Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup
penting di Indonesia, baik sebagai komoditas yang dikonsumsi di dalam
negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Sebagai sayuran, cabai
merah selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Pemanfaatannya sebagai bumbu masak atau sebagai
bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan
membuat cabai merah semakin menarik untuk diusahakan.
Produksi cabai merah di Indonesia masih rendah, rata-rata nasional
produksi cabai merah baru mencapai 6,7 t/ ha. Untuk memenuhi
kebutuhan yang terus meningkat setiap tahunnya, maka peningkatan
produksi cabai merah perlu dilakukan melalui intensifikasi maupun
ekstensifikasi.
Budidaya cabai merah yang berhasil memang menjanjikan
keuntungan yang menarik, namun tidak jarang petani cabai merah yang
menemui kegagalan dan kerugian yang cukup besar. Untuk keberhasilan
dalam usahatani cabai merah selain diperlukan keterampilan dan modal
yang cukup, juga banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti syarat
tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok tanam, pengendalian OPT dan
penanganan pasca panen.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) menerbitkan buku
panduan “Budidaya Cabai Merah” dengan tujuan untuk menambah
informasi yang mendukung usahatani cabai merah. Penulisan buku
panduan ini didasarkan pada beberapa hasil penelitian, pengalaman di
lapangan, dan informasi yang diperoleh dari keikutsertaan dalam
pertemuan ilmiah tentang komoditas cabai merah. Informasi yang
disajikan pada buku panduan ini diharapkan akan bermanfaat untuk
memperluas wawasan dan pengetahuan bagi yang membutuhkan,
khususnya para petugas lapangan dan petani cabai merah.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) yaitu tumbuhan
perdu yang berkayu, dan buahnya berasa pedas yang disebabkan oleh
kandungan kapsaisin. Di Indonesia tanaman ini dibudidayakan
sebagai tanaman semusim pada lahan bekas sawah dan lahan kering
atau tegalan. Namun demikian, syarat-syarat tumbuh tanaman cabai
merah harus dipenuhi agar diperoleh pertumbuhan tanaman yang baik
dan hasil buah yang tinggi. Potensi hasil cabai merah sekitar 12-20 t/ ha.
Budidaya cabai merah yang berhasil memang menjanjikan
keuntungan yang menarik, namun tidak jarang petani cabai merah yang
menemui kegagalan dan kerugian yang berarti. Untuk keberhasilan
dalam usahatani cabai merah selain diperlukan keterampilan dan modal
yang cukup, juga banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti syarat
tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok tanam, pengendalian OPT dan
penanganan pasca panen.
Tanaman cabai merah mempunyai daya adaptasi yang cukup luas.
Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi
sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, namun
pertumbuhannya di dataran tinggi lebih lambat. Suhu udara yang baik
untuk pertumbuhan tanaman cabai merah yaitu 25-27 0C pada siang
hari dan 18-20 0C pada malam hari (Wien 1997). Suhu malam di bawah
16 0C dan suhu siang hari di atas 32 0C dapat menggagalkan
pembuahan (Knott dan Deanon 1970). Suhu tinggi dan kelembaban
udara yang rendah menyebabkan transpirasi berlebihan, sehingga
tanaman kekurangan air. Akibatnya bunga dan buah muda gugur.
Pembungaan tanaman cabai merah tidak banyak dipengaruhi oleh
panjang hari.
Curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk
pertumbuhan tanaman cabai merah. Pada keadaan ini tanaman
akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh
cendawan, yang dapat menyebabkan bunga gugur dan buah membusuk.
Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah yaitu
sekitar 600-1200 mm per tahun.
Cahaya matahari sangat diperlukan sejak pertumbuhan bibit hingga
tanaman berproduksi. Pada intensitas cahaya yang tinggi dalam waktu
yang cukup lama, masa pembungaan cabai merah terjadi lebih cepat dan
proses pematangan buah juga berlangsung lebih singkat.
Tanaman cabai merah dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,
asal drainase dan aerasi tanah cukup baik, dan air cukup tersedia
selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanah yang ideal
untuk penanaman cabai merah yaitu tanah yang gembur, remah,
mengandung cukup bahan organik (sekurang-kurangnya 1,5%), unsur
hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (pH) tanah
yang sesuai yaitu 6-7.
Kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab namun
tidak becek) dan temperatur tanah antara 24-30 0C sangat mendukung
pertumbuhan tanaman cabai merah. Temperatur tanah yang rendah
akan menghambat pengambilan unsur hara oleh akar.
Walaupun cabai merah dapat ditanam hampir di semua jenis tanah
dan tipe iklim yang berbeda, namun penanamannya yang luas banyak
dijumpai pada jenis tanah mediteran dan Aluvial tipe iklim D3/E3 (0-5
bulan basah dan 4-6 bulan kering) (
II. LAHAN
Dalam usaha intensifikasi cabai merah yang menitikberatkan pada
penggunaan pupuk perlu diketahui keadaan lahan atau tanah di mana
cabai merah akan ditanam, yaitu jenis tanah, kemasaman tanah,
perbaikan fisik tanah, dan kebutuhan hara bagi tanaman.
2.1. Jenis Tanah
Secara umum, lahan di Indonesia dibedakan menjadi kawasan
beriklim basah dan beriklim kering. Lahan di daerah beriklim basah
didominasi oleh tanah masam akibat pencucian yang intensif, seperti
Podzolik Merah-Kuning, Latosol, Andisol, dan Aluvial. Tanah-tanah
ini umumnya miskin unsur hara dengan pH masam (kecuali tanah
Aluvial), dan rendah kadar bahan organiknya (kecuali tanah Andisol).
Lahan di daerah beriklim kering didominasi oleh tanah alkalin seperti
Grumosol dan Mediteran. Secara umum sifat kimiawi tanah beriklim
kering lebih baik daripada tanah beriklim basah, karena kandungan hara
dan basa cukup tinggi, dengan pH netral. Namun kandungan bahan
organik, hara S, hara mikro (Cu dan Zn) umumnya rendah. Lahan sawah
hampir terdapat pada setiap jenis tanah, namun luas dan kondisinya
tergantung pada ketersediaan hujan. Kebanyakan lahan sawah terdapat
pada jenis tanah Aluvial. Kendala kesuburan pada lahan sawah terutama
ketersediaan fosfat (P), sementara unsur Ca, Mg dan K umumnya cukup
tinggi (Karama et al. 1996).
Berdasarkan luas areal penanamannya, lahan paling cocok untuk
tanaman cabai merah di Indonesia dijumpai pada jenis tanah Mediteran
dan Aluvial dengan tipe iklim D3/E3, yaitu 0-5 bulan basah dan 4-6 bulan
kering
2.2. Kemasaman Tanah dan Pengapuran
Kemasaman (pH) tanah mempengaruhi ketersediaan hara bagi
tanaman. Pada pH netral (6,5-7,5) unsur-unsur hara tersedia dalam
jumlah yang cukup banyak (optimal). Pada pH < 6,0 ketersediaan hara P,
K, Ca, S dan Mo menurun dengan cepat. Pada pH > 8 ketersediaan hara
N, Fe, Mn, Bo, Cu dan Zn relatif sedikit.
Cabai merah mempunyai toleransi yang sedang terhadap
kemasaman tanah, dan dapat tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara
5,5 - 6,8. Pada pH > 7,0 tanaman cabai merah seringkali menunjukkan
gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun menguning karena
kekurangan hara besi (Fe). Pada pH < 5,5 tanaman cabai merah juga
akan tumbuh kerdil karena kekurangan Ca, Mg dan P atau keracunan Al
dan Mn (Knott 1962).
Pada tanah masam (pH < 5,5) perlu dilakukan pengapuran dengan
Kaptan atau Dolomit dengan dosis 1-2 t/ ha untuk meningkatkan pH
tanah dan memperbaiki struktur tanah. Pengapuran dilakukan 3-4
minggu sebelum tanam, dengan cara menebarkan kapur secara merata
pada permukaan tanah lalu kapur dan tanah diaduk. Pada tanah masam
disarankan tidak menggunakan terlalu banyak pupuk yang bersifat asam
seperti ZA dan Urea. Pupuk N yang paling baik untuk tanah masam
yaitu Calcium Amonium Nitrate (CAN). Pupuk yang bersifat masam
akan baik pengaruhnya bila digunakan pada tanah Alkalin.
2.3. Perbaikan Sifat Fisik Tanah
Tanah yang ideal terdiri atas tiga komponen, yaitu masa padatan, air
dan udara, masing-masing dengan volume sepertiga bagian. Keadaan ini
akan menjamin aerasi, daya tahan air, drainase, dan aktivitas biologi
tanah yang cukup baik. Perbaikan sifat fisik tanah antara lain dapat
dilakukan dengan pengolahan tanah dan pemberian bahan organik.
Bahan organik mempunyai sifat mengurangi kepadatan tanah berat
(tanah liat) dan meningkatkan daya tahan air bagi tanah ringan (tanah
pasir). Tanah yang berpasir sekurang-kurangnya harus mengandung
bahan organik 4% (C-organik 2%), dan untuk tanah liat diperkirakan
harus mengandung bahan organik 2% (C-organik 1%).
2.4. Kebutuhan Unsur Hara
Lahan dengan kesuburan kimia yang kurang baik tidak merupakan
faktor pembatas yang serius dalam budidaya cabai merah, karena
penggunaan pupuk organik dan pupuk buatan relatif mudah. Hal yang
tidak menguntungkan yaitu adanya pemberian pupuk yang berlebihan
dan tidak berimbang. Sering dijumpai petani yang memberikan pupuk
secara berlebihan (terutama pupuk N) dengan maksud mendapatkan
hasil yang setinggi-tingginya, namun pada kenyataannya hasilnya tidak
selalu memuaskan. Penggunaan pupuk yang berlebihan dapat
menjadikan tanaman rentan terhadap serangan hama dan penyakit, serta
dapat menurunkan kualitas tanah.
Untuk menghasilkan buah sebanyak 21 t/ha, tanaman cabai merah
harus menyerap unsur hara N sebanyak 70 kg/ ha, P2O5 16 kg /ha, dan
K2O 92 kg /ha (IFA World Fertilizer Use Manual, 1992 cit. Sutarya et al.
1995). Bila efisiensi serapan N diperkirakan 60%, P 40%dan K 70%,
maka pupuk N yang perlu diberikan yaitu 70 kg/ 0,6 = 117 kg, P2O5
yaitu 16 kg/ 0,4 = 40 kg, dan K2O yaitu 92 kg/ 0,7 = 131 kg per ha.
Kebutuhan pupuk ini bervariasi tergantung pada jenis lahan,
varietas, dan waktu tanam.
2.5. Persiapan Lahan
Pengolahan tanah ditujukan untuk memperbaiki drainase dan aerasi
tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma,
sehingga akar-akar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan
leluasa (Hilman dan Suwandi 1992). Untuk keperluan ini diperlukan
tindakan-tindakan pengolahan tanah yang terdiri atas pembajakan
(pencangkulan tanah), pembersihan gulma dan sisa-sisa tanaman,
perataan permukaan tanah, serta pembuatan bedengan dan garitan-
garitan. Persiapan lahan untuk lahan kering dan sawah diuraikan sebagai
berikut :
1) Lahan kering/tegalan :
- Lahan dicangkul sedalam 30-40 cm sampai gembur.
- Dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm,
dan jarak antar bedengan 30 cm.
- Dibuat garitan-garitan dan lubang-lubang tanam dengan jarak
(50-60 cm) x (40-50 cm). Pada tiap bedengan terdapat 2 baris
tanaman.
2) Lahan sawah :
- Dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,5 cm dan Antar
bedengan dibuat parit sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.
- Tanah di atas bedengan dicangkul sampai gembur.
- Dibuat lubang-lubang tanam dengan jarak 50 cm x 40 cm.
Sampai saat ini pengolahan tanah dianggap perlu dan harus
dilakukan setiap kali akan bertanam cabai merah. Namun, dalam jangka
waktu lama pengolahan tanah yang intensif dapat menurunkan
produktivitas lahan (Utomo 1999). Pengolahan tanah yang minimum
merupakan salah satu cara untuk memelihara produktivitas lahan. Pada
umumnya pengolahan tanah minimum dapat meningkatkan hasil pada
keadaan lingkungan yang agak kering, tapi dapat menurunkan hasil bila
dilakukan pada tanah yang mempunyai drainase buruk. Di dataran tinggi
(jenis tanah Andisol), cara-cara pengolahan tanah tidak mempengaruhi
hasil cabai merah (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh cara pengolahan tanah terhadap hasil cabai merah di
dataran tinggi Lembang
Cara pengolahan tanah Hasil cabai merah
(g/tanaman)
Pengolahan tanah konvensional
Pengolahan tanah pada jalur-jalur/ baris-baris yang
akan ditanami
Tanpa pengolahan tanah (hanya dibuat lubang tanam)
266,04
258,40
284,44
III. PENANAMAN
3.1. Waktu Tanam
Pemilihan waktu tanam cabai merah yang tepat sangat penting,
terutama dalam hubungannya dengan ketersediaan air, curah hujan dan
gangguan hama dan penyakit.
Ketersediaan air perlu diperhitungkan. Air diperlukan tanaman sejak
awal pertumbuhan sampai masa pembentukan bunga dan buah (Knott
dan Deanon 1970). Jika terjadi kekeringan pada masa pertumbuhan
vegetatif, tanaman akan mengalami kelambatan pertumbuhan. Jika
kekeringan terjadi pada saat pertumbuhan bunga dan buah, hasil buah
akan menurun, bahkan tanaman tidak dapat dipanen. Sebaliknya, tanah
yang terlalu becek juga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman
terhambat dan tanaman mudah terserang penyakit, terutama yang
disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang tinggi pada saat
pembungaan dan pembuahan menyebabkan bunga gugur dan buah
membusuk.
Cabai merah membutuhkan suhu pada malam hari yang dingin dan
suhu pada siang hari yang agak panas untuk pembungaannya. Oleh
karena itu, untuk pertumbuhan dan hasil yang optimum sebaiknya cabai
merah ditanam pada bulan-bulan agak kering, namun air tanah masih
cukup tersedia.
Waktu tanam cabai merah yang tepat dapat berbeda menurut lokasi
dan tipe lahan. Untuk lahan kering atau tegalan dengan drainase baik,
waktu tanam yang tepat yaitu awal musim hujan. Untuk lahan sawah
bekas padi, waktu tanam yang tepat yaitu akhir musim hujan.
Pemilihan waktu tanam yang tepat ini dimaksudkan agar penanaman
cabai merah di lahan sawah tidak kelebihan air dan di lahan tegalan tidak
kekurangan air. Secara umum, waktu tanam cabai merah yang tepat
untuk lahan beririgasi teknis yaitu pada akhir musim hujan (Maret-April)
atau awal musim kemarau (Mei-Juni).
3.2. Benih
Penggunaan benih bermutu merupakan kunci utama untuk
memperoleh hasil cabai merah yang tinggi. Agar diperoleh tanaman yang
seragam dengan pertumbuhan dan hasil yang tinggi, diperlukan benih
bermutu tinggi. Benih bermutu tinggi untuk cabai merah harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
- berdaya kecambah tinggi (di atas 80%);
- mempunyai vigor yang baik (benih tumbuh serentak, cepat dan
sehat);
- murni (tidak tercampur oleh varietas lain);
- bersih (tidak tercampur kotoran, biji-biji rumput/tanaman lain);
dan
- sehat (bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan).
Benih cabai merah yang baik dan sehat dapat diperoleh dengan
menyeleksi tanaman yang akan diambil buahnya untuk benih. Tanaman
yang dipilih harus sehat, berbuah lebat, bentuk buahnya seragam, tidak
cacat, serta bebas dar hama dan penyakit. Setelah dipanen, buah
dibelah membujur dan diambil bijinya lalu dijemur sampai kering. Biji
yang keriput dan hitam dibuang, karena kemungkinan telah terinfeksi
penyakit antraknos. Setelah kering, biji dimasukkan ke dalam botol dan
ditutup dengan abu, lalu disimpan di tempat kering bersuhu rendah.
Sebagai gambaran, untuk menghasilkan 1 kg benih diperlukan ± 50 kg
buah cabai merah matang, dan di dalam 1 gram biji terdapat 120 biji
yang dapat menghasilkan ± 90 tanaman yang baik (Welles, 1990).
Kualitas benih cabai merah dipengaruhi oleh kematangan buah dan
letak biji dalam buah. Benih yang berasal dari bagian tengah buah yang
telah matang penuh dapat menghasilkan tanaman yang berproduksi
tinggi (
10
Ada beberapa varietas/kultivar cabai merah yang disarankan
ditanam di dataran tinggi/medium yaitu Keriting, Hot beauty dan
Lembang 1. Untuk dataran rendah dapat dipilih varietas Keriting, Tit
Super, Jatilaba, Prembun, Tanjung 1 dan Tanjung 2. Keperluan benih
untuk 1 ha sekitar 300 - 400 g.
3.3. Penyemaian
Sebelum disemai, benih cabai merah direndam dalam air hangat
(50 °C) atau larutan Previcur N (1 ml/l) selama 1 jam. Perendaman benih
ini bertujuan untuk menghilangkan hama atau penyakit yang
menempel pada biji dan untuk mempercepat perkecambahan. Kalau ada
biji yang mengambang, berarti benih kurang baik, jadi harus disingkirkan.
Benih-benih yang tenggelam bisa langsung disemai.
Benih disemai di tempat persemaian yang telah disiapkan berupa
bedengan berukuran lebar 1 cm dan panjangnya tergantung pada
kebutuhan. Media persemaian terdiri atas campuran tanah halus dan
pupuk kandang (1:1) yang telah disterilkan dengan uap air panas selama
6 jam. Bedengan persemaian diberi naungan atau atap plastik transparan
untuk melindungi bibit yang masih muda dari terpaan air hujan dan terik
matahari. Atap harus menghadap ke arah Timur agar bibit mendapat
sinar matahari yang cukup di pagi hari. Akan lebih baik lagi bila
persemaian ditutupi dengan kasa nyamuk, agar dapat terhindar dari
serangan kutu daun atau penyebaran virus, sehingga akan dihasilkan
bibit yang sehat dan seragam (Vos 1995).
Benih cabai merah disebar merata pada bedengan dan ditutup tipis
dengan tanah halus, kemudian ditutupi lagi dengan daun pisang atau
tripleks. Temperatur yang baik untuk perkecambahan benih cabai merah
yaitu 24-28 °C (Tabel 2). Setelah benih berkecambah ± 7-8 hari sejak
semai, tutup daun pisang atau tripleks dibuka. Selanjutnya setelah
membentuk 2 helai daun ± 12-14 hari sejak semai, bibit dipindahkan ke
dalam bumbungan daun pisang yang berisi media yang sama, yaitu
campuran tanah halus dan pupuk kandang steril (1:1), yang telah diberi
inokulasi mikoriza (Glomus sp.) sebanyak 10 g per bibit.
Tabel 2. Pengaruh temperatur terhadap perkecambahan benih cabai merah
Temperatur
(0C)
Jumlah tanaman
yang baik
(%)
Lamanya berkecambah
(hari)
10
15
20
25
30
35
40
1
70
96
98
95
70
0
-
25,0
12,6
8,5
7,6
8,8
-
Pembumbungan bibit dapat mengurangi kerusakan akar dan
keterkejutan bibit bila dipindahkan ke lapangan. Bibit yang dibumbung
dapat lebih cepat beradaptasi dan tidak mudah mati setelah dipindahkan
ke lapangan dibandingkan dengan bibit yang tidak dibumbung (sistem
cabutan) (Kususmainderawati 1979; Vos 1995). Aplikasi cendawan
mikoriza pada media persemaian sangat bermanfaat, karena disamping
dapat mempercepat laju pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan
tanaman di persemaian, juga dapat meningkatkan daya hidup dan
pertumbuhan tanaman di lapangan. Cendawan mikoriza ini
bersimbiose dengan perakaran tanaman cabai merah membentuk hifa
sebagai kepanjangan dari akar dan memegang peranan penting dalam
penyerapan unsur hara, terutama unsur P. Sebagai imbalannya jamur
ini akan memperoleh hasil fotosintesis dari tanaman cabai merah
Penyiraman dilakukan secukupnya setiap pagi hari. Bila terlalu
banyak air, bibit menjadi lemah dan peka terhadap jamur “damping off”.
Setelah bibit tumbuh baik, tanah harus tetap lembab. Oleh karena itu
penyiraman harus terus dilakukan namun tidak terlalu sering. Penyiraman
sebaiknya dilakukan pada pagi hari, supaya daun tanaman dan
permukaan tanah menjadi kering sebelum malam hari untuk mencegah
terjadinya “damping-off”. Temperatur optimum untuk pertumbuhan bibit
sampai dipindahkan ke lapangan yaitu 22-25 0C. Penyiangan gulma
dilakukan dengan tangan secara hati-hati tanpa mengganggu perakaran.
Bila terlihat adanya serangan hama atau penyakit dilakukan eradikasi
selektif, yaitu memusnahkan bibit yang terserang.
Sebelum bibit dipindahkan ke lapangan, sebaiknya dilakukan
penguatan bibit (“hardening”) dengan jalan membuka atap persemaian
supaya bibit menerima langsung sinar matahari dan mengurangi
penyiraman secara bertahap. Selama penguatan, proses pertumbuhan
bibit menjadi lebih lambat namun jaringan menjadi lebih kuat. Penguatan
bibit berlangsung ± 7 hari (Knott dan Deanon 1970).
Bibit yang sehat dan siap dipindahkan ke lapangan yaitu bibit yang
telah berumur 3-4 minggu sejak dibumbung. Pada umur ini bibit
sudah membentuk 4-5 helai daun dengan tinggi bibit antara 5-10 cm
3.4. Sistem Tanam
Sistem penanaman cabai merah bervariasi, tergantung pada jenis
dan ketinggian tempat. Pada lahan sawah bertekstur berat (liat), sistem
tanam 2-4 baris tanaman tiap bedengan lebih efisien. Pada lahan kering
bertekstur sedang sampai ringan lebih cocok dengan sistem tanam 1
atau 2 baris tanaman tiap bedengan (“double row”) seperti yang biasa
dilakukan di dataran medium dan dataran tinggi.
Cabai merah selain ditanam secara monokultur, juga dapat ditanam
secara tumpanggilir/tumpangsari dengan tanaman lain. Di dataran
rendah, cabai merah dapat ditanam secara tumpanggilir dengan bawang
merah. Tanaman bawang merah ditanam dengan jarak tanam 15 cm x
15 cm, satu bulan sebelum penanaman cabai merah. Setelah bawang
merah dipanen, dilakukan pengguludan tanaman cabai merah. Di
dataran tinggi, cabai merah dapat ditumpangsarikan dengan 1-2 jenis
tanaman, antara lain kubis dan tomat. Penanaman tomat dan kubis
dilakukan satu bulan sesudah tanam cabai merah. Penanaman cabai
merah secara tumpanggilir/ tumpangsari dengan tanaman lain bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas lahan dan mengurangi resiko
kegagalan panen karena serangan hama dan penyakit (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-rata hasil tanaman cabai merah, kubis dan tomat yang
ditanam secara tumpangsari di dataran tinggi Lembang
Hasil (kg/15 m2)
Sistem tanam
Cabai merah Tomat Kubis
Cabai merah
Cabai merah + kubis
Cabai merah + tomat
Cabai merah + kubis + tomat
18,13
15,18
14,08
12,82
-
-
2,68
3,19
-
25,29
-
20,52
3.5. Pemulsaan
Penggunaan mulsa pada penanaman cabai merah merupakan salah
satu usaha untuk memberikan kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman
yang lebih baik, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara
optimal. Adanya mulsa di permukaan tanah dapat memelihara struktur
tanah tetap gembur, memelihara kelembaban dan temperatur tanah,
mengurangi pencucian hara, menekan gulma, dan mengurangi erosi
tanah. Jenis bahan dapat digunakan sebagai mulsa antara lain yaitu
jerami, plastik putih, dan plastik hitam perak.
Penggunaan mulsa plastik hitam perak dan plastik putih nyata dapat
meningkatkan hasil cabai merah dan mengurangi kerusakan tanaman
oleh serangan hama trips dan tungau, dan menunda insiden virus (Vos,
1995). Mulsa plastik dapat digunakan untuk penanaman cabai merah
pada musim hujan ataupun musim kemarau (Tabel 4). Pemasangan
mulsa plastik dilakukan sebelum penanaman cabai merah.
Penggunaan mulsa jerami setebal 5 cm (10 t/ ha) juga dapat
meningkatkan hasil cabai merah, namun sebaiknya mulsa jerami
digunakan pada musim kemarau (Tabel 4). Mulsa jerami dipasang 2
minggu setelah penanaman cabai merah.
Tabel 4. Pengaruh macam mulsa terhadap hasil cabai merah
Hasil cabai merah (t/ ha)
Macam mulsa
Musim kemarau Musim hujan
Tanpa mulsa 0,8 2,5
Jerami 1,4 2,8
Plastik putih bagor 6,0 5,6
Plastik putih nafa 4,9 4,2
Plastik hitam perak 3,4 4,9
Sumber : Vos (1995)
Secara ekonomis, jenis mulsa yang dapat memberikan tambahan
pendapatan petani yaitu mulsa plastik bagor dan mulsa plastik hitam
perak. Penggunaan mulsa plastik putih Nafa tidak menguntungkan
karena harga plastik putih Nafa mahal (Vos et al. 1991).
Gambar 4.
Pemasangan mulsa
plastik hitam perak
sebelum penanaman
cabai merah
(Foto : N. Sumarni)
3.6. Pelaksanaan Tanam
Sebelum tanam, lahan yang telah dipersiapkan berupa garitan-
garitan atau lubang-lubang tanaman diberi pupuk kandang atau kompos
dengan dosis sesuai dengan anjuran. Dalam pemberian pupuk kandang
atau kompos ini terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu diberikan
secara dihamparkan dalam garitan-garitan atau diberikan secara
setempat pada lubang-lubang tanaman. Perbedaan kedua cara
pemberian pupuk ini pada dasarnya ditujukan untuk menghindari
kekhawatiran timbulnya pengaruh sampingan yang kurang baik akibat
penggunaan pupuk organik dengan tingkat kematangan yang berbeda-
beda. Pupuk buatan diberikan sebagian dari dosis yang dianjurkan,
ditempatkan di atas pupuk kandang atau kompos, lalu ditutup dengan
selapis tipis tanah. Setelah itu bedengan disiram dengan air sampai
keadaan kapasitas lapang, kemudian mulsa plastik hitam perak
dipasang.
Bibit cabai merah yang sehat dan telah berumur 3-4 minggu dalam
bumbungan, diangkut ke lapangan. Selanjutnya bumbungan daun pisang
dibuka lalu bibit ditanam pada lubang yang telah disiapkan, satu bibit per
lubang tanaman. Jarak tanam cabai merah yang optimum berkisar antara
(50-60 cm) x (40-50 cm).
Kerapatan tanaman atau jarak tanam yang digunakan akan
mempengaruhi populasi tanaman dan efisiensi penggunaan cahaya
matahari, serta persaingan antar tanaman dalam menggunakan air,
unsur hara dan ruang. Dengan jarak tanam yang lebih rapat, cahaya
matahari yang diterima oleh tanaman lebih sedikit, sehingga tanaman
tumbuh lebih tinggi, jumlah cabang lebih sedikit, serta terjadi persaingan
yang lebih ketat di antara tanaman dalam penyerapan air, sinar matahari
dan unsur hara. Akibatnya hasil buah akan lebih rendah dibandingkan
dengan hasil buah pada jarak tanam yang lebih jarang. Hasil penelitian
menunjukkan penanaman dengan jarak tanam yang lebih rapat dari
50 cm x 50 cm menyebabkan penurunan hasil cabai per tanaman secara
nyata. Hasil per hektar akan berkurang secara nyata pada jarak tanam
lebih dari 65 cm x 65 cm (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh jarak tanaman terhadap hasil buah cabai merah
Hasil buah cabai merah Jarak tanam
(cm x cm) (g/ tanaman) (kg/35 m2)
112,5 x 112,5 298,8 5,43
80 x 80 279,7 11,48
65 x 65 388,9 18,67
56 x 56 359,1 21,99
50 x 50 265,2 21,99
46 x 46 215,1 20,93
IV. PEMUPUKAN
Ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro (N, P, K, Ca, Mg
dan S) ataupun hara mikro (Zn, Fe, Mn, Co, dan Mo) yang cukup dan
seimbang dalam tanah merupakan faktor penting untuk mendapatkan
hasil cabai merah yang tinggi dengan kualitas yang baik. Setiap unsur
hara mempunyai peran spesifik di dalam tanaman. Kekurangan atau
kelebihan unsur hara dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan
menurunkan hasil. Jenis pupuk yang digunakan untuk menambah hara
N, P, K dan S yaitu Urea, ZA, TSP/SP-36, KCl, ZK (K2SO4). Untuk
menambah hara Ca dan Mg dengan pemberian kapur atau dolomit.
Sebagai sumber hara mikro umumnya dari pupuk kandang atau kompos.
Dalam budidaya cabai merah, pemakaian pupuk organik seperti
pupuk kandang atau kompos merupakan kebutuhan pokok, di samping
penggunaan pupuk buatan. Pupuk organik atau kompos, selain dapat
mensuplai unsur hara bagi tanaman (terutama hara mikro), juga dapat
memperbaiki struktur tanah, memelihara kelembaban tanah, mengurangi
pencucian hara, dan meningkatkan aktivitas biologi tanah. Berbagai
limbah pertanian, seperti limbah pabrik gula (blotong), limbah media
jamur, limbah kebun dan limbah pasar, dapat digunakan sebagai pupuk
organik, dan dalam dosis yang sama dapat memberikan hasil cabai
merah yang tidak jauh berbeda dengan pupuk kandang atau kompos
(Tabel 6).
Dalam dosis yang sama, jenis pupuk kandang yang paling baik
untuk penanaman cabai merah di dataran tinggi yaitu pupuk kandang
ayam, namun harganya lebih mahal (Tabel 7). Hubungan antara dosis
pupuk kandang ayam dan hasil cabai merah bersifat linier (
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
19
Tabel 6. Pengaruh berbagai jenis limbah pertanian + EM4 (“Effective
Microorganism” 4) terhadap hasil cabai merah varietas Hot
Beauty
Jenis limbah Hasil cabai merah (g/tan)
Limbah pabrik gula (blotong) (20 t/ha)
Limbah media jamur (20 t/ha)
Limbah pasar (20 t/ha)
Limbah kandang kuda (20 t/ha)
Kompos kebun (20 t/ha)
Pupuk (20 t/ha)
734
891
858
689
798
781
Sumber : Sumarni et al. (1996)
Tabel 7. Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap hasil cabai merah
arietas Tanjung 1 v
Jenis pupuk kandang Jumlah buah per
tanaman
Bobot buah
(g/tanaman)
Kuda (20 t/ha)
Sapi (20 t/ha)
Ayam (20 t/ha)
48,12
44,54
56,27
536,38
513,05
603,53
Sumber : Sumarni et al. (2003)
Kebutuhan pupuk untuk penanaman cabai merah bervariasi,
tergantung pada kultivar, jenis lahan, lokasi, musim tanam, dan jenis
pupuk yang digunakan. Di bawah ini diuraikan kebutuhan pupuk untuk
cabai merah pada berbagai jenis lahan dan sistem tanam.
A. Penanaman cabai merah pada lahan kering di dataran tinggi/
medium (jenis Andisol/ Latosol)
• Pemupukan dasar terdiri atas pupuk kandang kuda (20 - 30 t/ ha)
atau pupuk kandang ayam (15 - 20 t/ ha) dan pupuk SP - 36
(300 kg/ha), yang dilakukan seminggu sebelum tanam. Pupuk
kandang dihamparkan pada garitan-garitan atau lubang-lubang
tanaman, di atasnya diletakkan pupuk SP-36. Pupuk susulan terdiri
atas pupuk Urea (200-300 kg/ha), ZA (300-400 kg/ha) dan KCl
(250-300 kg/ha), yang diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9
minggu setelah tanam, masing-masing sepertiga dosis. Pupuk
susulan disebar di sekitar lubang tanaman, kemudian ditutup
dengan tanah (Hilman dan Suwandi 1992; Nurtika dan Hilman
1991; Rosliani et al. 1998).
Atau :
• Pemupukan dasar terdiri atas pupuk kandang kuda (20-30 ton/ha)
dan pupuk NPK 16-16-16 (700-1000 kg/ha), yang diberikan satu
minggu sebelum tanam. Pupuk susulan yaitu NPK 16-16-16
(300-500 kg/ha), diberikan dengan cara dicor, yaitu pupuk
dilarutkan dalam air (2 g/l), kemudian disiramkan pada lubang
tanaman atau disekitar tanaman (100-200 ml per tanaman). Pupuk
susulan diaplikasikan setiap 10-14 hari, yang dimulai sejak
tanaman berumur satu bulan sesudah tanam (Hidayat et al. 2003).
B. Penanaman cabai merah pada lahan sawah di dataran rendah
(jenis Aluvial)
Seminggu sebelum tanam, pupuk kandang ayam (15-20 t/ ha) atau
kompos (5-10 t/ ha) dan SP-36 (300-400 kg/ha) diberikan sebagai pupuk
dasar. Pupuk susulan yang terdiri atas Urea (150-200 kg/ha), ZA (400-
500 kg/ha) dan KCl (150-200 kg/ha) atau pupuk NPK 16-16-16 (1,0 t/ ha),
diberikan 3 kali pada umur 0,1 dan 2 bulan setelah tanam masing-masing
sepertiga dosis.
C. Penanaman cabai merah secara tumpanggilir dengan bawang
merah
• Pupuk untuk bawang merah :
Pupuk kandang (10-20 t/ ha) dan SP-36 (200-250 kg/ha) diberikan
7 hari sebelum tanam dengan cara dihamparkan pada jalur-jalur
penanaman. Pupuk susulan yang terdiri atas Urea (150-200
kg/ha), ZA (400-500 kg/ha) dan ZK (150-200 kg/ha) diberikan
setengah dosis pada umur 7 serta 25 hari setelah tanam, dengan
cara disebar di sekitar tanaman lalu ditutup dengan tanah.
• Pupuk untuk cabai merah :
Pupuk kandang (10-15 t/ ha) dan SP-36 (150-200 kg/ha) diberikan
7 hari sebelum tanam. Pupuk susulan yang terdiri atas Urea
(100-150 kg/ha), ZA (300-450 kg/ha) dan KCl (100-150 kg/ha)
diberikan sepertiga dosis pada umur 4, 7 serta 10 minggu setelah
tanam cabai merah
D. Penanaman cabai merah dengan sistem tumpangsari dengan
kubis atau tomat
Sebagai pupuk dasar pupuk kandang (30-40 t/ ha) dan pupuk NPK
16-16-16 (700-1000 kg/ha) diberikan 7 hari sebelum tanam cabai merah,
dengan cara dihamparkan pada jalur-jalur penanaman lalu ditutup
dengan tanah, kemudian mulsa plastik hitam perak dipasang. Pupuk
susulan, yaitu NPK 16-16-16 (300 - 500 kg/ha) diberikan dengan cara
dicor, yaitu dilarutkan dalam air (2 g/l), kemudian disiramkan pada
lubang-lubang tanam (100-200 ml per tanaman). Pupuk susulan
diaplikasikan setiap 10-14 hari, yang dimulai pada 1 bulan sesudah
tanam cabai merah. Satu bulan sesudah tanam cabai merah kubis atau
tomat ditanam di antara tanaman cabai merah
Tabel 8. Kebutuhan hara tanaman cabai merah pada beberapa jenis
tanah di Indonesia
Jenis pupuk Andisol Lembang Aluvial Brebes
Pupuk kandang 20-30 t/ ha 15-20 t/ ha
Pupuk N 150-225 kg/ ha
(Urea 200-300 kg /ha +
ZA 300-450 kg /ha)
150-200 kg/ ha
(Urea 150-200 kg/ ha +
ZA 400-500 kg/ ha)
Pupuk P P2O5 108-144 kg /ha
(SP-36 300-400 kg /ha)
P2O5 108-144 kg /ha
(SP-36 300-400 kg /ha)
Pupuk K K2O 150-180 kg /ha
(KCl 250-300 kg /ha)
K2O 90-120 kg /ha
(KCl 150-300 kg /ha)
Pupuk NPK 16-16-16 1-1,5 t/ ha 1 t/ ha
Aplikasi Pupuk Pelengkap Cair (PPC)
Pemberian pupuk pelengkap cair (PPC) melalui daun bertujuan
untuk melengkapi sejumlah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman,
karena tidak semua unsur hara dapat diambil tanaman dari dalam tanah.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pupuk daun Massmikro dengan
konsentrasi 1 ppm yang diaplikasikan pada umur 4 dan 7 minggu setelah
tanam dapat memberikan hasil cabai merah yang tinggi (Suwandi dan
Hilman 1991).
Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh
Salah satu cara untuk mengatasi faktor lingkungan yang kurang baik
terhadap pembungaan dan pembuahan cabai merah yaitu dengan
aplikasi zat pengatur tumbuh (zpt) sintetis. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa :
- ZPT Atonik 6,5 L pada konsentrasi 1,5-2 ml/l yang diaplikasikan pada
umur 30, 50 dan 72 hari setelah tanam (hst) meningkatkan hasil cabai
merah sebesar 55%.
- ZPT Dharmasri 5 EC (konsentrasi 0,3-5,0 ml/l) yang diaplikasikan
pada umur 21, 42 dan 62 hari setelah tanam dapat meningkatkan
hasil cabai merah sebesar 23,78-33,60% (Sumiati dan Suwandi
1987).
- ZPT Asam N-fenil ftalimat 20 WP (Nevirol 20 WP) dengan dosis 750
kg/ha yang diberikan pada umur 50 dan 70 hst dapat meningkatkan
hasil cabai merah di dataran tinggi (Sumiati 1996).
V. PENGAIRAN
Cabai merah termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap
kekeringan, namun juga tidak tahan terhadap genangan air. Air tanah
dalam keadaan kapasitas lapang (lembab namun tidak becek) sangat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah.
Masa kritis tanaman ini terhadap kebutuhan air yaitu saat pertumbuhan
vegetatif cepat, pembentukan bunga dan buah (Welles 1990).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kelembaban tanah yang ideal
untuk pertumbuhan dan hasil cabai merah berkisar antara 60-80%
kapasitas lapang (Tabel 9). Hal ini dilihat dari perkembangan panjang
akar, jumlah bunga dan bobot buah cabai merah. Jumlah kebutuhan air
per tanaman selama fase pertumbuhan vegetatif yaitu 200 ml tiap 2
hari dan meningkat menjadi 400 ml tiap 2 hari pada fase pembungaan
dan pembuahan (Sumarna dan Kusandriani 1992).
Tabel 9. Pengaruh kelembaban tanah terhadap hasil cabai merah
Kelembaban tanah
(%)
Panjang akar
(cm) Jumlah bunga
Bobot buah
(g/tanaman)
100
80
60
40
20
14,1
50,9
49,5
45,5
4,7
53,0
72,8
59,3
48,3
5,7
141,83
274,23
194,73
163,39
3,75
Sumber : Kusandriani et al. (1993)
Dalam upaya meningkatkan efisiensi penggunaan air, penerapan
sistem irigasi tetes untuk lahan kering tampaknya akan lebih efisien, baik
ditinjau dari segi penggunaan air maupun respon tanaman terhadap
pemberian air pengairan. Petani biasanya melakukan pengairan dengan
sistem ‘leb’ selama 15-30 menit. Setelah itu air dikeluarkan dari petakan.
VI. PENGENDALIAN
ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN
Gulma merupakan masalah penting dalam budidaya cabai merah.
Tumbuhan pengganggu ini berkompetisi memperebutkan ruang, cahaya,
air dan unsur hara, serta dapat menjadi inang hama dan penyakit.
Periode kritis tanaman cabai merah karena adanya persaingan dengan
gulma terjadi pada umur 30-60 hari setelah tanam. Gulma yang
mengganggu selama periode ini dapat menurunkan bobot kering
tanaman. Penyiangan yang dilakukan pada umur 30-60 hari dapat
meningkatkan hasil cabai merah. Hasil cabai merah yang paling tinggi
terdapat pada tanaman yang bebas gulma selama 60 dan 90 hari setelah
tanam (Nurhayati 1987). Selain dengan penyiangan, gulma juga dapat
dikendalikan dengan penggunaan mulsa dan penyemprotan herbisida.
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai merah
dilaksanakan berdasarkan konsepsi PHT. Dalam konsepsi PHT, aplikasi
pestisida merupakan alternatif terakhir jika cara pengendlian non-kimia
kurang efektif. Hama dan penyakit penting yang menyerang tanaman
cabai merah yaitu :
- Ulat tanah (Agrotis sp). Ulat tanah menyerang dengan cara
memotong batang muda.
- Lalat buah (Dacus sp). Buah cabai yang terserang menjadi busuk dan
rontok.
- Ulat grayak (Spodoptera sp). Ulat ini menyerang daun dan buah
cabai.
- Trips (Thrips parvispinus) Gejala serangan pada daun ditandai
dengan daun mengeriting dan berwarna keperakan.
- Kutu daun persik (Myzus persicae). Kutu daun persik merupakan
vektor penyakit virus.
- Penyakit busuk buah antraknose. Gejala awal berupa bercak coklat
kehitaman pada buah, kemudian membusuk.
- Penyakit bercak ungu (Cercospora sp). Serangan pada daun berupa
bercak kecil yang berbentuk bulat kering dengan diameter 0,5 cm.
Penyakit ini menyerang daun, batang dan tungkai buah.
- Penyakit layu Fusarium. Gejala serangan ditandai dengan layunya
daun bagian bawah, kemudian menyebar ke atas. Jaringan akar dan
batang menjadi warna coklat. Jika dijumpai gejala serangan ini
dilakukan eradikasi secara selektif.
- Penyakit kompleks virus. Penyakit ini ditularkan oleh kutu daun,
sehingga pengendalian vektornya lebih diutamakan. Tanaman yang
menunjukkan gejala serangan penyakit virus sebaiknya dicabut lalu
dimusnahkan.
VII. PANEN DAN PASCA PANEN
Panen pertama dilakukan pada umur 60-75 hari setelah tanam,
dengan interval ± 3-7 hari. Buah yang dijual segar dipanen matang,
sedangkan jika untuk dikirim dengan jarak yang jauh, buah dipanen
matang hijau. Buah yang akan dikeringkan dipanen setelah matang
penuh.
Kemasan untuk cabai merah yang dikirim ke tempat yang jaraknya
jauh berupa karung jala dengan kapasitas ± 50 kg atau kotak-kotak
karton yang diberi lubang angin yang cukup. Tempat penyimpanan harus
kering, sejuk, dan mempunyai sirkulasi udara yang cukup baik.
Karakteristik kualitas cabai merah yang dikehendaki oleh konsumen
rumah tangga maupun lembaga yaitu :
• warna buah merata dan tua,
• kekerasan buah sedang – keras,
• bentuk buah memanjang (± 10 cm),
• diameter buah sedang (± 1,5 cm), dan
• permukaan buah halus dan mengkilap.
VIII. PENANAMAN CABAI DI LUAR MUSIM (“OFF-SEASON”)
Masalah utama penanaman cabai merah di luar musim (musim
penghujan) yaitu faktor cuaca yang kurang mendukung bagi
pertumbuhan tanaman cabai merah dan adanya serangan hama atau
penyakit yang tinggi, sehingga dapat mengurangi kualitas dan kuantitas
hasil. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan beberapa cara
penanaman, yaitu :
a) Penanaman cabai merah dengan penggunaan mulsa plastik perak
hitam dan naungan/atap plastik transparan. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa penanaman cabai merah di musim hujan dengan
naungan plastik dan mulsa plastik hitam memberikan hasil tertinggi
(Tabel 10).
Tabel 10. Produksi cabai merah pada pertanaman di luar musim (musim
hujan) di dataran tinggi Lembang
Perlakuan Produksi (t/ha)
Tanpa naungan + tanpa mulsa 2,01
Mulsa jerami 2,01
Mulsa plastik hitam 5,06
Naungan plastik + mulsa jerami 4,28
Naungan plastik + mulsa plastik hitam 9,18
b) Penanaman cabai merah dalam kultur agregat hidroponik dengan
naungan/ atap plastik transparan. Penanaman cabai merah
dilakukan dalam kantung plastik (“polybag”) hitam yang berisi media
tumbuh berupa campuran pasir dan arang sekam padi (1:1). Untuk
larutan hara digunakan larutan pupuk NPK 16-16-16 (2 g/l air) yang
31
disiramkan pada media tumbuh dengan volume 300-600 ml per
tanaman, setiap 3 hari. Di samping itu, pupuk pelengkap cair (PPC)
Metalik (1 cc/l) diberikan dengan cara disemprotkan pada tanaman
(



.jpeg)