromanya sedap. Sedangkan jika dihasilkan 
bokashi yang berbau busuk, maka pembuatan bokashi 
tersebut gagal.
Catatan :
 Bahan pembuatan bokashi yaitu jerami (sekam/kulit 
padi), rumput, sisa tanaman kacang-kacangan, serbuk 
gergaji atau pupuk kandang dapat digunakan ketika 
sudah kering atau masih basah (segar). 
 Bokashi yang sudah jadi sebaiknya langsung digunakan. 
Jika bokashi ingin disimpan terlebih dahulu, maka 
bokashi harus dikeringkan dengan cara mengangin￾anginkan di atas lantai hingga kering. Setelah kering 
bokashi dapat dikemas di dalam kantung plastik.
 Jerami bisa juga diganti dengan rumput-rumputan, 
tanaman kacang-kacangan dan sebagainya.
Cara Penggunaan:
Bokashi jerami sangat baik digunakan untuk melanjutkan 
proses pelapukan mulsa dan bahan organik lainnya di lahan 
pertanian. Bokashi jerami juga sesuai atau baik diaplikasikan 
di lahan sawah.
Bokashi pupuk kandang.
Bahan:
 Pupuk kandang sebanyak 15kg
 Sekam sebanyak 10kg 
 Dedak sebanyak 1/2kg
 Molases atau gula sebanyak 2 sendok makan (10ml)
 EM4 sebanyak 2 sendok makan (10ml) dan air 
secukupnya
Proses pembuatan:
Alat dan cara pembuatan bokashi pupuk kandang sama 
dengan pembuatan bokashi jerami, hanya jerami diganti 
dengan pupuk kandang.
 Pupuk Kandang.
Pupuk kandang terbuat dari olahan kotoran hewan ternak
yang diberikan pada lahan pertanian untuk memperbaiki 
kesuburan tanah dan struktur tanah. Pupuk kandang 
merupakan jenis pupuk organik seperti kompos dan pupuk 
hijau. Nutrisi yang dikandung tanaman tergantung dari 
sumber kotoran bahan baku pupuk kandang. Pupuk 
kandang ternak besar kaya akan Nitrogen, mineral, dan 
logam seperti Magnesium, Kalium, dan Kalsium. Pupuk 
kandang ayam memiliki kandungan fosfor lebih tinggi. 
Manfaat utama pupuk kandang adalah mempertahankan 
struktur fisik tanah sehingga akar dapat tumbuh secara baik.
Manfaat pupuk kandang:
Telah berates-ratus tahun yang lalu orang telah banyak 
memanfaatkan pupuk kandang untuk memupuk tanaman. 
Pupuk jenis ini mengandung unsur hara yang 
sangat bermanfaat memperbaiki kesuburan tanah dan 
mengandung sumber zat penting yang dibutuhkan oleh 
tanaman seperti Nitrogen, Kalium, dan Phospat. Yang perlu 
diperhatikan saat membuat pupuk kandang adalah jenis 
binatang dan umurnya, kedua hal tersebut akan sangat 
menentukan kandungan unsur hara. Untuk kadar Nitrogen, 
paling banyak dikandung oleh kotoran sapi pedaging, 
Phospor paling banyak dikandung oleh sapi perah, dan 
kalium paling banyak dikandung kotoran unggas.
Macam-macam pupuk kandang berdasarkan asalnya:
 Pupuk kandang ayam.
Pupuk dari kotoran ayam ini mempunyai banyak sekali 
manfaat, umumnya digunakan untuk memupuk sayuran. 
Pupuk ini kaya akan Phospat. Kandungan hara pada 
kotoran ayam sangat bergantung pada pakan yang 
diberikan. Di kandang kotoran ayam juga bercampur 
dengan sekam sehingga bisa menambah kandungan 
unsur hara di dalamnya. Salah satu keunggulan pupuk 
dari kotoran ayam adalah mudah terdekomposisi dan 
mengandung unsur hara yang tinggi jika dibanding 
dengan pupuk kandang lainnya.
 Pupuk kandang babi.
Pupuk ini mempunyai tekstur yang lembek dan banyak 
mengandung urine. Petani babi biasanya mendiamkan 
kotoran babi sampai kering dan kadar airnya hilang 
sehingga siap pakai. Unsur hara sangat dipengaruhi oleh 
umur babi. Di Cina produksi pupuk kandang babi telah 
dibedakan menurut usianya.
 Pupuk kandang kambing.
Yang unik dari pupuk kandang dari kotoran kambing 
adalah bentuknya yang bulat kecil-kecil dan teksturnya 
yang cukup keras. Tekstur yang keras akan menghambat 
proses dekomposisi dan penyediaan hara bagi tanaman. 
Pupuk ini mengandung kadar Kalium yang relatif tinggi, 
jika dibandingkan pupuk yang lain.
 Pupuk kandang sapi.
Salah satu ciri khas dari pupuk ini adalah mengandung 
kadar Karbon yang tinggi. Tingginya kadar Karbon 
disebabkan oleh konsumsi serat sapi yang banyak. Kadar 
C yang tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman 
utama. Tidak hanya masalah kadar Karbon, pupuk ini 
juga terlalu banyak kadar airnya. Penggunaan langsung 
pupuk jenis ini akan memerlukan ektra energi (berat) 
dan timbul bau yang tidak enak karena masih terjadi 
pelepasan amonia.
 Pupuk kandang kuda.
Karena jumlah kuda sangat sedikit, jadi penggunaan 
pupuk jenis ini masih sangat jarang, hanya di daerah￾daerah tertentu saja. Biasanya para peternak kuda yang 
juga bertani memanfaatkan kotoran dari kuda. Kotoran 
kuda dikubur dalam sebuah lubang dan dibiarkan 
terdekomposisi sehingga menjadi pupuk kandang siap 
pakai.
 MOL
MOL atau Mikro Organisme Local adalah cairan yang 
terbuat dari bahan organik alami. Larutan MOL mengandung 
unsur hara mikro, makro, dan mikroba. Mikroba dalam 
larutan MOL berpotensi sebagai bahan perombak bahan 
organik, perangsang pertumbuhan, serta agen pengendali 
hama dan penyakit tanaman.
Macam-macam MOL:
Pada dasarnya semua bahan organik dapat diolah menjadi 
MOL, yang penting bahan tersebut disukai dan bisa menjadi 
media tumbuh bagi mikroorganisme. Di bawah ini adalah 
macam-macam MOL yang bisa digunakan oleh petani:
 MOL buah-buahan untuk membantu malai (bulir padi) agar 
lebih berisi.
 MOL daun galam (Gliricide spium) untuk menyuburkan 
daun, cara penggunaannya disemprotkan saat tanaman 
berumur 30 hari.
 MOL bonggol pisang, sebagai bahan dekomposer saat 
pembuatan kompos, cara penggunaannya disemprotkan di 
sawah pada usia padi 10, 20, 30 dan 40 hari.
 MOL sisa sayuran untuk merangsang tumbuhnya malai (bulir 
padi), cara penggunaannya disemprotkan pada usia padi 60 
hari.
 MOL rebung, untuk merangsang pertumbuhan tanaman, 
cara penggunaannya disemprotkan pada usia padi 15 hari.
 MOL limbah dapur, untuk memperbaiki struktur fisik, 
biologi, dan kimia tanah. Cara penggunaannya disemprotkan 
pada saat mengolah tanah
 MOL protein, untuk nutrisi tambahan makanan pada 
tanaman, cara penggunaannya disemprotkan pada usia padi 
15 hari.
 MOL nimba dan kemangi untuk mencegah penyakit 
tanaman.
Bahan MOL limbah hijau atau sayuran segar:
 Kol, sawi, mentimun, bayam, dan kangkung 100kg
 Garam 5kg (5% dari berat sayuran)
 Air cucian beras 10lt
 Gula merah 2ons (2% dari cairan setelah diproses 24 jam) 
Alat: 
 Drum plastik ukuran 200lt
 Plastik transparan ukuran 1m²
Cara pembuatan:
 Semua bahan dipotong kecil-kecil, lalu masukkan ke dalam 
drum plastik.
 Setiap ketebalan 20cm taburi dengan garam secara merata.
 Tambahkan air cucian beras sebanyak 10lt.
 Tutup rapat drum dengan plastik transparan dan atasnya 
diberi air sehingga tampak cekung terisi air. 
 Setelah 3 – 4 minggu plastik penutupnya dibuka, maka akan 
tampak cairan berwarna kuning kecoklatan, baunya segar 
seperti tape.
 Tambahkan gula sebanyak 2ons, lalu aduk hingga rata. 
Cara penggunaan: 
 Untuk dekomposer, ambil 1lt larutan MOL ditambah 10lt air, 
dan 2ons gula, lalu aduk sampai rata. Selanjutnya siramkan 
MOL ke atas bahan organik yang mau dikomposkan.
 Untuk menyemprot tanaman:
 Ambil 400ml larutan MOL tambahkan dengan 14 liter air 
bersih, aduk sampai rata.j
 Semprotkan pada tanaman atau tanah berkompos pada 
pagi atau sore hari untuk menghindari sengatan 
matahari.
 Untuk padi, penyemprotan bisa dilakukan saat berumur 
10 ,20, 30, dan 40 hari setelah tanam




Hama dan Penyakit Tanaman
Diskripsi:
 Hama dan penyakit tanaman secara total berorientasi pada 
manusia. Makhluk hidup yang disebut sebagai hama adalah 
makhluk hidup yang bersaing untuk mendapatkan makanan, 
tempat tinggal, membawa penyakit, melukai manusia, 
mempengaruhi kesehatan dan mengganggu kenyamanan 
hidup. Pendapat lain menyebutkan bahwa makhluk hidup 
sebagai hama lebih tergantung pada situasinya daripada 
spesiesnya atau bahkan daripada posisi trofiknya (susunan 
makanan) dalam rantai makanan.
 Pengendalian hama terpadu adalah suatu sistem pengendalian 
hama yang berhubungan dengan dinamika populasi dan 
lingkungan yang terkait dengan spesies hama, serta 
memadukan berbagai teknik pengendalian hama potensial yang 
mengancam hasil tanaman budidaya.
Latar belakang:
 Penggunaan pestisida kimia sintetis yang berlebihan sehingga 
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan 
(pencemaran tanah, air, dan udara).
 Adanya resistensi atau kekebalan terhadap pestisida untuk 
pengendalian hama.
 Tumbuhnya ledakan hama yang tiba-tiba dengan dampak yang 
lebih besar akibat ikut terbasminya hewan yang 
menguntungkan.
 Munculnya hama sekunder, akibat musuh alaminya atau 
terputusnya rantai makanan.
 Terjadinya residu bahan kimia pada produk pertanian yang 
dikonsumsi.  Adanya dampak kesehatan akibat aktifitas pertanian terhadap 
pelaku dan konsumen baik secara langsung maupun tidak 
langsung.
Tujuan:
 Meningkatkan pemahaman petani tentang hama dan penyakit 
tanaman.
 Meningkatkan pemahaman petani tentang teknik pengendalian 
hama secara terpadu.
 Pengendalian hama bukan pemusnahan spesies makhluk hidup 
sehingga mengganggu keseimbangan ekosisitem.
 Meningkatkan produktifitas pertanian tanpa mengganggu 
lingkungan.
 Meningkatkan kualitas produk pertanian untuk menunjang 
kesehatan masyarakat.
 Menjaga dan mempertahankan kearifan lokal tentang 
pengendalian hama.
 Mengurangi biaya produksi pertanian.
 Memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dan murah.
Tahapan penyampaian materi:
 Fasilitator membuka dengan materi dan mengajukan 
pertanyaan kepada peserta tentang pengetahuan hama dan 
penyakit tanaman, serta teknik pengendalian yang mereka 
lakukan.
 Catat semua pendapat dan pengalaman peserta tentang
pengendalian hama.
 Fasilitator mengajukan pertanyaan kepada peserta tentang 
“makhluk hidup mana yang digolongkan sebagai hama?”, 
“mengapa mereka digolongkan sebagai hama?”, dan “kapan 
mereka menjadi hama?”. Buat diskusi kelompok.
 Fasilitator meminta kepada masing-masing kelompok untuk
mempresentasikan hasilnya secara bergiliran.
 Fasilitator menjelaskan tentang ekosistem dan rantai makanan
dengan permainan (game ekosistem) Fasilitator meminta kepada peserta untuk menyiapkan 
kunjungan lapangan yang terkait dengan waktu, lokasi, dan 
perlengkapan yang perlu dibawa.
 Fasilitator mengajak peserta ke lapangan dan memberikan 
tugas kepada setiap kelompok untuk melakukan pendataan 
hama yang ditemukan.
 Fasilitator meminta kepada peserta untuk menyusun laporan 
hasil kunjungan lapang dan presentasi.
 Fasilitator memancing dengan pertanyaan “hama apa yang 
sering muncul di tempat mereka masing-masing dan bagaimana 
cara pengendaliannya secara alami”.
 Mendiskusikan cara membuat pestisida organik untuk 
mengendalikan hama yang ada.
 Identifikasi bahan dan media yang diperlukan untuk pembuatan 
pestisida organik.
 Mempraktekkan pembuatan pestisida organik, lalu melakukan 
uji coba di lapangan, dan mengamati hasilnya. Meminta peserta 
untuk melakukan analisa dan membandingkan antara pestisida 
organik dan pestisida kimia.
 Setelah kembali ke ruang pertemuan, meminta kepada peserta 
untuk merumuskan hasil kunjungan lapang dan 
mempresentasikan. Buka ruang diskusi untuk memperdalam 
dan memperkaya pengetahuan peserta, selanjutnya sesi
ditutup.
Metode : pemaparan, diskusi kelompok, praktek, kunjungan 
lapang.
Waktu : 90 menit.
Media : papan tulis, plano, meta plan, spidol, crayon, ATK 
lengkap, tali kur atau benang kasur, dan 
perlengkapan pembuatan pestisida,
1. Hama Tanaman.
Hama dalam konteks penciptaan alam semesta “tidak pernah 
ada”, karena Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala 
isinya dalam keseimbangan. Artinya, apapun yang diciptakan 
Tuhan menjadi bagian penting dalam siklus di alam dan semua 
yang diciptakan pasti ada manfaatnya. Lalu, mengapa muncul 
istilah hama?
Istilah hama muncul lebih dari sisi kepentingan ekonomi 
manusia, karena hama adalah makhluk hidup yang mengurangi 
hasil panen yang diusahakan oleh manusia, baik berupa 
tumbuhan (pertanian) maupun hewan (peternakan).
Pertanyaan berikutnya adalah makhluk hidup mana yang 
digolongkan sebagai hama? Makhluk hidup yang bisa menjadi 
hama tidak berasal dari satu golongan atau jenis, tetapi lebih 
tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Apabila suatu 
ekosisitem lengkap dan tidak pernah terganggu, maka siklus
akan berjalan dengan sempurna sehingga tidak ada yang 
namanya hama. Tetapi, jika suatu ekosisitem mulai terganggu 
dan sampai memutuskan rantai makanan, maka akan ada salah 
satu makhluk yang akan menjadi hama, contohnya dalam 
ekosisitem sawah. 
Pada rantai tersebut semua dalam keseimbangan, maka tidak 
ada yang namanya hama. Apabila burung elang, ular, atau katak 
diburu secara terus-menerus, maka jumlahnya akan berkurang 
sehingga tikus, belalang, dan kelinci akan menjadi hama. 
Banyak makhluk hidup yang buka merupakan hama, seperti 
hewan yang kita makan atau jenis serangga. Bahkan ada jenis 
serangga yang bisa menjadi predator atau musuh alami.
Jadi penyebutan makhluk hidup sebagai hama, tergantung 
pada situasi dan kondisinya, bukan pada jenisnya, spesiesnya, 
atau susunan pada rantai makanan.
Pengertian secara umum tentang hama adalah semua binatang 
yang mengganggu dan merugikan tanaman yang dibudidayakan 
manusia. Hewan yang termasuk hama dikelompokkan ke dalam 
beberapa golongan, yaitu:
 Mamalia, contoh: musang, tupai, tikus, dan babi hutan.
 Aves, contoh: burung dan ayam.
 Serangga, contoh: belalang, wereng, dan kumbang.
 Molusca, contoh: siput dan bekicot.
Beberapa contoh hama yang sering dijumpai dalam kehidupan 
sehari-hari adalah:


2. Penyakit Tanaman.
Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang 
disebabkan oleh mikroorganisme seperti jamur, virus, bakteri, 
dan alga yang mengakibatkan perubahan atau gangguan pada 
organ-organ tanaman. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan 
perkembangan tanaman tidak normal. Penyakit tanaman juga 
dapat disebabkan kekurangan salah satu atau beberapa jenis 
unsur hara. Tanda-tanda tanaman yang terkena penyakit 
adalah:
 Layu: tanaman yang layu karena sakit, berbeda dengan 
tanaman yang layu karena kekurangan air. Apabila tanaman 
tetap layu setelah disiram air, kemungkinan ada bagian akar 
dan jaringan dalam batang yang rusak karena bakteri atau 
virus.
 Rontok: bila kerontokan terjadi pada daun, ranting, buah, 
dan bunga secara bersamaan, maka dapat dipastikan kalau 
tanaman tersebut menderita sakit. Penyebabnya dapat 
karena parasit, non parasit, atau serangan hama. 
 Perubahan warna: misalnya daun menjadi berwarna kuning, 
redup, atau hijau pucat dalam jumlah banyak, maka 
tanaman itu bisa dipastikan sakit. Perubahan warna pada 
daun juga dapat disebabkan oleh rusaknya klorofil atau 
kekurangan cahaya matahari.
 Daun berlubang: biasanya diawali oleh bercak berbentuk 
lingkaran, kemudian kering dan terbentuk lubang.
 Kerdil: terjadi pada daun, buah, atau bagian lainnya.
 Daun mengeriting.
 Busuk pada batang, daun, atau buah.
 Semai roboh.
3. Gulma.
Selain hama dan penyakit yang menyerang tumbuhan dan 
merugikan petani, gulma juga perlu mendapat perhatian 
khusus. Terkadang petani kurang memperhatikan gulma 
sehingga populasinya semakin menumpuk melebihi batas. 
Gulma ini akan berkompetisi dengan tanaman utama untuk 
mendapatkan unsur hara yang diperlukan dalam 
pertumbuhannya. Gulma dapat menjadi tempat persembunyian 
hama. Pembersihan gulma sangat penting untuk menekan 
perkembangan hama yang dapat menyerang tumbuhan.
Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan 
oleh lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai 
oleh tanaman produksi. Batasan gulma bersifat teknis dan 
plastis. Teknis, karena berkaitan dengan proses produksi 
tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil 
karena mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui 
kompetisi. Plastis, karena batasan ini tidak mengikat suatu 
tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman berguna dapat 
menjadi gulma. Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap 
gulma dapat dianggap tidak mengganggu. Contoh, kedelai yang 
tumbuh di sela-sela tanaman dapat dianggap sebagai gulma, 
namun pada sistem tumpang sari keduanya merupakan 
tanaman utama. 
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki, gulma dibedakan 
menjadi 3 kelompok, yaitu teki, rumput, dan gulma daun lebar.
a. Teki.
Rumput Teki (Cyperus rotundus L) atau teki, mota, koreha, 
wai, rukut teki, rukut wuta adalah rumput palsu (batang 
segitiga) yang dapat hidup sepanjang tahun dengan 
ketinggian 10-75cm. Tanaman ini tumbuh liar di kebun, 
ladang, atau tempat lain dengan ketinggian sampai 1000m 
dari permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali karena 
bunganya berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung 
tangkai dengan tiga tunas helm benang sari berwarna 
kuning jernih, membentuk bunga berbulir, mengelompok 
menjadi satu berupa payung. Ciri khasnya terletak pada 
buahnya yang berbentuk kerucut besar pada pangkalnya, 
kadang-kadang melekuk berwarna coklat dengan panjang 
1,5 - 4,5cm dengan diameter 5 - 10mm. Daunnya berbentuk 
pita berwarna mengkilat, terdiri dari 4-10 helai, terdapat 
pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan 
pelepah daun tertutup tanah. Pada rimpangnya yang sudah 
tua terdapat banyak tunas yang menjadi umbi berwarna 
coklat atau hitam. Rasanya sepet kepahit-pahitan dan 
baunya wangi. Umbi-umbi ini mengumpul berupa rumpun.

Kelompok teki–tekian memiliki daya tahan luar biasa 
terhadap pengendalian mekanis, karena memiliki umbu 
batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan–
bulan. Contohnya adalah teki ladang (Cyperus rotundus).
 
b. Rumput Alang-alang.
Rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik, 
merayap di bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul 
di tanah runcing tajam, serupa ranjau duri. Batang pendek 
menjulang ke atas tanah dan berbunga sebagian (merah) 
keunguan, seringkali dengan karangan rambut di bawah 
buku. Tinggi 0,2 –1,5m di tempat-tempat lain mungkin bisa 
lebih tinggi.
Helai daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung 
runcing, dengan pangkal menyempit dan berbentuk talang, 
panjang 12-80cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam, 
berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang 
lebar dan pucat di tengahnya. Karangan bunga dalam malai, 
6-28cm panjangnya, dengan anak bulir berambut panjang 
(putih) kurang lebih 1cm, sebagai alat melayang bulir buah 
bila masak. Alang-alang dapat berbiak dengan cepat, 
benihnya tersebar cepat bersama angin atau melalui 
rimpangnya yang cepat menembus tanah yang gembur. 
Berlawanan dengan anggapan umum, alang-alang tidak suka 
tumbuh di tanah yang miskin, gersang, dan berbatu. Rumput
ini senang dengan tanah yang cukup subur, banyak terkena 
sinar matahari sampai agak teduh, dengan kondisi lembab 
atau kering. Gulma ini dengan segera menguasai lahan 
bekas hutan yang rusak dan terbuka, bekas ladang atau 
sawah yang mengering, atau tepi jalan. Di tempat semacam 
itu alang-alang dapat tumbuh dominan dan menutupi areal 
yang luas.
alang – alang (Imperata cylindrica).
c. Gulma Daun Lebar.
Berbagai macam gulma dari ordo Dicotyledoneae termasuk 
dalam kelompok berdaun lebar (broad leaves), biasanya 
tumbuh pada akhir masa budi daya, contohnya daun 
sendok. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa 
kompetisi cahaya. Yang tergolong dalam gulma ini antara 
lain: daun sendok, ciplukan (Physalis angulata L.), wedusan 
(Ageratum conyzoides L.), sembung (Mikania michranta), 
dan putri (Mimosa pudica)

1. Sejarah Pengendalian Hama dan Penyakit.
Pada jaman Pra Sejarah manusia hidup dengan cara berpindah￾pindah untuk mendapatkan dan mengumpulkan bahan 
makanan dengan cara berburu. Pada saat itu manusia belum 
melakukan budidaya tanaman. Setelah berkembangnya 
peradapan manusia, maka budidaya pertanian mulai dilakukan 
dan juga menyimpan makanan. Mereka juga melakukan usaha￾usaha perlindungan dan pengawetan terhadap bahan makanan.
 Pada 1.000 SM orang Yunani telah melakukan pengendalian 
hama. Mereka menggunakan bahan belerang untuk 
membasmi jamur dan menggunakan ekstrak tembakau
untuk mengendalikan hama. 
 Pada 2.500 SM orang Sumeria juga menggunakan belerang 
untuk mengendalikan hama dan tungau. 
 Pada 1.200 SM di sebelah Timur Cina, insektisida dari 
tanaman sudah digunakan untuk perlakuan benih sebelum 
ditanam dan fumigasi. Mereka juga menggunakan kapur dan 
abu kayu untuk mencegah dan menanggulangi hama yang 
menyerang hasil pertanian.
 Pada 950 SM melakukan pembakaran dan pengasapan 
untuk pengendalian belalang.
 Pada 450 SM mulai menggunakan jaring nyamuk.
 Pada 350 SM orang Romawi menggunakan semprotan 
minyak dari getah tanaman dan mengendalikan hama 
dengan menggunakan campuran minyak dan Abu, serta 
salep dari belerang
 Pada 300 SM orang Cina memelihara semut koloni sebagai 
predator di perkebunan jeruk untuk mengendalikan ulat dan 
kumbang penggerek.
 Pada 13 SM Marcus Pollio seorang arsitek dari Romawi 
merancang lumbung anti hama.
 Evolusi pengendalian hama terus berlanjut hingga 1000 
tahun SM.
 Pada 4 M, Ko Hung kimiawan Cina menyarankan 
penggunaan arsenik putih pada akar tanaman padi sebelum 
ditanam untuk melindungi dari serangan hama.
 Pada 571-630 M pemeluk agama Islam membacakan do’a￾do’a Nabi Muhammad pada tongak-tongak di lahan untuk 
mengusir belalang.
Dari contoh-contoh di atas permasalahan hama sudah ada sejak 
ribuan tahun yang lalu dan terus berkembang sesuai dengan 
perkembangan peradapan manusia dan perkembangan dunia 
pertanian. Pada awal abad 20 pengendalian hama mulai 
berkembang, selanjutnya revolusi pengendalian hama 
berkembang dengan menggunakan DDT (Dikloro Difenil 
Triklorethana). Pada tahun 1900-an industri pestisida sampai 
pada puncaknya sehingga pengendalian hama dan penyakit 
dengan menggunakan pestisida dianggap yang paling aman dan 
paling baik.
Pada tahun 1946 peneliti Swedia melaporkan bahwa dalam 
kurun waktu 20 tahun terdapat 224 spesies serangga yang 
resisten (kebal) terhadap DDT. Dari beberapa jurnal dan sumber 
penelitian para ahli lingkungan dilaporkan bahwa DDT dan 
sejenisnya dapat menimbulkan dampak negatif sebagai berikut:
 Meningkatkan kekebalan hama terhadap daya bunuh 
insektisida.
 Timbulnya ledakan hama secara besar-besaran setelah 
disemprot DDT, karena DDT juga membunuh predator 
(musuh alami).
 Pencemaran lingkungan seperti air, tanah dan udara
 Hasil pertanian mengandung residu pestisida DDT, bahkan 
ikan-ikan juga terkontaminasi.
 Timbulnya gangguan kesehatan pada manusia seperti 
keracunan, penyakit pernafasan, dan penyakit kulit.
Adanya dampak negatif yang berbahaya dari revolusi penggunaan 
pestisida sintetis, maka mendorong para ahli lingkungan untuk 
mencari alternatif atau cara-cara baru dalam pengendalian hama 
yang aman dan efektif. Akhirnya pada tahun 1972 Amerika Serikat 
melarang penggunaan DDT, Aldrin, Endrin, Heptaklor, dan 
Chlordane. Di Indonesia baru pada tahun 1986 Presiden melarang 
penggunaan 57 jenis insektisida organophospat yang menyebabkan 
meledaknya hama wereng coklat. Pada tahun 1979 Indonesia mulai 
melakukan Pengendalian Hama Terpadu. 
2. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu merupakan sistem 
atau teknik pengendalian hama yang menggunakan pendekatan 
dari berbagai disiplin ilmu yang memperhatikan unsur-unsur 
ekologi dan efisiensi ekonomi. Dengan kata lain sistem 
pengendalian hama dan penyakit yang bisa menjamin hasil yang 
menguntungkan, terkendali, aman, dan tidak membahayakan 
kehidupan yang lain, serta dapat menjaga keberadaan hama 
dalam jumlah di bawah ambang batas yang merugikan. 
Menurut FAO (1967) adalah sistem pengendalian hama yang 
berhubungan dengan dinamika populasi dan lingkungan yang 
berkaitan dengan spesies hama, serta memanfaatkan 
perpaduan berbagai macam teknik dan metode yang 
memungkinkan tetap menahan populasi hama di bawah tingkat 
yang menyebabkan kerusakan. 
Prinsip dasar pengendalian hama dan penyakit terpadu:
 Pengendalian hama bukan untuk membasmi hama sampai 
populasinya habis, tetapi menjaga agar populasi hama tetap 
di bawah ambang kerusakan.
 Tidak mengganggu kelestarian lingkungan atau ekologinya.
 Mengurangi sumber hama dan penyakit dengan mengontrol 
ekosistem.
 Menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai 
dengan kondisi wilayah atau lingkungannya, contohnya:
 Penggunaan varietas unggul yang tahan hama dan 
penyakit. Pilihan ini merupakan sebuah usaha dari 
pengendalian hama dan penyakit terpadu yang dilakukan 
pra tanam.
 Keseimbangan ekosistem.
Keseimbangan ekosistem merupakan unsur hayati yang 
harus dilakukan dalam pengendalian hama dan penyakit 
terpadu. Apabila tanah kurang subur karena kurangnya 
mikroorganisme dalam tanah, maka petani harus 
memperhatikan kelangsungan hidup mikroorganisme
dalam tanah.
 Pemanfaatan bahan dan musuh alami.
Pemanfaatan predator merupakan cara untuk 
mengurangi bahan-bahan kimia. Sebaiknya petani 
melakukan konsep back to nature, termasuk dalam 
pengendalian hama dengan cara menggunakan pestisida 
nabati dan pupuk organik.
Beberapa teknik pengendalian hama dan penyakit tanaman:
a. Pestisida organik.
Salah satu penyumbang terbesar pencemaran lingkungan 
adalah pertanian, karena dalam proses produksi banyak 
menggunakan bahan-bahan beracun berupa pestisida 
(herbisida, fungisida, rodentisida) dan pupuk kimia. 
Kenyataannya hama tidak pernah bisa dibasmi dengan 
bahan kimia, justru banyak muncul hama yang kebal 
terhadap bahan kimia tersebut. Masih banyak dampak lain
yang ditimbulkan, seperti:
 Membahayakan konsumen karena residu tertinggal 
dalam hasil pertanian yang dikonsumsi konsumen.
 Residu tidak bisa terurai sehingga mengakibatkan 
pencemaran tanah, air, dan udara.
 Daya kerjanya tidak selektif, sehingga bisa membunuh 
semua serangga dan predator.
 Menimbulkan kekebalan terhadap hama sehingga 
menimbulkan biotipe baru yang tahan terhadap 
pestisida.
 Meracuni ternak yang ada di sekitar daerah tersebut.
 Berbahaya bagi petani dan pedagang hasil pertanian.
 Biaya produksi semakin tinggi.
Dari beberapa contoh tersebut, pestisida organik menjadi
salah satu alternatif yang ditawarkan. Pestisida organik 
sebenarnya sudah digunakan para petani sejak jaman dulu,
mereka menggunakan tumbuhan tertentu untuk 
mengendalikan hama. Sampai saat ini di daerah-daerah 
yang masih mempertahankan budaya lokal seperti 
masyarakat Baduwi, Suku Kajang, dan masyarakat Dayak
masih menggunakan sistem ini. Kelompok-kelompok petani 
sekarang juga mulai banyak yang menggunakan pestisida 
organik dalam pertanian. Keuntungan pestisida organik 
adalah:
 Daya kerjanya selektif, hanya mematikan serangga 
tertentu sehingga keseimbangan alam tetap terjaga.
 Residu cepat terurai, tidak meracuni hasil pertanian.
 Tidak mengakibatkan pencemaran tanah, air, dan udara.
 Tidak menimbulkan kekebalan pada hama dan predator 
tidak mati.
 Pada umumnya berupa racun perut dan tidak 
membahayakan bagi petani (tidak meracuni ketika
terminum).
 Murah karena bahan baku ada di sekitar lahan mereka.
Beberapa contoh pestisida organik, bagian yang digunakan: 
daun, bunga, akar, kulit pohon, biji, umbi.
Cara membuat:
 Bahan basah dihancurkan, lalu dicampur air dan disaring.
 Bahan basah dicincang, lalu direndam dalam air dan
disaring.
 Bahan dikeringkan, lalu ditumbuk dan dibuat tepung.
 Bahan kering dibakar, lalu diambil abunya atau asapnya 
untuk mengusir hama.
 Bahan kering diletakkan pada tempat penyimpanan 
untuk mengusir hama gudang.
b. Penggunaan musuh alami atau predator.
Musuh alami adalah makhluk hidup (organisme, laba-laba, 
capung, parasitoid, dan patogen) yang memburu dan 
menghisap cairan tubuh binatang lain sehingga 
menyebabkan kematian. Predator keberadaannya sangat 
berguna karena memakan hama tanaman. Semua laba-laba 
dan capung merupakan contoh pemangsa. Parasitoid adalah 
serangga yang hidup di dalam tubuh serangga lain dan dapat 
membunuh secara perlahan. Parasitoid berguna untuk 
membunuh serangga hama, sedangkan parasit tidak 
membunuh inangnya, hanya melemahkan.
3. Pengendalian Gulma.
Pengertian dari pengendalian gulma (control) harus dibedakan 
dengan pemberantasan (eradication). Pengendalian gulma 
(weed control) dapat didefinisikan sebagai proses membatasi 
populasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat 
dibudidayakan secara produktif dan efisien. 
Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk 
membunuh seluruh gulma, melainkan cukup menekan 
pertumbuhan dan atau mengurangi populasinya. Pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat 
populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak 
melampaui ambang ekonomi (economic threshold).
Pelaksanaan pengendalian gulma hendaknya didasari dengan 
pengetahuan yang cukup tentang gulma yang bersangkutan. 
Apakah gulma tersebut bersiklus hidup annual (semusim), 
biennial (tanaman dua musim) atau perennial (tanaman 
tahunan), bagaimana berkembang biaknya, bagaimana sistem 
penyebarannya, bagaimana dapat beradaptasi dengan 
lingkungan dan dimana saja distribusinya. 
Terdapat beberapa metode atau cara pengendalian gulma yang 
dapat dipraktekkan di lapangan. Sebelum melakukan tindakan 
pengendalian gulma sangat penting mengetahui cara-cara 
pengendalian agar bisa memilih cara yang paling tepat untuk 
suatu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh di suatu 
daerah.
Teknik pengendalian gulma yang tersedia adalah:
a. Pengandalian secara preventif.
Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian 
akibat invasi gulma adalah pencegahan (preventif). Tujuan 
pencegahan adalah untuk mengurangi pertumbuhan gulma 
agar usaha pengendalian dapat dikurangi atau ditiadakan. 
Pencegahan merupakan langkah yang paling tepat karena 
kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum 
terjadi. Pencegahan biasanya lebih murah, tetapi tidak 
selalu lebih mudah. Pengetahuan tentang cara-cara 
penyebaran gulma sangat penting agar bisa melakukan 
dengan tepat.
Peniadaan sumber invasi dan sanitasi.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan 
untuk meniadakan sumber invasi adalah:
 Menggunakan biji tanaman yang bersih dan tidak 
tercampur biji lain, terutama biji-biji gulma.
 Menghindari penggunaan pupuk kandang yang 
belum matang.
 Membersihkan tanah yang berasal dari tempat lain, 
tubuh dan kaki ternak dari biji-biji gulma.
 Mencegah pengangkutan tanaman beserta tanahnya 
dari tempat lain, karena pada bongkahan tanah 
tersebut kemungkinan mengandung biji-biji gulma.
 Pembersihan gulma di pinggir-pinggir sungai dan 
saluran air.
 Menyaring air pengairan agar tidak membawa biji-biji 
gulma ke petak-petak pertanaman yang diairi.
 Karantina tumbuhan.
Karantina tumbuhan bertujuan mencegah masuknya 
organisme pengganggu tumbuhan lewat perantaraan lalu￾lintas atau perdagangan. Karantina tumbuhan merupakan 
cara pengendalian tidak langsung dan relatif paling murah.
b. Pegendalian mekanis.
Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan 
pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian 
sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya 
terhambat. Teknik pengendalian mekanis hanya 
mengendalikan kekuatan fisik atau mekanik. Dalam 
prakteknya dilakukan secara tradisional dengan tangan, 
dengan alat sederhana sampai penggunaan alat berat yang 
lebih modern. 

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih 
peralatan untuk digunakan dalam pengendalian gulma 
adalah sistem perakaran, umur tanaman, kedalaman dan 
penyebaran sistem perakaran, umur dan luas investasi, tipe 
tanah, topografi, serta kondisi cuaca atau iklim.
 Pengolahan tanah (Land Preparation).
Pengolahan tanah dengan alat-alat seperti cangkul, 
bajak, garu, traktor, dan sebagainya, pada umumnya 
berfungsi untuk mengendalikan gulma.
 Penyiangan (Weeding).
Penyiangan yang tepat biasanya dilakukan pada saat 
pertumbuhan aktif dari gulma. Lakukan penyiangan 
sebelum gulma berbunga untuk menghindari 
penyebaran gulma yang lebih luas.
 Pencabutan (Hand Pulling).
Pencabutan dengan tangan ditujukan untuk gulma 
annual dan biennial. Pelaksanaan pencabutan gulma 
terbaik adalah pada saat sebelum pembentukan biji, 
sedang pencabutan pada saat gulma sudah dewasa 
mengakibatkan terjadinya bagian bawah gulma ada yang 
tidak tercabut sehingga tumbuh kembali.
 Pembabatan (Mowing).
Pembabatan pada umumnya hanya efektif untuk 
mengendalikan gulma-gulma yang bersifat setahun 
(annual) dan kurang efektif untuk gulma tahunan 
(perennial). Efektivitas cara ini sangat ditentukan oleh 
saat dan interval pembabatan. Pembabatan sebaiknya 
dilakukan pada saat daun gulma sedang tumbuh lebat, 
menjelang berbunga dan sebelum membentuk biji.
 Pembakaran (Burning).
Pembakaran merupakan salah satu cara mengendalikan 
gulma. Suhu kritis yang menyebabkan kematian 
(Termodeash Point) pada sel adalah 45-550C, tetapi biji 
yang kering lebih tahan daripada tumbuhan yang hidup.
Sebenarnya yang dimaksud dengan pembakaran adalah 
penggunaan api untuk pengendalian gulma dengan alat 
pembakar (burner) seperti alat untuk mengelas, flame 
cultivator atau weed burner yang menggunakan bahan 
bakar butane dan propone. Atau pembakaran dengan 
memberikan panas dalam bentuk uap (sceaming),
terutama dalam usaha mematikan biji gulma pada 
tempat-tempat tertentu seperti pembuatan bedengan.
 Penggenangan.
Bila tersedia air, penggenangan dapat mengurangi 
pertumbuhan gulma. Cara ini biasa digunakan untuk 
mengendalikan pertumbuhan gulma darat (terrestrial).
Penggenangan efektif untuk mengendalikan gulma 
tahunan. Caranya dengan membuat galangan pembatas 
dengan tinggi genangan 15-25cm selama 3-8 minggu. 
Sebagian besar gulma tidak berkecambah pada kondisi 
anaerob.
c. Pengendalian hayati.
Pengendalian hayati (biological control) adalah penggunaan 
biota untuk melawan biota. Pengendalian hayati dalam arti 
luas mencakup setiap usaha pengendalian organisme 
pengganggu dengan tindakan yang didasarkan ilmu hayat 
(biologi). Berdasarkan hal ini, maka penggunaan Legum 
Cover Crops (LCC) kadang-kadang juga dimasukkan sebagai 
pengendalian hayati. 
 Pengendalian alami dan hayati.
Berdasarkan campur tangan yang terjadi, maka 
dibedakan antara pengendalian alami dan pengendalian 
hayati. Perbedaan utama terletak pada ada atau 
tidaknya campur tangan manusia dalam ekosistem. 
Dalam pengendalian alami, selain musuh alami sebagai 
pengendali hayati, masih ada iklim dan habitat sebagai 
faktor pengendali non hayati. Sedang pada pengendalian 
hayati ada campur tangan manusia yang mengelola 
gulma dengan memanipulasi musuh alaminya.
 Musuh–musuh alami gulma.
Ada beberapa syarat utama yang dibutuhkan agar suatu 
makhluk dapat digunakan sebagai pengendali alami, 
yaitu:
 Makhluk tersebut tidak merusak tanaman budidaya 
atau jenis tanaman pertanian lainnya, meskipun 
tanaman inangnya tidak ada.
 Siklus hidupnya menyerupai tumbuhan inangnya, 
misalnya populasi makhluk ini akan meningkat, jika 
populasi gulmanya juga meningkat.
 Harus mampu mematikan gulma atau paling tidak 
mencegah gulma membentuk biji atau berkembang 
biak.
 Mampu berkembang biak dan menyebar ke daerah￾daerah lain yang ditumbuhi inangnya.
 Mempunyai adaptasi baik terhadap gulma inang dan 
lingkungan yang ditumbuhinya.
d. Pengendalian kultur teknis.
Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian 
gulma dengan menggunakan praktek-praktek budidaya, 
antara lain:
 Penanaman jenis tanaman yang cocok dengan kondisi 
tanah.
 Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutup 
ruang kosong.
 Pemupukan yang tepat untuk mempercepat 
pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya 
saing tanaman terhadap gulma.
 Pengaturan waktu tanam dengan membiarkan gulma 
tumbuh terlebih dahulu, kemudian dikendalikan dengan 
praktek budidaya tertentu.
 Penggunaan tanaman pesaing (competitive crops) yang 
tumbuh cepat dan berkanopi lebar sehingga memberi 
naungan dengan cepat pada daerah di bawahnya.
 Modifikasi lingkungan yang melibatkan pertumbuhan 
tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma 
tertekan. 
 Rotasi tanaman (Crop Rotation).
Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman sebenarnya 
bertujuan memanfaatkan tanah, air, sinar matahari, dan 
waktu secara maksimal sehingga diperoleh hasil yang 
memadai. Dengan pergiliran tanaman, maka pada 
umumnya permukaan tanah akan selalu tertutup oleh 
naungan daun tanaman, sehingga gulma tertekan.
 Sistem bertanam (Croping System).
Perubahan cara bertanam dari monokultur ke polikultur 
(intercropping atau multiple croping) dapat 
mempengaruhi spesies gulma yang tumbuh sehingga 
menimbulkan perbedaan interaksi dalam kompetisi. Cara 
penanaman tumpang sari, tumpang gilir, dan tanaman 
sela ternyata dapat menekan pertumbuhan gulma, 
karena gulma tidak sempat tumbuh dan berkembang 
biak akibat sinar matahari, serta tempat tumbuhnya 
selalu terganggu.
 Pengaturan jarak tanam (Crop Density).
Peningkatan kepadatan tanaman meningkatkan efek 
naungan terhadap gulma sehingga mengurangi 
pertumbuhan dan reproduksinya. Meskipun demikian 
pada jarak tanam yang sempit, tanaman budidaya 
memberikan hasil relatif kurang. Sebaiknya penanaman 
dilakukan pada jarak tanam yang optimal.
 Pemulsaan (Mulching).
Mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke 
permukaan tanah dan menyebabkan kecambah￾kecambah gulma, dan berbagai jenis gulma dewasa mati. 
Selain mempertahankan kelembaban tanah, mulsa akan 
mempengaruhi temperatur tanah.
 Tanaman penutup tanah (Legum Cover Crop-LCC).
Sering disebut tanaman pelengkap (smother crops) atau 
tanaman pesaing (competitive crops). Sebagai tanaman 
penutup tanah biasanya digunakan tanaman kacang￾kacangan (leguminosae) karena dapat tumbuh secara 
cepat sehingga cepat menutup tanah dan dapat 
digunakan sebagai pupuk hijau.
Sifat penting yang diperlukan bagi tanaman penutup 
tanah adalah harus dapat tumbuh dan berkembang 
cepat sehingga mampu menekan gulma. Jenis-jenis 
leguminosae yang biasa digunakan adalah Calopogonium 
muconoides (CM), Calopogonium caerelum (CC), 
Centrosoma pubescens (CP), dan Pueraria javanica (PJ). 
Selain pertumbuhan cepat, sifat lainnya yang 
dikehendaki adalah tidak menyaingi tanaman pokok. 
Apabila pertumbuhannya terlalu rapat, maka harus 
dilakukan pengendalian dengan cara pembabatan atau
dibongkar dan diganti dengan penutup tanah yang 
lainnya

Perkembangbiakan Tanaman.
Perkembangbiakan tanaman dapat digolongkan dalam dua 
kategori, yaitu dengan cara generatif dan cara vegetatif.
1. Perbanyakan secara generatif. 
Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji 
yang dihasilkan dari penyerbukan antara bunga jantan (serbuk 
sari) dan bunga betina (kepala putik). Proses penyerbukan 
terjadi dengan bantuan angin atau serangga secara alami. Saat 
ini penyerbukan sering dilakukan oleh manusia, terutama para 
pemulia tanaman untuk memperbanyak atau menyilang 
tanaman dari beberapa varietas berbeda. 
Keunggulan perbanyakan secara generatif, yaitu:
 Sistem perakarannya kuat dan rimbun, sehingga sering 
dijadikan sebagai batang bawah untuk okulasi atau 
sambungan. 
 Sering digunakan untuk program penghijauan di lahan-lahan 
kritis yang lebih mementingkan konservasi lahan 
dibandingkan dengan produksi buahnya.
 Dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak karena 
menggunakan biji.
 Mudah disebarkan dan mudah dibawa kemana-mana 
karena masih berupa biji.
 Kadang sifatnya bisa lebih unggul dari induknya.
Kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu:
 Sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat
pohon induknya.  Kualitas tanaman atau hasilnya bisa menyimpang dari 
induknya.
 Walaupun berasal dari satu pohon induk, perbanyakan 
tanaman baru yang dihasilkan bisa mempunyai sifat yang 
beragam. Keragaman sifat ini terjadi karena adanya 
pengaruh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina.
 Terkadang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon 
induk, bahkan lebih buruk sifatnya.
 Pertumbuhan relatif lamban dan tanaman memerlukan 
waktu lebih lama untuk berbunga dan berbuah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan 
perkembangbiakan generatif adalah:
a. Menyiapkan biji:
 Keluarkan biji dari buah atau polongnya. 
 Bersihkan daging buah dan lendir yang menempel agar tidak 
menjadi tempat tumbuhnya jamur.
 Untuk biji berukuran besar seperti biji mangga atau durian, 
pembersihan dilakukan dengan mencuci menggunakan air 
bersih. 
 Untuk biji yang berukuran kecil seperti biji jambu atau biji
yang terbungkus lapisan pembungkus (Pectin) seperti biji 
pepaya, pembersihan dilakukan dengan meremas-remas 
menggunakan abu gosok sampai lendirnya hilang, lalu dicuci 
dengan air bersih. 
 Setelah bersih, biji diseleksi dengan melihat penampilan 
fisiknya.
 Biji yang memenuhi syarat sebagai benih adalah biji yang 
padat dan utuh, bentuk dan ukurannya seragam, 
permukaan kulitnya bersih, dan tidak cacat.
 Biji hasil seleksi fisik direndam dalam air. Pilih biji yang 
tenggelam karena menandakan daya kecambahnya lebih 
tinggi dibandingkan dengan biji yang terapung. Biji-biji inilah 
yang digunakan untuk memperbanyak tanaman secara 
generatif. 
b. Perlakuan biji.
Biji yang disemai, lambat berkecambah. Bahkan tidak 
berkecambah sama sekali, walaupun media semainya sudah 
cocok. Hal ini disebabkan oleh dormansi, yaitu keadaan 
terbungkusnya lembaga biji oleh lapisan kulit atau senyawa 
tertentu. Dormansi merupakan cara embrio biji 
mempertahankan diri dari keadaan lingkungan yang tidak 
menguntungkan, tetapi berakibat pada lambatnya proses 
perkecambahan. Berikut ini jenis-jenis dormansi biji dan cara 
mengatasinya:
 Dormansi fisik.
Dormansi fisik sering terjadi pada biji tanaman sayur dan 
beberapa jenis tanaman kehutanan, seperti sengon, akasia, 
jambu mete, dan kaliandra. Penyebabnya adalah kulit biji 
yang tidak dapat dilewati air. 
Cara mengatasinya:
 Siram dan rendam biji di dalam air panas selama 2-5 menit 
sampai kulitnya menjadi lebih lunak. 
 Selanjutnya rendam biji di dalam air dingin selama 1-2 hari 
agar air dapat menembus pori-pori kulit biji dan sampai ke 
embrionya. 
 Dormansi mekanis.
Dormansi mekanis sering terjadi pada biji jati, kemiri, kenari, 
dan mangga. Penyebabnya adalah kulit biji yang terlalu 
keras, sehingga sulit ditembus calon akar dan tunas. Pada 
biji mangga, dormansi ini dapat diatasi dengan menyayat 
dan membuat kulit bijinya. 
 Dormansi kimia.
Dormansi kimia sering terjadi pada biji yang mengandung 
lapisan pectin seperti biji pepaya. Penyebabnya adalah 
adanya kandungan zat tertentu di dalam biji yang 
menghambat perkecambahan. Cara mengatasinya dengan 
merendam, kemudian peram biji dengan gulungan kain 
basah selama 24 jam. 
2. Perbanyakan secara vegetatif. 
Perkembangbiakan vegetatif adalah perkembangbiakan yang 
tanpa melakukan perkawinan. Perkembangbiakan vegetatif ini 
biasanya menggunakan bagian-bagian tertentu dari tanaman 
itu sendiri, seperti batang, daun, akar, umbi, dan rimpang.
Keunggulan perbanyakan vegetatif:
 Menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama 
dengan pohon induknya.
 Lebih cepat berbunga dan berbuah. 
 Untuk beberapa jenis tanaman bisa diproduksi dalam 
jumlah besar, misalnya setek batang atau setek daun.
Kelemahan perbanyakan vegetatif:
 Membutuhkan pohon induk dalam jumlah besar sehingga 
membutuhkan banyak biaya.
 Tidak dapat menghasilkan bibit secara masal, jika cara 
perbanyakan yang digunakan cangkokan atau rundukan. 
 Tidak semua tanaman dapat diperbanyak dengan cara setek 
dan tingkat keberhasilannya sangat kecil. 
 Ada teknik yang cukup sulit dilakukan seperti okulasi 
(sambung pucuk/tempel tunas), terutama jika dilakukan 
oleh hobbis atau penangkar pemula. 
Beberapa teknik perbanyakan secara vegetatif:
a. Cangkok (Air Layerage).
Cangkok atau okulasi adalah metode perbanyakan tanaman 
dengan cara mengupas kulit batang atau ranting secara 
melingkar, selanjutnya dibungkus sabut kelapa/ijuk/plastik 
yang diisi mos atau tanah bercampur kompos. Cangkok 
sangat cocok dilakukan untuk tanaman buah-buhan yang 
batangnya berkayu seperti mangga, jeruk, jambu biji, jambu 
air, belimbing manis, kelengkeng, serta tanaman hias seperti 
bougenvil, mawar, dan kemuning.
Keunggulan cangkok:
 Mudah dilakukan dan tingkat keberhasilannya tinggi. 
 Tanaman yang dihasilkan dapat mewarisi 100% sifat 
pohon induknya. 
 Tanaman akan tumbuh tidak terlalu tinggi sehingga 
cocok juga ditanam di halaman rumah.
Kelemahan cangkok:
 Percabangannya tidak lebar dan tidak kompak.
 Produktivitas buahnya terbatas. 
 Tanaman hasil cangkok tidak memiliki sistem perakaran 
yang kuat karena tidak memiliki akar tunggang dan 
serabut akarnya tidak rimbun, akibatnya tanaman 
mudah roboh saat tertiup angin kencang.
 Tidak kuat menghadapi kekeringan saat musim 
kemarau.
Dengan cara yang berbeda beberapa tanaman tidak 
berkayu, seperti salak, pepaya, dan beberapa jenis tanaman 
hias seperti dieffenbachia dan aglonema juga dapat 
diperbanyak dengan cangkok. Di bawah ini proses 
mencangkok tanaman berkayu:
Alat-alat yg diperlukan:
 Pisau yg kuat dan tajam.
 Serabut kelapa, ijuk, atau plastik.
 Tali atau karet ban dalam bekas.
 Ember atau media lain untuk menampung air.
 Kursi/tangga/stegger, jika cabang terlalu tinggi.
 Campuran tanah subur : pupuk kandang : serabuk 
gergaji, dengan perbandingan 1:1:1.
Langkah-langkah mencangkok:
 Pastikan kalau induk semang tanaman adalah dari 
varietas unggul, agar menghasilkan bibit unggul juga.
 Tentukan cabang yg lurus dan cukup besar agar pohon 
cukup kuat untuk mandiri, kira-kira berdiameter 3cm.
 Kerat pangkal cabang secara melingkar menggunakan 
pisau, lalu kerat sekali lagi. Keratan pertama dan kedua 
berjarak sekitar 5–10cm.
 Buang kulit antara keratan tadi.
 Setelah kulit kayu bersih, kerok lendir/getah sampai 
bersih dan kayu tidak licin lagi.
 Biarkan keratan selama 1–2 hari untuk memastikan, 
bahwa kambiumnya sudah bersih.
 Ambil serabut kelapa/ijuk/plastik secukupnya, lalu ikat 
bagian bawah dulu.
 Bentuk sedemikian rupa sehingga membentuk 
penampung, isi dengan campuran tanah yg sudah 
dipersiapkan. Isian harus cukup padat, dengan cara 
ditekan-tekan.
 Ikat bagian atas serabut atau plastik dan pastikan 
campuran tanah tertutup rapat.
 Buat lubang-lubang untuk pembuangan air dengan jarak 
1cm antar lubangnya (jika medianya plastik).
 Siram air sampai air menetes dari cangkokan.
Sekitar 4-6 minggu cangkokan sudah keluar akarnya dan siap 
dipisahkan dari induknya. Cangkokan harus disiram setiap 
pagi dan sore hari. Untuk memastikan bahwa tanaman yg 
dicangkok sudah jadi, maka dapat dilihat apa sudah keluar 
akar yg cukup banyak, biasanya sampai menembus plastik 
atau serabut pembungkus. Jika kondisi ini sudah memenuhi 
syarat, potong tanaman dari induknya. Sebaiknya ketika 
memotong, menggunakan gergaji agar tanaman tidak rusak. 
Kurangi daun dan ranting, sisakan beberapa lembar daun 
saja. Dan cangkokan siap ditanam.
b. Rundukan.
Rundukan adalah cangkok tanah atau cangkok runduk 
karena dilakukan dengan merundukkan cabang pohon induk 
sampai menyentuh tanah, lalu menutupnya dengan media. 
Sebenarnya cara rundukan sama dengan mencangkok, yaitu 
membungkus bagian tanaman dengan media untuk 
menumbuhkan akar, namun cara rundukan tidak 
memerlukan pembungkus. Perbanyakan ini memiliki tingkat 
keberhasilan 100% karena cabang yang diperbanyak tetap 
mendapatkan asupan makanan dari pohon induknya. 
Tanaman yang biasa diperbanyak dengan rundukan adalah 
tanaman yang bercabang panjang dan lentur, seperti 
murbai, strowberi, apel, mawar, azalea, serta tanaman 
menjalar dan merambat, seperti labu kuning dan labu air. 
Secara alami tanaman-tanaman tersebut dapat melakukan 
perbanyakan sendiri saat bagian tanamannya terkulai 
menyentuh tanah. Dalam kurun waktu bagian tanaman 
tersebut akan tumbuh tunas, apabila dipotong dan ditanam 
lagi dapat tumbuh menjadi tanaman baru yang produktif.
http://www.google.com/Fbelajar.dindikptk.net
c. Setek.
Setek berasal dari kata stuk (bahasa Belanda) dan cuttoge 
(bahasa Inggris) yang artinya potongan. Sesuai dengan 
namanya, perbanyakan ini dilakukan dengan menanam 
potongan pohon induk ke dalam media agar tumbuh 
menjadi tanaman baru. Bagian tanaman yang ditanam dapat 
berupa akar, batang, daun, atau tunas. Perbanyakan dengan 
setek mudah dilakukan karena tidak memerlukan peralatan 
dan teknik yang rumit. Keunggulan teknik ini adalah dapat 
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak, 
walaupun bahan tanam yang tersedia sangat terbatas. 
Namun, tidak semua tanaman dapat diperbanyak dengan 
setek. Hanya tanaman yang mampu bertahan hidup lama 
setelah terpisah dari pohon induknya saja yang dapat 
diperbanyak dengan teknik ini, misalnya, anggur, 
kedondong, sukun, jambu air, markisa, alpukat, dan 
beberapa jenis jeruk, serta tanaman hias seperti aglonema, 
dieffendbachia dan mawar
 Setek batang.
Disebut setek batang karena bahan tanamnya diambil 
dari batang atau cabang pohon induk. Entres untuk setek 
batang harus berasal dari pohon induk yang sehat dan 
tidak sedang bertunas. Pilih cabang yang telah berumur 
satu tahun, berdaun hijau tua, berkulit cokelat muda, 
dan jika kulit arinya dikelupas masih terlihat berwarna 
hijau. Cabang seperti ini memiliki kandungan hormon 
pertumbuhan (auxin), nitrogen, dan karbohidrat tinggi, 
sehingga akan cepat menumbuhkan akar. Cabang yang 
terlalu tua tidak baik digunakan untuk bahan setek
karena sangat sulit menumbuhkan akar. Cabang yang 
terlalu muda cepat layu dan mati kekeringan karena 
penguapannya berlangsung cepat.
Cabang setek minimal berdiameter sekitar 1cm, diambil 
dari bagian tengah cabang kira-kira 0,5cm di bawah mata 
tunas yang paling bawah dan 1cm dari mata tunas paling 
atas. Selanjutnya cabang dipotong-potong sepanjang 15-
20cm dengan 3-4 mata tunas pada setiap potongan. 
Pemotongan cabang dilakukan pada pagi hari dengan 
menggunakan gunting setek atau pisau yang tajam. Jika 
pisau tidak tajam, permukaan potongan menjadi kasar, 
memar, dan rusak sehingga sulit membentuk kalus yang 
berperan dalam menutupi luka. Akibatnya, bibit penyakit 
dapat masuk ke bagian yang dipotong dan 
membusukkan pangkal setek. 
Setek akar.
Bahan setek akar harus berupa akar lateral, yaitu akar 
yang tumbuh ke arah samping sejajar dengan 
permukaan tanah. Sebaiknya pilih akar muda yang 
berukuran 1cm atau sebesar pensil karena lebih cepat 
memunculkan akar dibandingkan dengan akar tua. 
Untuk tanaman besar berbentuk semak atau pohon, 
pengambilan akar dilakukan dengan melubangi tanah 
sampai akar-akarnya kelihatan. Kemudian ambil akar 
yang diperlukan, lalu lubang ditutup kembali dengan 
tanah. Untuk tanaman kecil, pengambilan akar dilakukan 
dengan mencabut tanaman tersebut, lalu memotong 
akar yang diperlukan. Setelah itu tanaman ditanam 
kembali. Akar yang telah diambil, selanjutnya dipotong￾potong sepanjang 5 -10cm menggunakan silet atau pisau 
tajam agar menghasilkan potongan yang bersih dan rata. 
Bagian akar yang dekat dengan pangkal batang dipotong 
secara serong dan bagian ujungnya dipotong datar.
https://forestryinformation.wordpress.com/tag/sukun/
 Setek daun.
Setek daun dilakukan untuk memperbanyak tanaman 
hias yang berbatang sukulen, berdaun tebal, dan 
memiliki kandungan air tinggi, contohnya begonia, 
sansevieria, violces, wijaya kusuma, Zamea curcas, dan 
sosor bebek. Bahan setek dapat berupa daun utuh atau 
hanya berupa potongan-potongan daun, tergantung 
pada jenis tanamannya. Untuk violces (Saintpaulia sp.)
dan Zamea curcas digunakan daun lengkap. Untuk 
begonia (Begonia sp.) digunakan daun lengkap atau 
hanya berupa irisan-irisan daun. Untuk lidah mertua 
(Sanservieria sp.) yang digunakan adalah potongan￾potongan daun sepanjang 10cm. Daun untuk setek 
sebaiknya yang berwarna hijau segar dan berumur cukup 
tua. Daun seperti ini memiliki Karbohidrat dan Nitrogen 
cukup tinggi sehingga cukup untuk menumbuhkan akar.
Farchive.kaskus.co.id
 Setek mata tunas.
Setek mata tunas biasanya dilakukan untuk 
memperbanyak nanas, anggur, dan tanaman hias seperti 
dieffenbachia dan aglonema. Batang untuk setek mata 
tunas diambil dari batang tanaman induk yang sehat dan 
subur, lalu dipotong-potong sepanjang 2 - 4cm. Setiap 
potongan batang harus memiliki satu mata tunas yang 
bentuknya besar dan bulat. Selanjutnya pangkal dan 
ujung setek dipotong miring dengan sudut kemiringan 
45°. 

Setek disemai dalam polibag atau kotak kayu berisi 
media berupa campuran pasir dan kompos dengan 
perbandingan 1 : 1. Caranya dengan meletakkan setek 
pada permukaan media, lalu ditutup dengan lapisan 
pasir, namun posisi mata tunas harus tetap berada pada 
permukaan media. Jika mata tunas tertutup media, 
setek akan membusuk dan tidak menumbuhkan akar dan 
tunas baru. Siram media sampai basah, lalu tutup 
dengan plastik bening atau kaca tembus cahaya. 
 (anggur) http://www.google.com/.blogspot.com
B. Seleksi Benih
Sebelum melakukan seleksi benih, ada beberapa istilah yang 
penting untuk dipahami karena terkait dengan proses pembenihan, 
yaitu:
 BIJI: merupakan struktur tanaman yang mengandung embrio 
dan cadangan makanan. 
 BENIH: biji tanaman yang digunakan untuk keperluan dan 
pengembangan usaha tani. 
 BIBIT: tanaman muda yang berasal dari bagian proses generatif
atau vegetatif yang digunakan untuk tujuan penanaman. 
1. Struktur biji:
 EMBRIO: calon tanaman baru yang terdiri dari: 
 Epikotil : calon pucuk
 Hipokotil : calon batang
 Kotiledon : calon akar
Embrio juga merupakan jaringan penyimpan cadangan 
makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein. 
dan mineral.
 PELINDUNG BIJI: umumnya berupa kulit biji yang berasal 
dari Integument ovule (jaringan yang menutupi bakal biji) 
yang mengalami modifikasi pada saat berlangsungnya 
proses pembentukan. 
Seleksi benih dilakukan untuk mendapatkan kualitas atau 
mutu benih yang terbaik, yang bertujuan untuk 
meningkatkan produksi atau hasil panen. Beberapa tahapan 
untuk memperoleh benih yang baik dan berkualitas, yaitu
2. Panen:
Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian pada saat panen,
yaitu:
 Cara panen:
 Usahakan sedikit mungkin mengalami kerusakan mekanis.
 Jika masaknya tidak seragam, maka dipanen secara 
bertahap.
 Saat panen:
 Dipanen saat masak fisiologis (fisik).
 Panen usahakan pada pagi atau sore hari.
3. Pengelompokan benih:
 Benih rekalsitran: 
Jenis benih yang apabila dikeringkan akan mati (kebanyakan 
jenis buah-buahan).
 Benih ortodok:
Jenis benih yang apabila dikeringkan daya simpannya lebih 
lama (jenis polong-polongan).
4. Pengeringan:
 Pengeringan dilakukan untuk membatasi respirasi dan 
timbulnya hot spot.
 Pengeringan dapat dilakukan secara alami (jemur matahari) 
atau buatan (mesin buatan), pengeringan benih yang baik 
pada suhu 450
c.
5. Prosesing:
Tujuan prosesing adalah memperoleh presentasi benih murni dan 
perkecambahan maksimum. Prinsip prosesing:
 Menghilangkan benih lain, benih belum masak, dan rusak.
 Membersihkan kotoran.
 Memilah berdasarkan ukuran agar sama (granding).
 Perlakuan terhadap benih.
 Menghilangkan bulu.
 Mengendalikan hama dan penyakit.
 Mematahkan dormansi.
6. Mutu benih:
 Mutu genetik:
Menunjukkan identitas genetik (turunan) dari tanaman 
induk.
 Mutu fisiologik:
Menampilkan kemampuan viabilitas (daya hidup) benih 
yang mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh 
(vigor).
 Mutu Fisik:
Penampilan benih secara prima dilihat secara fisik dari
ukurannya seragam, berisi, dan bersih.
7. Pengujian benih:
Tujuan pengujian benih:
 Menetapkan nilai setiap contoh dari sejumlah benih yang 
diuji, selaras dengan kualitas benih.
 Memberikan informasi yang bisa dipercaya tentang mutu 
dari benih.
 Menghindari pemakaian benih berkualitas rendah sehingga 
kerugian dapat dicegah.
 Pengujian benih hanya dilakukan terhadap contoh yang 
mewakili seluruh benih.
8. Uji perkecambahan:
Prinsip umum:
 Uji perkecambahan akan selalu dilakukan terhadap benih 
dari fraksi benih murni.
 Benih diatur dalam jarak yang sama pada substrat yang 
berair sehingga memudahkan untuk evaluasi dan 
menghindari singgungan antar benih sebelum dihitung dan 
dipindah.
 Penghitungan pertama dilakukan saat sebagian kecambah 
nyata telah berkembang sehingga layak dievaluasi.
 Kecambah normal dipindah dan dihitung. Benih busuk dan 
kecambah busuk juga diambil untuk menghindari 
kontaminasi dan dihitung 
Persiapan:
 Substrat yang digunakan adalah kertas, pasir, dan tanah.
 Substrat harus bukan bahan toksin dan bebas jamur, mikroba 
lain, dan spora lain.
 Aerasi dan kandungan airnya cukup untuk perkecambahan.
 Kelembaban harus diusahakan maksimum.
 Ph media berkisar 6,0 – 7,5.
Daya berkecambah.
Mengukur presentasi benih murni yang menghasilkan kecambah:
 Kecambah normal:
 Perkembangan sistem perakaran baik, terutama akar 
primer.
 Perkembangan hipokotil sempurna.
 Pertumbuhan plumula sempurna.
 Kotiledon sempurna.
 Kecambah tidak normal:
 Rusak, tanpa kotiledon, embrio pecah, dan akar primer 
pendek.
 Kecambah yang bentuknya cacat.
 Kecambah lunak.
 Tidak membentuk klorofil.
 Benih mati.
 Benih keras.
 
Faktor yang menyebabkan rendahnya perkecambahan:
 Pengaruh varietas.
 Panen tidak tepat waktu.
 Kerusakan mekanis waktu panen dan pengolahan benih.
 Menyimpan benih dekat bahan kimia.
 Benih terlalu lama disimpan.
 Kontak langsung dengan pupuk kimia.
 Kena hama, jamur, bakteri, dan tikus.
C. Persemaian 
1. Penyemaian biji.
Menyemai adalah langkah yang penting dalam bertanam, 
karena keberhasilan penyemaian dapat menentukan 
ketersediaan tanaman. Salah satu kunci keberhasilan 
persemaian adalah media tanam yang baik, yaitu gembur dan 
lembab. Gunakan media tanam yang cukup halus, serta 
campuran antara tanah, kompos, dan pupuk kandang. Biji dapat 
disemai secara masal atau disemai satu per satu. Apabila wadah 
yang digunakan adalah bedengan, maka disemai secara masal. 
Apabila wadah yang digunakan adalah wadah-wadah kecil 
seperti kotak kayu, polibag, pot plastik, keranjang kayu (besek), 
atau gelas bekas kemasan air mineral, maka disemai satu per 
satu. 
a. Penyemaian di bedengan.
Biji yang biasa disemai di bedengan adalah biji buah-buahan 
berukuran besar seperti mangga, apokat, nangka, 
cempedak, durian, atau tanaman kehutanan yang 
memerlukan banyak bibit dalam pembudidayaannya 
sehingga tidak efisien apabila disemai di dalam wadah￾wadah kecil. Langkah–langkah penyemaian bedengan:
 Siapkan bedengan, pilihlah lahan yang permukaan 
tanahnya relatif rata. 
 Selanjutnya lahan dicangkul sedalam 25 - 30cm, lalu 
haluskan dan bersihkan dari gulma, sampah, serta 
bebatuan. 
 Ukuran bedeng semai, lebar 100cm dan tinggi 30cm atau 
lebih. Panjang bedeng semai disesuaikan dengan 
kebutuhan dan luas lahan.
 Sistem drainasenya baik dan dekat dengan sumber air 
untuk penyiraman.
 Sebaiknya bedeng semai dibuat di tempat terbuka dan 
menghadap ke arah utara selatan agar mendapatkan 
sinar matahari penuh, terutama di pagi hari untuk 
membantu mempercepat perkecambahan biji yang 
disemai. 
 Untuk tanaman buah-buahan dan tanaman kehutanan, 
bijinya dimasukkan ke dalam lubang tanam yang dibuat 
sedalam 7,5cm dengan pola jarak 5 - 10cm × 7,5 - 10cm. 
 Yang perlu diperhatikan adalah peletakan biji berukuran 
besar seperti biji durian, mangga, nangka, atau apokat 
harus dalam posisi yang tepat. Bagian sisi calon tunas 
dan akar harus menghadap ke bawah. Jika terbalik, 
pertumbuhan akar dan batang membengkok sehingga 
mengganggu pertumbuhan bibit. 
 Untuk tanaman sayur dan tanaman hias, bijinya cukup 
ditebar di atas permukaan bedeng semai, lalu ditutup 
lapisan tanah secara tipis agar tidak terbawa air saat 
penyiraman atau ketika turun hujan. 
http://www.google.com, www.fotopedia.com 
http://www.google.com/kebunkopiwildan.blogspot.com
b. Penyemaian di wadah. 
Ada beberapa jenis tanaman yang dianjurkan untuk disemai 
di dalam wadah, sebelum ditanam di lahan karena tanaman 
sayuran kebanyakan memiliki biji yang sangat kecil. 
Keuntungan pembenihan di wadah semai adalah 
persemaian mudah dirawat, mudah dikontrol, hemat benih, 
dan mudah dipindahkan. Beberapa wadah yang bisa 
digunakan sebagai media persemaian:
 Kotak kayu, sebaiknya menggunakan ukuran panjang 
60cm x lebar 45cm x tinggi 10cm.
 Bambu, pilih bambu yang mempunyai diameter 10 –
15cm dan panjang 3 ruas. 
 Tray, jika menggunakan tray khusus untuk persemaian, 
bisa langsung digunakan. Namun, jika menggunakan tray 
biasa cari tray yang agak lebar dan memiliki tinggi 
minimal 5cm, buatlah lubang di dasar tray untuk 
pembuangan kelebihan air.
 Wadah lain yang tersedia di sekitar kita.
Persiapan persemaian:
 Siapkan wadah semai, sekop kecil, air, dan media tanam.
 Isi wadah semai dengan media tanam yang lembab.
 Buat garis-garis atau lubang-lubang di media tanam.
 Masukkan biji tanaman yang mau disemai dan tutup tipis 
dengan tanah.
 Tutup wadah semai dengan kain, koran, atau kardus.
 Buka tutup wadah apabila sudah mulai ada yang 
tumbuh.
 Lakukan perawatan rutin dengan tetap menjaga 
kelembaban.
http://www.google.com/Fcybex.deptan.go.id
http://www.google.com/persembahan-untuk-alam.com
2. Penyapihan.
Ketika tanaman semai sudah keluar daun 4 – 6 helai dan 
akarnya mulai memenuhi wadah persemaian, maka tanaman 
mulai memadati tempat persemaian sehingga tempatnya 
menjadi sempit. Untuk itu diperlukan penyapihan agar tanaman 
bisa tumbuh secara maksimal. Tempat penyapihan bisa 
menggunakan bahan yang sangat murah seperti gelas air 
mineral, gelas mie instan, atau wadah lainnya.
Tahapan penyapihan:
 Siapkan wadah yang sudah berisi media tanam.
 Longgarkan media tanam pada tempat persemaian, lalu 
pindahkan secara perlahan bibit yang akan disapih.
 Pindahkan tanaman ke media penyapihan secara perlahan, 
usahakan jangan sampai batangnya ditekan atau bisa 
menggunakan pisau yang tipis atau pengungkit lainnya.
 Buat lubang yang sesuai dengan bibit yang akan dipindahkan 
ke tempat penyapihan. 
 Pindahkan ke tempat yang terlindung dan aman setelah 
penyapihan selesai.
tamanlestari.com/Fwadah-penyapihan-dari-barang-bekas 
famorganic.com/sapih.html
3. Penanaman.
Menanam tanaman dari tempat penyapihan jauh lebih mudah 
penanganannya karena tanaman sudah relatif besar, batang 
lebih kuat, daun sudah agak banyak, untuk tanaman seperti 
cabe, tomat, dan terong biasanya tingginya sudah mencapai 
15cm. Tahapan memindahkan tanaman sapihan ke lahan atau 
ke media tanam utama:
 Pilih tanaman sapih yang sehat dan unggul.
 Siapkan media tanam sesuai dengan perencanaan 
penanaman (bedengan, pot, atau polybag).
 Lembabkan media tanam yang sudah disediakan.
 Atur jarak tanam sesuai ketentuan atau jenis tanamnya, 
misalnya cabe, terong, tomat jarak tanamnya 60cm, 
sedangkan untuk jenis sawi, pakcoy jarak tanamnya 20 -
30cm.
 Siram tanam dengan air secukupnya (lembab).

Panen adalah proses pengambilan komponen-komponen produksi 
dari tanaman yang dibudidayakan, dengan tujuan untuk 
dikonsumsi, diolah, dipasarkan atau digunakan untuk keperluan 
lainnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan 
panen, yaitu usia tanaman, jenis tanaman, teknik pemanenan, 
waktu panen, dan penanganan setelah panen. Untuk mendapatkan 
hasil panen yang berkualitas dan mutu selalu terjaga, maka 
beberapa hal tersebut harus dilakukan. 
Latar belakang:
 Pada umumnya pengetahuan petani tentang cara panen, masih
kurang.
 Banyaknya hasil panen yang berkualitas rendah karena proses 
pemanenan yang kurang tepat.
 Petani sering terburu-buru dalam memanen hasil pertanian 
karena situasi pasar.
 Musim panen yang bersamaan dengan produk yang sama 
sehingga harga menjadi turun.
 Penanganan pasca panen produk hortikultura yang masih 
dilakukan secara tradisional atau konvensional dibandingkan 
kegiatan pra panen. 
 Masih rendahnya penerapan teknologi, sarana panen atau 
pasca panen yang terbatas, 
 Akses informasi dalam penerapan teknologi dan sarana pasca 
panen masih terbatas sehingga menjadi kendala dalam 
peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani/pelaku 
usaha.
Tujuan:
 Meningkatkan pemahaman tentang cara panen yang baik dan 
tepat.
 Agar hasil tanaman yang telah dipungut tetap dalam keadaan 
baik mutunya atau tetap segar, seperti pada saat diambil.
 Agar hasil tanaman menjadi lebih menarik dalam sifat-sifatnya 
(warna, rasa atau aroma).
 Agar hasil tanaman dapat memenuhi standart perdagangan.
 Agar hasil tanaman selalu dalam keadaan siap dengan mutu 
yang terjamin untuk dijadikan bahan baku bagi para konsumen 
industri yang memerlukannya.
 Agar hasil tanaman dapat dicegah dari kerusakan dan dapat 
diawetkan lebih lanjut dengan baik dan ketika sewaktu-waktu 
digunakan atau dilempar ke pasaran, maka kualitasnya masih
terjamin.
Tahapan penyampaian materi:
 Fasilitator membuka materi dengan diskusi terbuka bersama
peserta untuk menggali pemahaman peserta.
 Bagi kelompok dan berikan tugas kepada masing-masing
kelompok untuk melakukan identifikasi cara panen beberapa 
komoditas (kelompok boleh memilih contoh produk).
 Fasilitator meminta kepada satu kelompok untuk 
mengidentifikasi penangan setelah panen, agar produk tetap 
baik.
 Identifikasikan kendala-kendala yang dihadapi pada saat dan 
setelah panen.
 Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan wawancara 
dengan petani lokal tentang panen dan penanganan setelah 
panen.
 Fasilitator membuat rangkuman dan buatlah diskusi terbuka 
untuk berbagi pengalaman dari kunjungan lapangan.
 Fasilitator menutup sesi.
Metode : pemaparan, diskusi kelompok, praktek, kunjungan 
lapang.
Waktu : 60 menit
Media : papan tulis, kertas plano, meta plan, spidol, crayon, 
ATK lengkap, tali koor atau benang kasur dan 
perlengkapan pembuatan pestisida.
B. Panen
Panen adalah proses pengambilan komponen-komponen produksi 
dari tanaman yang dibudidayakan dengan tujuan untuk 
dikonsumsi, diolah, dipasarkan atau digunakan untuk keperluan 
lainnya. Dalam kegiatan panen ada beberapa hal yang harus 
diperhatikan, yaitu usia tanaman, jenis tanaman, teknik 
pemanenan, waktu panen, dan penanganan setelah panen. Hal 
tersebut diperlukan untuk mendapatkan hasil panen yang 
berkualitas dan menjaga mutu. Kualitas produk hortikultura setelah 
dipanen tidak bisa dinaikkan, tetapi hanya bisa dipertahankan.
Pada saat dipanen kualitasnya harus maksimal, sehingga diperlukan
penanganan yang baik agar dapat mempertahankannya dalam
waktu yang lama. Indikator atau penanda yang dapat digunakan 
untuk penentuan waktu panen yang tepat, adalah kenampakan 
visual, indikator fisik, analisis kimiawi, indikator fisiologis, dan 
komputasi.
1. Indikator Visual
Indikator visual paling banyak dipergunakan, baik pada 
komoditas buah maupun sayuran. Dasarnya: perubahan warna
kulit, ukuran, bentuk, dan lain-lain. Sifatnya sangat subyektif, 
keterbatasan dari indra penglihatan manusia sering salah, 
pemanenan dilakukan terlalu muda/awal atau terlalu tua/sudah 
lewat pemanenan.
2. Indikator fisik
Indikator fisik sering digunakan khususnya pada beberapa 
komoditas buah, Indikatornya adalah: 
 Uji kesegaran buah lebih objektif, karena dapat 
dikuantitatifkan.
 Sering digunakan, khususnya pada beberapa komoditas 
buah.
 Mudah tidaknya buah dilepaskan dari tangkai buah. 
 Ketegaran buah (penetrometer), caranya: buah ditusuk 
dengan suatu alat, besarnya tekanan yang diperlukan untuk 
menusuk buah menunjukkan ketegaran buah. Semakin 
besar tekanan yang diperlukan, maka buah semakin tegar.
 Proses pengisian buah sudah maksimal/masak fisiologis dan 
siap dipanen.
3. Analisis kimia
Terbatas pada perusahaan besar (relatif mahal), lebih banyak 
dipergunakan pada komoditas buah. Metode analisis kimia 
lebih objektif dari visual karena terukur. Dasarnya: terjadinya 
perubahan biokimia selama proses pemasakan buah.
Perubahan yang sering terjadi adalah jumlah kandungan zat 
padat terlarut:
 Jumlah kandungan kadar asam.
 Jumlah kandungan pati.
 Jumlah kandungan gula.
 Meningkatnya zat pada terlarut.
4. Indikator fisiologis
Indikator utamanya adalah:
 Laju respirasi
Laju dari proses respirasi dalam produk hortikultura akan 
menentukan daya tahan produk tersebut, baik buah-buahan 
maupun sayur-sayuran yang telah dipanen, sehingga sering 
dijumpai ada produk yang tahan disimpan lama setelah 
dipanen, seperti pada biji-bijian dan umbi-umbian. Banyak 
pula produk yang setelah dipanen tidak tahan lama untuk 
disimpan, seperti pada produk buah-buahan yang berdaging 
dan produk hortikultura yang lunak-lunak, seperti sayur￾sayuran daun. Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan 
adalah adanya proses respirasi pada buah tomat atau 
sayuran lainnya yang setelah perlakuan pasca panen diberi 
tetes air dan pengembangan plastik pada ruang pendingin. 
Kecepatan respirasi dari suatu produk hortikultura ternyata 
tidak selalu tetap, tetapi bervariasi. Variasi tersebut dapat 
disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
 Faktor dalam: tingkat perkembangan, susunan kimiawi 
jaringan, besar-kecilnya komoditas. kulit penutup 
alamiah/pelapis alami, tipe/jenis dari jaringan. 
 Faktor luar: laju respirasi selain dipengaruhi oleh faktor 
dari dalam juga sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada 
di luar produk tersebut. Kedua faktor tersebut saling 
berinteraksi, yaitu saling mendukung atau sebaliknya. 
Faktor-faktor dari luar meliputi: suhu, konsentrasi 
02 dan C0 2
,
zat pengatur pertumbuhan.
Respirasi ini tidak dapat dihentikan, tapi bisa dihambat dengan 
menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Upaya untuk 
memperpanjang waktu simpan produk hortikultura adalah dengan 
pewadahan yang baik. Pewadahan ini dapat mengurangi terjadinya 
kerusakan karena terjadinya benturan sesama produk selama 
proses penyimpanan, selain itu juga dapat disimpan pada suhu 
rendah yang dilakukan secara sederhana dalam lemari pendingin. 
 Jumlah konsentrasi dan konsentrasi etilen.
Etilen adalah zat cair yang tidak berwarna, kental dan manis, 
mudah larut dalam air, memiliki titik didih relatif tinggi dan titik 
beku rendah. Pada bidang pertanian etilen digunakan sebagai 
zat pemasak buah. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk 
gas dan struktur kimianya sederhana sekali. Etilen di alam akan 
berpengaruh apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu 
tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses 
pematangan buah dalam fase klimaterik.
Indikator fisiologis sangat baik diterapkan pada komoditas 
mencapai masak yang bersifat klimaterik. Saat komoditas mencapai 
masak fisiologis respirasinya mencapai klimaterik. Apabila laju 
respirasi suatu komoditas sudah mencapai klimaterik, siap 
dipanen.
 Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau kenaikan laju 
respirasi sebelum pemasakan, sedangkan buah non 
klimaterik tidak menunjukan adanya kenaikan laju 
respirasi. Contoh: pisang, mangga, pepaya, apokat, tomat, 
sawo, dan apel.
 Buah non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak 
memberikan respon terhadap etilen, kecuali dalam hal 
degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan 
nanas. Contoh: semangka, jeruk, nanas, anggur, dan 
ketimun.
5. Komputasi
Komputasi adalah menghitung umur tanaman sejak tanam 
sampai panen atau menghitung umur buah dari mulai bunga 
mekar sampai masak fiologis. Dapat diterapkan baik pada 
komoditas buah maupun sayur. Setelah diketahui produk 
hortikultura sudah cukup tua untuk dipanen, maka panen dapat 
segera dilakukan dan produk harus dikumpulkan di lahan 
secepat mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin, 
dengan kerusakan produk sekecil mungkin dan biaya semurah 
mungkin. Umumnya panen masih dilakukan secara manual, 
yaitu menggunakan tangan dan peralatan-peralatan sederhana. 
Meskipun memerlukan banyak tenaga kerja, panen secara 
manual masih lebih akurat, pemilihan sasaran panen juga dapat 
lebih baik dilakukan, kerusakan fisik yang berlebihan dapat 
dihindari, dan membutuhkan biaya yang lebih kecil 
dibandingkan dengan panen menggunakan peralatan mekanis 
(Suparlan, 1990). Pada umunya cara panen yang dilakukan 
adalah:
 Dengan cara ditarik: apokat, kacang polong, tomat.
 Dengan cara dipuntir: jeruk, melon, apel.
 Dengan cara dibengkokkan: nanas.
 Dengan cara dipotong: buah, sayuran, bunga potong.
 Dengan cara digali dan dipotong: umbi-umbian, sayuran 
akar.
 Dengan menggunakan galah: buah pada pohon yang tinggi.
Beberapa bagian tanaman yang dipanen menurut Dhalimi
(1990) antara lain:
a. Biji
Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena 
perbedaan waktu pematangan dari buah atau polong yang 
berbeda. Pemanenan biji dilakukan pada saat biji telah 
masak fisiologis. Fase ini ditandai dengan maksimalnya 
pertumbuhan buah atau polong dan biji yang di dalamnya 
telah terbentuk dengan sempurna. Kulit buah atau polong 
mengalami perubahan warna, misalnya kulit polong yang 
semula warna hijau berubah menjadi agak kekuningan dan 
mulai mengering. Pemanenan biji pada tanaman semusim 
yang sifatnya determinate dilakukan secara serentak pada 
suatu luasan tertentu. Pemanenan dilakukan setelah 60% 
kulit polong atau kulit biji sudah mulai mengering. Hal ini 
berbeda dengan tanaman semusim indeterminate dan 
tahunan, yang umumnya dipanen secara berkala 
berdasarkan pemasakan dari biji atau polong. 
www.antaranews.com litbang.deptan.go.id
 
b. Buah
Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara 
memetik. Pemanenan sebelum masak fisiologis akan 
menghasilkan buah dengan kualitas yang rendah dan 
kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada saat masih 
muda, seperti mengkudu, jeruk nipis, jambu biji, dan buah 
ciplukan akan memiliki rasa yang tidak enak dan aromanya 
kurang sedap. Sedangkan pemanenan yang terlambat akan 
menyebabkan penurunan kualitas karena akan terjadi 
perombakan bahan aktif yang terdapat di dalamnya menjadi 
zat lain. Selain itu tekstur buah menjadi lembek dan lebih
cepat busuk.
karuniasemesta.wordpress.com
c. Daun
Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah 
tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang 
fisiologis yang dilakukan dengan memangkas tanaman. 
Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang 
bersih atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat 
menyebabkan hasil produksi yang diperoleh rendah dan 
kandungan bahan-bahan aktifnya juga rendah, seperti 
tanaman Jati Belanda dapat dipanen pada umur 1 – 1,5 
tahun, jambu biji pada umur 6 – 7 bulan, cincau 3 – 4 bulan,
dan lidah buaya pada umur 12 – 18 bulan setelah tanam. 
Pemanenan yang terlambat menyebabkan daun mengalami 
penuaan (se-nescence) sehingga mutunya rendah karena 
bahan aktifnya sudah terdegradasi. Pada beberapa tanaman 
pemanenan yang terlambat akan mempersulit proses 
panen
d. Rimpang
Untuk jenis rimpang waktu pemanenan bervariasi 
tergantung penggunaan. Pada umumnya pemanenan 
dilakukan pada saat tanaman berumur 8 - 10 bulan. Untuk 
kebutuhan ekspor dalam bentuk segar, jahe dipanen pada 
umur 8 - 9 bulan setelah tanam; untuk keperluan bibit 
dipanen 10 - 12 bulan; untuk keperluan pembuatan jahe 
asinan, jahe awetan, dan permen dipanen pada umur 4 - 6 
bulan karena pada umur tersebut serat dan pati belum 
terlalu tinggi; sebagai bahan obat dipanen setelah tua yaitu 
umur 9 - 12 bulan setelah tanam. Untuk temulawak 
pemanenan rimpang dilakukan setelah tanaman berumur 10 
- 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada umur tersebut 
menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi. 
Penanaman rimpang dilakukan pada saat awal musim hujan 
dan dipanen pada pertengahan musim kemarau. Saat panen 
yang tepat ditandai dengan mulai mengeringnya bagian 
tanaman yang berada di atas permukaan tanah (daun dan 
batang semu), misalnya kunyit, temulawak, jahe, dan 
kencur.
e. Bunga
Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik 
dalam bentuk segar maupun kering. Bunga yang digunakan 
dalam bentuk segar, pemanenan dilakukan pada saat bunga 
kuncup atau setelah pertumbuhannya maksimal. Berbeda 
dengan bunga yang digunakan dalam bentuk kering, 
pemanenan dilakukan pada saat bunga sedang mekar. 
Seperti bunga piretrum yang dipanen dalam keadaan masih 
kuncup karena menghasilkan kadar piretrin yang lebih tinggi 
dibandingkan dengan bunga yang sudah mekar.
 f. Kayu
Pemanenan kayu dilakukan setelah terbentuk senyawa 
metabolit sekunder secara maksimal pada kayu. Umur 
panen tanaman berbeda-beda, tergantung jenis tanaman 
dan kecepatan pembentukan metabolit sekundernya. 
Tanaman secang baru dapat dipanen setelah berumur 4 
sampai 5 tahun, apabila dipanen terlalu muda kandungan 
zat aktifnya seperti tanin dan sappan masih relatif sedikit.
 www.jualbibitunggul.com
Disamping cara panen, waktu panen juga mempengaruhi 
kualitas produk hortikultura yang dihasilkan. Umumnya 
panen dilakukan pagi hari ketika matahari baru saja terbit 
karena hari sudah cukup terang, tetapi suhu lingkungan 
masih cukup rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan 
akibat respirasi produk dan juga meningkatkan efisiensi 
pemanenan. Beberapa jenis produk hortikultura lebih baik 
dipanen agak siang agar embun yang menempel pada 
produk telah mengering, atau sekalian sore hari bila suhu 
lingkungan juga menjadi pertimbangan penting. 
C. Pasca Panen
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai 
berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil 
pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan 
konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut 
pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua 
bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan 
pengolahan (processing). Penanganan pasca panen (postharvest) 
sering disebut sebagai pengolahan primer (primary processing) 
merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari 
mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau 
untuk persiapan pengolahan berikutnya.
Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan 
atau penampakan, kedalamannya termasuk berbagai aspek dari 
pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing) 
merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain 
atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama 
(pengawetan) mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau 
untuk penggunaan lain. 
Setelah komoditas dipanen, perlu penanganan pasca panen yang 
tepat supaya penurunan kualitas dapat dihambat. Komoditas 
hortikultura kebanyakan dikonsumsi dalam keadaan segar sehingga 
perlu penanganan pasca panen yang ekstra supaya tetap segar.
Yang dapat dilakukan setelah pemanenan hanyalah 
mempertahankan kualitas dalam waktu lama, bukan meningkatkan 
kualitas. Perlakuan utama dalam pasca panen bertujuan 
menghambat laju transpirasi dan respirasi dari komoditas￾komoditas hortikultura, setelah dipanen masih tetap merupakan 
jaringan hidup. Jaringan hidup menjalankan aktifitas fisiologis yaitu 
transpirasi dan respirasi. Transpirasi menyebabkan hilangnya air 
dari komoditas, berpengaruh terhadap kesegaran atau kerenyahan 
komoditas. Respirasi menyebabkan berkurangnya cadangan 
makanan (dalam bentuk pati, gula, dll) dalam komoditas, 
mengurangi rasa dari komoditas (terasa hambar), memacu 
pembusukkan. Transpirasi dan respirasi merupakan penyebab 
utama kerusakan pada komoditas hortikultura setelah dipanen.
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap 
tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang 
fungsinya untuk membuat bahan hasil panen agar tidak mudah 
rusak dan memiliki kualitas yang baik, serta mudah disimpan untuk 
diproses selanjutnya.
Penanganan pasca panen hortikultura secara umum bertujuan 
untuk memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan 
hasil yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi 
yang baik. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak teknologis, 
ekologis, dan ekonomis diperlukan road map (peta perjalanan) 
penanganan pasca panen hortikultura sebagai landasan dalam 
penyusunan program kegiatan, rencana aksi serta kebijakan 
(Dhalimi,1990).
Tahapan penanganan pasca panen:
1. Pemanenan: pemungutan hasil pertanian yang telah cukup 
umur.