• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label Cabai merah 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cabai merah 1. Tampilkan semua postingan

Cabai merah 1

 

 



Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup 

penting di Indonesia, baik sebagai komoditas yang dikonsumsi di dalam 

negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Sebagai sayuran, cabai 

merah selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai 

ekonomi tinggi. Pemanfaatannya sebagai bumbu masak atau sebagai 

bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan 

membuat cabai merah semakin menarik untuk diusahakan.  

Produksi cabai merah di Indonesia masih rendah, rata-rata nasional 

produksi cabai merah baru mencapai 6,7 t/ ha. Untuk memenuhi 

kebutuhan yang terus meningkat setiap tahunnya, maka peningkatan 

produksi cabai merah perlu dilakukan melalui intensifikasi maupun 

ekstensifikasi. 

Budidaya cabai merah yang berhasil memang menjanjikan 

keuntungan yang menarik, namun  tidak jarang petani cabai merah yang 

menemui kegagalan dan kerugian yang cukup besar. Untuk keberhasilan 

dalam usahatani cabai merah selain diperlukan keterampilan dan modal 

yang cukup, juga banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti syarat 

tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok tanam, pengendalian OPT dan 

penanganan pasca panen. 

Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) menerbitkan buku 

panduan “Budidaya Cabai Merah” dengan tujuan untuk menambah 

informasi yang mendukung usahatani cabai merah. Penulisan buku 

panduan ini didasarkan pada beberapa hasil penelitian, pengalaman di 

lapangan, dan informasi yang diperoleh dari keikutsertaan dalam 

pertemuan ilmiah tentang komoditas cabai merah. Informasi yang 

disajikan pada buku panduan ini diharapkan akan bermanfaat untuk 

memperluas wawasan dan pengetahuan bagi yang membutuhkan, 

khususnya para petugas lapangan dan petani cabai merah. 

Balai Penelitian Tanaman Sayuran 

 

 

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) yaitu  tumbuhan 

perdu yang berkayu, dan buahnya berasa pedas yang disebabkan oleh 

kandungan kapsaisin. Di Indonesia tanaman ini  dibudidayakan 

sebagai tanaman semusim pada lahan bekas sawah dan lahan kering 

atau tegalan. Namun demikian, syarat-syarat tumbuh tanaman cabai 

merah harus dipenuhi agar diperoleh pertumbuhan tanaman yang baik 

dan hasil buah yang tinggi. Potensi hasil cabai merah sekitar 12-20 t/ ha. 

Budidaya cabai merah yang berhasil memang menjanjikan 

keuntungan yang menarik, namun  tidak jarang petani cabai merah yang 

menemui kegagalan dan kerugian yang berarti. Untuk keberhasilan 

dalam usahatani cabai merah selain diperlukan keterampilan dan modal 

yang cukup, juga banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti syarat 

tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok tanam, pengendalian OPT dan 

penanganan pasca panen. 

Tanaman cabai merah mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. 

Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi 

sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, namun  

pertumbuhannya di dataran tinggi lebih lambat. Suhu udara yang baik 

untuk pertumbuhan tanaman cabai merah yaitu  25-27 0C pada siang 

hari dan 18-20 0C pada malam hari (Wien 1997). Suhu malam di bawah 

16 0C dan suhu siang hari di atas 32 0C dapat menggagalkan 

pembuahan (Knott dan Deanon 1970). Suhu tinggi dan kelembaban 

udara yang rendah menyebabkan transpirasi berlebihan, sehingga 

tanaman kekurangan air. Akibatnya bunga dan buah muda gugur. 

Pembungaan tanaman cabai merah tidak banyak dipengaruhi oleh 

panjang hari. 

Curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk 

pertumbuhan tanaman cabai merah. Pada keadaan ini  tanaman 

akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh 


   

                                                                                                                                                               

cendawan, yang dapat menyebabkan bunga gugur dan buah membusuk. 

Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah yaitu  

sekitar 600-1200 mm per tahun. 

Cahaya matahari sangat diperlukan sejak pertumbuhan bibit hingga 

tanaman berproduksi. Pada intensitas cahaya yang tinggi dalam waktu 

yang cukup lama, masa pembungaan cabai merah terjadi lebih cepat dan 

proses pematangan buah juga berlangsung lebih singkat. 

Tanaman cabai merah dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, 

asal drainase dan aerasi tanah cukup baik, dan air cukup tersedia 

selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanah yang ideal 

untuk penanaman cabai merah yaitu  tanah yang gembur, remah, 

mengandung cukup bahan organik (sekurang-kurangnya 1,5%), unsur 

hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (pH) tanah 

yang sesuai yaitu  6-7.  

Kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab namun  

tidak becek) dan temperatur tanah antara 24-30 0C sangat mendukung 

pertumbuhan tanaman cabai merah. Temperatur tanah yang rendah 

akan menghambat pengambilan unsur hara oleh akar. 

Walaupun cabai merah dapat ditanam hampir di semua jenis tanah 

dan tipe iklim yang berbeda, namun  penanamannya yang luas banyak 

dijumpai pada jenis tanah mediteran dan Aluvial tipe iklim D3/E3 (0-5 

bulan basah dan 4-6 bulan kering) (

II. LAHAN 

 

 

Dalam usaha intensifikasi cabai merah yang menitikberatkan pada 

penggunaan pupuk perlu diketahui keadaan lahan atau tanah di mana 

cabai merah akan ditanam, yaitu jenis tanah, kemasaman tanah, 

perbaikan fisik tanah, dan kebutuhan hara bagi tanaman. 

 

2.1. Jenis Tanah 

Secara umum, lahan di Indonesia dibedakan menjadi kawasan 

beriklim basah dan beriklim kering. Lahan di daerah beriklim basah 

didominasi oleh tanah masam akibat pencucian yang intensif, seperti 

Podzolik Merah-Kuning, Latosol, Andisol, dan Aluvial. Tanah-tanah 

ini  umumnya miskin unsur hara dengan pH masam (kecuali tanah 

Aluvial), dan rendah kadar bahan organiknya (kecuali tanah Andisol). 

Lahan di daerah beriklim kering didominasi oleh tanah alkalin seperti 

Grumosol dan Mediteran. Secara umum sifat kimiawi tanah beriklim 

kering lebih baik daripada tanah beriklim basah, karena kandungan hara 

dan basa cukup tinggi, dengan pH netral. Namun kandungan bahan 

organik, hara S, hara mikro (Cu dan Zn) umumnya rendah. Lahan sawah 

hampir terdapat pada setiap jenis tanah, namun  luas dan kondisinya 

tergantung pada ketersediaan hujan. Kebanyakan lahan sawah terdapat 

pada jenis tanah Aluvial. Kendala kesuburan pada lahan sawah terutama 

ketersediaan fosfat (P), sementara unsur Ca, Mg dan K umumnya cukup 

tinggi (Karama et al. 1996).  

Berdasarkan luas areal penanamannya, lahan paling cocok untuk 

tanaman cabai merah di Indonesia dijumpai pada jenis tanah Mediteran 

dan Aluvial dengan tipe iklim D3/E3, yaitu 0-5 bulan basah dan 4-6 bulan 

kering                                                                                           

2.2. Kemasaman Tanah dan Pengapuran 

Kemasaman (pH) tanah mempengaruhi ketersediaan hara bagi 

tanaman. Pada pH netral (6,5-7,5) unsur-unsur hara tersedia dalam 

jumlah yang cukup banyak (optimal). Pada pH < 6,0 ketersediaan hara P, 

K, Ca, S dan Mo menurun dengan cepat. Pada pH > 8 ketersediaan hara 

N, Fe, Mn, Bo, Cu dan Zn relatif sedikit. 

Cabai merah mempunyai toleransi yang sedang terhadap 

kemasaman tanah, dan dapat tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 

5,5 - 6,8. Pada pH > 7,0 tanaman cabai merah seringkali menunjukkan 

gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun menguning karena 

kekurangan hara besi (Fe). Pada pH < 5,5 tanaman cabai merah juga 

akan tumbuh kerdil karena kekurangan Ca, Mg dan P atau keracunan Al 

dan Mn (Knott 1962). 

Pada tanah masam (pH < 5,5) perlu dilakukan pengapuran dengan 

Kaptan atau Dolomit dengan dosis 1-2 t/ ha untuk meningkatkan pH 

tanah dan memperbaiki struktur tanah. Pengapuran dilakukan 3-4 

minggu sebelum tanam, dengan cara menebarkan kapur secara merata 

pada permukaan tanah lalu kapur dan tanah diaduk. Pada tanah masam 

disarankan tidak menggunakan terlalu banyak pupuk yang bersifat asam 

seperti ZA dan Urea. Pupuk N yang paling baik untuk tanah masam 

yaitu  Calcium Amonium Nitrate (CAN). Pupuk yang bersifat masam 

akan baik pengaruhnya bila digunakan pada tanah Alkalin. 

 

2.3. Perbaikan Sifat Fisik Tanah 

Tanah yang ideal terdiri atas tiga komponen, yaitu masa padatan, air 

dan udara, masing-masing dengan volume sepertiga bagian. Keadaan ini 

akan menjamin aerasi, daya tahan air, drainase, dan aktivitas biologi 

tanah yang cukup baik. Perbaikan sifat fisik tanah antara lain dapat 

dilakukan dengan pengolahan tanah dan pemberian bahan organik. 

Bahan organik mempunyai sifat mengurangi kepadatan tanah berat 

(tanah liat) dan meningkatkan daya tahan air bagi tanah ringan (tanah 

pasir). Tanah  yang  berpasir sekurang-kurangnya harus mengandung  


bahan organik 4% (C-organik 2%), dan untuk tanah liat diperkirakan 

harus mengandung  bahan organik 2% (C-organik 1%). 

 

2.4. Kebutuhan Unsur Hara 

Lahan dengan kesuburan kimia yang kurang baik tidak merupakan 

faktor pembatas yang serius dalam budidaya cabai merah, karena 

penggunaan pupuk organik dan pupuk buatan relatif mudah. Hal yang 

tidak menguntungkan yaitu  adanya pemberian pupuk yang berlebihan 

dan tidak berimbang. Sering dijumpai petani yang memberikan pupuk 

secara berlebihan (terutama pupuk N) dengan maksud mendapatkan 

hasil yang setinggi-tingginya, namun  pada kenyataannya hasilnya tidak 

selalu memuaskan. Penggunaan pupuk yang berlebihan dapat 

menjadikan tanaman rentan terhadap serangan hama dan penyakit, serta 

dapat menurunkan kualitas tanah. 

Untuk menghasilkan buah sebanyak 21 t/ha, tanaman cabai merah 

harus menyerap unsur hara N sebanyak 70 kg/ ha, P2O5 16 kg /ha, dan 

K2O 92 kg /ha (IFA World Fertilizer Use Manual, 1992 cit. Sutarya et al. 

1995). Bila efisiensi serapan N diperkirakan 60%,  P 40%dan  K 70%, 

maka pupuk N yang perlu diberikan yaitu  70 kg/ 0,6 = 117 kg, P2O5 

yaitu  16 kg/ 0,4 = 40 kg, dan K2O yaitu  92 kg/ 0,7 = 131 kg  per ha. 

Kebutuhan pupuk ini  bervariasi tergantung pada jenis lahan, 

varietas, dan waktu tanam. 

 

2.5. Persiapan Lahan 

Pengolahan tanah ditujukan untuk memperbaiki drainase dan aerasi 

tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma, 

sehingga akar-akar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan 

leluasa (Hilman dan Suwandi 1992). Untuk keperluan ini  diperlukan 

tindakan-tindakan pengolahan tanah yang terdiri atas pembajakan 

(pencangkulan tanah), pembersihan gulma dan sisa-sisa tanaman, 

perataan permukaan tanah, serta pembuatan bedengan dan garitan-

garitan. Persiapan lahan untuk lahan kering dan sawah diuraikan sebagai 

berikut : 


1) Lahan kering/tegalan : 

- Lahan dicangkul sedalam 30-40 cm sampai gembur. 

- Dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm, 

dan jarak antar bedengan 30 cm. 

- Dibuat garitan-garitan dan lubang-lubang tanam dengan jarak 

(50-60 cm) x (40-50 cm). Pada tiap bedengan terdapat 2 baris 

tanaman. 

2) Lahan sawah : 

- Dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,5 cm dan Antar 

bedengan dibuat parit sedalam 50 cm dan lebar 50 cm. 

- Tanah di atas bedengan dicangkul sampai gembur. 

- Dibuat lubang-lubang tanam dengan jarak 50 cm x 40 cm. 

 

 

 

 

Sampai saat ini pengolahan tanah dianggap perlu dan harus 

dilakukan setiap kali akan bertanam cabai merah. Namun, dalam jangka 

waktu lama pengolahan tanah yang intensif dapat menurunkan 


produktivitas lahan (Utomo 1999). Pengolahan tanah yang minimum 

merupakan salah satu cara untuk memelihara produktivitas lahan. Pada 

umumnya pengolahan tanah minimum dapat meningkatkan hasil pada 

keadaan lingkungan yang agak kering, tapi dapat menurunkan hasil bila 

dilakukan pada tanah yang mempunyai drainase buruk. Di dataran tinggi 

(jenis tanah Andisol), cara-cara pengolahan tanah tidak mempengaruhi 

hasil cabai merah (Tabel 1). 

 

Tabel 1. Pengaruh cara pengolahan tanah terhadap hasil cabai merah di 

dataran tinggi Lembang 

 

Cara pengolahan tanah Hasil cabai merah 

(g/tanaman) 

Pengolahan tanah konvensional 

Pengolahan tanah pada jalur-jalur/ baris-baris yang 

akan ditanami 

Tanpa pengolahan tanah (hanya dibuat lubang tanam) 

 

266,04 

258,40 

 

284,44 

 


 

 

 

 

 

 

III. PENANAMAN 

 

 

3.1. Waktu Tanam 

Pemilihan waktu tanam cabai merah yang tepat sangat penting, 

terutama dalam hubungannya dengan ketersediaan air, curah hujan dan 

gangguan hama dan penyakit. 

Ketersediaan air perlu diperhitungkan. Air diperlukan tanaman sejak 

awal pertumbuhan sampai masa pembentukan bunga dan buah (Knott 

dan Deanon 1970). Jika terjadi kekeringan pada masa pertumbuhan 

vegetatif, tanaman akan mengalami kelambatan pertumbuhan. Jika 

kekeringan terjadi pada saat pertumbuhan bunga dan buah, hasil buah 

akan menurun, bahkan tanaman tidak dapat dipanen. Sebaliknya, tanah 

yang terlalu becek juga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman 

terhambat dan tanaman mudah terserang penyakit, terutama yang 

disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang tinggi pada saat 

pembungaan dan pembuahan menyebabkan bunga gugur dan buah 

membusuk. 

Cabai merah membutuhkan suhu pada malam hari yang dingin dan 

suhu pada siang hari yang agak panas untuk pembungaannya. Oleh 

karena itu, untuk pertumbuhan dan hasil yang optimum sebaiknya cabai 

merah ditanam pada bulan-bulan agak kering, namun  air tanah masih 

cukup tersedia. 

Waktu tanam cabai merah yang tepat dapat berbeda menurut lokasi 

dan tipe lahan. Untuk lahan kering atau tegalan dengan drainase baik, 

waktu tanam yang tepat yaitu  awal musim hujan. Untuk lahan sawah 

bekas padi, waktu tanam yang tepat yaitu  akhir musim hujan. 

Pemilihan waktu tanam yang tepat ini dimaksudkan agar penanaman 

cabai merah di lahan sawah tidak kelebihan air dan di lahan tegalan tidak 

kekurangan air. Secara umum, waktu tanam cabai merah yang tepat 

                                                                                 

untuk lahan beririgasi teknis yaitu  pada akhir musim hujan (Maret-April) 

atau awal musim kemarau (Mei-Juni). 

 

3.2. Benih 

Penggunaan benih bermutu merupakan kunci utama untuk 

memperoleh hasil cabai merah yang tinggi. Agar diperoleh tanaman yang 

seragam dengan pertumbuhan dan hasil yang tinggi, diperlukan benih 

bermutu tinggi. Benih bermutu tinggi untuk cabai merah harus 

mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 

- berdaya kecambah tinggi (di atas 80%); 

- mempunyai vigor yang baik (benih tumbuh serentak, cepat dan 

sehat); 

- murni (tidak tercampur oleh varietas lain); 

- bersih (tidak tercampur kotoran, biji-biji rumput/tanaman lain); 

dan 

- sehat (bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan). 

 

Benih cabai merah yang baik dan sehat dapat diperoleh dengan 

menyeleksi tanaman yang akan diambil buahnya untuk benih. Tanaman 

yang dipilih harus sehat, berbuah lebat, bentuk buahnya seragam, tidak 

cacat, serta bebas dar hama dan penyakit. Setelah dipanen, buah 

dibelah membujur dan diambil bijinya lalu dijemur sampai kering. Biji 

yang keriput dan hitam dibuang, karena kemungkinan telah terinfeksi 

penyakit antraknos. Setelah kering, biji dimasukkan ke dalam botol dan 

ditutup dengan abu, lalu disimpan di tempat kering bersuhu rendah. 

Sebagai gambaran, untuk menghasilkan 1 kg benih diperlukan ± 50 kg 

buah cabai merah matang, dan di dalam 1 gram biji terdapat 120 biji 

yang dapat menghasilkan ± 90 tanaman yang baik (Welles, 1990). 

Kualitas benih cabai merah dipengaruhi oleh kematangan buah dan 

letak biji dalam buah. Benih yang berasal dari bagian tengah buah yang 

telah matang penuh dapat menghasilkan tanaman yang berproduksi 

tinggi (

 

10 

Ada beberapa varietas/kultivar cabai merah yang disarankan 

ditanam di dataran tinggi/medium yaitu Keriting, Hot beauty dan 

Lembang 1. Untuk dataran rendah dapat dipilih varietas Keriting, Tit 

Super, Jatilaba, Prembun, Tanjung 1 dan Tanjung 2. Keperluan benih 

untuk 1 ha sekitar 300 - 400 g. 

 

3.3. Penyemaian  

Sebelum  disemai, benih cabai merah direndam dalam air hangat 

(50 °C) atau larutan Previcur N (1 ml/l) selama 1 jam. Perendaman benih 

ini  bertujuan untuk menghilangkan hama atau penyakit yang 

menempel pada biji dan untuk mempercepat perkecambahan. Kalau ada 

biji yang mengambang, berarti benih kurang baik, jadi harus disingkirkan. 

Benih-benih yang tenggelam bisa langsung disemai. 

Benih disemai di tempat persemaian yang telah disiapkan berupa 

bedengan berukuran lebar 1 cm dan panjangnya tergantung pada 

kebutuhan. Media persemaian terdiri atas campuran tanah halus dan 

pupuk kandang (1:1) yang telah disterilkan dengan uap air panas selama 

6 jam. Bedengan persemaian diberi naungan atau atap plastik transparan 

untuk melindungi bibit yang masih muda dari terpaan air hujan dan terik 

matahari. Atap harus menghadap ke arah Timur agar bibit mendapat 

sinar matahari yang cukup di pagi hari. Akan lebih baik lagi bila 

persemaian ditutupi dengan kasa nyamuk, agar dapat terhindar dari 

serangan kutu daun atau penyebaran virus, sehingga akan dihasilkan 

bibit yang sehat dan seragam (Vos 1995). 

Benih cabai merah disebar merata pada bedengan dan ditutup tipis 

dengan tanah halus, kemudian ditutupi lagi dengan daun pisang atau 

tripleks. Temperatur yang baik untuk perkecambahan benih cabai merah 

yaitu  24-28 °C (Tabel 2). Setelah benih berkecambah ± 7-8 hari sejak 

semai, tutup daun pisang atau tripleks dibuka. Selanjutnya setelah 

membentuk 2 helai daun ± 12-14 hari sejak semai, bibit dipindahkan ke 

dalam bumbungan daun pisang yang berisi media yang sama, yaitu 

campuran tanah halus dan pupuk kandang steril (1:1), yang telah diberi 

inokulasi mikoriza (Glomus sp.) sebanyak 10 g per bibit. 

                                                                                    

Tabel 2. Pengaruh temperatur terhadap perkecambahan benih cabai merah 

 

Temperatur 

(0C) 

Jumlah tanaman 

yang baik 

(%) 

Lamanya berkecambah 

(hari) 

 

10 

15 

20 

25 

30 

35 

40 

 

70 

96 

98 

95 

70 

 

25,0 

12,6 

8,5 

7,6 

8,8 

 


 

Pembumbungan bibit dapat mengurangi kerusakan akar dan 

keterkejutan bibit bila dipindahkan ke lapangan. Bibit yang dibumbung 

dapat lebih cepat beradaptasi dan tidak mudah mati setelah dipindahkan 

ke lapangan dibandingkan dengan bibit yang tidak dibumbung (sistem 

cabutan) (Kususmainderawati 1979; Vos 1995). Aplikasi cendawan 

mikoriza pada media persemaian sangat bermanfaat, karena disamping 

dapat mempercepat laju pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan 

tanaman di persemaian, juga dapat meningkatkan daya hidup dan 

pertumbuhan tanaman di lapangan. Cendawan mikoriza ini  

bersimbiose dengan perakaran tanaman cabai merah membentuk hifa 

sebagai kepanjangan dari akar dan memegang peranan penting dalam 

penyerapan unsur hara, terutama unsur P. Sebagai imbalannya jamur 

ini  akan memperoleh hasil fotosintesis dari tanaman cabai merah 

Penyiraman dilakukan secukupnya setiap pagi hari. Bila terlalu 

banyak air, bibit menjadi lemah dan peka terhadap jamur “damping off”. 

Setelah bibit tumbuh baik, tanah harus tetap lembab. Oleh karena itu 

penyiraman harus terus dilakukan namun  tidak terlalu sering. Penyiraman 

sebaiknya dilakukan pada pagi hari, supaya daun tanaman dan 

permukaan tanah menjadi kering sebelum malam hari untuk mencegah 


                                                                                                                                                               

terjadinya “damping-off”. Temperatur optimum untuk pertumbuhan bibit 

sampai dipindahkan ke lapangan yaitu  22-25 0C. Penyiangan gulma 

dilakukan dengan tangan secara hati-hati tanpa mengganggu perakaran. 

Bila terlihat adanya serangan hama atau penyakit dilakukan eradikasi 

selektif, yaitu memusnahkan bibit yang terserang. 

Sebelum bibit dipindahkan ke lapangan, sebaiknya dilakukan 

penguatan bibit (“hardening”) dengan jalan membuka atap persemaian 

supaya bibit menerima langsung sinar matahari dan mengurangi 

penyiraman secara bertahap. Selama penguatan, proses pertumbuhan 

bibit menjadi lebih lambat namun  jaringan menjadi lebih kuat. Penguatan 

bibit berlangsung ± 7 hari (Knott dan Deanon 1970). 

Bibit yang sehat dan siap dipindahkan ke lapangan yaitu  bibit yang 

telah berumur 3-4 minggu sejak dibumbung. Pada umur ini  bibit 

sudah membentuk 4-5 helai daun dengan tinggi bibit antara 5-10 cm 

                                                                                         

3.4. Sistem Tanam 

Sistem penanaman cabai merah bervariasi, tergantung pada jenis 

dan ketinggian tempat. Pada lahan sawah bertekstur berat (liat), sistem 

tanam 2-4 baris tanaman tiap bedengan lebih efisien. Pada lahan kering 

bertekstur sedang sampai ringan lebih cocok dengan sistem tanam 1 

atau 2 baris tanaman tiap bedengan (“double row”) seperti yang biasa 

dilakukan di dataran medium dan dataran tinggi. 

Cabai merah selain ditanam secara monokultur, juga dapat ditanam 

secara tumpanggilir/tumpangsari dengan tanaman lain. Di dataran 

rendah, cabai merah dapat ditanam secara tumpanggilir dengan bawang 

merah. Tanaman bawang merah ditanam dengan jarak tanam 15 cm x 

15 cm, satu bulan sebelum penanaman cabai merah. Setelah bawang 

merah dipanen, dilakukan pengguludan tanaman cabai merah. Di 

dataran tinggi, cabai merah dapat ditumpangsarikan dengan 1-2 jenis 

tanaman, antara lain kubis dan tomat. Penanaman tomat dan kubis 

dilakukan satu bulan sesudah tanam cabai merah. Penanaman cabai 

merah secara tumpanggilir/ tumpangsari dengan tanaman lain bertujuan 

untuk meningkatkan produktivitas lahan dan mengurangi resiko 

kegagalan panen karena serangan hama dan penyakit (Tabel 3). 

 

Tabel 3. Rata-rata hasil tanaman cabai merah, kubis dan tomat yang 

ditanam secara tumpangsari di dataran tinggi Lembang 

 

Hasil (kg/15 m2) 

Sistem tanam 

Cabai merah Tomat Kubis 

Cabai merah 

Cabai merah + kubis 

Cabai merah + tomat 

Cabai merah + kubis + tomat 

18,13 

15,18 

14,08 

12,82 

2,68 

3,19 

25,29 

20,52 

 

 

3.5. Pemulsaan 

Penggunaan mulsa pada penanaman cabai merah merupakan salah 

satu usaha untuk memberikan kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman 

yang lebih baik, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara 

optimal. Adanya mulsa di permukaan tanah dapat memelihara struktur 

tanah tetap gembur, memelihara kelembaban dan temperatur tanah, 

mengurangi pencucian hara, menekan gulma, dan mengurangi erosi 

tanah. Jenis bahan dapat digunakan sebagai mulsa antara lain yaitu  

jerami, plastik putih, dan plastik hitam perak. 

Penggunaan mulsa plastik hitam perak dan plastik putih nyata dapat 

meningkatkan hasil cabai merah dan mengurangi kerusakan tanaman 

oleh serangan hama trips dan tungau, dan menunda insiden virus (Vos, 

1995). Mulsa plastik dapat digunakan untuk penanaman cabai merah 

pada musim hujan ataupun musim kemarau (Tabel 4). Pemasangan 

mulsa plastik dilakukan sebelum penanaman cabai merah. 


                                                                                                                                                               

Penggunaan mulsa jerami setebal 5 cm (10 t/ ha) juga dapat 

meningkatkan hasil cabai merah, namun  sebaiknya mulsa jerami 

digunakan pada musim kemarau (Tabel 4). Mulsa jerami dipasang 2 

minggu setelah penanaman cabai merah. 

 

Tabel 4. Pengaruh macam mulsa terhadap hasil cabai merah 

 

Hasil cabai merah (t/ ha) 

Macam mulsa 

Musim kemarau Musim hujan 

Tanpa mulsa 0,8 2,5 

Jerami 1,4 2,8 

Plastik putih bagor 6,0 5,6 

Plastik putih nafa 4,9 4,2 

Plastik hitam perak 3,4 4,9 

 

Sumber : Vos (1995) 

 

Secara ekonomis, jenis mulsa yang dapat memberikan tambahan 

pendapatan petani yaitu  mulsa plastik bagor dan mulsa plastik hitam 

perak. Penggunaan mulsa plastik putih Nafa tidak menguntungkan 

karena harga plastik putih Nafa mahal (Vos et al. 1991). 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. 

Pemasangan mulsa 

plastik hitam perak 

sebelum penanaman 

cabai merah 

(Foto : N. Sumarni) 

 

 

3.6. Pelaksanaan Tanam 

Sebelum tanam, lahan yang telah dipersiapkan berupa garitan-

garitan atau lubang-lubang tanaman diberi pupuk kandang atau kompos 

dengan dosis sesuai dengan anjuran. Dalam pemberian pupuk kandang 

atau kompos ini terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu diberikan 

secara dihamparkan dalam garitan-garitan atau diberikan secara 

setempat pada lubang-lubang tanaman. Perbedaan kedua cara 

pemberian pupuk ini  pada dasarnya ditujukan untuk menghindari 

kekhawatiran timbulnya pengaruh sampingan yang kurang baik akibat 

penggunaan pupuk organik dengan tingkat kematangan yang berbeda-

beda. Pupuk buatan diberikan sebagian dari dosis yang dianjurkan, 

ditempatkan di atas pupuk kandang atau kompos, lalu ditutup dengan 

selapis tipis tanah. Setelah itu bedengan disiram dengan air sampai 


                                                                                                                                                               

keadaan kapasitas lapang, kemudian mulsa plastik hitam perak 

dipasang. 

Bibit cabai merah yang sehat dan telah berumur 3-4 minggu dalam 

bumbungan, diangkut ke lapangan. Selanjutnya bumbungan daun pisang 

dibuka lalu bibit ditanam pada lubang yang telah disiapkan, satu bibit per 

lubang tanaman. Jarak tanam cabai merah yang optimum berkisar antara 

(50-60 cm) x (40-50 cm). 

Kerapatan tanaman atau jarak tanam yang digunakan akan 

mempengaruhi populasi tanaman dan efisiensi penggunaan cahaya 

matahari, serta persaingan antar tanaman dalam menggunakan air, 

unsur hara dan ruang. Dengan jarak tanam yang lebih rapat, cahaya 

matahari yang diterima oleh tanaman lebih sedikit, sehingga  tanaman 

tumbuh lebih tinggi, jumlah cabang lebih sedikit, serta terjadi persaingan 

yang lebih ketat di antara tanaman dalam penyerapan air, sinar matahari 

dan unsur hara. Akibatnya hasil buah akan lebih rendah dibandingkan 

dengan hasil buah pada jarak tanam yang lebih jarang. Hasil penelitian 

menunjukkan   penanaman  dengan  jarak  tanam yang lebih rapat dari 

50 cm x 50 cm menyebabkan penurunan hasil cabai per tanaman secara 

nyata. Hasil per hektar akan berkurang secara nyata pada jarak tanam 

lebih dari 65 cm x 65 cm (Tabel 5). 

 

Tabel 5. Pengaruh jarak tanaman terhadap hasil buah cabai merah 

   

Hasil buah cabai merah Jarak tanam 

(cm x cm) (g/ tanaman) (kg/35 m2) 

   

112,5 x 112,5 298,8   5,43 

80 x 80 279,7 11,48 

65 x 65 388,9 18,67 

56 x 56 359,1 21,99 

50 x 50 265,2 21,99 

46 x 46 215,1 20,93 

 


IV. PEMUPUKAN 

 

 

Ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro (N, P, K, Ca, Mg 

dan S) ataupun hara mikro (Zn, Fe, Mn, Co, dan Mo) yang cukup dan 

seimbang dalam tanah merupakan faktor penting untuk mendapatkan 

hasil cabai merah yang tinggi dengan kualitas yang baik. Setiap unsur 

hara mempunyai peran spesifik di dalam tanaman. Kekurangan atau 

kelebihan unsur hara dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan 

menurunkan hasil. Jenis pupuk yang digunakan untuk menambah hara 

N, P, K dan S yaitu  Urea, ZA, TSP/SP-36, KCl, ZK (K2SO4). Untuk 

menambah hara Ca dan Mg dengan pemberian kapur atau dolomit. 

Sebagai sumber hara mikro umumnya dari pupuk kandang atau kompos. 

Dalam budidaya cabai merah, pemakaian pupuk organik seperti 

pupuk kandang atau kompos merupakan kebutuhan pokok, di samping 

penggunaan pupuk buatan. Pupuk organik atau kompos, selain dapat 

mensuplai unsur hara bagi tanaman (terutama hara mikro), juga dapat 

memperbaiki struktur tanah, memelihara kelembaban tanah, mengurangi 

pencucian hara, dan meningkatkan aktivitas biologi tanah. Berbagai 

limbah pertanian, seperti limbah pabrik gula (blotong), limbah media 

jamur, limbah kebun dan limbah pasar, dapat digunakan sebagai pupuk 

organik, dan dalam dosis yang sama dapat memberikan hasil cabai 

merah yang tidak jauh berbeda dengan pupuk kandang atau kompos 

(Tabel 6). 

Dalam dosis yang sama, jenis pupuk kandang yang paling baik 

untuk penanaman cabai merah di dataran tinggi yaitu  pupuk kandang 

ayam, namun  harganya lebih mahal (Tabel 7). Hubungan antara dosis 

pupuk kandang ayam dan hasil cabai merah bersifat linier (

Balai Penelitian Tanaman Sayuran 

 

19 

 

Tabel 6. Pengaruh berbagai jenis limbah pertanian + EM4 (“Effective 

Microorganism” 4) terhadap hasil cabai merah varietas Hot 

Beauty    

Jenis limbah Hasil cabai merah (g/tan) 

 

Limbah pabrik gula (blotong) (20 t/ha) 

Limbah media jamur (20 t/ha) 

Limbah pasar (20 t/ha) 

Limbah kandang kuda (20 t/ha) 

Kompos kebun (20 t/ha) 

Pupuk  (20 t/ha) 

 

734 

891 

858 

689 

798 

781 

 

Sumber : Sumarni et al. (1996) 

 

 

Tabel 7. Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap hasil cabai merah   

arietas Tanjung 1 v    

Jenis pupuk kandang Jumlah buah per 

tanaman 

Bobot buah  

(g/tanaman) 

 

Kuda (20 t/ha) 

Sapi (20 t/ha) 

Ayam (20 t/ha) 

 

48,12 

44,54 

56,27 

 

536,38 

513,05 

603,53 

 

Sumber : Sumarni et al. (2003) 

 

 

Kebutuhan pupuk untuk penanaman cabai merah bervariasi, 

tergantung pada kultivar, jenis lahan, lokasi, musim tanam, dan jenis 

pupuk yang digunakan. Di bawah ini diuraikan kebutuhan pupuk untuk 

cabai merah pada berbagai jenis lahan dan sistem tanam. 

                                                                                             

A. Penanaman cabai merah pada lahan kering di dataran tinggi/ 

medium (jenis Andisol/ Latosol) 

• Pemupukan dasar terdiri atas pupuk kandang kuda (20 - 30 t/ ha)  

atau   pupuk  kandang  ayam (15 - 20 t/ ha) dan pupuk SP - 36 

(300 kg/ha), yang dilakukan seminggu sebelum tanam. Pupuk 

kandang dihamparkan pada garitan-garitan atau lubang-lubang 

tanaman, di atasnya diletakkan pupuk SP-36. Pupuk susulan terdiri 

atas pupuk Urea (200-300 kg/ha), ZA (300-400 kg/ha) dan KCl 

(250-300 kg/ha), yang diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 

minggu setelah tanam, masing-masing sepertiga dosis. Pupuk 

susulan disebar di sekitar lubang tanaman, kemudian ditutup 

dengan tanah (Hilman dan Suwandi 1992; Nurtika dan Hilman 

1991; Rosliani et al. 1998). 

Atau : 

• Pemupukan dasar terdiri atas pupuk kandang kuda (20-30 ton/ha) 

dan pupuk NPK 16-16-16 (700-1000 kg/ha), yang diberikan satu 

minggu sebelum tanam. Pupuk susulan yaitu  NPK 16-16-16 

(300-500 kg/ha), diberikan dengan cara dicor, yaitu pupuk 

dilarutkan dalam air (2 g/l), kemudian disiramkan pada lubang 

tanaman atau disekitar tanaman (100-200 ml per tanaman). Pupuk 

susulan diaplikasikan setiap 10-14 hari, yang dimulai sejak 

tanaman berumur satu bulan sesudah tanam (Hidayat et al. 2003). 

 

B.  Penanaman cabai merah pada lahan sawah di dataran rendah 

(jenis Aluvial)  

Seminggu sebelum tanam, pupuk kandang ayam (15-20 t/ ha) atau 

kompos (5-10 t/ ha) dan SP-36 (300-400 kg/ha) diberikan sebagai pupuk 

dasar. Pupuk susulan yang terdiri atas Urea (150-200 kg/ha), ZA (400-

500 kg/ha) dan KCl (150-200 kg/ha) atau pupuk NPK 16-16-16 (1,0 t/ ha), 

diberikan 3 kali pada umur 0,1 dan 2 bulan setelah tanam masing-masing 

sepertiga dosis. 

 

   

                                                                                                                                                               

C.  Penanaman cabai merah secara tumpanggilir dengan bawang 

merah  

• Pupuk untuk bawang merah : 

Pupuk kandang (10-20 t/ ha) dan SP-36 (200-250 kg/ha) diberikan 

7 hari sebelum tanam dengan cara dihamparkan pada jalur-jalur 

penanaman. Pupuk susulan yang terdiri atas Urea (150-200 

kg/ha), ZA (400-500 kg/ha) dan ZK (150-200 kg/ha) diberikan 

setengah dosis pada umur 7 serta 25 hari setelah tanam, dengan 

cara disebar di sekitar tanaman lalu ditutup dengan tanah. 

• Pupuk untuk cabai merah : 

Pupuk kandang (10-15 t/ ha) dan SP-36 (150-200 kg/ha) diberikan 

7  hari  sebelum  tanam. Pupuk susulan yang terdiri atas Urea 

(100-150 kg/ha), ZA (300-450 kg/ha) dan KCl (100-150 kg/ha) 

diberikan sepertiga dosis pada umur 4, 7 serta 10 minggu setelah 

tanam cabai merah 

 

D. Penanaman cabai merah dengan sistem tumpangsari dengan 

kubis atau tomat 

Sebagai pupuk dasar pupuk kandang (30-40 t/ ha) dan pupuk NPK 

16-16-16 (700-1000 kg/ha)  diberikan 7 hari sebelum tanam cabai merah, 

dengan cara dihamparkan pada jalur-jalur penanaman lalu ditutup 

dengan tanah, kemudian mulsa plastik hitam perak dipasang. Pupuk 

susulan, yaitu NPK 16-16-16 (300 - 500 kg/ha) diberikan dengan cara 

dicor, yaitu dilarutkan dalam air (2 g/l), kemudian disiramkan pada 

lubang-lubang tanam (100-200 ml per tanaman). Pupuk susulan 

diaplikasikan setiap 10-14 hari, yang dimulai pada 1 bulan sesudah 

tanam cabai merah. Satu bulan sesudah tanam cabai merah kubis atau 

tomat ditanam di antara tanaman cabai merah                                                                                                   

 

Tabel 8. Kebutuhan hara tanaman cabai merah pada beberapa jenis 

tanah di Indonesia 

 

Jenis pupuk Andisol Lembang Aluvial Brebes 

Pupuk kandang 20-30 t/ ha 15-20 t/ ha 

Pupuk N 150-225 kg/ ha  

(Urea 200-300 kg /ha  + 

ZA 300-450 kg /ha) 

150-200 kg/ ha 

(Urea 150-200 kg/ ha +  

ZA 400-500 kg/ ha) 

Pupuk P P2O5   108-144 kg /ha 

(SP-36 300-400 kg /ha) 

P2O5   108-144 kg /ha 

(SP-36 300-400 kg /ha) 

Pupuk K K2O 150-180 kg /ha 

(KCl  250-300 kg /ha) 

K2O  90-120 kg /ha 

(KCl  150-300 kg /ha) 

Pupuk NPK 16-16-16 1-1,5 t/ ha 1 t/ ha 

 

 

Aplikasi Pupuk Pelengkap Cair (PPC) 

Pemberian pupuk pelengkap cair (PPC) melalui daun bertujuan 

untuk melengkapi sejumlah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman, 

karena tidak semua unsur hara dapat diambil tanaman dari dalam tanah. 

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pupuk daun Massmikro dengan 

konsentrasi 1 ppm yang diaplikasikan pada umur 4 dan 7 minggu setelah 

tanam dapat memberikan hasil cabai merah yang tinggi (Suwandi dan 

Hilman 1991). 

 

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh 

Salah satu cara untuk mengatasi faktor lingkungan yang kurang baik 

terhadap pembungaan dan pembuahan cabai merah yaitu  dengan 

aplikasi zat pengatur tumbuh (zpt) sintetis. Dari hasil penelitian diketahui 

bahwa : 

   

                                                                                                                                                               

- ZPT Atonik 6,5 L pada konsentrasi 1,5-2 ml/l yang diaplikasikan pada 

umur 30, 50 dan 72 hari setelah tanam (hst) meningkatkan hasil cabai 

merah sebesar 55%. 

- ZPT Dharmasri 5 EC (konsentrasi 0,3-5,0 ml/l) yang diaplikasikan 

pada umur 21, 42 dan 62 hari setelah tanam dapat meningkatkan 

hasil cabai merah sebesar 23,78-33,60% (Sumiati dan Suwandi 

1987). 

- ZPT Asam N-fenil ftalimat 20 WP (Nevirol 20 WP) dengan dosis 750 

kg/ha yang diberikan pada umur 50 dan 70 hst dapat meningkatkan 

hasil cabai merah di dataran tinggi (Sumiati 1996). 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                                             

 

V. PENGAIRAN 

 

 

Cabai merah termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap 

kekeringan, namun  juga tidak tahan terhadap genangan air. Air tanah 

dalam keadaan kapasitas lapang (lembab namun  tidak becek) sangat 

mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah. 

Masa kritis tanaman ini terhadap kebutuhan air yaitu  saat pertumbuhan 

vegetatif cepat, pembentukan bunga dan buah (Welles 1990). 

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kelembaban tanah yang ideal 

untuk pertumbuhan dan hasil cabai merah berkisar antara 60-80% 

kapasitas lapang (Tabel 9). Hal ini dilihat dari perkembangan panjang 

akar, jumlah bunga dan bobot buah cabai merah. Jumlah kebutuhan air 

per tanaman selama fase pertumbuhan vegetatif yaitu  200 ml tiap 2 

hari dan meningkat menjadi 400 ml tiap 2 hari pada fase pembungaan 

dan pembuahan (Sumarna dan Kusandriani 1992). 

 

Tabel 9. Pengaruh kelembaban tanah terhadap hasil cabai merah 

 

Kelembaban tanah 

(%) 

Panjang akar 

(cm) Jumlah bunga 

Bobot buah 

(g/tanaman) 

100 

80 

60 

40 

20 

14,1 

50,9 

49,5 

45,5 

4,7 

53,0 

72,8 

59,3 

48,3 

5,7 

141,83 

274,23 

194,73 

163,39 

3,75 

 

Sumber : Kusandriani et al. (1993) 

 

Dalam upaya meningkatkan efisiensi penggunaan air, penerapan 

sistem irigasi tetes untuk lahan kering tampaknya akan lebih efisien, baik 

ditinjau dari segi penggunaan air maupun respon tanaman terhadap                                                                               

pemberian air pengairan. Petani biasanya melakukan pengairan dengan 

sistem ‘leb’ selama 15-30 menit. Setelah itu air dikeluarkan dari petakan. 

 

                                                                                                                                                               

 

VI. PENGENDALIAN  

ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN 

 

 

Gulma merupakan masalah penting dalam budidaya cabai merah. 

Tumbuhan pengganggu ini berkompetisi memperebutkan ruang, cahaya, 

air dan unsur hara, serta dapat menjadi inang hama dan penyakit. 

Periode kritis tanaman cabai merah karena adanya persaingan dengan 

gulma terjadi pada umur 30-60 hari setelah tanam. Gulma yang 

mengganggu selama periode ini  dapat menurunkan bobot kering 

tanaman. Penyiangan yang dilakukan pada umur 30-60 hari dapat 

meningkatkan hasil cabai merah. Hasil cabai merah yang paling tinggi 

terdapat pada tanaman yang bebas gulma selama 60 dan 90 hari setelah 

tanam (Nurhayati 1987). Selain dengan penyiangan, gulma juga dapat 

dikendalikan dengan penggunaan mulsa dan penyemprotan herbisida. 

Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai merah 

dilaksanakan berdasarkan konsepsi PHT. Dalam konsepsi PHT, aplikasi 

pestisida merupakan alternatif terakhir jika cara pengendlian non-kimia 

kurang efektif. Hama dan penyakit penting yang menyerang tanaman 

cabai merah yaitu  : 

- Ulat tanah (Agrotis sp). Ulat tanah menyerang dengan cara 

memotong batang muda. 

- Lalat buah (Dacus sp). Buah cabai yang terserang menjadi busuk dan 

rontok. 

- Ulat grayak (Spodoptera sp). Ulat ini menyerang daun dan buah 

cabai. 

- Trips (Thrips parvispinus) Gejala serangan pada daun ditandai 

dengan daun mengeriting dan berwarna keperakan. 

- Kutu daun persik (Myzus persicae). Kutu daun persik merupakan 

vektor penyakit virus.                                                                                      

- Penyakit busuk buah antraknose. Gejala awal berupa bercak coklat 

kehitaman pada buah, kemudian membusuk. 

- Penyakit bercak ungu (Cercospora sp). Serangan pada daun berupa 

bercak kecil yang berbentuk bulat kering dengan diameter 0,5 cm. 

Penyakit ini menyerang daun, batang dan tungkai buah. 

- Penyakit layu Fusarium. Gejala serangan ditandai dengan layunya 

daun bagian bawah, kemudian menyebar ke atas. Jaringan akar dan 

batang menjadi warna coklat. Jika dijumpai gejala serangan ini 

dilakukan eradikasi secara selektif. 

- Penyakit kompleks virus. Penyakit ini ditularkan oleh kutu daun, 

sehingga pengendalian vektornya lebih diutamakan. Tanaman yang 

menunjukkan gejala serangan penyakit virus sebaiknya dicabut lalu 

dimusnahkan. 

 

 

 

 

 

 

 

VII. PANEN DAN PASCA PANEN 

 

 

Panen pertama dilakukan pada umur 60-75 hari setelah tanam, 

dengan interval ± 3-7 hari. Buah yang dijual segar dipanen matang, 

sedangkan jika untuk dikirim dengan jarak yang jauh, buah dipanen 

matang hijau. Buah yang akan dikeringkan dipanen setelah matang 

penuh. 

Kemasan untuk cabai merah yang dikirim ke tempat yang jaraknya 

jauh berupa karung jala dengan kapasitas ± 50 kg atau kotak-kotak 

karton yang diberi lubang angin yang cukup. Tempat penyimpanan harus 

kering, sejuk, dan mempunyai sirkulasi udara yang cukup baik. 

Karakteristik kualitas cabai merah yang dikehendaki oleh konsumen 

rumah tangga maupun lembaga yaitu  : 

• warna buah merata dan tua, 

• kekerasan buah sedang – keras, 

• bentuk buah memanjang (± 10 cm), 

• diameter buah sedang (± 1,5 cm), dan 

• permukaan buah halus dan mengkilap. 

 

 

 

 

 

 

 

VIII. PENANAMAN CABAI DI LUAR MUSIM (“OFF-SEASON”) 

 

 

Masalah utama penanaman cabai merah di luar musim (musim 

penghujan) yaitu  faktor cuaca yang kurang mendukung bagi 

pertumbuhan tanaman cabai merah dan adanya serangan hama atau 

penyakit yang tinggi, sehingga dapat mengurangi kualitas dan kuantitas 

hasil.  Untuk mengatasi hal ini  dapat dilakukan beberapa cara 

penanaman, yaitu : 

a)  Penanaman cabai merah dengan penggunaan mulsa plastik perak 

hitam dan naungan/atap plastik transparan. Dari hasil penelitian 

didapatkan bahwa penanaman cabai merah di musim hujan dengan  

naungan plastik dan mulsa plastik hitam memberikan hasil tertinggi 

(Tabel 10). 

 

Tabel 10. Produksi cabai merah pada pertanaman di luar musim (musim 

hujan) di dataran tinggi Lembang 

 

Perlakuan Produksi (t/ha) 

Tanpa naungan + tanpa mulsa 2,01 

Mulsa jerami 2,01 

Mulsa plastik hitam 5,06 

Naungan plastik + mulsa jerami 4,28 

Naungan plastik + mulsa plastik hitam 9,18 

 

 

b) Penanaman cabai merah dalam kultur agregat hidroponik dengan  

naungan/ atap plastik transparan. Penanaman cabai merah 

dilakukan dalam kantung plastik (“polybag”) hitam yang berisi media 

tumbuh berupa campuran pasir dan arang sekam padi (1:1). Untuk 

larutan hara digunakan larutan pupuk NPK 16-16-16 (2 g/l air) yang 

31 

disiramkan pada media tumbuh dengan volume 300-600 ml per 

tanaman, setiap 3 hari. Di samping itu, pupuk pelengkap cair (PPC) 

Metalik (1 cc/l) diberikan dengan cara disemprotkan pada tanaman 

(