air. Ketika kepalan dilepaskan,
maka adonan kembali mengembang (kandungan air
sekitar 30%).
Tumpuk bahan yang sudah dicampur dengan ketingggian
15cm sampai 20cm, selanjutnya ditutup dengan karung
goni selama 3 sampai 4 hari.
Selama dalam proses, suhu dipertahankan antara 40ºC
sampai 50oC. Jika suhu melebihi 50oC, maka karung
penutup harus dibuka, lalu adonan dibolak balik dan
tutup kembali.
Setelah empat hari penutup dapat dibuka. Pembuatan
bokashi dikatakan berhasil, jika bahan bokashi
terfermentasi dengan baik. Ciri-ciri keberhasilan adalah
bokashi akan ditumbuhi oleh jamur yang berwarna putih
dan bau atau aromanya sedap. Sedangkan jika dihasilkan
bokashi yang berbau busuk, maka pembuatan bokashi
tersebut gagal.
Catatan :
Bahan pembuatan bokashi yaitu jerami (sekam/kulit
padi), rumput, sisa tanaman kacang-kacangan, serbuk
gergaji atau pupuk kandang dapat digunakan ketika
sudah kering atau masih basah (segar).
Bokashi yang sudah jadi sebaiknya langsung digunakan.
Jika bokashi ingin disimpan terlebih dahulu, maka
bokashi harus dikeringkan dengan cara menganginanginkan di atas lantai hingga kering. Setelah kering
bokashi dapat dikemas di dalam kantung plastik.
Jerami bisa juga diganti dengan rumput-rumputan,
tanaman kacang-kacangan dan sebagainya.
Cara Penggunaan:
Bokashi jerami sangat baik digunakan untuk melanjutkan
proses pelapukan mulsa dan bahan organik lainnya di lahan
pertanian. Bokashi jerami juga sesuai atau baik diaplikasikan
di lahan sawah.
Bokashi pupuk kandang.
Bahan:
Pupuk kandang sebanyak 15kg
Sekam sebanyak 10kg
Dedak sebanyak 1/2kg
Molases atau gula sebanyak 2 sendok makan (10ml)
EM4 sebanyak 2 sendok makan (10ml) dan air
secukupnya
Proses pembuatan:
Alat dan cara pembuatan bokashi pupuk kandang sama
dengan pembuatan bokashi jerami, hanya jerami diganti
dengan pupuk kandang.
Pupuk Kandang.
Pupuk kandang terbuat dari olahan kotoran hewan ternak
yang diberikan pada lahan pertanian untuk memperbaiki
kesuburan tanah dan struktur tanah. Pupuk kandang
merupakan jenis pupuk organik seperti kompos dan pupuk
hijau. Nutrisi yang dikandung tanaman tergantung dari
sumber kotoran bahan baku pupuk kandang. Pupuk
kandang ternak besar kaya akan Nitrogen, mineral, dan
logam seperti Magnesium, Kalium, dan Kalsium. Pupuk
kandang ayam memiliki kandungan fosfor lebih tinggi.
Manfaat utama pupuk kandang adalah mempertahankan
struktur fisik tanah sehingga akar dapat tumbuh secara baik.
Manfaat pupuk kandang:
Telah berates-ratus tahun yang lalu orang telah banyak
memanfaatkan pupuk kandang untuk memupuk tanaman.
Pupuk jenis ini mengandung unsur hara yang
sangat bermanfaat memperbaiki kesuburan tanah dan
mengandung sumber zat penting yang dibutuhkan oleh
tanaman seperti Nitrogen, Kalium, dan Phospat. Yang perlu
diperhatikan saat membuat pupuk kandang adalah jenis
binatang dan umurnya, kedua hal tersebut akan sangat
menentukan kandungan unsur hara. Untuk kadar Nitrogen,
paling banyak dikandung oleh kotoran sapi pedaging,
Phospor paling banyak dikandung oleh sapi perah, dan
kalium paling banyak dikandung kotoran unggas.
Macam-macam pupuk kandang berdasarkan asalnya:
Pupuk kandang ayam.
Pupuk dari kotoran ayam ini mempunyai banyak sekali
manfaat, umumnya digunakan untuk memupuk sayuran.
Pupuk ini kaya akan Phospat. Kandungan hara pada
kotoran ayam sangat bergantung pada pakan yang
diberikan. Di kandang kotoran ayam juga bercampur
dengan sekam sehingga bisa menambah kandungan
unsur hara di dalamnya. Salah satu keunggulan pupuk
dari kotoran ayam adalah mudah terdekomposisi dan
mengandung unsur hara yang tinggi jika dibanding
dengan pupuk kandang lainnya.
Pupuk kandang babi.
Pupuk ini mempunyai tekstur yang lembek dan banyak
mengandung urine. Petani babi biasanya mendiamkan
kotoran babi sampai kering dan kadar airnya hilang
sehingga siap pakai. Unsur hara sangat dipengaruhi oleh
umur babi. Di Cina produksi pupuk kandang babi telah
dibedakan menurut usianya.
Pupuk kandang kambing.
Yang unik dari pupuk kandang dari kotoran kambing
adalah bentuknya yang bulat kecil-kecil dan teksturnya
yang cukup keras. Tekstur yang keras akan menghambat
proses dekomposisi dan penyediaan hara bagi tanaman.
Pupuk ini mengandung kadar Kalium yang relatif tinggi,
jika dibandingkan pupuk yang lain.
Pupuk kandang sapi.
Salah satu ciri khas dari pupuk ini adalah mengandung
kadar Karbon yang tinggi. Tingginya kadar Karbon
disebabkan oleh konsumsi serat sapi yang banyak. Kadar
C yang tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman
utama. Tidak hanya masalah kadar Karbon, pupuk ini
juga terlalu banyak kadar airnya. Penggunaan langsung
pupuk jenis ini akan memerlukan ektra energi (berat)
dan timbul bau yang tidak enak karena masih terjadi
pelepasan amonia.
Pupuk kandang kuda.
Karena jumlah kuda sangat sedikit, jadi penggunaan
pupuk jenis ini masih sangat jarang, hanya di daerahdaerah tertentu saja. Biasanya para peternak kuda yang
juga bertani memanfaatkan kotoran dari kuda. Kotoran
kuda dikubur dalam sebuah lubang dan dibiarkan
terdekomposisi sehingga menjadi pupuk kandang siap
pakai.
MOL
MOL atau Mikro Organisme Local adalah cairan yang
terbuat dari bahan organik alami. Larutan MOL mengandung
unsur hara mikro, makro, dan mikroba. Mikroba dalam
larutan MOL berpotensi sebagai bahan perombak bahan
organik, perangsang pertumbuhan, serta agen pengendali
hama dan penyakit tanaman.
Macam-macam MOL:
Pada dasarnya semua bahan organik dapat diolah menjadi
MOL, yang penting bahan tersebut disukai dan bisa menjadi
media tumbuh bagi mikroorganisme. Di bawah ini adalah
macam-macam MOL yang bisa digunakan oleh petani:
MOL buah-buahan untuk membantu malai (bulir padi) agar
lebih berisi.
MOL daun galam (Gliricide spium) untuk menyuburkan
daun, cara penggunaannya disemprotkan saat tanaman
berumur 30 hari.
MOL bonggol pisang, sebagai bahan dekomposer saat
pembuatan kompos, cara penggunaannya disemprotkan di
sawah pada usia padi 10, 20, 30 dan 40 hari.
MOL sisa sayuran untuk merangsang tumbuhnya malai (bulir
padi), cara penggunaannya disemprotkan pada usia padi 60
hari.
MOL rebung, untuk merangsang pertumbuhan tanaman,
cara penggunaannya disemprotkan pada usia padi 15 hari.
MOL limbah dapur, untuk memperbaiki struktur fisik,
biologi, dan kimia tanah. Cara penggunaannya disemprotkan
pada saat mengolah tanah
MOL protein, untuk nutrisi tambahan makanan pada
tanaman, cara penggunaannya disemprotkan pada usia padi
15 hari.
MOL nimba dan kemangi untuk mencegah penyakit
tanaman.
Bahan MOL limbah hijau atau sayuran segar:
Kol, sawi, mentimun, bayam, dan kangkung 100kg
Garam 5kg (5% dari berat sayuran)
Air cucian beras 10lt
Gula merah 2ons (2% dari cairan setelah diproses 24 jam)
Alat:
Drum plastik ukuran 200lt
Plastik transparan ukuran 1m²
Cara pembuatan:
Semua bahan dipotong kecil-kecil, lalu masukkan ke dalam
drum plastik.
Setiap ketebalan 20cm taburi dengan garam secara merata.
Tambahkan air cucian beras sebanyak 10lt.
Tutup rapat drum dengan plastik transparan dan atasnya
diberi air sehingga tampak cekung terisi air.
Setelah 3 – 4 minggu plastik penutupnya dibuka, maka akan
tampak cairan berwarna kuning kecoklatan, baunya segar
seperti tape.
Tambahkan gula sebanyak 2ons, lalu aduk hingga rata.
Cara penggunaan:
Untuk dekomposer, ambil 1lt larutan MOL ditambah 10lt air,
dan 2ons gula, lalu aduk sampai rata. Selanjutnya siramkan
MOL ke atas bahan organik yang mau dikomposkan.
Untuk menyemprot tanaman:
Ambil 400ml larutan MOL tambahkan dengan 14 liter air
bersih, aduk sampai rata.j
Semprotkan pada tanaman atau tanah berkompos pada
pagi atau sore hari untuk menghindari sengatan
matahari.
Untuk padi, penyemprotan bisa dilakukan saat berumur
10 ,20, 30, dan 40 hari setelah tanam
Hama dan Penyakit Tanaman
Diskripsi:
Hama dan penyakit tanaman secara total berorientasi pada
manusia. Makhluk hidup yang disebut sebagai hama adalah
makhluk hidup yang bersaing untuk mendapatkan makanan,
tempat tinggal, membawa penyakit, melukai manusia,
mempengaruhi kesehatan dan mengganggu kenyamanan
hidup. Pendapat lain menyebutkan bahwa makhluk hidup
sebagai hama lebih tergantung pada situasinya daripada
spesiesnya atau bahkan daripada posisi trofiknya (susunan
makanan) dalam rantai makanan.
Pengendalian hama terpadu adalah suatu sistem pengendalian
hama yang berhubungan dengan dinamika populasi dan
lingkungan yang terkait dengan spesies hama, serta
memadukan berbagai teknik pengendalian hama potensial yang
mengancam hasil tanaman budidaya.
Latar belakang:
Penggunaan pestisida kimia sintetis yang berlebihan sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
(pencemaran tanah, air, dan udara).
Adanya resistensi atau kekebalan terhadap pestisida untuk
pengendalian hama.
Tumbuhnya ledakan hama yang tiba-tiba dengan dampak yang
lebih besar akibat ikut terbasminya hewan yang
menguntungkan.
Munculnya hama sekunder, akibat musuh alaminya atau
terputusnya rantai makanan.
Terjadinya residu bahan kimia pada produk pertanian yang
dikonsumsi. Adanya dampak kesehatan akibat aktifitas pertanian terhadap
pelaku dan konsumen baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Tujuan:
Meningkatkan pemahaman petani tentang hama dan penyakit
tanaman.
Meningkatkan pemahaman petani tentang teknik pengendalian
hama secara terpadu.
Pengendalian hama bukan pemusnahan spesies makhluk hidup
sehingga mengganggu keseimbangan ekosisitem.
Meningkatkan produktifitas pertanian tanpa mengganggu
lingkungan.
Meningkatkan kualitas produk pertanian untuk menunjang
kesehatan masyarakat.
Menjaga dan mempertahankan kearifan lokal tentang
pengendalian hama.
Mengurangi biaya produksi pertanian.
Memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dan murah.
Tahapan penyampaian materi:
Fasilitator membuka dengan materi dan mengajukan
pertanyaan kepada peserta tentang pengetahuan hama dan
penyakit tanaman, serta teknik pengendalian yang mereka
lakukan.
Catat semua pendapat dan pengalaman peserta tentang
pengendalian hama.
Fasilitator mengajukan pertanyaan kepada peserta tentang
“makhluk hidup mana yang digolongkan sebagai hama?”,
“mengapa mereka digolongkan sebagai hama?”, dan “kapan
mereka menjadi hama?”. Buat diskusi kelompok.
Fasilitator meminta kepada masing-masing kelompok untuk
mempresentasikan hasilnya secara bergiliran.
Fasilitator menjelaskan tentang ekosistem dan rantai makanan
dengan permainan (game ekosistem) Fasilitator meminta kepada peserta untuk menyiapkan
kunjungan lapangan yang terkait dengan waktu, lokasi, dan
perlengkapan yang perlu dibawa.
Fasilitator mengajak peserta ke lapangan dan memberikan
tugas kepada setiap kelompok untuk melakukan pendataan
hama yang ditemukan.
Fasilitator meminta kepada peserta untuk menyusun laporan
hasil kunjungan lapang dan presentasi.
Fasilitator memancing dengan pertanyaan “hama apa yang
sering muncul di tempat mereka masing-masing dan bagaimana
cara pengendaliannya secara alami”.
Mendiskusikan cara membuat pestisida organik untuk
mengendalikan hama yang ada.
Identifikasi bahan dan media yang diperlukan untuk pembuatan
pestisida organik.
Mempraktekkan pembuatan pestisida organik, lalu melakukan
uji coba di lapangan, dan mengamati hasilnya. Meminta peserta
untuk melakukan analisa dan membandingkan antara pestisida
organik dan pestisida kimia.
Setelah kembali ke ruang pertemuan, meminta kepada peserta
untuk merumuskan hasil kunjungan lapang dan
mempresentasikan. Buka ruang diskusi untuk memperdalam
dan memperkaya pengetahuan peserta, selanjutnya sesi
ditutup.
Metode : pemaparan, diskusi kelompok, praktek, kunjungan
lapang.
Waktu : 90 menit.
Media : papan tulis, plano, meta plan, spidol, crayon, ATK
lengkap, tali kur atau benang kasur, dan
perlengkapan pembuatan pestisida,
1. Hama Tanaman.
Hama dalam konteks penciptaan alam semesta “tidak pernah
ada”, karena Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala
isinya dalam keseimbangan. Artinya, apapun yang diciptakan
Tuhan menjadi bagian penting dalam siklus di alam dan semua
yang diciptakan pasti ada manfaatnya. Lalu, mengapa muncul
istilah hama?
Istilah hama muncul lebih dari sisi kepentingan ekonomi
manusia, karena hama adalah makhluk hidup yang mengurangi
hasil panen yang diusahakan oleh manusia, baik berupa
tumbuhan (pertanian) maupun hewan (peternakan).
Pertanyaan berikutnya adalah makhluk hidup mana yang
digolongkan sebagai hama? Makhluk hidup yang bisa menjadi
hama tidak berasal dari satu golongan atau jenis, tetapi lebih
tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Apabila suatu
ekosisitem lengkap dan tidak pernah terganggu, maka siklus
akan berjalan dengan sempurna sehingga tidak ada yang
namanya hama. Tetapi, jika suatu ekosisitem mulai terganggu
dan sampai memutuskan rantai makanan, maka akan ada salah
satu makhluk yang akan menjadi hama, contohnya dalam
ekosisitem sawah.
Pada rantai tersebut semua dalam keseimbangan, maka tidak
ada yang namanya hama. Apabila burung elang, ular, atau katak
diburu secara terus-menerus, maka jumlahnya akan berkurang
sehingga tikus, belalang, dan kelinci akan menjadi hama.
Banyak makhluk hidup yang buka merupakan hama, seperti
hewan yang kita makan atau jenis serangga. Bahkan ada jenis
serangga yang bisa menjadi predator atau musuh alami.
Jadi penyebutan makhluk hidup sebagai hama, tergantung
pada situasi dan kondisinya, bukan pada jenisnya, spesiesnya,
atau susunan pada rantai makanan.
Pengertian secara umum tentang hama adalah semua binatang
yang mengganggu dan merugikan tanaman yang dibudidayakan
manusia. Hewan yang termasuk hama dikelompokkan ke dalam
beberapa golongan, yaitu:
Mamalia, contoh: musang, tupai, tikus, dan babi hutan.
Aves, contoh: burung dan ayam.
Serangga, contoh: belalang, wereng, dan kumbang.
Molusca, contoh: siput dan bekicot.
Beberapa contoh hama yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari adalah:
2. Penyakit Tanaman.
Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang
disebabkan oleh mikroorganisme seperti jamur, virus, bakteri,
dan alga yang mengakibatkan perubahan atau gangguan pada
organ-organ tanaman. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tidak normal. Penyakit tanaman juga
dapat disebabkan kekurangan salah satu atau beberapa jenis
unsur hara. Tanda-tanda tanaman yang terkena penyakit
adalah:
Layu: tanaman yang layu karena sakit, berbeda dengan
tanaman yang layu karena kekurangan air. Apabila tanaman
tetap layu setelah disiram air, kemungkinan ada bagian akar
dan jaringan dalam batang yang rusak karena bakteri atau
virus.
Rontok: bila kerontokan terjadi pada daun, ranting, buah,
dan bunga secara bersamaan, maka dapat dipastikan kalau
tanaman tersebut menderita sakit. Penyebabnya dapat
karena parasit, non parasit, atau serangan hama.
Perubahan warna: misalnya daun menjadi berwarna kuning,
redup, atau hijau pucat dalam jumlah banyak, maka
tanaman itu bisa dipastikan sakit. Perubahan warna pada
daun juga dapat disebabkan oleh rusaknya klorofil atau
kekurangan cahaya matahari.
Daun berlubang: biasanya diawali oleh bercak berbentuk
lingkaran, kemudian kering dan terbentuk lubang.
Kerdil: terjadi pada daun, buah, atau bagian lainnya.
Daun mengeriting.
Busuk pada batang, daun, atau buah.
Semai roboh.
3. Gulma.
Selain hama dan penyakit yang menyerang tumbuhan dan
merugikan petani, gulma juga perlu mendapat perhatian
khusus. Terkadang petani kurang memperhatikan gulma
sehingga populasinya semakin menumpuk melebihi batas.
Gulma ini akan berkompetisi dengan tanaman utama untuk
mendapatkan unsur hara yang diperlukan dalam
pertumbuhannya. Gulma dapat menjadi tempat persembunyian
hama. Pembersihan gulma sangat penting untuk menekan
perkembangan hama yang dapat menyerang tumbuhan.
Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan
oleh lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai
oleh tanaman produksi. Batasan gulma bersifat teknis dan
plastis. Teknis, karena berkaitan dengan proses produksi
tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil
karena mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui
kompetisi. Plastis, karena batasan ini tidak mengikat suatu
tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman berguna dapat
menjadi gulma. Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap
gulma dapat dianggap tidak mengganggu. Contoh, kedelai yang
tumbuh di sela-sela tanaman dapat dianggap sebagai gulma,
namun pada sistem tumpang sari keduanya merupakan
tanaman utama.
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki, gulma dibedakan
menjadi 3 kelompok, yaitu teki, rumput, dan gulma daun lebar.
a. Teki.
Rumput Teki (Cyperus rotundus L) atau teki, mota, koreha,
wai, rukut teki, rukut wuta adalah rumput palsu (batang
segitiga) yang dapat hidup sepanjang tahun dengan
ketinggian 10-75cm. Tanaman ini tumbuh liar di kebun,
ladang, atau tempat lain dengan ketinggian sampai 1000m
dari permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali karena
bunganya berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung
tangkai dengan tiga tunas helm benang sari berwarna
kuning jernih, membentuk bunga berbulir, mengelompok
menjadi satu berupa payung. Ciri khasnya terletak pada
buahnya yang berbentuk kerucut besar pada pangkalnya,
kadang-kadang melekuk berwarna coklat dengan panjang
1,5 - 4,5cm dengan diameter 5 - 10mm. Daunnya berbentuk
pita berwarna mengkilat, terdiri dari 4-10 helai, terdapat
pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan
pelepah daun tertutup tanah. Pada rimpangnya yang sudah
tua terdapat banyak tunas yang menjadi umbi berwarna
coklat atau hitam. Rasanya sepet kepahit-pahitan dan
baunya wangi. Umbi-umbi ini mengumpul berupa rumpun.
Kelompok teki–tekian memiliki daya tahan luar biasa
terhadap pengendalian mekanis, karena memiliki umbu
batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan–
bulan. Contohnya adalah teki ladang (Cyperus rotundus).
b. Rumput Alang-alang.
Rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik,
merayap di bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul
di tanah runcing tajam, serupa ranjau duri. Batang pendek
menjulang ke atas tanah dan berbunga sebagian (merah)
keunguan, seringkali dengan karangan rambut di bawah
buku. Tinggi 0,2 –1,5m di tempat-tempat lain mungkin bisa
lebih tinggi.
Helai daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung
runcing, dengan pangkal menyempit dan berbentuk talang,
panjang 12-80cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam,
berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang
lebar dan pucat di tengahnya. Karangan bunga dalam malai,
6-28cm panjangnya, dengan anak bulir berambut panjang
(putih) kurang lebih 1cm, sebagai alat melayang bulir buah
bila masak. Alang-alang dapat berbiak dengan cepat,
benihnya tersebar cepat bersama angin atau melalui
rimpangnya yang cepat menembus tanah yang gembur.
Berlawanan dengan anggapan umum, alang-alang tidak suka
tumbuh di tanah yang miskin, gersang, dan berbatu. Rumput
ini senang dengan tanah yang cukup subur, banyak terkena
sinar matahari sampai agak teduh, dengan kondisi lembab
atau kering. Gulma ini dengan segera menguasai lahan
bekas hutan yang rusak dan terbuka, bekas ladang atau
sawah yang mengering, atau tepi jalan. Di tempat semacam
itu alang-alang dapat tumbuh dominan dan menutupi areal
yang luas.
alang – alang (Imperata cylindrica).
c. Gulma Daun Lebar.
Berbagai macam gulma dari ordo Dicotyledoneae termasuk
dalam kelompok berdaun lebar (broad leaves), biasanya
tumbuh pada akhir masa budi daya, contohnya daun
sendok. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa
kompetisi cahaya. Yang tergolong dalam gulma ini antara
lain: daun sendok, ciplukan (Physalis angulata L.), wedusan
(Ageratum conyzoides L.), sembung (Mikania michranta),
dan putri (Mimosa pudica)
1. Sejarah Pengendalian Hama dan Penyakit.
Pada jaman Pra Sejarah manusia hidup dengan cara berpindahpindah untuk mendapatkan dan mengumpulkan bahan
makanan dengan cara berburu. Pada saat itu manusia belum
melakukan budidaya tanaman. Setelah berkembangnya
peradapan manusia, maka budidaya pertanian mulai dilakukan
dan juga menyimpan makanan. Mereka juga melakukan usahausaha perlindungan dan pengawetan terhadap bahan makanan.
Pada 1.000 SM orang Yunani telah melakukan pengendalian
hama. Mereka menggunakan bahan belerang untuk
membasmi jamur dan menggunakan ekstrak tembakau
untuk mengendalikan hama.
Pada 2.500 SM orang Sumeria juga menggunakan belerang
untuk mengendalikan hama dan tungau.
Pada 1.200 SM di sebelah Timur Cina, insektisida dari
tanaman sudah digunakan untuk perlakuan benih sebelum
ditanam dan fumigasi. Mereka juga menggunakan kapur dan
abu kayu untuk mencegah dan menanggulangi hama yang
menyerang hasil pertanian.
Pada 950 SM melakukan pembakaran dan pengasapan
untuk pengendalian belalang.
Pada 450 SM mulai menggunakan jaring nyamuk.
Pada 350 SM orang Romawi menggunakan semprotan
minyak dari getah tanaman dan mengendalikan hama
dengan menggunakan campuran minyak dan Abu, serta
salep dari belerang
Pada 300 SM orang Cina memelihara semut koloni sebagai
predator di perkebunan jeruk untuk mengendalikan ulat dan
kumbang penggerek.
Pada 13 SM Marcus Pollio seorang arsitek dari Romawi
merancang lumbung anti hama.
Evolusi pengendalian hama terus berlanjut hingga 1000
tahun SM.
Pada 4 M, Ko Hung kimiawan Cina menyarankan
penggunaan arsenik putih pada akar tanaman padi sebelum
ditanam untuk melindungi dari serangan hama.
Pada 571-630 M pemeluk agama Islam membacakan do’ado’a Nabi Muhammad pada tongak-tongak di lahan untuk
mengusir belalang.
Dari contoh-contoh di atas permasalahan hama sudah ada sejak
ribuan tahun yang lalu dan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan peradapan manusia dan perkembangan dunia
pertanian. Pada awal abad 20 pengendalian hama mulai
berkembang, selanjutnya revolusi pengendalian hama
berkembang dengan menggunakan DDT (Dikloro Difenil
Triklorethana). Pada tahun 1900-an industri pestisida sampai
pada puncaknya sehingga pengendalian hama dan penyakit
dengan menggunakan pestisida dianggap yang paling aman dan
paling baik.
Pada tahun 1946 peneliti Swedia melaporkan bahwa dalam
kurun waktu 20 tahun terdapat 224 spesies serangga yang
resisten (kebal) terhadap DDT. Dari beberapa jurnal dan sumber
penelitian para ahli lingkungan dilaporkan bahwa DDT dan
sejenisnya dapat menimbulkan dampak negatif sebagai berikut:
Meningkatkan kekebalan hama terhadap daya bunuh
insektisida.
Timbulnya ledakan hama secara besar-besaran setelah
disemprot DDT, karena DDT juga membunuh predator
(musuh alami).
Pencemaran lingkungan seperti air, tanah dan udara
Hasil pertanian mengandung residu pestisida DDT, bahkan
ikan-ikan juga terkontaminasi.
Timbulnya gangguan kesehatan pada manusia seperti
keracunan, penyakit pernafasan, dan penyakit kulit.
Adanya dampak negatif yang berbahaya dari revolusi penggunaan
pestisida sintetis, maka mendorong para ahli lingkungan untuk
mencari alternatif atau cara-cara baru dalam pengendalian hama
yang aman dan efektif. Akhirnya pada tahun 1972 Amerika Serikat
melarang penggunaan DDT, Aldrin, Endrin, Heptaklor, dan
Chlordane. Di Indonesia baru pada tahun 1986 Presiden melarang
penggunaan 57 jenis insektisida organophospat yang menyebabkan
meledaknya hama wereng coklat. Pada tahun 1979 Indonesia mulai
melakukan Pengendalian Hama Terpadu.
2. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu merupakan sistem
atau teknik pengendalian hama yang menggunakan pendekatan
dari berbagai disiplin ilmu yang memperhatikan unsur-unsur
ekologi dan efisiensi ekonomi. Dengan kata lain sistem
pengendalian hama dan penyakit yang bisa menjamin hasil yang
menguntungkan, terkendali, aman, dan tidak membahayakan
kehidupan yang lain, serta dapat menjaga keberadaan hama
dalam jumlah di bawah ambang batas yang merugikan.
Menurut FAO (1967) adalah sistem pengendalian hama yang
berhubungan dengan dinamika populasi dan lingkungan yang
berkaitan dengan spesies hama, serta memanfaatkan
perpaduan berbagai macam teknik dan metode yang
memungkinkan tetap menahan populasi hama di bawah tingkat
yang menyebabkan kerusakan.
Prinsip dasar pengendalian hama dan penyakit terpadu:
Pengendalian hama bukan untuk membasmi hama sampai
populasinya habis, tetapi menjaga agar populasi hama tetap
di bawah ambang kerusakan.
Tidak mengganggu kelestarian lingkungan atau ekologinya.
Mengurangi sumber hama dan penyakit dengan mengontrol
ekosistem.
Menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai
dengan kondisi wilayah atau lingkungannya, contohnya:
Penggunaan varietas unggul yang tahan hama dan
penyakit. Pilihan ini merupakan sebuah usaha dari
pengendalian hama dan penyakit terpadu yang dilakukan
pra tanam.
Keseimbangan ekosistem.
Keseimbangan ekosistem merupakan unsur hayati yang
harus dilakukan dalam pengendalian hama dan penyakit
terpadu. Apabila tanah kurang subur karena kurangnya
mikroorganisme dalam tanah, maka petani harus
memperhatikan kelangsungan hidup mikroorganisme
dalam tanah.
Pemanfaatan bahan dan musuh alami.
Pemanfaatan predator merupakan cara untuk
mengurangi bahan-bahan kimia. Sebaiknya petani
melakukan konsep back to nature, termasuk dalam
pengendalian hama dengan cara menggunakan pestisida
nabati dan pupuk organik.
Beberapa teknik pengendalian hama dan penyakit tanaman:
a. Pestisida organik.
Salah satu penyumbang terbesar pencemaran lingkungan
adalah pertanian, karena dalam proses produksi banyak
menggunakan bahan-bahan beracun berupa pestisida
(herbisida, fungisida, rodentisida) dan pupuk kimia.
Kenyataannya hama tidak pernah bisa dibasmi dengan
bahan kimia, justru banyak muncul hama yang kebal
terhadap bahan kimia tersebut. Masih banyak dampak lain
yang ditimbulkan, seperti:
Membahayakan konsumen karena residu tertinggal
dalam hasil pertanian yang dikonsumsi konsumen.
Residu tidak bisa terurai sehingga mengakibatkan
pencemaran tanah, air, dan udara.
Daya kerjanya tidak selektif, sehingga bisa membunuh
semua serangga dan predator.
Menimbulkan kekebalan terhadap hama sehingga
menimbulkan biotipe baru yang tahan terhadap
pestisida.
Meracuni ternak yang ada di sekitar daerah tersebut.
Berbahaya bagi petani dan pedagang hasil pertanian.
Biaya produksi semakin tinggi.
Dari beberapa contoh tersebut, pestisida organik menjadi
salah satu alternatif yang ditawarkan. Pestisida organik
sebenarnya sudah digunakan para petani sejak jaman dulu,
mereka menggunakan tumbuhan tertentu untuk
mengendalikan hama. Sampai saat ini di daerah-daerah
yang masih mempertahankan budaya lokal seperti
masyarakat Baduwi, Suku Kajang, dan masyarakat Dayak
masih menggunakan sistem ini. Kelompok-kelompok petani
sekarang juga mulai banyak yang menggunakan pestisida
organik dalam pertanian. Keuntungan pestisida organik
adalah:
Daya kerjanya selektif, hanya mematikan serangga
tertentu sehingga keseimbangan alam tetap terjaga.
Residu cepat terurai, tidak meracuni hasil pertanian.
Tidak mengakibatkan pencemaran tanah, air, dan udara.
Tidak menimbulkan kekebalan pada hama dan predator
tidak mati.
Pada umumnya berupa racun perut dan tidak
membahayakan bagi petani (tidak meracuni ketika
terminum).
Murah karena bahan baku ada di sekitar lahan mereka.
Beberapa contoh pestisida organik, bagian yang digunakan:
daun, bunga, akar, kulit pohon, biji, umbi.
Cara membuat:
Bahan basah dihancurkan, lalu dicampur air dan disaring.
Bahan basah dicincang, lalu direndam dalam air dan
disaring.
Bahan dikeringkan, lalu ditumbuk dan dibuat tepung.
Bahan kering dibakar, lalu diambil abunya atau asapnya
untuk mengusir hama.
Bahan kering diletakkan pada tempat penyimpanan
untuk mengusir hama gudang.
b. Penggunaan musuh alami atau predator.
Musuh alami adalah makhluk hidup (organisme, laba-laba,
capung, parasitoid, dan patogen) yang memburu dan
menghisap cairan tubuh binatang lain sehingga
menyebabkan kematian. Predator keberadaannya sangat
berguna karena memakan hama tanaman. Semua laba-laba
dan capung merupakan contoh pemangsa. Parasitoid adalah
serangga yang hidup di dalam tubuh serangga lain dan dapat
membunuh secara perlahan. Parasitoid berguna untuk
membunuh serangga hama, sedangkan parasit tidak
membunuh inangnya, hanya melemahkan.
3. Pengendalian Gulma.
Pengertian dari pengendalian gulma (control) harus dibedakan
dengan pemberantasan (eradication). Pengendalian gulma
(weed control) dapat didefinisikan sebagai proses membatasi
populasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat
dibudidayakan secara produktif dan efisien.
Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk
membunuh seluruh gulma, melainkan cukup menekan
pertumbuhan dan atau mengurangi populasinya. Pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat
populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak
melampaui ambang ekonomi (economic threshold).
Pelaksanaan pengendalian gulma hendaknya didasari dengan
pengetahuan yang cukup tentang gulma yang bersangkutan.
Apakah gulma tersebut bersiklus hidup annual (semusim),
biennial (tanaman dua musim) atau perennial (tanaman
tahunan), bagaimana berkembang biaknya, bagaimana sistem
penyebarannya, bagaimana dapat beradaptasi dengan
lingkungan dan dimana saja distribusinya.
Terdapat beberapa metode atau cara pengendalian gulma yang
dapat dipraktekkan di lapangan. Sebelum melakukan tindakan
pengendalian gulma sangat penting mengetahui cara-cara
pengendalian agar bisa memilih cara yang paling tepat untuk
suatu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh di suatu
daerah.
Teknik pengendalian gulma yang tersedia adalah:
a. Pengandalian secara preventif.
Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian
akibat invasi gulma adalah pencegahan (preventif). Tujuan
pencegahan adalah untuk mengurangi pertumbuhan gulma
agar usaha pengendalian dapat dikurangi atau ditiadakan.
Pencegahan merupakan langkah yang paling tepat karena
kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum
terjadi. Pencegahan biasanya lebih murah, tetapi tidak
selalu lebih mudah. Pengetahuan tentang cara-cara
penyebaran gulma sangat penting agar bisa melakukan
dengan tepat.
Peniadaan sumber invasi dan sanitasi.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
untuk meniadakan sumber invasi adalah:
Menggunakan biji tanaman yang bersih dan tidak
tercampur biji lain, terutama biji-biji gulma.
Menghindari penggunaan pupuk kandang yang
belum matang.
Membersihkan tanah yang berasal dari tempat lain,
tubuh dan kaki ternak dari biji-biji gulma.
Mencegah pengangkutan tanaman beserta tanahnya
dari tempat lain, karena pada bongkahan tanah
tersebut kemungkinan mengandung biji-biji gulma.
Pembersihan gulma di pinggir-pinggir sungai dan
saluran air.
Menyaring air pengairan agar tidak membawa biji-biji
gulma ke petak-petak pertanaman yang diairi.
Karantina tumbuhan.
Karantina tumbuhan bertujuan mencegah masuknya
organisme pengganggu tumbuhan lewat perantaraan lalulintas atau perdagangan. Karantina tumbuhan merupakan
cara pengendalian tidak langsung dan relatif paling murah.
b. Pegendalian mekanis.
Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan
pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian
sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya
terhambat. Teknik pengendalian mekanis hanya
mengendalikan kekuatan fisik atau mekanik. Dalam
prakteknya dilakukan secara tradisional dengan tangan,
dengan alat sederhana sampai penggunaan alat berat yang
lebih modern.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih
peralatan untuk digunakan dalam pengendalian gulma
adalah sistem perakaran, umur tanaman, kedalaman dan
penyebaran sistem perakaran, umur dan luas investasi, tipe
tanah, topografi, serta kondisi cuaca atau iklim.
Pengolahan tanah (Land Preparation).
Pengolahan tanah dengan alat-alat seperti cangkul,
bajak, garu, traktor, dan sebagainya, pada umumnya
berfungsi untuk mengendalikan gulma.
Penyiangan (Weeding).
Penyiangan yang tepat biasanya dilakukan pada saat
pertumbuhan aktif dari gulma. Lakukan penyiangan
sebelum gulma berbunga untuk menghindari
penyebaran gulma yang lebih luas.
Pencabutan (Hand Pulling).
Pencabutan dengan tangan ditujukan untuk gulma
annual dan biennial. Pelaksanaan pencabutan gulma
terbaik adalah pada saat sebelum pembentukan biji,
sedang pencabutan pada saat gulma sudah dewasa
mengakibatkan terjadinya bagian bawah gulma ada yang
tidak tercabut sehingga tumbuh kembali.
Pembabatan (Mowing).
Pembabatan pada umumnya hanya efektif untuk
mengendalikan gulma-gulma yang bersifat setahun
(annual) dan kurang efektif untuk gulma tahunan
(perennial). Efektivitas cara ini sangat ditentukan oleh
saat dan interval pembabatan. Pembabatan sebaiknya
dilakukan pada saat daun gulma sedang tumbuh lebat,
menjelang berbunga dan sebelum membentuk biji.
Pembakaran (Burning).
Pembakaran merupakan salah satu cara mengendalikan
gulma. Suhu kritis yang menyebabkan kematian
(Termodeash Point) pada sel adalah 45-550C, tetapi biji
yang kering lebih tahan daripada tumbuhan yang hidup.
Sebenarnya yang dimaksud dengan pembakaran adalah
penggunaan api untuk pengendalian gulma dengan alat
pembakar (burner) seperti alat untuk mengelas, flame
cultivator atau weed burner yang menggunakan bahan
bakar butane dan propone. Atau pembakaran dengan
memberikan panas dalam bentuk uap (sceaming),
terutama dalam usaha mematikan biji gulma pada
tempat-tempat tertentu seperti pembuatan bedengan.
Penggenangan.
Bila tersedia air, penggenangan dapat mengurangi
pertumbuhan gulma. Cara ini biasa digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan gulma darat (terrestrial).
Penggenangan efektif untuk mengendalikan gulma
tahunan. Caranya dengan membuat galangan pembatas
dengan tinggi genangan 15-25cm selama 3-8 minggu.
Sebagian besar gulma tidak berkecambah pada kondisi
anaerob.
c. Pengendalian hayati.
Pengendalian hayati (biological control) adalah penggunaan
biota untuk melawan biota. Pengendalian hayati dalam arti
luas mencakup setiap usaha pengendalian organisme
pengganggu dengan tindakan yang didasarkan ilmu hayat
(biologi). Berdasarkan hal ini, maka penggunaan Legum
Cover Crops (LCC) kadang-kadang juga dimasukkan sebagai
pengendalian hayati.
Pengendalian alami dan hayati.
Berdasarkan campur tangan yang terjadi, maka
dibedakan antara pengendalian alami dan pengendalian
hayati. Perbedaan utama terletak pada ada atau
tidaknya campur tangan manusia dalam ekosistem.
Dalam pengendalian alami, selain musuh alami sebagai
pengendali hayati, masih ada iklim dan habitat sebagai
faktor pengendali non hayati. Sedang pada pengendalian
hayati ada campur tangan manusia yang mengelola
gulma dengan memanipulasi musuh alaminya.
Musuh–musuh alami gulma.
Ada beberapa syarat utama yang dibutuhkan agar suatu
makhluk dapat digunakan sebagai pengendali alami,
yaitu:
Makhluk tersebut tidak merusak tanaman budidaya
atau jenis tanaman pertanian lainnya, meskipun
tanaman inangnya tidak ada.
Siklus hidupnya menyerupai tumbuhan inangnya,
misalnya populasi makhluk ini akan meningkat, jika
populasi gulmanya juga meningkat.
Harus mampu mematikan gulma atau paling tidak
mencegah gulma membentuk biji atau berkembang
biak.
Mampu berkembang biak dan menyebar ke daerahdaerah lain yang ditumbuhi inangnya.
Mempunyai adaptasi baik terhadap gulma inang dan
lingkungan yang ditumbuhinya.
d. Pengendalian kultur teknis.
Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian
gulma dengan menggunakan praktek-praktek budidaya,
antara lain:
Penanaman jenis tanaman yang cocok dengan kondisi
tanah.
Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutup
ruang kosong.
Pemupukan yang tepat untuk mempercepat
pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya
saing tanaman terhadap gulma.
Pengaturan waktu tanam dengan membiarkan gulma
tumbuh terlebih dahulu, kemudian dikendalikan dengan
praktek budidaya tertentu.
Penggunaan tanaman pesaing (competitive crops) yang
tumbuh cepat dan berkanopi lebar sehingga memberi
naungan dengan cepat pada daerah di bawahnya.
Modifikasi lingkungan yang melibatkan pertumbuhan
tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma
tertekan.
Rotasi tanaman (Crop Rotation).
Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman sebenarnya
bertujuan memanfaatkan tanah, air, sinar matahari, dan
waktu secara maksimal sehingga diperoleh hasil yang
memadai. Dengan pergiliran tanaman, maka pada
umumnya permukaan tanah akan selalu tertutup oleh
naungan daun tanaman, sehingga gulma tertekan.
Sistem bertanam (Croping System).
Perubahan cara bertanam dari monokultur ke polikultur
(intercropping atau multiple croping) dapat
mempengaruhi spesies gulma yang tumbuh sehingga
menimbulkan perbedaan interaksi dalam kompetisi. Cara
penanaman tumpang sari, tumpang gilir, dan tanaman
sela ternyata dapat menekan pertumbuhan gulma,
karena gulma tidak sempat tumbuh dan berkembang
biak akibat sinar matahari, serta tempat tumbuhnya
selalu terganggu.
Pengaturan jarak tanam (Crop Density).
Peningkatan kepadatan tanaman meningkatkan efek
naungan terhadap gulma sehingga mengurangi
pertumbuhan dan reproduksinya. Meskipun demikian
pada jarak tanam yang sempit, tanaman budidaya
memberikan hasil relatif kurang. Sebaiknya penanaman
dilakukan pada jarak tanam yang optimal.
Pemulsaan (Mulching).
Mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke
permukaan tanah dan menyebabkan kecambahkecambah gulma, dan berbagai jenis gulma dewasa mati.
Selain mempertahankan kelembaban tanah, mulsa akan
mempengaruhi temperatur tanah.
Tanaman penutup tanah (Legum Cover Crop-LCC).
Sering disebut tanaman pelengkap (smother crops) atau
tanaman pesaing (competitive crops). Sebagai tanaman
penutup tanah biasanya digunakan tanaman kacangkacangan (leguminosae) karena dapat tumbuh secara
cepat sehingga cepat menutup tanah dan dapat
digunakan sebagai pupuk hijau.
Sifat penting yang diperlukan bagi tanaman penutup
tanah adalah harus dapat tumbuh dan berkembang
cepat sehingga mampu menekan gulma. Jenis-jenis
leguminosae yang biasa digunakan adalah Calopogonium
muconoides (CM), Calopogonium caerelum (CC),
Centrosoma pubescens (CP), dan Pueraria javanica (PJ).
Selain pertumbuhan cepat, sifat lainnya yang
dikehendaki adalah tidak menyaingi tanaman pokok.
Apabila pertumbuhannya terlalu rapat, maka harus
dilakukan pengendalian dengan cara pembabatan atau
dibongkar dan diganti dengan penutup tanah yang
lainnya
Perkembangbiakan Tanaman.
Perkembangbiakan tanaman dapat digolongkan dalam dua
kategori, yaitu dengan cara generatif dan cara vegetatif.
1. Perbanyakan secara generatif.
Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji
yang dihasilkan dari penyerbukan antara bunga jantan (serbuk
sari) dan bunga betina (kepala putik). Proses penyerbukan
terjadi dengan bantuan angin atau serangga secara alami. Saat
ini penyerbukan sering dilakukan oleh manusia, terutama para
pemulia tanaman untuk memperbanyak atau menyilang
tanaman dari beberapa varietas berbeda.
Keunggulan perbanyakan secara generatif, yaitu:
Sistem perakarannya kuat dan rimbun, sehingga sering
dijadikan sebagai batang bawah untuk okulasi atau
sambungan.
Sering digunakan untuk program penghijauan di lahan-lahan
kritis yang lebih mementingkan konservasi lahan
dibandingkan dengan produksi buahnya.
Dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak karena
menggunakan biji.
Mudah disebarkan dan mudah dibawa kemana-mana
karena masih berupa biji.
Kadang sifatnya bisa lebih unggul dari induknya.
Kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu:
Sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat
pohon induknya. Kualitas tanaman atau hasilnya bisa menyimpang dari
induknya.
Walaupun berasal dari satu pohon induk, perbanyakan
tanaman baru yang dihasilkan bisa mempunyai sifat yang
beragam. Keragaman sifat ini terjadi karena adanya
pengaruh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina.
Terkadang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon
induk, bahkan lebih buruk sifatnya.
Pertumbuhan relatif lamban dan tanaman memerlukan
waktu lebih lama untuk berbunga dan berbuah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perkembangbiakan generatif adalah:
a. Menyiapkan biji:
Keluarkan biji dari buah atau polongnya.
Bersihkan daging buah dan lendir yang menempel agar tidak
menjadi tempat tumbuhnya jamur.
Untuk biji berukuran besar seperti biji mangga atau durian,
pembersihan dilakukan dengan mencuci menggunakan air
bersih.
Untuk biji yang berukuran kecil seperti biji jambu atau biji
yang terbungkus lapisan pembungkus (Pectin) seperti biji
pepaya, pembersihan dilakukan dengan meremas-remas
menggunakan abu gosok sampai lendirnya hilang, lalu dicuci
dengan air bersih.
Setelah bersih, biji diseleksi dengan melihat penampilan
fisiknya.
Biji yang memenuhi syarat sebagai benih adalah biji yang
padat dan utuh, bentuk dan ukurannya seragam,
permukaan kulitnya bersih, dan tidak cacat.
Biji hasil seleksi fisik direndam dalam air. Pilih biji yang
tenggelam karena menandakan daya kecambahnya lebih
tinggi dibandingkan dengan biji yang terapung. Biji-biji inilah
yang digunakan untuk memperbanyak tanaman secara
generatif.
b. Perlakuan biji.
Biji yang disemai, lambat berkecambah. Bahkan tidak
berkecambah sama sekali, walaupun media semainya sudah
cocok. Hal ini disebabkan oleh dormansi, yaitu keadaan
terbungkusnya lembaga biji oleh lapisan kulit atau senyawa
tertentu. Dormansi merupakan cara embrio biji
mempertahankan diri dari keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan, tetapi berakibat pada lambatnya proses
perkecambahan. Berikut ini jenis-jenis dormansi biji dan cara
mengatasinya:
Dormansi fisik.
Dormansi fisik sering terjadi pada biji tanaman sayur dan
beberapa jenis tanaman kehutanan, seperti sengon, akasia,
jambu mete, dan kaliandra. Penyebabnya adalah kulit biji
yang tidak dapat dilewati air.
Cara mengatasinya:
Siram dan rendam biji di dalam air panas selama 2-5 menit
sampai kulitnya menjadi lebih lunak.
Selanjutnya rendam biji di dalam air dingin selama 1-2 hari
agar air dapat menembus pori-pori kulit biji dan sampai ke
embrionya.
Dormansi mekanis.
Dormansi mekanis sering terjadi pada biji jati, kemiri, kenari,
dan mangga. Penyebabnya adalah kulit biji yang terlalu
keras, sehingga sulit ditembus calon akar dan tunas. Pada
biji mangga, dormansi ini dapat diatasi dengan menyayat
dan membuat kulit bijinya.
Dormansi kimia.
Dormansi kimia sering terjadi pada biji yang mengandung
lapisan pectin seperti biji pepaya. Penyebabnya adalah
adanya kandungan zat tertentu di dalam biji yang
menghambat perkecambahan. Cara mengatasinya dengan
merendam, kemudian peram biji dengan gulungan kain
basah selama 24 jam.
2. Perbanyakan secara vegetatif.
Perkembangbiakan vegetatif adalah perkembangbiakan yang
tanpa melakukan perkawinan. Perkembangbiakan vegetatif ini
biasanya menggunakan bagian-bagian tertentu dari tanaman
itu sendiri, seperti batang, daun, akar, umbi, dan rimpang.
Keunggulan perbanyakan vegetatif:
Menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama
dengan pohon induknya.
Lebih cepat berbunga dan berbuah.
Untuk beberapa jenis tanaman bisa diproduksi dalam
jumlah besar, misalnya setek batang atau setek daun.
Kelemahan perbanyakan vegetatif:
Membutuhkan pohon induk dalam jumlah besar sehingga
membutuhkan banyak biaya.
Tidak dapat menghasilkan bibit secara masal, jika cara
perbanyakan yang digunakan cangkokan atau rundukan.
Tidak semua tanaman dapat diperbanyak dengan cara setek
dan tingkat keberhasilannya sangat kecil.
Ada teknik yang cukup sulit dilakukan seperti okulasi
(sambung pucuk/tempel tunas), terutama jika dilakukan
oleh hobbis atau penangkar pemula.
Beberapa teknik perbanyakan secara vegetatif:
a. Cangkok (Air Layerage).
Cangkok atau okulasi adalah metode perbanyakan tanaman
dengan cara mengupas kulit batang atau ranting secara
melingkar, selanjutnya dibungkus sabut kelapa/ijuk/plastik
yang diisi mos atau tanah bercampur kompos. Cangkok
sangat cocok dilakukan untuk tanaman buah-buhan yang
batangnya berkayu seperti mangga, jeruk, jambu biji, jambu
air, belimbing manis, kelengkeng, serta tanaman hias seperti
bougenvil, mawar, dan kemuning.
Keunggulan cangkok:
Mudah dilakukan dan tingkat keberhasilannya tinggi.
Tanaman yang dihasilkan dapat mewarisi 100% sifat
pohon induknya.
Tanaman akan tumbuh tidak terlalu tinggi sehingga
cocok juga ditanam di halaman rumah.
Kelemahan cangkok:
Percabangannya tidak lebar dan tidak kompak.
Produktivitas buahnya terbatas.
Tanaman hasil cangkok tidak memiliki sistem perakaran
yang kuat karena tidak memiliki akar tunggang dan
serabut akarnya tidak rimbun, akibatnya tanaman
mudah roboh saat tertiup angin kencang.
Tidak kuat menghadapi kekeringan saat musim
kemarau.
Dengan cara yang berbeda beberapa tanaman tidak
berkayu, seperti salak, pepaya, dan beberapa jenis tanaman
hias seperti dieffenbachia dan aglonema juga dapat
diperbanyak dengan cangkok. Di bawah ini proses
mencangkok tanaman berkayu:
Alat-alat yg diperlukan:
Pisau yg kuat dan tajam.
Serabut kelapa, ijuk, atau plastik.
Tali atau karet ban dalam bekas.
Ember atau media lain untuk menampung air.
Kursi/tangga/stegger, jika cabang terlalu tinggi.
Campuran tanah subur : pupuk kandang : serabuk
gergaji, dengan perbandingan 1:1:1.
Langkah-langkah mencangkok:
Pastikan kalau induk semang tanaman adalah dari
varietas unggul, agar menghasilkan bibit unggul juga.
Tentukan cabang yg lurus dan cukup besar agar pohon
cukup kuat untuk mandiri, kira-kira berdiameter 3cm.
Kerat pangkal cabang secara melingkar menggunakan
pisau, lalu kerat sekali lagi. Keratan pertama dan kedua
berjarak sekitar 5–10cm.
Buang kulit antara keratan tadi.
Setelah kulit kayu bersih, kerok lendir/getah sampai
bersih dan kayu tidak licin lagi.
Biarkan keratan selama 1–2 hari untuk memastikan,
bahwa kambiumnya sudah bersih.
Ambil serabut kelapa/ijuk/plastik secukupnya, lalu ikat
bagian bawah dulu.
Bentuk sedemikian rupa sehingga membentuk
penampung, isi dengan campuran tanah yg sudah
dipersiapkan. Isian harus cukup padat, dengan cara
ditekan-tekan.
Ikat bagian atas serabut atau plastik dan pastikan
campuran tanah tertutup rapat.
Buat lubang-lubang untuk pembuangan air dengan jarak
1cm antar lubangnya (jika medianya plastik).
Siram air sampai air menetes dari cangkokan.
Sekitar 4-6 minggu cangkokan sudah keluar akarnya dan siap
dipisahkan dari induknya. Cangkokan harus disiram setiap
pagi dan sore hari. Untuk memastikan bahwa tanaman yg
dicangkok sudah jadi, maka dapat dilihat apa sudah keluar
akar yg cukup banyak, biasanya sampai menembus plastik
atau serabut pembungkus. Jika kondisi ini sudah memenuhi
syarat, potong tanaman dari induknya. Sebaiknya ketika
memotong, menggunakan gergaji agar tanaman tidak rusak.
Kurangi daun dan ranting, sisakan beberapa lembar daun
saja. Dan cangkokan siap ditanam.
b. Rundukan.
Rundukan adalah cangkok tanah atau cangkok runduk
karena dilakukan dengan merundukkan cabang pohon induk
sampai menyentuh tanah, lalu menutupnya dengan media.
Sebenarnya cara rundukan sama dengan mencangkok, yaitu
membungkus bagian tanaman dengan media untuk
menumbuhkan akar, namun cara rundukan tidak
memerlukan pembungkus. Perbanyakan ini memiliki tingkat
keberhasilan 100% karena cabang yang diperbanyak tetap
mendapatkan asupan makanan dari pohon induknya.
Tanaman yang biasa diperbanyak dengan rundukan adalah
tanaman yang bercabang panjang dan lentur, seperti
murbai, strowberi, apel, mawar, azalea, serta tanaman
menjalar dan merambat, seperti labu kuning dan labu air.
Secara alami tanaman-tanaman tersebut dapat melakukan
perbanyakan sendiri saat bagian tanamannya terkulai
menyentuh tanah. Dalam kurun waktu bagian tanaman
tersebut akan tumbuh tunas, apabila dipotong dan ditanam
lagi dapat tumbuh menjadi tanaman baru yang produktif.
http://www.google.com/Fbelajar.dindikptk.net
c. Setek.
Setek berasal dari kata stuk (bahasa Belanda) dan cuttoge
(bahasa Inggris) yang artinya potongan. Sesuai dengan
namanya, perbanyakan ini dilakukan dengan menanam
potongan pohon induk ke dalam media agar tumbuh
menjadi tanaman baru. Bagian tanaman yang ditanam dapat
berupa akar, batang, daun, atau tunas. Perbanyakan dengan
setek mudah dilakukan karena tidak memerlukan peralatan
dan teknik yang rumit. Keunggulan teknik ini adalah dapat
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak,
walaupun bahan tanam yang tersedia sangat terbatas.
Namun, tidak semua tanaman dapat diperbanyak dengan
setek. Hanya tanaman yang mampu bertahan hidup lama
setelah terpisah dari pohon induknya saja yang dapat
diperbanyak dengan teknik ini, misalnya, anggur,
kedondong, sukun, jambu air, markisa, alpukat, dan
beberapa jenis jeruk, serta tanaman hias seperti aglonema,
dieffendbachia dan mawar
Setek batang.
Disebut setek batang karena bahan tanamnya diambil
dari batang atau cabang pohon induk. Entres untuk setek
batang harus berasal dari pohon induk yang sehat dan
tidak sedang bertunas. Pilih cabang yang telah berumur
satu tahun, berdaun hijau tua, berkulit cokelat muda,
dan jika kulit arinya dikelupas masih terlihat berwarna
hijau. Cabang seperti ini memiliki kandungan hormon
pertumbuhan (auxin), nitrogen, dan karbohidrat tinggi,
sehingga akan cepat menumbuhkan akar. Cabang yang
terlalu tua tidak baik digunakan untuk bahan setek
karena sangat sulit menumbuhkan akar. Cabang yang
terlalu muda cepat layu dan mati kekeringan karena
penguapannya berlangsung cepat.
Cabang setek minimal berdiameter sekitar 1cm, diambil
dari bagian tengah cabang kira-kira 0,5cm di bawah mata
tunas yang paling bawah dan 1cm dari mata tunas paling
atas. Selanjutnya cabang dipotong-potong sepanjang 15-
20cm dengan 3-4 mata tunas pada setiap potongan.
Pemotongan cabang dilakukan pada pagi hari dengan
menggunakan gunting setek atau pisau yang tajam. Jika
pisau tidak tajam, permukaan potongan menjadi kasar,
memar, dan rusak sehingga sulit membentuk kalus yang
berperan dalam menutupi luka. Akibatnya, bibit penyakit
dapat masuk ke bagian yang dipotong dan
membusukkan pangkal setek.
Setek akar.
Bahan setek akar harus berupa akar lateral, yaitu akar
yang tumbuh ke arah samping sejajar dengan
permukaan tanah. Sebaiknya pilih akar muda yang
berukuran 1cm atau sebesar pensil karena lebih cepat
memunculkan akar dibandingkan dengan akar tua.
Untuk tanaman besar berbentuk semak atau pohon,
pengambilan akar dilakukan dengan melubangi tanah
sampai akar-akarnya kelihatan. Kemudian ambil akar
yang diperlukan, lalu lubang ditutup kembali dengan
tanah. Untuk tanaman kecil, pengambilan akar dilakukan
dengan mencabut tanaman tersebut, lalu memotong
akar yang diperlukan. Setelah itu tanaman ditanam
kembali. Akar yang telah diambil, selanjutnya dipotongpotong sepanjang 5 -10cm menggunakan silet atau pisau
tajam agar menghasilkan potongan yang bersih dan rata.
Bagian akar yang dekat dengan pangkal batang dipotong
secara serong dan bagian ujungnya dipotong datar.
https://forestryinformation.wordpress.com/tag/sukun/
Setek daun.
Setek daun dilakukan untuk memperbanyak tanaman
hias yang berbatang sukulen, berdaun tebal, dan
memiliki kandungan air tinggi, contohnya begonia,
sansevieria, violces, wijaya kusuma, Zamea curcas, dan
sosor bebek. Bahan setek dapat berupa daun utuh atau
hanya berupa potongan-potongan daun, tergantung
pada jenis tanamannya. Untuk violces (Saintpaulia sp.)
dan Zamea curcas digunakan daun lengkap. Untuk
begonia (Begonia sp.) digunakan daun lengkap atau
hanya berupa irisan-irisan daun. Untuk lidah mertua
(Sanservieria sp.) yang digunakan adalah potonganpotongan daun sepanjang 10cm. Daun untuk setek
sebaiknya yang berwarna hijau segar dan berumur cukup
tua. Daun seperti ini memiliki Karbohidrat dan Nitrogen
cukup tinggi sehingga cukup untuk menumbuhkan akar.
Farchive.kaskus.co.id
Setek mata tunas.
Setek mata tunas biasanya dilakukan untuk
memperbanyak nanas, anggur, dan tanaman hias seperti
dieffenbachia dan aglonema. Batang untuk setek mata
tunas diambil dari batang tanaman induk yang sehat dan
subur, lalu dipotong-potong sepanjang 2 - 4cm. Setiap
potongan batang harus memiliki satu mata tunas yang
bentuknya besar dan bulat. Selanjutnya pangkal dan
ujung setek dipotong miring dengan sudut kemiringan
45°.
Setek disemai dalam polibag atau kotak kayu berisi
media berupa campuran pasir dan kompos dengan
perbandingan 1 : 1. Caranya dengan meletakkan setek
pada permukaan media, lalu ditutup dengan lapisan
pasir, namun posisi mata tunas harus tetap berada pada
permukaan media. Jika mata tunas tertutup media,
setek akan membusuk dan tidak menumbuhkan akar dan
tunas baru. Siram media sampai basah, lalu tutup
dengan plastik bening atau kaca tembus cahaya.
(anggur) http://www.google.com/.blogspot.com
B. Seleksi Benih
Sebelum melakukan seleksi benih, ada beberapa istilah yang
penting untuk dipahami karena terkait dengan proses pembenihan,
yaitu:
BIJI: merupakan struktur tanaman yang mengandung embrio
dan cadangan makanan.
BENIH: biji tanaman yang digunakan untuk keperluan dan
pengembangan usaha tani.
BIBIT: tanaman muda yang berasal dari bagian proses generatif
atau vegetatif yang digunakan untuk tujuan penanaman.
1. Struktur biji:
EMBRIO: calon tanaman baru yang terdiri dari:
Epikotil : calon pucuk
Hipokotil : calon batang
Kotiledon : calon akar
Embrio juga merupakan jaringan penyimpan cadangan
makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein.
dan mineral.
PELINDUNG BIJI: umumnya berupa kulit biji yang berasal
dari Integument ovule (jaringan yang menutupi bakal biji)
yang mengalami modifikasi pada saat berlangsungnya
proses pembentukan.
Seleksi benih dilakukan untuk mendapatkan kualitas atau
mutu benih yang terbaik, yang bertujuan untuk
meningkatkan produksi atau hasil panen. Beberapa tahapan
untuk memperoleh benih yang baik dan berkualitas, yaitu
2. Panen:
Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian pada saat panen,
yaitu:
Cara panen:
Usahakan sedikit mungkin mengalami kerusakan mekanis.
Jika masaknya tidak seragam, maka dipanen secara
bertahap.
Saat panen:
Dipanen saat masak fisiologis (fisik).
Panen usahakan pada pagi atau sore hari.
3. Pengelompokan benih:
Benih rekalsitran:
Jenis benih yang apabila dikeringkan akan mati (kebanyakan
jenis buah-buahan).
Benih ortodok:
Jenis benih yang apabila dikeringkan daya simpannya lebih
lama (jenis polong-polongan).
4. Pengeringan:
Pengeringan dilakukan untuk membatasi respirasi dan
timbulnya hot spot.
Pengeringan dapat dilakukan secara alami (jemur matahari)
atau buatan (mesin buatan), pengeringan benih yang baik
pada suhu 450
c.
5. Prosesing:
Tujuan prosesing adalah memperoleh presentasi benih murni dan
perkecambahan maksimum. Prinsip prosesing:
Menghilangkan benih lain, benih belum masak, dan rusak.
Membersihkan kotoran.
Memilah berdasarkan ukuran agar sama (granding).
Perlakuan terhadap benih.
Menghilangkan bulu.
Mengendalikan hama dan penyakit.
Mematahkan dormansi.
6. Mutu benih:
Mutu genetik:
Menunjukkan identitas genetik (turunan) dari tanaman
induk.
Mutu fisiologik:
Menampilkan kemampuan viabilitas (daya hidup) benih
yang mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh
(vigor).
Mutu Fisik:
Penampilan benih secara prima dilihat secara fisik dari
ukurannya seragam, berisi, dan bersih.
7. Pengujian benih:
Tujuan pengujian benih:
Menetapkan nilai setiap contoh dari sejumlah benih yang
diuji, selaras dengan kualitas benih.
Memberikan informasi yang bisa dipercaya tentang mutu
dari benih.
Menghindari pemakaian benih berkualitas rendah sehingga
kerugian dapat dicegah.
Pengujian benih hanya dilakukan terhadap contoh yang
mewakili seluruh benih.
8. Uji perkecambahan:
Prinsip umum:
Uji perkecambahan akan selalu dilakukan terhadap benih
dari fraksi benih murni.
Benih diatur dalam jarak yang sama pada substrat yang
berair sehingga memudahkan untuk evaluasi dan
menghindari singgungan antar benih sebelum dihitung dan
dipindah.
Penghitungan pertama dilakukan saat sebagian kecambah
nyata telah berkembang sehingga layak dievaluasi.
Kecambah normal dipindah dan dihitung. Benih busuk dan
kecambah busuk juga diambil untuk menghindari
kontaminasi dan dihitung
Persiapan:
Substrat yang digunakan adalah kertas, pasir, dan tanah.
Substrat harus bukan bahan toksin dan bebas jamur, mikroba
lain, dan spora lain.
Aerasi dan kandungan airnya cukup untuk perkecambahan.
Kelembaban harus diusahakan maksimum.
Ph media berkisar 6,0 – 7,5.
Daya berkecambah.
Mengukur presentasi benih murni yang menghasilkan kecambah:
Kecambah normal:
Perkembangan sistem perakaran baik, terutama akar
primer.
Perkembangan hipokotil sempurna.
Pertumbuhan plumula sempurna.
Kotiledon sempurna.
Kecambah tidak normal:
Rusak, tanpa kotiledon, embrio pecah, dan akar primer
pendek.
Kecambah yang bentuknya cacat.
Kecambah lunak.
Tidak membentuk klorofil.
Benih mati.
Benih keras.
Faktor yang menyebabkan rendahnya perkecambahan:
Pengaruh varietas.
Panen tidak tepat waktu.
Kerusakan mekanis waktu panen dan pengolahan benih.
Menyimpan benih dekat bahan kimia.
Benih terlalu lama disimpan.
Kontak langsung dengan pupuk kimia.
Kena hama, jamur, bakteri, dan tikus.
C. Persemaian
1. Penyemaian biji.
Menyemai adalah langkah yang penting dalam bertanam,
karena keberhasilan penyemaian dapat menentukan
ketersediaan tanaman. Salah satu kunci keberhasilan
persemaian adalah media tanam yang baik, yaitu gembur dan
lembab. Gunakan media tanam yang cukup halus, serta
campuran antara tanah, kompos, dan pupuk kandang. Biji dapat
disemai secara masal atau disemai satu per satu. Apabila wadah
yang digunakan adalah bedengan, maka disemai secara masal.
Apabila wadah yang digunakan adalah wadah-wadah kecil
seperti kotak kayu, polibag, pot plastik, keranjang kayu (besek),
atau gelas bekas kemasan air mineral, maka disemai satu per
satu.
a. Penyemaian di bedengan.
Biji yang biasa disemai di bedengan adalah biji buah-buahan
berukuran besar seperti mangga, apokat, nangka,
cempedak, durian, atau tanaman kehutanan yang
memerlukan banyak bibit dalam pembudidayaannya
sehingga tidak efisien apabila disemai di dalam wadahwadah kecil. Langkah–langkah penyemaian bedengan:
Siapkan bedengan, pilihlah lahan yang permukaan
tanahnya relatif rata.
Selanjutnya lahan dicangkul sedalam 25 - 30cm, lalu
haluskan dan bersihkan dari gulma, sampah, serta
bebatuan.
Ukuran bedeng semai, lebar 100cm dan tinggi 30cm atau
lebih. Panjang bedeng semai disesuaikan dengan
kebutuhan dan luas lahan.
Sistem drainasenya baik dan dekat dengan sumber air
untuk penyiraman.
Sebaiknya bedeng semai dibuat di tempat terbuka dan
menghadap ke arah utara selatan agar mendapatkan
sinar matahari penuh, terutama di pagi hari untuk
membantu mempercepat perkecambahan biji yang
disemai.
Untuk tanaman buah-buahan dan tanaman kehutanan,
bijinya dimasukkan ke dalam lubang tanam yang dibuat
sedalam 7,5cm dengan pola jarak 5 - 10cm × 7,5 - 10cm.
Yang perlu diperhatikan adalah peletakan biji berukuran
besar seperti biji durian, mangga, nangka, atau apokat
harus dalam posisi yang tepat. Bagian sisi calon tunas
dan akar harus menghadap ke bawah. Jika terbalik,
pertumbuhan akar dan batang membengkok sehingga
mengganggu pertumbuhan bibit.
Untuk tanaman sayur dan tanaman hias, bijinya cukup
ditebar di atas permukaan bedeng semai, lalu ditutup
lapisan tanah secara tipis agar tidak terbawa air saat
penyiraman atau ketika turun hujan.
http://www.google.com, www.fotopedia.com
http://www.google.com/kebunkopiwildan.blogspot.com
b. Penyemaian di wadah.
Ada beberapa jenis tanaman yang dianjurkan untuk disemai
di dalam wadah, sebelum ditanam di lahan karena tanaman
sayuran kebanyakan memiliki biji yang sangat kecil.
Keuntungan pembenihan di wadah semai adalah
persemaian mudah dirawat, mudah dikontrol, hemat benih,
dan mudah dipindahkan. Beberapa wadah yang bisa
digunakan sebagai media persemaian:
Kotak kayu, sebaiknya menggunakan ukuran panjang
60cm x lebar 45cm x tinggi 10cm.
Bambu, pilih bambu yang mempunyai diameter 10 –
15cm dan panjang 3 ruas.
Tray, jika menggunakan tray khusus untuk persemaian,
bisa langsung digunakan. Namun, jika menggunakan tray
biasa cari tray yang agak lebar dan memiliki tinggi
minimal 5cm, buatlah lubang di dasar tray untuk
pembuangan kelebihan air.
Wadah lain yang tersedia di sekitar kita.
Persiapan persemaian:
Siapkan wadah semai, sekop kecil, air, dan media tanam.
Isi wadah semai dengan media tanam yang lembab.
Buat garis-garis atau lubang-lubang di media tanam.
Masukkan biji tanaman yang mau disemai dan tutup tipis
dengan tanah.
Tutup wadah semai dengan kain, koran, atau kardus.
Buka tutup wadah apabila sudah mulai ada yang
tumbuh.
Lakukan perawatan rutin dengan tetap menjaga
kelembaban.
http://www.google.com/Fcybex.deptan.go.id
http://www.google.com/persembahan-untuk-alam.com
2. Penyapihan.
Ketika tanaman semai sudah keluar daun 4 – 6 helai dan
akarnya mulai memenuhi wadah persemaian, maka tanaman
mulai memadati tempat persemaian sehingga tempatnya
menjadi sempit. Untuk itu diperlukan penyapihan agar tanaman
bisa tumbuh secara maksimal. Tempat penyapihan bisa
menggunakan bahan yang sangat murah seperti gelas air
mineral, gelas mie instan, atau wadah lainnya.
Tahapan penyapihan:
Siapkan wadah yang sudah berisi media tanam.
Longgarkan media tanam pada tempat persemaian, lalu
pindahkan secara perlahan bibit yang akan disapih.
Pindahkan tanaman ke media penyapihan secara perlahan,
usahakan jangan sampai batangnya ditekan atau bisa
menggunakan pisau yang tipis atau pengungkit lainnya.
Buat lubang yang sesuai dengan bibit yang akan dipindahkan
ke tempat penyapihan.
Pindahkan ke tempat yang terlindung dan aman setelah
penyapihan selesai.
tamanlestari.com/Fwadah-penyapihan-dari-barang-bekas
famorganic.com/sapih.html
3. Penanaman.
Menanam tanaman dari tempat penyapihan jauh lebih mudah
penanganannya karena tanaman sudah relatif besar, batang
lebih kuat, daun sudah agak banyak, untuk tanaman seperti
cabe, tomat, dan terong biasanya tingginya sudah mencapai
15cm. Tahapan memindahkan tanaman sapihan ke lahan atau
ke media tanam utama:
Pilih tanaman sapih yang sehat dan unggul.
Siapkan media tanam sesuai dengan perencanaan
penanaman (bedengan, pot, atau polybag).
Lembabkan media tanam yang sudah disediakan.
Atur jarak tanam sesuai ketentuan atau jenis tanamnya,
misalnya cabe, terong, tomat jarak tanamnya 60cm,
sedangkan untuk jenis sawi, pakcoy jarak tanamnya 20 -
30cm.
Siram tanam dengan air secukupnya (lembab).
Panen adalah proses pengambilan komponen-komponen produksi
dari tanaman yang dibudidayakan, dengan tujuan untuk
dikonsumsi, diolah, dipasarkan atau digunakan untuk keperluan
lainnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
panen, yaitu usia tanaman, jenis tanaman, teknik pemanenan,
waktu panen, dan penanganan setelah panen. Untuk mendapatkan
hasil panen yang berkualitas dan mutu selalu terjaga, maka
beberapa hal tersebut harus dilakukan.
Latar belakang:
Pada umumnya pengetahuan petani tentang cara panen, masih
kurang.
Banyaknya hasil panen yang berkualitas rendah karena proses
pemanenan yang kurang tepat.
Petani sering terburu-buru dalam memanen hasil pertanian
karena situasi pasar.
Musim panen yang bersamaan dengan produk yang sama
sehingga harga menjadi turun.
Penanganan pasca panen produk hortikultura yang masih
dilakukan secara tradisional atau konvensional dibandingkan
kegiatan pra panen.
Masih rendahnya penerapan teknologi, sarana panen atau
pasca panen yang terbatas,
Akses informasi dalam penerapan teknologi dan sarana pasca
panen masih terbatas sehingga menjadi kendala dalam
peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani/pelaku
usaha.
Tujuan:
Meningkatkan pemahaman tentang cara panen yang baik dan
tepat.
Agar hasil tanaman yang telah dipungut tetap dalam keadaan
baik mutunya atau tetap segar, seperti pada saat diambil.
Agar hasil tanaman menjadi lebih menarik dalam sifat-sifatnya
(warna, rasa atau aroma).
Agar hasil tanaman dapat memenuhi standart perdagangan.
Agar hasil tanaman selalu dalam keadaan siap dengan mutu
yang terjamin untuk dijadikan bahan baku bagi para konsumen
industri yang memerlukannya.
Agar hasil tanaman dapat dicegah dari kerusakan dan dapat
diawetkan lebih lanjut dengan baik dan ketika sewaktu-waktu
digunakan atau dilempar ke pasaran, maka kualitasnya masih
terjamin.
Tahapan penyampaian materi:
Fasilitator membuka materi dengan diskusi terbuka bersama
peserta untuk menggali pemahaman peserta.
Bagi kelompok dan berikan tugas kepada masing-masing
kelompok untuk melakukan identifikasi cara panen beberapa
komoditas (kelompok boleh memilih contoh produk).
Fasilitator meminta kepada satu kelompok untuk
mengidentifikasi penangan setelah panen, agar produk tetap
baik.
Identifikasikan kendala-kendala yang dihadapi pada saat dan
setelah panen.
Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan wawancara
dengan petani lokal tentang panen dan penanganan setelah
panen.
Fasilitator membuat rangkuman dan buatlah diskusi terbuka
untuk berbagi pengalaman dari kunjungan lapangan.
Fasilitator menutup sesi.
Metode : pemaparan, diskusi kelompok, praktek, kunjungan
lapang.
Waktu : 60 menit
Media : papan tulis, kertas plano, meta plan, spidol, crayon,
ATK lengkap, tali koor atau benang kasur dan
perlengkapan pembuatan pestisida.
B. Panen
Panen adalah proses pengambilan komponen-komponen produksi
dari tanaman yang dibudidayakan dengan tujuan untuk
dikonsumsi, diolah, dipasarkan atau digunakan untuk keperluan
lainnya. Dalam kegiatan panen ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu usia tanaman, jenis tanaman, teknik
pemanenan, waktu panen, dan penanganan setelah panen. Hal
tersebut diperlukan untuk mendapatkan hasil panen yang
berkualitas dan menjaga mutu. Kualitas produk hortikultura setelah
dipanen tidak bisa dinaikkan, tetapi hanya bisa dipertahankan.
Pada saat dipanen kualitasnya harus maksimal, sehingga diperlukan
penanganan yang baik agar dapat mempertahankannya dalam
waktu yang lama. Indikator atau penanda yang dapat digunakan
untuk penentuan waktu panen yang tepat, adalah kenampakan
visual, indikator fisik, analisis kimiawi, indikator fisiologis, dan
komputasi.
1. Indikator Visual
Indikator visual paling banyak dipergunakan, baik pada
komoditas buah maupun sayuran. Dasarnya: perubahan warna
kulit, ukuran, bentuk, dan lain-lain. Sifatnya sangat subyektif,
keterbatasan dari indra penglihatan manusia sering salah,
pemanenan dilakukan terlalu muda/awal atau terlalu tua/sudah
lewat pemanenan.
2. Indikator fisik
Indikator fisik sering digunakan khususnya pada beberapa
komoditas buah, Indikatornya adalah:
Uji kesegaran buah lebih objektif, karena dapat
dikuantitatifkan.
Sering digunakan, khususnya pada beberapa komoditas
buah.
Mudah tidaknya buah dilepaskan dari tangkai buah.
Ketegaran buah (penetrometer), caranya: buah ditusuk
dengan suatu alat, besarnya tekanan yang diperlukan untuk
menusuk buah menunjukkan ketegaran buah. Semakin
besar tekanan yang diperlukan, maka buah semakin tegar.
Proses pengisian buah sudah maksimal/masak fisiologis dan
siap dipanen.
3. Analisis kimia
Terbatas pada perusahaan besar (relatif mahal), lebih banyak
dipergunakan pada komoditas buah. Metode analisis kimia
lebih objektif dari visual karena terukur. Dasarnya: terjadinya
perubahan biokimia selama proses pemasakan buah.
Perubahan yang sering terjadi adalah jumlah kandungan zat
padat terlarut:
Jumlah kandungan kadar asam.
Jumlah kandungan pati.
Jumlah kandungan gula.
Meningkatnya zat pada terlarut.
4. Indikator fisiologis
Indikator utamanya adalah:
Laju respirasi
Laju dari proses respirasi dalam produk hortikultura akan
menentukan daya tahan produk tersebut, baik buah-buahan
maupun sayur-sayuran yang telah dipanen, sehingga sering
dijumpai ada produk yang tahan disimpan lama setelah
dipanen, seperti pada biji-bijian dan umbi-umbian. Banyak
pula produk yang setelah dipanen tidak tahan lama untuk
disimpan, seperti pada produk buah-buahan yang berdaging
dan produk hortikultura yang lunak-lunak, seperti sayursayuran daun. Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan
adalah adanya proses respirasi pada buah tomat atau
sayuran lainnya yang setelah perlakuan pasca panen diberi
tetes air dan pengembangan plastik pada ruang pendingin.
Kecepatan respirasi dari suatu produk hortikultura ternyata
tidak selalu tetap, tetapi bervariasi. Variasi tersebut dapat
disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
Faktor dalam: tingkat perkembangan, susunan kimiawi
jaringan, besar-kecilnya komoditas. kulit penutup
alamiah/pelapis alami, tipe/jenis dari jaringan.
Faktor luar: laju respirasi selain dipengaruhi oleh faktor
dari dalam juga sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada
di luar produk tersebut. Kedua faktor tersebut saling
berinteraksi, yaitu saling mendukung atau sebaliknya.
Faktor-faktor dari luar meliputi: suhu, konsentrasi
02 dan C0 2
,
zat pengatur pertumbuhan.
Respirasi ini tidak dapat dihentikan, tapi bisa dihambat dengan
menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Upaya untuk
memperpanjang waktu simpan produk hortikultura adalah dengan
pewadahan yang baik. Pewadahan ini dapat mengurangi terjadinya
kerusakan karena terjadinya benturan sesama produk selama
proses penyimpanan, selain itu juga dapat disimpan pada suhu
rendah yang dilakukan secara sederhana dalam lemari pendingin.
Jumlah konsentrasi dan konsentrasi etilen.
Etilen adalah zat cair yang tidak berwarna, kental dan manis,
mudah larut dalam air, memiliki titik didih relatif tinggi dan titik
beku rendah. Pada bidang pertanian etilen digunakan sebagai
zat pemasak buah. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk
gas dan struktur kimianya sederhana sekali. Etilen di alam akan
berpengaruh apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu
tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses
pematangan buah dalam fase klimaterik.
Indikator fisiologis sangat baik diterapkan pada komoditas
mencapai masak yang bersifat klimaterik. Saat komoditas mencapai
masak fisiologis respirasinya mencapai klimaterik. Apabila laju
respirasi suatu komoditas sudah mencapai klimaterik, siap
dipanen.
Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau kenaikan laju
respirasi sebelum pemasakan, sedangkan buah non
klimaterik tidak menunjukan adanya kenaikan laju
respirasi. Contoh: pisang, mangga, pepaya, apokat, tomat,
sawo, dan apel.
Buah non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak
memberikan respon terhadap etilen, kecuali dalam hal
degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan
nanas. Contoh: semangka, jeruk, nanas, anggur, dan
ketimun.
5. Komputasi
Komputasi adalah menghitung umur tanaman sejak tanam
sampai panen atau menghitung umur buah dari mulai bunga
mekar sampai masak fiologis. Dapat diterapkan baik pada
komoditas buah maupun sayur. Setelah diketahui produk
hortikultura sudah cukup tua untuk dipanen, maka panen dapat
segera dilakukan dan produk harus dikumpulkan di lahan
secepat mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin,
dengan kerusakan produk sekecil mungkin dan biaya semurah
mungkin. Umumnya panen masih dilakukan secara manual,
yaitu menggunakan tangan dan peralatan-peralatan sederhana.
Meskipun memerlukan banyak tenaga kerja, panen secara
manual masih lebih akurat, pemilihan sasaran panen juga dapat
lebih baik dilakukan, kerusakan fisik yang berlebihan dapat
dihindari, dan membutuhkan biaya yang lebih kecil
dibandingkan dengan panen menggunakan peralatan mekanis
(Suparlan, 1990). Pada umunya cara panen yang dilakukan
adalah:
Dengan cara ditarik: apokat, kacang polong, tomat.
Dengan cara dipuntir: jeruk, melon, apel.
Dengan cara dibengkokkan: nanas.
Dengan cara dipotong: buah, sayuran, bunga potong.
Dengan cara digali dan dipotong: umbi-umbian, sayuran
akar.
Dengan menggunakan galah: buah pada pohon yang tinggi.
Beberapa bagian tanaman yang dipanen menurut Dhalimi
(1990) antara lain:
a. Biji
Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena
perbedaan waktu pematangan dari buah atau polong yang
berbeda. Pemanenan biji dilakukan pada saat biji telah
masak fisiologis. Fase ini ditandai dengan maksimalnya
pertumbuhan buah atau polong dan biji yang di dalamnya
telah terbentuk dengan sempurna. Kulit buah atau polong
mengalami perubahan warna, misalnya kulit polong yang
semula warna hijau berubah menjadi agak kekuningan dan
mulai mengering. Pemanenan biji pada tanaman semusim
yang sifatnya determinate dilakukan secara serentak pada
suatu luasan tertentu. Pemanenan dilakukan setelah 60%
kulit polong atau kulit biji sudah mulai mengering. Hal ini
berbeda dengan tanaman semusim indeterminate dan
tahunan, yang umumnya dipanen secara berkala
berdasarkan pemasakan dari biji atau polong.
www.antaranews.com litbang.deptan.go.id
b. Buah
Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara
memetik. Pemanenan sebelum masak fisiologis akan
menghasilkan buah dengan kualitas yang rendah dan
kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada saat masih
muda, seperti mengkudu, jeruk nipis, jambu biji, dan buah
ciplukan akan memiliki rasa yang tidak enak dan aromanya
kurang sedap. Sedangkan pemanenan yang terlambat akan
menyebabkan penurunan kualitas karena akan terjadi
perombakan bahan aktif yang terdapat di dalamnya menjadi
zat lain. Selain itu tekstur buah menjadi lembek dan lebih
cepat busuk.
karuniasemesta.wordpress.com
c. Daun
Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah
tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang
fisiologis yang dilakukan dengan memangkas tanaman.
Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang
bersih atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat
menyebabkan hasil produksi yang diperoleh rendah dan
kandungan bahan-bahan aktifnya juga rendah, seperti
tanaman Jati Belanda dapat dipanen pada umur 1 – 1,5
tahun, jambu biji pada umur 6 – 7 bulan, cincau 3 – 4 bulan,
dan lidah buaya pada umur 12 – 18 bulan setelah tanam.
Pemanenan yang terlambat menyebabkan daun mengalami
penuaan (se-nescence) sehingga mutunya rendah karena
bahan aktifnya sudah terdegradasi. Pada beberapa tanaman
pemanenan yang terlambat akan mempersulit proses
panen
d. Rimpang
Untuk jenis rimpang waktu pemanenan bervariasi
tergantung penggunaan. Pada umumnya pemanenan
dilakukan pada saat tanaman berumur 8 - 10 bulan. Untuk
kebutuhan ekspor dalam bentuk segar, jahe dipanen pada
umur 8 - 9 bulan setelah tanam; untuk keperluan bibit
dipanen 10 - 12 bulan; untuk keperluan pembuatan jahe
asinan, jahe awetan, dan permen dipanen pada umur 4 - 6
bulan karena pada umur tersebut serat dan pati belum
terlalu tinggi; sebagai bahan obat dipanen setelah tua yaitu
umur 9 - 12 bulan setelah tanam. Untuk temulawak
pemanenan rimpang dilakukan setelah tanaman berumur 10
- 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada umur tersebut
menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi.
Penanaman rimpang dilakukan pada saat awal musim hujan
dan dipanen pada pertengahan musim kemarau. Saat panen
yang tepat ditandai dengan mulai mengeringnya bagian
tanaman yang berada di atas permukaan tanah (daun dan
batang semu), misalnya kunyit, temulawak, jahe, dan
kencur.
e. Bunga
Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik
dalam bentuk segar maupun kering. Bunga yang digunakan
dalam bentuk segar, pemanenan dilakukan pada saat bunga
kuncup atau setelah pertumbuhannya maksimal. Berbeda
dengan bunga yang digunakan dalam bentuk kering,
pemanenan dilakukan pada saat bunga sedang mekar.
Seperti bunga piretrum yang dipanen dalam keadaan masih
kuncup karena menghasilkan kadar piretrin yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bunga yang sudah mekar.
f. Kayu
Pemanenan kayu dilakukan setelah terbentuk senyawa
metabolit sekunder secara maksimal pada kayu. Umur
panen tanaman berbeda-beda, tergantung jenis tanaman
dan kecepatan pembentukan metabolit sekundernya.
Tanaman secang baru dapat dipanen setelah berumur 4
sampai 5 tahun, apabila dipanen terlalu muda kandungan
zat aktifnya seperti tanin dan sappan masih relatif sedikit.
www.jualbibitunggul.com
Disamping cara panen, waktu panen juga mempengaruhi
kualitas produk hortikultura yang dihasilkan. Umumnya
panen dilakukan pagi hari ketika matahari baru saja terbit
karena hari sudah cukup terang, tetapi suhu lingkungan
masih cukup rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan
akibat respirasi produk dan juga meningkatkan efisiensi
pemanenan. Beberapa jenis produk hortikultura lebih baik
dipanen agak siang agar embun yang menempel pada
produk telah mengering, atau sekalian sore hari bila suhu
lingkungan juga menjadi pertimbangan penting.
C. Pasca Panen
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai
berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil
pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan
konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut
pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua
bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan
pengolahan (processing). Penanganan pasca panen (postharvest)
sering disebut sebagai pengolahan primer (primary processing)
merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari
mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau
untuk persiapan pengolahan berikutnya.
Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan
atau penampakan, kedalamannya termasuk berbagai aspek dari
pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing)
merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain
atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama
(pengawetan) mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau
untuk penggunaan lain.
Setelah komoditas dipanen, perlu penanganan pasca panen yang
tepat supaya penurunan kualitas dapat dihambat. Komoditas
hortikultura kebanyakan dikonsumsi dalam keadaan segar sehingga
perlu penanganan pasca panen yang ekstra supaya tetap segar.
Yang dapat dilakukan setelah pemanenan hanyalah
mempertahankan kualitas dalam waktu lama, bukan meningkatkan
kualitas. Perlakuan utama dalam pasca panen bertujuan
menghambat laju transpirasi dan respirasi dari komoditaskomoditas hortikultura, setelah dipanen masih tetap merupakan
jaringan hidup. Jaringan hidup menjalankan aktifitas fisiologis yaitu
transpirasi dan respirasi. Transpirasi menyebabkan hilangnya air
dari komoditas, berpengaruh terhadap kesegaran atau kerenyahan
komoditas. Respirasi menyebabkan berkurangnya cadangan
makanan (dalam bentuk pati, gula, dll) dalam komoditas,
mengurangi rasa dari komoditas (terasa hambar), memacu
pembusukkan. Transpirasi dan respirasi merupakan penyebab
utama kerusakan pada komoditas hortikultura setelah dipanen.
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap
tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang
fungsinya untuk membuat bahan hasil panen agar tidak mudah
rusak dan memiliki kualitas yang baik, serta mudah disimpan untuk
diproses selanjutnya.
Penanganan pasca panen hortikultura secara umum bertujuan
untuk memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan
hasil yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi
yang baik. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak teknologis,
ekologis, dan ekonomis diperlukan road map (peta perjalanan)
penanganan pasca panen hortikultura sebagai landasan dalam
penyusunan program kegiatan, rencana aksi serta kebijakan
(Dhalimi,1990).
Tahapan penanganan pasca panen:
1. Pemanenan: pemungutan hasil pertanian yang telah cukup
umur.