pisang 9

 






Tanaman pisang beranga merupakan salah satu tanaman buah yang 
menjadi unggulan dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan berasal dari 
Kabupaten Ende. Tanaman ini banyak diminati warga dan telah 
memberi  kontribusi yang jelas terhadap pembangunan ekonomi warga 
di NTT karena harga jualnya yang cukup tinggi yaitu antara Rp. 6.000-Rp. 
12.500 per sisir (Distan NTT, 2005a).  
Pada tahun 2004 luas areal tanaman pisang beranga hanya 10% dari 
total 10.844 ha luas penanaman pisang secara keseluruhan di NTT. Menurut 
Kasubdin Program Data dan Evaluasi Dinas Pertanian Propinsi NTT, mulai 
tahun 2005 hingga tahun 2010 setiap tahunnya akan dikembangkan luas areal 
pisang beranga di 14 kabupaten dari 16 kabupaten yang ada di NTT sebesar 5%. 
Ada beberapa kabupaten yang memiliki  penambahan perluasan areal 
penanaman pisang beranga cukup tinggi yaitu Kabupaten Sumba Timur (22,39 
ha), TTU (21,12 ha), Ende (17,61 ha), Ngada (14,75 ha), dan Kupang (12,12 ha). 
Dari hasil pengamatan sementara, pisang beranga yang ditanam di luar 
Kabupaten Ende seperti Sikka, Ngada, Flores Timur dan Kupang memiliki 
penampilan yang hampir sama (Arifin, dkk., 2004; Distan NTT, 2005b). Usaha 
pengembangan areal penanaman yang akan dilaksanakan pemerintah area   
selama beberapa tahun mendatang tentu perlu mempertimbangkan jumlah bibit 
yang cukup, pola budidaya yang baik dan pemilihan areal pengembangan yang 
sesuai. 
Dengan adanya peningkatan luas areal penanaman pisang beranga diharapkan 
dapat meningkatkan Pendapatan Asli area  (PAD) bagi pemerintah area  maupun bagi 
warga (khususnya petani pisang beranga), serta berpeluang untuk pengembangan 
kewirausahaan dan lapangan kerja baru.  
Dalam rangka mendukung program pengembangan yang dicanangkan pemerintah, 
dilakukan studi  ini untuk mengetahui area  penanaman yang menghasilkan 
produksi dan kualitas pisang beranga terbaik serta memperoleh teknik perbanyakan 
tanaman yang tepat untuk diterapkan di area  pengembangannya. 
  studi  ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi ekologi untuk pertumbuhan 
dan menentukan kesesuaian lahan terutama untuk budidaya tanaman pisang yang baik 
serta mendata karakter agronomis dan karakter molekuler tanaman pisang beranga yang 
tumbuh pada berbagai kondisi ekologi ini  

studi  dilaksanakan di lima kabupaten yaitu Kabupaten Ende, Sikka, Sumba 
Timur, Timor Tengah Utara (TTU) dan Kupang. Di Kabupaten Ende, yaitu Desa Ndito dan 
Lokoboko, di Kabupaten Sikka, yaitu Desa Nelle Orang dan Bloro, di Kabupaten Sumba 
Timur yaitu Kota Waingapu, Desa Temu dan Kawangu, di Kabupaten TTU di Kota Kefa, 
sedangkan Kabupaten Kupang yaitu Desa Baumata, Noelbaki dan Tanah Merah.  
Prosedur studi  
Penentuan lokasi pertanaman pisang Beranga dilakukan berdasar  area  
sebaran yang memiliki  perluasan areal cukup tinggi seperti dilaporkan Distan NTT 
(2005a) (yaitu Kabupaten Sumba Timur, TTU, Ende, Kupang) dan yang memiliki 
keseragaman fenotip seperti area  asal (Kabupaten Ende), yaitu Kabupaten Sikka, dan 
Kupang. 
 Pendataan tanah dan iklim menggunakan teknik observasi, wawancara/kuesioner 
dan analisis (tanah dan tanaman). Setelah mengambil data di lima kabupaten dilanjutkan 
dengan pengujian laboratorium. Karakterisasi morfologi tanaman pisang beranga (batang 
semu, daun, bunga/jantung dan buah) dilaksanakaan untuk menentukan tanaman pisang 
beranga yang berkualitas paling baik berdasar  segi fenotipe. 
 
 Karakterisasi molekuler dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan 
secara genetik akibat penyebaran tanaman pisang beranga. Sampel yang dipakai  (daun) 
dianalisis dengan menggunakan analisis SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate 
Polyacrilamide gel Electrophoresis).  

Penentuan Lokasi studi  
Penentuan lokasi studi  pada 5 (lima) kabupaten yaitu Kabupaten Ende, Sikka, 
Sumba Timur, Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU). Kelima kabupaten ini  
dipilih didasarkan pada data perluasan areal dari Distan NTT dan keseragaman 
fenotip. Pada setiap kabupaten ditentukan dua desa, kecuali Kabupaten TTU 
hanya ada satu. Desa tujuan merupakan area  pengembangan atau petani  
yang telah melakukan penanaman pisang beranga dalam jumlah yang cukup. 
Penentuan ini  diharapkan dapat mengetahui lingkungan pertumbuhan 
tanaman pisang beranga yang tepat sehingga tanaman ini  dapat 
berproduksi dengan kualitas hasil yang lebih baik. 
Kabupaten Ende merupakan area  asal dan sentral tanaman pisang 
beranga, di Desa Ndito dan Lokoboko ada  perluasan areal penanaman 10 
ha di masing-masing kecamatan yang telah dilakukan sejak 2005, sehingga 
pada saat pengambilan data tanaman telah menghasilkan buah. Kabupaten 
Sikka, di Desa Nelle Orang dan Bloro masing-masing 10 ha yang telah dilakukan 
sejak 2006, sehingga pada saat pengambilan data tanaman juga telah 
menghasilkan buah. Kabupaten Sumba Timur telah dilakukan penanaman pada 
awal tahun 2007, sehingga pada saat pengambilan data tanaman baru berumur 
± 3 bulan (tinggi 50-100 cm) di Desa Temu, dan Kawangu, tetapi ada petani yang 
telah membudidayakan tanaman pisang beranga sebanyak 10-30 rumpun di 
Desa Kambaniru, Radamata dan Temu. Kabupaten Kupang juga yang telah 
dilakukan penanaman sejak 2006, sehingga pada saat pengambilan data 
tanaman juga telah menghasilkan buah. Sedangkan Kabupaten TTU baru akan 
dilakukan pada tahun 2008 namun ada petani yang telah membudidayakan 
tanaman pisang beranga sebanyak 5-10 rumpun di Desa Benpasi dan Kefa 
Selatan.  
Setiap kabupaten memiliki perbedaan terutama cara budidaya sehingga 
produksi dan kualitas yang dihasilkanpun berbeda. area  yang memiliki  
produksi dan kualitas yang baik akan diinformasikan pada warga luas 
guna memperbaiki budidaya tanaman pisang beranga yang ada di area  
setempat.  
Pendataan 
Tanaman pisang beranga dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada pH tanah 
5,8-6,4. berdasar  hasil studi  diketahui bahwa jumlah kepemilikan 
tanaman pisang setiap petani di lima kabupaten beragam tergantung dari luas 
lahan dan minat penanaman tanaman pisang beranga.. Asal bibit pisang 
beranga setiap petani juga bervariasi dari pemberian keluarga atau rekan 
sampai bantuan dari dinas karena adanya program perluasan lahan khusus 
untuk pisang beranga. Jenis bibit yang dipakai  berbeda sebagian besar dari 
anakan tetapi juga ada yang dari bonggol. berdasar  informasi dari petani di 
Nelle Orang penanaman dengan bonggol sering ada  penyakit yang dikenal 
dengan penyakit daun menguning. Perluasan areal penanaman pisang beranga 
mulai tahun 2005 hingga tahun 2010 setiap tahunnya ditingkatkan sebesar 5% 
di 14 kabupaten. Perluasan areal ini  telah disesuaikan dengan kondisi 
lingkungan tumbuh tanaman pisang beranga seperti kandungan hara, dan lain-
lain.  
Gambar 1 menunjukkan bahwa antara kandungan hara N dan kadar air 
dengan penampakan vegetatif tanaman menunjukkan keterkaitan, dimana pada 
area  yang kandungan N tinggi menampilkan pertumbuhan vegetatif tanaman 
yang lebih baik dibandingkan dengan area  yang kandungan N totalnya 
rendah. Hal ini ditunjukkan oleh penampilan tinggi tanaman, lingkar batang dan 
jumlah daun tanaman pada area  yang memiliki N total tinggi yang relatif lebih 
baik dari pada penampilan tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah daun  
tanaman pada area  yang N totalnya 
rendah. Pengecualian pada beberapa 
area  yang kadar airnya rendah, 
penampilan vegetatif tanaman cenderung 
rendah walaupun kandungan N totalnya 
tinggi. Rendahnya kadar air tanah 
memicu  N tanah menjadi kurang 
tersedia bagi tanaman.  
Gambar 2 menunjukkan bahwa 
kandungan C-organik dan kadar air tidak 
menujukkan perbedaan yang mencolok 
pengaruhnya pada umur berbunga dan 
umur panen tanaman pisang beranga. 
Namun di Desa Baumata memiliki  
umur berbunga yang lebih cepat 
sehingga umur panen pun menjadi cepat 
tetapi tidak mengubah waktu masak 
buah. Hal ini diduga akibat ruang pori 
tanah di area  Baumata sangat rendah, 
walaupun penambahan unsur hara baik 
berupa pupuk organik maupun pupuk 
kimia serta pemberian air secara 
kontinyu, namun kepadatan tanah yang 
tinggi memicu  tanaman sangat 
terbatas dalam mengembangkan 
perakaran. Kondisi demikian 
memicu  tanaman mengalami 
cekaman hara. Akibatnya tanaman 
mengalami stres dan cenderung 
mempercepat siklus hidupnya, salah 
satunya dengan mempercepat umur 
berbunga.  
Gambar 3 menunjukkan bahwa 
kandungan hara N, P, dan K yang tidak 
selalu menghasilkan buah yang 
produksinya tinggi dan berkualitas 
seperti halnya di Desa Benpasi, dimana 
kandungan bahan organiknya tinggi 
tetapi kadar airnya rendah. Kadar air 
tanah ternyata sangat berpengaruh pada 
pertumbuhan dan perkembangan 
tanaman.  kekurangan 
air dapat memicu  penutupan 
stomata yang akan mengurangi 
pengambilan CO2 dan produksi berat 
kering tanaman. Dengan kata lain, 
kekurangan air pada fase vegetatif dapat 

menurunkan laju fotosintesis, sedang pada fase 
pembungaan dan pembuahan dapat 
menurunkan kualitas dan kualtitas buah. 
Karakterisasi Agronomis Tanaman Pisang 
Beranga 
Karakteristik morfologi tanaman pisang 
beranga di lima kabupaten tidak ada perbedaan 
yang spesifik. Perbedaan yang ada dipicu  
oleh adanya perbedaan pada cara budidaya.  
Bibit yang dipakai  sebagian besar 
adalah anakan, sedangkan bonggol dipakai  
hanya di beberapa area . Dengan adanya 
pengembangkan luas areal pisang beranga 
sebesar 5% (Distan NTT, 2005b), maka 
diperlukan ketersediaan bibit dalam jumlah 
yang cukup banyak. 
Penanaman yang biasa dipakai  
adalah sistem tumpang sari dengan tanaman 
perkebunan (seperti kelapa, mangga, kakao, 
kopi dan lain-lain) atau tanaman pangan dan 
sayuran. Tetapi sistem penanaman dengan 
tanaman pangan dan sayuran, tanaman pisang 
beranga dipakai  sebagai tanaman sela atau 
tanaman pinggir. 
Pemeliharaan yang dilakukan adalah 
penyulaman, pengairan, penyiangan, 
pemupukan dan pengendalian hama penyakit. 
Penyulaman dilakukan jika dalam penanaman 
ada tanaman yang mati, tetapi kematian 
tanaman saat penanaman tidak pernah terjadi 
karena penanaman dilakukan pada musim 
penghujan. Penyiangan biasa dilakukan jika 
ada rerumputan yang tumbuh disekitar area  
penanaman, bagian tanaman yang kering dan 
khusus di Baumata daun yang pecah-pecah 
akibat terpaan angin dan yang baru mulai 
menguning, dipangkas, tetapi tidak semua 
area  sampel melakukan penyiangan. 
Pengairan, pada area -area  tertentu hanya 
mengandalkan hujan tetapi ada juga yang melakukan pengairan dengan sistem 
irigasi parit 1-2 kali seminggu dan ada juga yang menggunakan bambu yang 
ditempel pada tanaman sebagai wadah air untuk pengairan pisang (di Ndito). 
Dalam pemupukan, pupuk kandang dipakai  hampir di semua area  sebagai 
sumber hara bagi tanaman pisang beranga yang ditanam dan hanya di beberapa 
area  yang menambahkan mikorhiza (di Tanah Merah), pupuk cair (khususnya 
Super ACI di Lokoboko dan Baumata), pupuk Urea (di Lokoboko, Kawangu, 
Tanah Merah, Baumata dan Noelbaki), TSP atau SP36, KCl (di kabupaten 
Kupang (Tanah Merah, Baumata dan Noelbaki)). Pengendalian hama dan 

penyakit, hanya dilakukan di area -area  tertentu. Hama ulat daun (di Ndito, 
Lokoboko, Bloro dan Baumata), keong (di Bloro) tidak dilakukan dipengendalian. 
Sedangkan penyakit daun menguning (di Ndito dan Lokoboko) dan busuk batang 
(di Baumata) dilakukan pengendalian secara mekanis dengan memotong bagian 
tanaman yang sakit, gulma (di Noelbaki) dikendalikan dengan herbisida, dan 
untuk mencegah penyakit layu Fusarium di Boloro dipakai  Trichoderma sp. 
Maka, upaya pengendalian hama dan penyakit belum sepenuhnya mendapat 
perhatian secara serius karena belum ada hama atau penyakit yang 
memerlukan perhatian khusus. 
Penanganan buah sebelum dan sesudah panen dilakukan secara 
tradisional. Pada saat buah mulai terbentuk umumnya dilakukan dengan 
memotong jantung setelah tangkai buah tidak menghasilkan sisir pisang lagi. 
Menjelang tua ada beberapa area  yang melakukan pembungkusan tandan 
untuk menghindari serangan hama seperti kera. Setelah buah tua tetapi belum 
masak, buah dipanen dengan cara memotong tangkai tandan buah dan 
memotong pohonnya kemudian dilakukan pemeraman atau pengasapan. Cara 
pemeraman setiap area  berbeda; ada yang dibiarkan begitu saja di tempat 
pemeranan, ada yang hanya ditutupi dedaunan tetapi ada juga yang disimpan 
disuatu tempat di ruang pemeraman. Cara pengasapan hanya dilakukan di 
area  tertentu dan musim tertentu dengan cara dibuat lubang dan ditutupi 
dengan dedaunan kemudian ditimbun dengan tanah dan diberi cerobong dari 
bambu. 
Setelah panen atau buah masak, dilakukan pemasaran. Adapun rantai 
pemasarannya adalah dijual langsung ke konsumen tetapi ada juga yang melalui 
distributor. Harga per sisir antara Rp. 2.500-10.000 tergantung besar kecilnya 
sisir buah pisang beranga. 
Karakterisasi Molekuler 
Elektroforesis pada dasarnya adalah pemisahan protein terlarut atau 
molekul bermuatan lainnya dalam medan listrik. Campuran enzim ditempatkan 
dalam larutan penyangga atau medium lembar seperti lapisan gel pati atau 
kolom atau lembar gel polaakrilamida, yang dibasahi dengan penyangga pada pH 
tertentu. Enzim berpindah pada medan listrik, jaraknya tergantung pada 
muatan neto dan ukurannya. Setelah berpindah, kedudukannya dan gel dapat 
dideteksi dengan adanya area  berwarna pada gel. Enzim ini  disebut 
isozim atau isoenzim yaitu enzim yang dapat bereaksi dengan substrat yang 
sama dan mengubahnya menjadi produk yang sama. Setiap organisme dapat 
memiliki  isozim yang berbeda yang merespon terhadap lingkungan artinya 
jika lingkungan berubah, isozim yang paling aktif dalam lingkungan ini  
dapat melaksanakan fungsinya dan membantu organisme ini  untuk 
bertahan hidup .
 
 
Adapun hasil elektroforesis 
dengan metode SDS-PAGE 
diidentifikasi bahwa molekul 
protein dilakukan dengan 
menggunakan Resolving gel 12 % 
diperoleh total 24 band protein 
(Gambar 4 dan 5). berdasar  
hasil elektroforesis dengan 
metode SDS-PAGE dapat 
diperoleh dengan jelas persamaan 
dan perbedaan akibat adaptasi 
lingkungan tempat tumbuhnya. 
Ada 9 band (band 1, 5, 6, 7, 8, 
10, 13, 15 dan 22) yang 
mencirikan persamaan kelompok 
pisang beranga. Pisang beranga 
yang berasal dari Ndito 
dipakai  sebagai pembanding. 
Di Ndito mirip dengan Baumata karena sama-sama tidak memiliki  
band 3, 16, 17, 18, 19, 20, 21; tetapi di Baumata memiliki  band 4 sedang 
Ndito tidak. Di Nelle Orang tidak memiliki  band 12, sedang di Benpasi dan 
Kefa Selatan sama-sama tidak memiliki  band 11. Hanya di Nelle Orang tidak 
memiliki  band 12 dan di 
Benpasi tidak memiliki  band 
14. Band 17, 18, hanya dimiliki 
di Lokoboko, Bloro dan Kefa 
Selatan. 
Keberadaan band 11 (40,5 
kDa), 12 (36 kDa), 14 (33 kDa), 
17 (26 kDa) dan 18 (25,5 kDa) 
atau ketidak-keberadaan band 
ini  merupakan band 
spesifik yang membedakan 
pisang beranga asal Ndito 
dengan pisang beranga yang 
ditanam di luar lingkungan, 
yang kemungkinan dipicu  
oleh pengaruh lingkungan. 
Kehadiran dan tebal tipisnya 
band kemungkinan merupakan respon tanaman terhadap adaptasi lingkungan 
tempat tumbuhnya.  
Band protein tersusun dari satu atau lebih rantai polipeptida, yang terdiri 
dari ratusan asam amino. Tebal tipisnya band protein yang terbentuk 
tergantung dari jenis, jumlah dan urutan asam amino. Hal inilah yang 
memicu  adanya perbedaan fungsi biologis dan biokimia dari setiap band 
protein yang terbentuk. Oleh karena itu keberadaan band protein merupakan 
hasil dari reaksi atau proses biokimia yang terbentuk antara tanaman dengan 
lingkungan tempat tumbuhnya, sehingga menentukan bentuk dan fungsi 
(fenotipe) tumbuhan. Bentuk dan fungsi (fenotipe) tumbuhan merupakan hasil 
sama dan mengubahnya menjadi produk yang sama.  Setiap organisme 
dapat memiliki  isozim yang berbeda yang merespon terhadap lingkungan 
artinya jika lingkungan berubah, isozim yang paling aktif dalam lingkungan 
ini  dapat melaksanakan fungsinya dan membantu organisme ini  
untuk bertahan hidup .

Gambar 4.  Profil Protein  Daun Pisang Beranga 1  Noelbaki (Kupang), Benpasi (TTU), 
Tanah Merah (Kupang), Kefa Selatan (TTU), Nelle Orang (Sikka), dan 
Baumata (Kupang) 
Keterangan: 1 = Noelbaki, 2 = Benpasi, 3 = Tanah Merah, 4 = Kefa Selatan, 5 = Nelle 
Orang, 6 = Baumata 
Adapun hasil elektroforesis dengan metode SDS-PAGE diidentifikasi 
bahwa molekul protein dilakukan dengan menggunakan Resolving gel 12 % 
diperoleh total 24 band protein (Gambar 4 dan 5; Lampiran 6, 7 dan 8).  
berdasar  hasil elektroforesis dengan metode SDS-PAGE dapat diperoleh 
dengan jelas persamaan dan perbedaan akibat adaptasi lingkungan tempat 
tumbuhnya.  Ada 9 band (band 1, 5, 6, 7, 8, 10, 13, 15 dan 22) yang mencirikan 
persamaan kelompok pisang beranga.  Pisang beranga yang berasal dari Ndito 
dipakai  sebagai pembanding. 
 
Gambar 4.  Profil Protein  Daun Pisang Beranga 1  
Noelbaki (Kupang), Benpasi (TTU), Tanah 
Merah (Kupang), Kefa Selatan (TTU), 
Nelle Orang (Sikka), dan Baumata 
(Kupang). Keterangan: 1 = Noelbaki, 2 = 
Benpasi, 3 = Tanah Merah, 4 = Kefa 
Selatan, 5 = Nelle Orang, 6 = Baumata 
persamaan kelompok pisang beranga.  Pisang beranga yang berasal dari 
Ndito dipakai  sebagai pembanding. 
  
                    
Gambar 5.  Profil Protein  Daun Pisang Beranga 2  Ndito (Ende), Temu (Sumba Timur), 
Lokoboko (Ende), Bloro (Sikka), Kambaniru dan Redamata (Sumba Timur) 
Keterangan: 1 = Ndito, 2 = Temu, 3 = Lokoboko, 4 = Bloro, 5 = Kambaniru, 6 = Radamata 
Di Ndito mirip dengan Baumata karena sama-sama tidak memiliki   
 
Gambar 5.  Profil Protein  Daun Pisang Beranga 2  Ndito 
(Ende), Temu (Sumba Timur), Lokoboko 
(Ende), Bloro (Sikka), Kambaniru dan 
Redamata (Sumba Timur). Keterangan: 1 = 
Ndito, 2 = Temu, 3 = Lokoboko, 4 = Bloro, 5 = 
Kambaniru, 6 = Radamata 
  

 
dari informasi yang disandi dalam urutan DNA-genom dan dari interaksinya 
dengan lingkungan 
Protein merupakan bagian utama dari struktur setiap enzim. Molekul 
protein terdiri dari ribuan atom dan satuan dasar penyusun protein adalah 
asam amino. Setiap asam amino mengandung karbon, hidrogen, oksigen, 
nitrogen dan belerang. Komposisi dan ukuran tiap protein bergantung pada 
jenis, jumlah dan urutan dalam subunit asam aminonya Protein memiliki  peranan penting dalam organisasi 
struktur dan fungsional dari sel. Protein struktural menghasilkan beberapa 
kombinasi sel dan beberapa bagian diluar sel seperti kutikula, dll. Sedangkan 
protein fungsional (misalnya enzim dan hormon) mengawasi hampir semua 
kegiatan metabolisme, biosintesa, pertumbuhan pernafasan dan 
perkembangbiakan dari sel 
Tumbuhan yang memiliki  susunan genetik serupa, tetapi wujudnya 
berbeda dipicu  oleh lingkungan alam yang beragam, memicu  
timbulnya ekofen. Lingkungan dapat menghasilkan banyak ekofen yang berbeda 
dari segala turunan genetik yang seragam. Berbagai efek seperti suhu, cahaya, 
unsur hara dan faktor lain berpengaruh terhadap pertumbuhan dan 
perkembangan tumbuhan..
menemukan bahwa perbedaan genetik dalam spesies yang diambil dari area  
sebaran yang berbeda, maka pada lingkungan yang berbeda akan memberi  
tekanan seleksi yang berbeda, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan 
kompisisi genetik yang secara langsung berkorelasi dengan geologis .
Maka, fenotipe adalah hasil kegiatan semua gen dan interaksinya dengan 
lingkungan ,. Kebanyakan sifat fenotipe dipengaruhi oleh sejumlah 
gen yang berlainan. Fenotipe suatu organisme juga dipengaruhi oleh lingkungan 
yang didalamnya gen-gen ini  diungkapkan . Kondisi 
lingkungan yang sangat dipengaruhi fenotipe adalah: 
1) Tanah yaitu keadaan air tanah (dimana tanaman memerlukan drainase dan 
aerase yang baik untuk pertumbuhannya), pH tanah dan kesuburan tanah 
(yaitu tanah yang gembur, subur serta banyak mengandung bahan organik 
sehingga mempermudah akar menyerap air dan unsur hara yang dibutuhkan 
selama pertumbuhannya). 
2) Iklim yaitu cahaya/sinar matahari, mempengaruhi laju dari proses 
fotosintesis yang dilakukan tanaman, suhu, dan curah hujan. 
Misalnya: Laju fotosintesis tanaman yang tumbuh di berbagai area  
sangatlah berbeda. Perbedaan ini dipicu  oleh keragaman cahaya, suhu 
dan ketersediaan air, tetapi setiap spesies menunjukkan perbedaan yang 
besar pada kondisi yang optimum bagi tanaman ini . Setiap spesies 
tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang kaya sumberdaya memiliki  
kapasitas fotosintesis yang jauh lebih tinggi dibandingkan  spesies yang tumbuh 
pada lingkungan dengan persediaan air, hara dan cahaya yang terbatas. 
3) Cara budidaya 
Pemilihan bibit, penanaman dan pemeliharaan 
 
Ketiga kondisi lingkungan ini  dapat mempengaruhi keberadaan 
band protein. Selain fenotipe, faktor genetik juga memiliki  keterbatasan 
dalam beradaptasi. Perubahan ini  ditunjukkan adanya perubahan pada 
 
 
 
 
sintesa protein sebab sebagian besar nitrogen yang ada pada tumbuhan ada  
pada protein. Di daun sekitar ½ dari protein berada di kloroplas 
Karakter protein dari setiap band protein yang terbentuk pada gel 
tergantung dari jenis, jumlah dan urutan asam amino, sehingga band protein 
yang terbentuk dapat berbeda baik keberadaannya maupun tebal tipisnya band. 
Pada band protein yang berbeda jumlah asam amino, akan memiliki  berat 
molekul yang berbeda. Jumlah total subunit asam amino sangat beragam pada 
protein yang berbeda sehingga bobot molekul protein juga beragam. Sebagian 
besar protein tumbuhan yang telah dicirikan memiliki  bobot molekul lebih 
dari 40.000 gr/mol atau 40.000 Dalton (Da) atau 40 kDa. Misalnya feredoksin, 
protein yang terlibat dalam proses fotosintesis memiliki  berat molekul sekitar 
11,5 kDa, sedangkan ribulosa bisfosfatkarboksilase (rubisco), yaitu enzim 
fotosintesis lainnya memiliki bobot molekul lebih dari 500 kDa. Rubisco terdiri 
dari 8 rantai polipeptida pendek yang identik satu dengan yang lain dan 8 rantai 
polipeptida panjang yang identik satu dengan yang lain ,
Untuk mengetahui peran band atau band protein yang terbentuk perlu 
dilakukan pemetaan asam-amino terhadap band protein ini . Namun pada 
studi  ini tidak dilakukan pemetaan asam-asam amino, sehingga tidak dapat 
menjelaskan peran dari masing-masing band protein. Peran band paling tidak 
dapat diketahui dari marker protein, yaitu Myosin (200 kDa), β-galaktosa 
(116,25 kDa), Phosphorilase b (97,4 kDa), Serum albumin (66,2 kDa), Ovalbumin 
(45 kDa), Carbonic anhydrase (31 kDa), Trypsin inhibitor (21,5 kDa), Lysozime 
(14,4 kDa) dan Aprotinin (6,5 kDa). Misalnya Lysozime adalah enzim yang dapat 
merombak dinding polisakarida dari sejumlah bakteri sehingga dapat 
memberi  perlindungan terhadap infeksi. 
 
Ada beberapa area  yang pemeliharaan secara intensif terutama 
pengairan, penyiangan dan pemangkasan, pemupukan dan pengendaliaan hama 
penyakit. Sehingga walaupun kondisi lingkungan kurang menguntungkan bagi 
perkembangan tanaman namun dapat meningkatkan produksi dan kualitas 
buah. Selain itu, ditemukan kemiripan band pada pisang beranga dari Ndito dan 
Baumata, juga ditemukan keberadaan atau ketiadaan band spesifik pada pisang 
beranga dari area  Nelle Orang, Benpasi, Lokoboko, Bloro dan Kefa Selatan. 
Keberadaan band 11 (40,5 kDa), 12 (36 kDa), 14 (33 kDa), 17 (26 kDa) dan 18 
(25,5 kDa) atau ketidak-keberadaan band ini  merupakan band spesifik 
yang membedakan pisang beranga asal Ndito dengan pisang beranga yang 
ditanam di luar lingkungan. berdasar  kondisi ekologi dari area  sebaran 
bahwa tanaman pisang beranga dapat ditanam baik di dataran rendah maupun 
dataran tinggi namun khusus area  yang memiliki  kadar air cenderung 
rendah diperlukan adanya peningkatan dalam cara budidaya terutama cara 
pengairan dan pemupukan.