hormon tumbuhan 1
By busukx.blogspot.com at Desember 29, 2023
hormon tumbuhan 1
Hormon berasal dari salah satu kosakata bahasa Yunani (bahasa Gerika) yakni Hormein yang berarti menggerakan. Adapula yang mengartikan hormon sebagai chemical messanger (pembawa pesan kimia). Hormon merupakan senyawa organik yang diproduksi oleh suatu bagian tubuh dalam konsentrasi kecil dan diangkut kebagian lain yang nantinya dapat mempengaruhi sel ataupun organ target sebagai bentuk dari tanggapan fisiologis. Hormon berperan dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Kata hormon awalnya hanya dipakai untuk menganalogikan fungsi dari hormon yang ada pada hewan oleh ahli fisiologi hewan. Para ahli itu mengartikan hormon sebagai senyawa organik yang dapat bekerja secara efektif dalam konsentrasi rendah, diproduksi dalam suatu sel tertentu dan diangkut kebagian lain dalam tubuh organisme yang nantinya akan memicu perubahan fisiolgis. Para ahli fisiologi hewan mengartikan hormon sebagai senyawa-senyawa ataupun ion-ion organik yang bukan merupakan nutrisi yang dapat bekerja secara aktif dalam konsentrasi rendah. Intinya hormon merupakan zat yang dapat menggerak-gerakan (tigger) suatu perubahan metabolisme sebagai bentuk dari tanggapan fisiologis (Liu, 2012). Berikut adalah beberapa istilah yang biasa dipakai dalam kajian --- : --- (fitohormon) merupakan senyawa organik (non-nutrisi) yang disintesis pada bagian tertentu disuatu tanaman lalu ditranslokasikan ke bagian lain pada tanaman . Bagian tanaman yang ditranslokasikan itu akan memberi tanggapan baik secara fisiologis,
2 morfologis maupun biokimia. Namun, senyawa ini hanya aktif dalam jumlah yang kecil (umumnya <1mM, tergantung pada spesies tanaman). Zat pengatur tumbuh (plant growth regulator) merupakan senyawa organik (non- nutrisi) yang mampu mendorong-dorong maupun mengambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara kualitatif. Senyawa ini aktif dalam konsentrasi rendah (umumnya <1mM, tergantung pada spesies tanaman). Inhibitor merupakan senyawa organik yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan tidak mampu mendrong pertumbuhan tanaman pada konsentrasi berapapun (Taiz and Zenger, 2006). Hormon-hormon pada hewan dapat dikoleksi dalam jumlah banyak dan dapat diidentifikasi dengan mudah sebab sistem sirkulasi dari hewan yang lebih teratur. Konsep hormon dari para ahli fisiologi hewan inilah yang lalu menjadi patokan bagi para ahli fisiologi tanaman . Beberapa zat yang ada pada tanaman memiliki sifat yang sama dengan beberapa zat yang ada pada hewan. Sehingga para ahli yakin untuk meggunakan kata “fitohormon” untuk menyebut hormon yang ada pada tanaman . Konsep hormon pada hewan berbeda dengan konsep hormon pada tanaman . Hormon pada tanaman dihasilkan dari jaringan non-spesifik (biasanya berupa jaringan yang bersifat maristematik) saat mendapatkan rangsangan. ini tentu berbeda dengan hormon pada hewan, hormon pada hewan diproduksi pada suatu jaringan khusus berupa kelenja buntu atau endokrin. Translokasi --- melalui sitoplasma atau ruang antar sel, dengan kata lain penyebaran dari --- tidak selalu melalui sistem pembuluh (meskipun ada sistem transpor fitohormon melalui xylem dan floem).
3 Dalam kehidupan bermasyarakat banyak yang menyamakan zat pengatur tumbuh (ZPT) dengan istilah fitohormon, nutrisi dan vitamin. Padahal keempat sebutan itu berbeda. 1. Zat Pangatur Tumbuh (ZPT/Plant Growth Regulator) merupakan senyawa organik non-nutrisi pada tanaman yang aktif berkerja dalam merangsang, menghambat atau mengubah pertumbuhan dan perkembangan dari suatu tanaman pada konsentrasi yang rendah. pertumbuhan dan perkembangan itu bisa secara kualitatif maupun secara kuantitatif. ZPT ini bisa dihasilkan langsung dari tanaman (endogen) ataupun diberikan dari luar berupa sintetik (eksogen). 2. Fitohormon adalah senyawa organik non-nutrisi yang diproduksi pada bagian tertentu dari tanaman, ditranslokasikan ke bagian lain lalu dapat memberi tanggapan khusus baik itu tanggapan fisiologis, biokimia maupun morfologis. 3. Nutrisi adalah unsur senyawa kimia yang diperlukan oleh tanaman untuk proses metabolisme dan pertumbuhan . 4. Vitamin adalah senyawa organik yang diproduksi pada bagian tertentu oleh suatu tanaman dan aktif bekerja pada bagian itu juga (tidak terjadi translokasi) dalam jumlah yang kecil. berdasar pengertian dari beberapa istilah itu maka vitamin dan nutrisi (misalnya gula) tidak termasuk dalam --- (fitohormon). pemakaian isitlah zat pengatur tumbuh (ZPT/ Plant Growth Regulator) dipakai oleh para ahli dibidang fisiologi tanaman untuk menyebut hormon pada tanaman . Isilah ini dapat mencakup hormon endogen maupun hormon eksogen. Hormon pada tanaman dapat dihasilkan dari individu itu sendiri (hormon endogen) maupun dapat diberikan dari luar individu (hormon eksogen). Bahan kimia sintetik yang dapat memberi
4 tanggapan yangs sama dengan fitohormon alami dikenal dengan isitilah hormon eksogen (Widiyati, 2016). Hormon adalah senyawa organik non-nutrisi yang aktif dalam konsentrasi rendah (sekitar 10-6-10-5Mm), disintesis pada suatu bagian tertentu pada tanaman dan lalu diangkut ke bagian lain pada tanaman yang nantinya dapat memberi tanggapan secara biokimia, morfologis maupun fisiologis (Dewi, 2008). ZPT sangat diperlukan oleh tanaman sebagai medium dalam pertumbuhan dan perkembangannya. berdasar defisini itu , ciri-ciri dari hormon ialah sebagai berikut: 1. Merupakan senyawa organik hasil biosintesis tanaman itu sendiri, 2. Dapat ditranslokasikan kebagian tanaman yang lain 3. Tempat pembuatan (biosintesis) dan tempat bekerjanya berbeda 4. Aktif dalam konsentrasi yang rendah Hormon mempengaruhi dan mengontrol perkembangan tanaman . Hormon memiliki fungsi untuk mengatur metabolisme, pertumbuhan , maupun perkembangan. --- (fitohormon) dapat mempengaruhi laju pertumbuhan pda suatu bagian tertentu pada tanaman . Pada konsentrasi rendah, --- dapat menimbulkan efek fisiologis. Efek fisiologis itu muncul akibat adanya proses pertumbuhan dan perkembanagn pada tanaman. Hormon berperan sebagai regulator pertumbuhan yang sangat esensial. pertumbuhan dan perkembangan dari suatu tanaman disebabkan oleh rangkaian proses yang terjadi didalam sel, misalnya pembelaham, diferensiasi atau pemanjangan. Ketiga proses itu biasanya dipicu oleh faktor internal dari suatu tanaman yang berupa senyawa biokimia, seperti hormon dan enzim. Adanya pertumbuhan pada suatu tanaman tidak terlepas dari aktivitas pertumbuhan pada bagian lain ditanaman itu . ini
5 disebabkan sebab adanya senyawa kimia yang ditraspor (diedarkan) dari satu bagian ke bagian lain pada tanaman . Salah satu contoh dari senyawa itu adalah hormon. Hormon bukan merupakan senyawa metabolit antara ataupun hasil rekasi yang dipengaruhinya dan aktif dalam konsentrasi rendah. Beberapa jenis hormon ada yang berperan sebagai promoter (perangsang pertumbuhan dan perkembangan pada suatu tanaman) dan adapula sebagai inhibitor (penghambat pertumbuhan dan perkembanagn). Jadi selain mengatur pertumbuhan dan perkembangan, hormon juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Hormon dalam tanaman diibartkan sebagai koordinator dalam rangkai proses pertumbuhan dan perkembangan. Hormon itu mencakup hormon promoter (auksin, sitokinin, giberelin, etilen) maupun hormon inhibitor (asam absisat). Hormon-hormon itu dapat berkeja sendiri atau dalam keseimbangan antar hormon itu (semuanya tergantung pada sistem yang akan dipengaruhinya). Pemberian hormon eksogen tidak selalu memberi efek positif sebab hormon itu bisa mempengaruhi pertumbuhan yang tidak berkaitan ataupun mengganggu keseimbangan hormon endogen pada tanaman . Sehingga dalam pemberian hormon eksogen perlu memperhatikan konsentrasi hormon yang diberikan. Sebab konsentrasi berkaitan dengan tanggapan pertumbuhan yang akan terjadi. Umumnya hormon efektif dalam konsentrasi internal 1µM tapi kembali lagi pada spesies tanaman. Sebab kebutuhan akan hormon pada setiap spesies tanaman berbeda-beda. Hormon juga merupakan prekursor yang berperan dalam proses regulasi genetik. --- terbentuk juga dipicu oleh rangsangan dari lingkungan akibar bebreapa faktor (seperti suhu, keterseedia air, nutrisi,
6 cahaya dan lain sebagainya) dan dipengaruhi pula oleh musim. Hormon pada tanaman (fitohormon) merupakan bagian dari proses adapatasi maupun pertahanan yang dipakai oleh utmbuhan untuk menjaga dan mempertahkan kelangsungan hidup dari spesiesnya (jika dilihat dari segi evolusi). beberapa gen yang awalnya tidak aktif akan mulai berekespresi jika hormon pada tanaman sudah mencapai tingkatan tertentu. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa hormon merupakan senyawa organik non-nutrisi yang disintetis pada suatu bagian tanaman lalu ditranspor ke bagian lain pada suatu tanaman dan lalu akan memberi tanggapan . tanggapan yang diberikan tidak hanya bersifat memacu, sebab proses pertumbuhan ataupun diferensiasi justru terkadang terhambat oleh adanya hormon. (Campbell et al., 2008). Secara fisiologis, hormon pada tanaman (fitohormon) diartikan sebagai penyampai pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh siklus hidup tanaman , seperti perkecambahan, perakaran, pembungaan, pembuahan dan pertumbuhan . Ada 3 hal penting dalam sistem tanggapan yang perlu diperhatikan agar hormon dapat bekerja dalam jumlah submikromolar ataupaun mirkomolar guna mengendalikan aktivitas gen, yakni: 1. Jumlah dari hormon harus mencukupi dan tepat pada setiap sel. 2. Sel sasaran (sel yang tanggap terhadap hormon) harus bernar-benar mengenai hormon dan mengikat hormon itu secara erat. 3. Harus ada proses metabolik yang mengarah pada penguatan isyarat atau kurir bagi hormon. Proses metabolik itu biasanya dipicu oleh protein penerima.
Jenis-Jenis Hormon
Ahli Botani sudah menemukan 5 jenis hormon pada tanaman yakni hormon auksin, hormon Sitokinin, hormon Giberelin, Asam Absisat dan hormon Etilen. Menurut Kukerja et al (2004), auksin, sitokinin, giberelin dan etilen merupakan aktivator pertumbuhan dan perkembangan, sedang asam absisat merupakan inhibitor pertumbuhan dan perkembangan. berdasar fungsinya hormon pada tanaman terbagi menjadi 2 jenis, yaitu : a. Hormon yang berperan dalam pemicu pertumbuhan (misalnya: auksin, sitokinin, giberelin dan etilen). b. Hormon yang berperan dalam menghambat pertumbuhan (misalnya : asam abisasat). Selain itu ada pula hormon yang berperan dalam komunikasi pada tanaman (misalnya: asam jasmonat). studi terbaru berhasil menemukan molekul aktif yang dapat digolongkan kedalam zat pengatur tumbuh yakni golong penghambat pertumbuhan dan plyamin seperti spermidine dan putrescine ( Wiraatmajaya, 2017). berdasar beberapa studi homron tanaman dapat pula dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu : a. Hormon utama (Mayor) Hormon utama atau mayor ini merupakan kelompok terbesar dari hormon yang paling berpengaruh dalam merangsang pertumbuhan dari suatu tanaman. Contoh dari hormon ini diantaranya hormon auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan asam absisat. b. Hormon minor Hormon minor adalah kelompok hormon yang memiliki peran dalam proses pertumbuhan , komunikasi, fisiologi dan ketahanan dari tanaman .
8 Contoh dari hormon ini adalah asam jamonat, brassinosteroid, hormon peptida dan karrikin. Konsep hormon yang dihasilkan oleh tanaman sama hal nya dengan hewan. tanaman menghasilkan hormon dalam jumlah yang sedikit namun dapat memberi kerja yang efektif bagi sel target. Hormon dapat menstimulasi pertumbuhan dengan cara memberi sinyal kepada sel yang menjadi target untuk melakukan pembelahan atau dan pemanjangan. Selain itu, hormon juga memberi pengaruh dalam metabolisme dan perkembangan sel pada tanaman yakni dengan cara mempengaruhi lalu lintras tranduksi sinyal di sel targetnya. Pengaruh yang muncul berupa tanggapan seluler misalnya terbentuk ekspresi gen, mengahmbat atau mengaktivasi enzim ataupun mengubah membran. Pengaruh hormon pada setiap tanaman berbeda-beda tergantung pada masing-masing spesies tanaman , letak aksi hormon pada tanaman , konsentrasi dari hormondan tahap perkembangan dari tanaman nya. Dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari suatu tanaman, suatu hormon tidaklah dapat bekerja secara sendiri-sendiri diperlukan proporsi antara konsentrasi dari beberapa hormon lainlah yang berperan dalam mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tanaman itu . Setiap jenis dari fitohormon memberi pengaruh yang khas dan berbeda-beda namun tanggapan yang diberikan itu sangatlah kompleks. tanggapan yang diberikan dari setiap jenis fitohormon ini juga bergantung pada spesies tanaman, bagian tanaman, fase perkembangan dari tanaman tersbut, interkasi dengan jenis fitohomon lainnya dan pengaruh dari faktor lingkungan. ini sesuai dengan pendapat dari Sach (seorang ahli fisiologi tanaman ) yang menyatakan bahwa jika suatu jaringan diberikan zat kimia
9 yang s ama maka tanggapan yang diberikan akan berbeda-beda, tergantung pada jenis jaringannya. Berikut adalah beberapa jenis hormon dan fungsinya: Jenis Fitohormon Fungsi Utama Letaknya pada tanaman Auksin (1) Mempengaruhi petanaman , diferensiasi dan percabangan pada akar; (2) Mempengarui pemanjangan batang; (3) Mempengaruhi perkembangan buah; (4) Dominansi Apikal dan (5) Berkaitan dengan Phototropisme dan Geotropisme Maristem apikal (bagian ujung tunas), daun yang masih muda, dan embrio yang ada dalam biji. Sitokinin (1) mendorong-dorong sitokinesis (pembelahan sel); (2) mendorong-dorong pertumbuhan tanaman secara general; (3) Mendesak benih untuk melakukan perkecambahan; (4) Mempengaruhi diferensiasi dan pertumbuhan dari akar dan (5) Menunda terjadinya penuaan (senesen) pada tanaman. Pada embrio, akar dan buah. Sitokinin biasanya akan berpindah dari akar ke organ lainnya pada tanaman. Giberelin (1) Mempengaruhi Maristem apikal pada tunas
10 diferensiasi dan pertumbuhan dari akar; (2) mendorong-dorong biji untuk mengalami perkembangan; (3) perkembangan kucup; (4) pembungaan; (5) perkembangan buah; (6) mendorong-dorong pembungaan dan (7) perkembangan daun ujung dan akar, embrio dan daun muda. Etilen (1) Memicu terjadinya pematangan; (2) Antagonis dengan hormon auksin; (3) promotor dan inhibitor dalam perkembangan dan pertumbuhan dari organ-organ taaman (seperti akar, batang, daun dan bunga) Buah masak (matang), artikel -artikel pada batang dan daun yang senesen (mengalami penuaan). Asam Absisat (1) Merangsang stomata untuk tertutup pada kondisi cekaman kekurangan air; (2) Menghambat pertumbuhan dan (3) Mempertahankan benih dalam kondisi dormansi Daun, batang, akar dan buah yang berwarna hijau. Tabel 1. --- (fitohormon) bedan fungsi dan letaknya
11 BAB 2. HORMON AUKSIN 2.1 Sejarah Hormon Auksin Frizt Went (1863-1935) merupakan salah seorang mahasiswa pascasarjana di salah satu universitas di negara Belanda yang berhasil menemukan suatu senyawa dalam tanaman (dibagian ujung dari suatu koleoptil) yang dapat memicu terjadinya pembengkokan pada suatu bagian tanaman ditahun 1926. Pada saat ini, proses pembengkokan batang itu dikenal dengan sebutan fototropisme. Frizt Went juga menjelaskan bahwa senyawa itu mengalami traspor secara difusi dari bagian ujung koleoptil ke bagian potongan kecil lainnya. Senyawa ini dikenal dengan nama hormon auksin. Auksin berasal dari kata “auxien” yang dalam bahsa Yunani berarti meningkatkan. Went berhasil mengetahui aktivitas dari auksin melalui peristiwa pembengkokan koleoptil yang dipicu oleh adanya pemanjangan pada sisi tanaman . Berikut adalah gambar peragaan Went terkait pembengkokan koleoptil dengan memakai tanaman Avena sp.. Uji ini dikenal dengan nama “The avena curvature test”. Gambar 1. Peragaan Went mengenai Auksin yang dapat membengkokan ujung koleoptil.
12 Sumber : Salisbury & Ross (1995) Keterangan : a. Bagian ujung koleoptil dari tanaman Avena sp. dipotong lalu dipindahkan kebagian atas agar. b. Bagian ujung koleoptil lain dipotong. c. Potongan agar yang sudah menyerap auksin dipindahkan pada sisi koleoptil. d. Koleoptil itu lalu menyerap auksin yang berada di agar, akibatnya terjadi pembengkokan koleoptil akibat dari pemanjangan disalah satu sisi koleoptil. Charles Darwin berhasil menemukan sebuah senyawa yang dapat mempengaruhi pemanjangan koleoptil gandum pada abad ke-19. Sebelumnya (ditahun 1880), dalam artikel yang berjudul “The Power of Movement in Plants”, Charles Darwin sudah menjelaskan mengenai pengaruh cahaya terhadap arah pergerakan dari koleoptil Phalaris canariensis (rumput kenari). Senyawa itu adalah auksin. Percobaan yang dilakukan oleh Frits Went pada tahun 1920 berhasil membuktikan bahwa auksin adalah zat yang dapat berdifusi dan merangsang pembesaran pada sel. lalu ditahun 1930 barulah ditemukan identitas dan strktur dari hormon auksin yang dikenal sebagai indol acetil acid (asam indol asetat/IAA). Auksin umumnya dipakai untuk menyebut IAA. Walaupun hormon yang pertama kali ditemukan adalah auksin, pengkajian tentang tranduksi sinyal dan regulasi dalam biosinteti auksin masih perlu banyak dikaji hingga saat ini. Pada kenyataannya auksin diproduksi di dalam ujung tajuk tanaman dari asam amino jenis triptopan. Sejarah singkat dari penemuan hormon auksin dapat dilihat pada tabel berikut :
13 Tahun Penemuan 1885 IAA ditemukan dalam media fermentasi oleh Sallkowski 1907 studi dan pengkajian mengenai pergerakan sinyal pada sisi terang dan sisi gelap koleoptil dilakukan oleh Fitting, namun hasil yang didapat kurang maksimal. 1913 studi lanjutan dari Fitting dilakukan oleh Boysen-Jensen dengan cara menyisipkan mika guna menghambat transport sinyal. studi itu menyimpulka bahwa auksin ditranslokasikan ke arah bawah tanaman dan terjadi pada sisi gelap. 1918 studi lanjutan dari Boysen-Jansen dilakukan oleh Paal dengan memotong ujung koleoptil tanaman dalam keadaang gelap, lalu menyinari bagian yang dipotong itu , ujung koleoptil yang terpotong itu lalu digantin dengan ujung koleoptil yang sudah disinari dan diletakan pada satu sis. Hasilnya disisi manapun ujung koleoptil diletakkan, pembengkokan koleoptil tetap mengarah ke sisi lain. 1925 Sooding berhasil meneliti bahwa jika ujung koleoptil dipotong makka pertumbuhan akan menjadi lambat, tetapi jika ujung koleoptil yang dipotong itu diganti baru maka pertumbuhan akan berlanjut. 1926 Fritz Went melakukan studi dengan memakai tanaman Avena sp. Tabel 2. Ringkasan Sejarah Singkat penemuan Hormon Auksin
14 Pada tahun 1880, Darwin melakukan percobaan fototoropisme pada koleoptil. Beliau menyimpulkan bahwa stimulus pertumbuhan pada suatu tanaman diproduksi dibagian ujung koleoptil dan lalu ditransmisi ke zona pertumbuha. Ket: Gambar kiri : tanaman yang ujung koleoptilnya membengkok ke arah cahaya. Gambar tengah : saat ujung koleoptil dibuang, tanaman tidak membengkok ke arah cahay. Gambar kanan:bagian ujung tanaman ditutup, akibatnya tanaman tidak membengkok ke arah cahaya. Pada tahun 1913, P.Boysen-Jensen berhasil menemukan fakta bahwa stimulasi pertumbuhan mampu melewati agar-agar tetapi tidak untuk bahan kedap air (seperti mika). Ket: A. Kiri : Lembar mika diletakkan pada sisi gelap (tidak terjadi pembengkokan ke arah cahaya). Kanan : lembar mika diletakkan pada sisi terang (terjadi pembengkokan ke arah cahaya). B. Kiri : Tip Gelatin yang berada diantara tip dan koleoptil tunggal dihilangkan. Tengah : Normal Kanan : terjadi fototropik yang kemungkinan terjadi akibat adanya lengkungan sisa. A B
15 Pada tahun 1919, A. Paál membuktikan jika perangsang pertumbuhan berupa senyawa kimia yang diproduksi di bagian ujung koleoptil. Ket: Kiri : Bagian ujung koleoptil dibuang. Tengah : bagian ujung yang dibuang itu diletakkan di satu sisi koleoptil. Kanan : meskipun tidak ada rangsangan cahaya, tetap terjadi pertumbuhan yang melengkung. Pada tahun 1926, Fritz Went menunjukkan bahwa perangsan pertumbuhan pada suatu tanaman berupazat aktif. Zat aktif ini dapat berdifusi menjadi blok gelatin. lalu beliau juga melakukan analisis auksin uantitatif dengan uji coleoptile-bending. Gambar 2. Penemuan hormon auksin Sumber : Taiz and Zeinger (2006) 2.2 Pengertian Hormon Auksin Awalnya istilah auksin hanya dipakai untuk menyebut golongan senyawa kimia yang berperan dalam mendorong-dorong terjadinya pemanjangan pada kuncup tanaman yang sedang berkembang. lalu istilah auksin juga dipergunakan untuk menyebut zat kimia yang memberi meningkatkan pemanjangan dari suatu koleoptil. Meskipun sebenarnya auksin memiliki fungsi ganda pada tanaman dikotil dan monokotil. Pembesaran dan pemanjangan sel pada bagian maristemarik dipicu oleh A B
16 hormon auksin. Adanya pembesaran dan pemanangan itu memicu auksin digolongkan kedalam ZPT yang berperan sebagai pengatur pertumbuhan dan perkembangan. Auksin dapat ditemukan pada daerah maristematik seperti ujung batak, ujung akar, kuncup bunga (pada saat pembentukan bunga) dan diembrio biji. Auksin disintesis di dekat maristem pucuk dibagian pucuk batang dan jaringan-jaringan yang masih muda (contohnya daun muda). Auksin ditranspor secara polar, yakni mengalami pergerakan menuju bawah batang. ini lah yang memicu terjadinya perbedaan konsentrasi auksin di ujung akar dan ujung batang maupun bagian lainnya. Meskipun auksin ditranslokasikan ke semua bagian tanaman, tetapi semua bagian mendapatkan jumlah auksin yang berbeda-beda. Kadar auskin yang berbeda-beda itulah yang memicu adanya perbedaan tanggapan dari setiap bagian tanaman . tanggapan yang diberikan bermacam-macam, mulai dari tanggapan positif (merangsang pertumbuhan ) bahkan tanggapan negatif (menghambat pertumbuhan ) (Adamwoski and Friml, 2015). Gambar 3. Ujung tanaman (maristem apikal) yang merupakan tempat sintesis auksin Auksin disintetis dibagian ujung tanaman (maristem apikal) pada tunas. Hasil sintesis auksin itu diangkut dari bagian apikal menuju ke
17 tempat terjadinya pemanjangan sel. Auksin akan mulai merangsang pertumbuhan pada sel jika sudah sampai di sel target. Pengaruh yang ditimbulkan dari setiap sel target yang diberi auksin akan berbeda-beda bergantung pada konsentrasi pemberiannya. Umumnya auksin dapat memberi pengaruh pada interval konsentrasi 10-8 Msampai 10-3 M. Konsentrasi auksin yang lebih tinggi justru dapat menajdi penghambat dalam proses pemanjangan sel. Sebab auksin memeiliki kemampuan mengasilkan senyawa-senyawa inhibitor seperti etilen melalui serangkaian reaksi. Etilen merupakan senyawa yang bekerja menghambat (inhibitor) pemanjangan sel sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Ada beberapa faktor penghambat dalam kerja auksin, salah satunya cahaya matahari. Auksin pada tanaman yang terkena cahaya matahari akan mengalami kerukasan dan penghambatan kerja akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi lebih lambat. Sebaliknya, tanaman yang tida terkena cahaya matahari, auksinnya tidak akan terhambat kerjanya maupun rusak sehingga pertumbuhan menjadi lebih cepat. pertumbuhan tanaman pada tempat gelap (tidak terkena cahaya matahari) dikenal dengan isilah etiolasi. Gambar 4. Reaksi Auksin terhadap Cahaya Matahari (Sumber : Campbell et al, 2008)
18 2.3 Macam-Macam Hormon Auksin Pata ahli sering menyamakan hormon asam indol asetat (IAA) dengan auksin. Sebenarnya pada tanaman tidak hanya terkandung senyawa IAA, ada pula tiga senyawa yang memiliki struktur mirip dengan IAA. Ketiga senyawa itu adalah: a. Asam 4-kloroindoasetat (4-Kloro IAA) Senyawa ini banyak ditemukan pada biji Leguminosae yang masih muda. b. Asam fenil asetat (PAA) Senyawa ini dapat dijumpai pada hampir seluruh jenis tanaman . Jumlah PAA didalam tanaman jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan IAA, tetapi tanggapan yang diberikan oleh PAA tidak seaktif IAA. c. Asam indolbutirat (IBA) Awalnya IBA dianggap sebagai auksin tiruan, ternyata IBA merupakan senyawa yang juga ditemukan hampir diseluruh jenis tanaman . IBA banyak ada pada daun tanaman jagung (Zea mays) dan beberapa tanaman dikotil. Gambar 5. Struktur tiga jenis auksin alami. Kiri : indole-3-acetoc acid (IAA), tengah: chloroindole-3-acetic acid (4-Cl-IAA), kanan : indole-3-butyric acid (IBA).
19 IAA dapat ditemui pada semua tanaman, sedang 4-Cl-IAA teradapat pada kacang polonfg (Pisum sativum) dan IBA ada pada jagung (Zea mays) (Taiz dan Zenger, 2006). Gambar 6. Struktur auksin sintetis yang biasanya dimanfaatkan sebagai herbisida dalam hortikultura dan pertanian. Kiri2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D); Kanan 2-Methoxy-3,6-dichlorobenzoic acid (dicamba) (Taiz and Zenger 2006). Dari ketiga jenis senyawa itu , IAA merupakan auksin utama pada tanaman . IAA merupakan senyawa hasil biosintesis asam amino triptopan dengan bantuan enzim IAA-oksidase yang berfungsi sebagai pengendali dalam berbagai proses fisiologis tanaman . Proses fisiologis itu meliputi pembesaran dan pembelahan sel, diferensiasi sel & jaringan dan tanggapan terhadap cahaya dan gravitasi. Selain dari tanaman , IAA juga dapat diisolasi dari bakteri. Isolat bakteri dapat memproduksi IAA dalam jumlah yang lebih banyak jika ditambahkan prekursor L-triptofan dan melalui jalur Trp-pathways. Umumnya bakteri penghasil IAA memanfaatkan akar tanaman yang mensekresikan bahan organik berupa L-triptofan yang dapat dimanfaatkan dalam proses biosintesis IAA (Tahta dan Enny, 2015). Biosintesis IAA juga dapat menghasilkan senyawa perantara yang secara analogi mirip auksin tetapi aktifitasnya lebih kecil dari IAA. Senyawa perantara itu diantaranya Indol aseto nitril (IAN), Asam Indol Piruvat (TypA) dan Indolasetaldehid (IAAId).
20 tanaman tidak hanya memiliki senyawa indol dalam bentuk IAA (asam indol asetat). Senyawa-senyawa indol lain yang ada pada tanaman merupakan hasil antara (intermediete) dari proses biosintesis IAA, hasil katabolisme IAA, hasil translokasi maupun IAA yang dalam bentuk cadangan. IAA glukosa , IAA-mionisitol dan IAA asam aspartat merupakan contoh IAA yang dalam bentuk makanan. Bentuk dari senyawa itu akan aktif menjadi auksin jika diubah menjadi IAA bebas melalui proses hidrolisis terlebih dahulu. Perubahan IAA dari satu bentuk menjadi bentuk lainnya (misalnya dari aktif menjadi non-aktif dan sebaliknya) tidak terlepas dari bantuan enzim. Enzim itu juga memiliki peran dalam mengatur keseimbangan konsentrasi IAA dalam suatu tanaman . Meskipun pada umumnya auksin yang ada dalam tanaman berbentu indol, ada pula auksin dalam tanaman yang bukan merupakan senyawa indol misalnya asam fenil asetat yang fungsinya sama seperti senyawa indol pada umumnya. Pada tahun 1928 Went sudah berhasil mengisolasi auksin dari tepung sari pada bunga dan biji-bijian yang sudah non-aktfi dan ditahun 1930 Went berhasil menemukan rumus kimia dari Auksin yakni C10H9O2N. Berangkat dari hasil penemuan Went itu maka mulai dibuatnya auksin sintetis seperti Nepthalen acetic acid (NAA), 2-methyl-4-chlorophenoxyacetic acid (MCPA) dan 2,4-dichloropenoxyacetic acid (2,4-D), asam-3-amino-2,5-diklorobenzoat (kloramben/amiben), asam-4-amino-3,5,6-trikloro-pikonat (tordon/pikloram). Asam indol butirat dan propinate merupakan jenis auksin sinttik yang pertama kali dibuat dari substitusi-substitusi indol. Kedua auksin sintetik ini sama-sama memiliki gugus karboksilat pada rantai sampingnya dan ciri-ciri indol. Perbedaannya terletak pada rantai samping yang dimiliki. Suatu senyawa akan kehilanga aktivitas biologisnya jika rantai samping yang dimiliki lebih panjang dari rantai butirat. Ada beberapa jenis tanaman yang
21 memiliki enzim khusus yang berperan dalam memotong rantai samping itu sehingga suatu senyawa menjadi aktif. NAA dan 2,4-D merupakan senyawa yang aktif seperti IAA dan memiliki gugus asam asetat tetapi tidak memiki ciri indol. NAA banyak dipakai untuk hormon pada akar, sedang 2,4-D dapat dipakai sebagai herbisida, dan dalam dosis rendah dapat menginduksi pembentukan kalus sebab 2,4-D memiliki aktifasi yang tinggi. Beberapa studi menyatakan bawah 2,4-D merupakan auksin sintetik terbaik dari berbgai jenis auksin sintetik lainnya. ini disebabkan sebab 2,4-D lebih mudah diserap oleh tanaman, tidak mudah terurai dan berfungsi dalam mendorong-dorong aktivitas morfogenetik. Secara langsung 2,4-D juga secara langsung dapat mempengaruhi proses embriogenesis pada sel-sel somatik. Gambar 7. Struktur Indole Acetit Acid (IAA) Sumber : Sauer et al (2013) Struktur yang dimilik oleh auksin sangatlah mempengaruhi aktifitas dari auksin itu , berikut adalah keterkaitan antara struktur dan aktifitas dari auksin: 1. Jika ada gugusa –OH pada rantai samping maupun pada cincin maka aktivitas dari auksin akan menurun dan kelarutannya dalam air akan meningkat.
22 2. Harus ada ikatan rangkap pada inti. 3. Semakin panjang rantai samping maka aktivitasnya akan semakinn berkuran. Sebaliknya semakin panjang rantai samping maka aktivitasnya akan bertambah. Senyawa-senyawa aktif dapat dikatakan memiliki fungsi sebagai auksin jika senyawa itu , (1) strukturnya mengandung cincin; (2) strukturnya memiliki rantai samping; (3) Tejadi konfigurasi khusus antara cincin dan rantainya; (4) Memiliki H bebas pada cincin yang berada di dekat rantai samping; (5) Cincinnya memiliki ikatan tidak jenuh; (6) Senyawa alamiah yang aktif biasanya berupa senyawa turunan indol; (7) Memiliki atom yang bermuatan positif dan negatif dan (8) Jarak antara kedua muatan (muatan positif dan muatan negatif) yakni 5,5 AU. Intinya suatu senyawa yang sudah disintesis dan diuji aktivitas auksinnya sebab memiliki tingkat elektronegatif yang lebih. Tingkat elektronegatif sagat berkaitan penting dengan cara suatu senyawa mengatu molekulnya ditempat tertentu dalam sel. 2.4 Biosintesis Hormon Auksin Biosintesis merupakan proses yang terpenting dalam mekanisme kerja hormon dalam tubuh tanaman guna mendapakan kadar hormon yang efektif pada jaringan tertentu disuatu tanaman. Biosintesis adalah proses pembuatan hormon tanaman dari senyawa-senyawa sederhana yang merupakan hasil intermediate dari metabolisme. Dengan kata lain biosintesis merupkan proses terbentuknya hormon tanaman mealui perbuhan bahan dasar (prekursor) menjadi senyawa intermediet (senyawa antara) dan terkahir menjadi hormon (senyawa kompleks). Hal penting yang harus diketahui dalam proses biosintesis --- adalah nama/jenis dari bahan dasar (prekursornya), bentuk senyawa intermediet (senyawa antara)nya, tempat
23 sintesisnya, mekanisme/ proses reaksinya dan mekanisme pengaturan kadar/ konsentrasinya. Secara garis besar ada dua mekanisme dalam biosintesis IAA. Kedua mekanisme itu berupa penghilangan gugus amino dan gugus karboksil pada cincin samping triptofan. Struktur kimia dari IAA mirip dengan struktur kimia dari asam amino triptofan (molekul asal IAA). Berikut adalah 3 tahapan pengubahan triptofan hingga menjadi IAA, yaitu : 1. Triptofan diubah menjadi asam indol piruvat melalui reaksi transaminasi. 2. Asam indol piruvat lalu diubah menjadi indoleacetaldehyde melalui reaksi dekarboksilasi. 3. Proses akhir berupa proses oksidasi indolacetaldehyde yang menghasilkan asam indoleacetic. Seorang ahli kimia yang berasal dari Inggris menyatakan bahwa asam amino triptofan untuk biosintesis IAA bersumber dari proses autolisis sel. Proses autolisis terjadi pada saat pembentukan jaringan xylem dan floem. Saat proses pembentukan xylem dan floem, sel-sel maristematik akan mengalami autolisis dan hasil autolisis terebut berupa bahan-bahan metabolisme yang dipakai oleh sel-sel sekitarnya. ini menandakan bahwa IAA tidak hanya dibentuk di daerah yang maristematik tetapi juga di daerah-daerah tempat terjadinya diferensiasi sel untuk pembentukan jaringan xylem dan floem. Namun, hingga sekarang belum ditemukannya kesepakatan bahwa autolisis sel berperan penting dalam proses biosintesis auksin pada tanaman.
24 Gambar 8. Jalur Sintesis IAA
25 Gambar 9. Jalur sintetis IAA pada tanaman dan bakteri (Taiz and Zenger 2006). Pada awalnya triptofan akan mengalami dekarboksilasi menjadi tryptamine. Tryptamine selanjutnya akan terkosidasi dan deaminasi menjadi indoleacetaldehyd. Indoleacetaldehyd lalu dioksidasi untuk menghasilkan asam indolaceatic. Akhir-akhir ini sudah ditemuka jalur biosintesis auksin baru yakni melalui jalur triptofan-independen. Mekanisme ini kurang bisa dipahami.
26 Gambar 10. Proses Sintesis Auksin Sumber : Campbell et al (2008) Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, IAA merupakan contoh auksin endogen yang terbentuk dari senyawa triptophan. Triptophan adalah senyawa yang memiliki inti indole dan terdapa pada tanaman. Triptophan akan berubah menjadi asam indol piruvat dan indole-3-acetaldehyde, lalu menjadi IAA. Indol-3-acetonitril dengan bantuan enzim nitrilase akan diubah menjadi Proses perubahan itu masih belum diketahui dengan jelas mekanismenya. IAA sendiri mengandung gula (glukosa dan arabinosa) dan lemak. Selain itu IAA memiliki sifat yang sangat peka terhadap enzim oksidase, sehingga IAA dapat mengalami kerusakan. Untuk mencegah ini perlu dihindari terjadinya konjugasi IAA dengan glukosa, asam aspartat dan asam glutamat shingga membentuk konjugat auksin atau auksin yang tidak aktif (sebab gugus karboksil IAA bergabung dengan molekul lain). tanaman dapat melepaskan IAA dari konjugat dengan dibantuk enzim hidrolase.
27 Gambar 11. Jalur sintesis IAA dengan memakai jalur terlepas dari triptofan pada tanaman. Bagian yang berwarna biru (sebelah kiri) merupakan jalur biosintetik tryptophan. Cabang (warna krem) merupakan titik prekursor dalam biosintesis triptofan-independen yang memakai indol-3-gliserol fosfat. IAN dan IPA merupakan perantara (Taiz dan Zenger, 2006). Proses perombakan IAA dapat pula terjadi di alam melalui proses foto-oksidasi. Saat terjadi foto-oksidasi, cahaya akan diserap oleg pigmen yang tedapa pada tanaman lalu akan terbentuk energi yang dipakai dalam mengoksidasi IAA. Pigmen itu diantaranya Riboclavin dan beta-karoten. Proses photo oksidasi juga memerlukan bantuan enzim oksidasi
28 yang banyak ditemukan para ahli dalam tanaman. Oksidasi IAA oleh hidrogen peroksidase hingga menjadi indolealdehyde yang bersifat aktif dikatalisasi oleh enzim peroksidase. Aktivitas oksidease IAA berbanding terbalik dengan jumlah IAA dalam suatu tanaman . Jika jumlah IAA dalam suatu tanaman tinggi, maka aktifitas oksidase IAAnya justru akan menurun, begitupula sebaliknya. Pada bagian akar yang kadar auksinnya rendah ternyata aktivitas oksidase IAAnya yang tinggi (Adamwosky and Friml, 2015). Selama proses biosintesis IAA pada jaringan muda (misalnya maristem apikal yang ada ditunas, daun muda dan buah) diperlukan katalisator berupa enzim. Salah satu enzim yang berpedan dalam biosintesis IAA adalah enzim hidrolase. Enzim hidrolase berperan dalam membentuk konjugasi yang berasal dari IAA. Konjugat merupakan molekul yang serupa dengan hormon tetapi non-aktif. Tujuan dari pembuatan konjugat berkaitan dengan penyimpanan dan pengangkutan hormon yang aktif. Adanya rangsangan dari lingkungan akan mempengaruhi kecepatan pengaktifan konjugasi sehingga tanggapan hormonal juga akan berjalan lebih cepat. Terjadinya pengontrolan pada saat biosintesis hormon memicu tanaman akan lebih mudah dalam mengontrol IAA dalam jaringan pada waktu tertentu. Degredasi auksin merupakan jalan terakhir yang dapat diambil untuk mengendalikan kadar auksin pada tanaman. Proses pengoksidasian IAA dibantu oleh oksigen dan dikatalis oleh enzim IAA oksidase. Akibat dari oksidasi itu adalah senywa menjadi kehilangan gugus karboksil dan terbentuk produk hasil pemecahan utama (3-methyleneoxindole). Proses pengoksidasian ini tidak dapat menghancurkan konjugat dari IAA maupun auksin sintetis seperti 2,4-D. namun C nomor 2 yang tedapat di cincin heterosiklik dapat mengamai oksidasi
29 menjadi oxindole-3-asam asetat. Selain C nomor 2, C nomor 3 juga dapat teroksidasi menjadi di oxindole-3-asam asetat. Tahapan dari biosintesis dan degredasi auksin saat ini menjadi sanagat penting untuk diaplikasikan dibidang pertanian dimasa mendatang. Informasi terkait metabolisme dari auksin kemungkinan besar dapat dipakai untuk manipulasi genetik dan manipulasi kadar hormon endogen pada suatu tanaman guna mendapatkan pertumbuhan yang sesuai keinginan. Sehingga pada akhirnya, akan ada kemungkinan mengatur pertumbuhan dari suatu tanaman tanpa adanya pemberian pupuk maupun herbisida berbahaya. IAA yang terbentuk juga dapat mengalami kerusakan akibat (1) oksidasi Oksigen dan hilangnya gugus karboksil sebagai CO2 dengan bantuan enzim IAA oksidase dan (2) Karbon 2 pada cincin heterosklik pada gugus IAAA membentuk asam oksindol 3 asetat (gugus karboksil IAA tidak hilang). Bahan auksin yang aktif didalam tanaman adalah indolacetaldehyde. Indoleacetaldehyde nantinya akan bertransformasi menjadi IAA yang dapat menstimulasi pertumbuhan suatu tanaman. Proses itu diawali dengan perubahan tripthopan menjadi IAA. Tripthopan merupakan zat organik terpenting dalam proses biosintesis IAA. Biosintesis IAA juga menghasilkan zat organik lain yakni Trptamyne. Bahan lain yang juga tergolong kedalam auksin aktif pada tanaman adalah Indolacetonitrile. Indolacetonitrile ini biasanya dijumpai pada tanaman Cruciferae. Indolacetonitrile dapat dibentuk dari senyawa Glucobrassicin dengan katalisator berupa enzim myosinase. Indoleethanol merupakan zat organik lain yang terbentuk pada saat biosintesis indolacetonitrile. Proses biosintesis itu dibantu oleh bakteri (Tahta dan Enny, 2015). Salah satu bakteri yang dapat menghasilkan IAA dalah bakteri Azospirillum (bakteri penambat nitrogen). Bakteri ini dapat memproduksi IAA dengan menggunkan prekursor berupan tryptophan dan
30 melalu jalur indole-e-pyruvate (dan trypatmine. Proses sintesisnya ini melibatkan gen ipdC. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya IAA: 1. pH. IAA akan dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak saat kondisi pH media yang rendah. 2. Nitrogen. Pemberian nitrogen dapat meningkatkan biosintesis dari IAA. 3. Oksigen. Adanya oksigen (lingkungan aerob) dapat memicu produksi IAA menjadi meningkat, sebaliknya tidak adanya oksigen (lingkungan anaerob) dapat memicu produksi IAA menjadi menurun. 4. Waktu inkubasi. Semakin lama bakteri itu diinkubasi maka auksin yang dihasilkan justru semakin sedikit. 2.5 Proses Pengangkutan Hormon Auksin Pada prinsipnya hormon yang dihasilkan oleh tanaman akan dihasilkan disuatu bagian tertentu dan ditranslokasikan ke bagian lain. Artinya tempat produksi dan tempat bekerjanya berbeda. Secara garis besar hormon pada tanaman ditranspor melalui 2 cara, yaitu 1. Basipetal, pengangkutan hormon dari atas (pucuk) ke bagian bawah dan cara ini bersifat polar (memerlukan energi yang berasal dari metabolisme). 2. Akropetal, pengangkutan hormon dari bawah ke bagian atas dan tidak memerlukan energi (non-metabolik) contohnya difusi. Fitohormon dalam proses pengangkutannya akan bergerak di dalam sel anatara organel dan bergerak diantar sel melali jalur simplas, apoplas, melalui jaringan xylem ataupun melalu jaringan floem. Auksin tergolong kedalam fitohormon yang diangkut secara polar (bukan difusi biasa).
31 Sitokinin, giberelin (GA) dan asam absisat (ABA) tidak mengalami pengangkutan polar. sedang etilen sebab bentuknya yang berupa gas, proses pergerakannya dengan cara difusi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa auksin atau yang biasa disebut IAA dibiosintesis dari asam amino prekursor triptophan dengan bantuan enzim IAA-oksidase. Auksin banyak dijumpai dalam jaringan aktif (jaringan maristem) misalnya pada daerah tunas, buah dan daun muda. Pengedaran auksin pada suatu dimulai dari atas hingga bawah dan berkahir pada titik tumbuh di akar. Pengedaran dilakukan melalui jaringan parenkim atau floem (jaringan pembuluh tapis). Berikut adalah beberapa keistimewaan dari pengangkutan auksin pada tanaman : a. Pergerakannya sangat lambat. Kecepatan gerak auksin hanya sekitar 1cm/jam di bagian batang dan akar tanaman . b. Proses pengangkutannya berlangsung secara polar. Pada akar proses pengangkutannya terjadi secara akropetal melalui parenkim vaskuler, sedang jika pada batang proses pengangkutannya terjadi secara basipetal (away from apex). Pengangkutan secara polar ini bukan merupakan proses difusi biasa, artinya pengangkutan terjadi dari konsentrasi auksin yang tinggi menuju ke konsentrasi auksin rendah, tetapi proses pengangkutan ini juga termasuk kedalam aktifitas dari sel-sel hidup.
32 Gambar 12. Percobaan Went yang Menggambarkan Proses Pengangkutan dari Auksin secara Basipetal Polar dengan memakai Potongan dari Koleoptil Avena sp.
33 Gambar 13 . Tranport auksin dan perbedaan potensil lektiral pada koleoptil Avena (a) antara ujung dan basal (tip and base); (b) antara sisi gelap dan terang; (c) antara bagian atas dan bagian bawah saat posisi horizontal. Gambar 14. Metode pengukuran transportasi auksin kutub. Polaritas transportasi tidak tergantung pada orientasi terhadap gravitasi (Taiz and Zenger 2006). Percobaan itu menggambarkan bahwa auksin bergerak dari konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah melalui morfologis ujung ke morfologis pangkal batang. Namun, hingga saat ini pun dasar-dasar fisiologis dari pergerakan secara polar belum diketahui dengan jelas. Pada intinya pergerakan polar adalah hasil kerjasama dari sel-sel hidup sehingga dapat dibuat alasan bahwa fenomena polaritas terjadi di dalam sel. Polaritas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya (1) distribusi asimetrik dari oraganela-organela (mitokondria, plastid, ribosoma, spherosoma); (2) membran yang asimetrik (plasma, tonoplas, retikulum endoplasma); (3)
34 distribusi enzim yang asimetik dalam sel dan (4) Perbedaan distribusi dari ion-ion anorganik dan mikro molekul dalam sel. c. Untuk dapat menggerakan auksin tanaman memerukan energi dari hasil metabolisme. Misalnya kemampuan dari inhibitor dalam sintesis ATP atau ketersedian dari oksigen sebab oksigen yang minim dapat menghambat pergerakan auksin. Gambar 15. Model Khemiosmosis terkait transportasi auksin secara polar Sumber : Campbell et al. (2008) Keterangan: 1. Molekul pada auksin akan mengikat ion hidrogen (H+) saat lingkungan di dinding sel menjadi asam. Akibatnya molekul auksin itu akan bermuatan netral. 2. Akibat ukurannya yang kecil dan bermuatan netral, maka auksin melintas melalui membran sel. 3. Sesudah sampai dibagia dalam sel, molekul auksin akan berubah menjadi bermuatan negatif dan ion H+ sebab pH pada bagian sebelah
35 dalam sel sebesar 7. Hormon auksin itu akan berada didalam sel sebab membran plasma bersifat permebel terhadap ion dibanding molekul netral (meski ukurannya sama). 4. Perbedaan pH di sebelah luar sel dan disebelah dalam diatur oleh pompa proton yang dikendalikan oleh ATP. 5. Auksin dapat keluar dari dalam sel melalui protein karier spesifik yang ada di membran plasma (melalui bagian basal sel). 6. Mengalirnya auksin pada suatu bagian tanaman disebabkan oleh adanya pompa proton. ini disebabkan sebab adanya tekanan (potensi membran) saat auksin melewati membran sehingga membantu transportasi auksin keluar dari sel.
36 Gambar 16. Model trasnpotrasi chemiosmotic auksin secara polar dalam sel (Taiz and Zenger 2006). Pergerakan dari auksin dapat dihambat oleh zat penghambat yang disebut anti-auksin, misalnya 2,3,5-T dan NPA. Selain itu, jika pengangkutannya secara polar maka otomatis pengangkutan itu dapat dihambat oleh ketidak tersediaan oksigen di lingkungan (lingkungan anaerob) dan zat-zat penghambat respirasi. NPA (1-N-naphthylphthalamic acid) TIBA (2,3,5-triiodobenzoic acid) 1-NOA (1-naphthoxyacetic acid) Quercetin (flavonol) Genistein Gambar 17. struktur inhibitor auksin. (Taiz and Zenger 2006). NPA, TIBA dan 1-NAO merupakan inhibitor yang tidak dapat ditemukan pada tanaman , sedang Quercetin dan Genisten merupakan inhibitor alami yang dapat ditemukan pada tumbuha. IAA merupakan salah satu jenis hormon auksin yang bergerak melalui sel-sel pada jaringan parenkim yang bersinggungan langsung dengan berkas pembuluh. IAA dalam proses pengangkutananya dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni pengangkutan secara polar maupun pengangkutan non-polar.
37 1. Pengangkutan Polar Jika pada batang proses pengangkutannya secara basipetal (mecari dasar) dan tidak bergatung pada dasarnya (posisi normal ataupun terbalik). Jika pada akar pengangkutannya secara akropetal (menuju apeks). Pengangkutan polar ini terjadi hanya pada sel yang bersifat aktif dan kecepatan pengangkutannya sangat rendah (1 cm per jam di daerah batang dan akar). 2. Pengangkutan Non-polar Pengangkutan Non-polar merupakan pengangkutan yang pergerakannya keseluruh arah. Pengangkutan non-polar terjadi pada sel-sel yang mengalami penuaan (senescenes) dan kecepatannya pengangkuyannya tinggi. IAA pada kecambah monokotil terletak paling banyak pada daerah koleoptil dan makin berkurang ke arah akar. Penyebaran itu berlaku hanya jika IAA berasal dari ujung koleoptil diangut ke bagian lain. Saat perjalanannya dari ujung koleoptil menuku ke bagian lainya, IAA yang diangkut itu dipakai oleh tanaman untuk proses pertumuhan dengan cara dimobilisasi oleh ikatan-ikatan kompleks atau bisa pula dengan cara diinaktifkan dan dirombak melalui reaksi-rekasi enzimatik. IAA pada kecambah monokotil proses pengangkutannya jauh lebuh kompleks. Jelasnya IAA itu dibuat pada daerah-daerah yang bersifat maristematik (pada bagian tunas-tunas pucu daun dan tunas samping).
38 2.6 Fungsi dan Aktifitas Hormon Auksin Berikut adalah fungsi dan Aktifitas dari hormon auksin: 1. Memacu proses pemanjangan sel (pertumbuhan ). Auksin merupakan promotor pertumbuhan dan perkembangan pada suatu tanaman . Kostermans dan Kogl (1934) dan Thyman (1935) menyatakan bahwa IAA merupakan jenis auksin sebab memiliki kemampuan dalam menginduksi pemanjangan sel pada bagian batang. Tempat utama terjadinya sintesis auksin adalah di maristem tunas apikal. Auksin ditranslokasikan dari bagian ujung tunas ke daerah pemanjangan sel, sehingga auksin dapat menstimulasi pertumbuhan dari suatu sel dengan cara mengikat reseptor yang dibangun dalam membran plasma sel. Pompa proton pada membran sel memiliki peran sebagai regulator dari tanggapan pertumbuhan suatu sel terhadap auksin. Pada daerah perpanjangan tunas, pompa proton pada membran plasma akan menstimulasi auksin sehingga terjadi peningkatan potensi pada membran (ada tekanan yang melewati membran) dan menurunkan pH pada dindinh sel. Terjadinya penurunan pH memicu dinding sel menjadi asam dan terjadi pengaktifan enzim ekspansin. Enzim ini berperan dalam mereganggakn struktur dari dinding sel dan merusak ikan hidrogen antara mikrofinril selulosa. ini didasari pada suatu hipotesa yang dikenal dengan nama Hipotesa pertumbuhan asam (acid growth hypothesis).
39 Gambar 18. Perpanjangan Sel Sebagai tanggapan terhadap Auksin berdasar hipotesa pertumbuhan Asam (Campbell et al, 2008) Adanya penambahan potensi pada membran memicu terjadinya pengembalian ion dari luar ke dalam sel menjadi meningkat sehingga terjadilah osmosis untuk mengembalikan air. Pengembalian air tesebut diiringi dengan peningkatan plastisitas dari dinding sel, sehingga ada kemungkinan bagi sel untuk mengalami permanjangan. Sesudah adanya dorongan awal ini, pertumbuhan akan terus berlanjut. Sel akan membentuk sitoplasma dan dinding sel kembali. pertumbuhan selanjutnya akan distimulasi oleh auksin. Auksin mempengaruhi pertumbuhan akar dengan cara memperpanjang akar (root initiation). Jenis auksin yang dapat mempengaruhi itu diantaranya NAA, IAA dan IAN. Pemberian IAA dalam konsentrasi tinggi disatu sisi dapat meningkatkan jumlah akar namun disisi lain justru menghambat pemanjangan akar. pertumbuhan dari batang sangatlah erat kaitannya dengan auksin.
40 Jika ujung koleoptil dari suatu tanaman dipotong, maka pertumbuhan dari tanaman itu akan terhenti. Pada bagian maristem apikal ada banyak jaringan-jaringan muda dan auksin ada dalam jumlah yang banyak pada bagian pucuk yang paling rendah (basal). sedang indikator pertumbuhan buah yang diberikan auksin adalah adanya peningkatan dari volume buah itu . Pembelahan dan/ atau pemanjangan pada sel dapat meningkatkan volume pada buah. namun akan terjadi overlap antara fase pembelahan sel dengan fase pengembangan sel. Perkembangan dicirkan dengan adanya peningkatan dari ukuran buah. Auksin akan dihasilkan oleh endoseperm dan embrio dalam biji guna berperan dalam menstimulasi pertumbuhan endosperm. Crane pada tahun 1949 sudah berhasil membuktikan bahwa auksin berperan dalam pertumbuhan buah. Crane melakukan studi dengan meberikan 2,4,5-T sebagai auksin eksogen pada tanaman jeruk, anggur, blackberrry dan strawberry. Hasilnya menunjukkna bahwa buah itu dapat mengalami pertumbuhan lebih cepat 60 hari dibanding rata-rata fase normal (120 hari) (Wiraatmaja, 2017). Saat menstimulasi pertumbuhan , auksin hanya dapat bekerja pada interval konsentrasi tertentu yakni 10-8 M sampai 10-4 M. Auksin dapat menginduksi produski etilen (inhibitor pertumbuhan ) sehingga jika konsentrasi yang diberikan berlebih, proses pemanjangan sel justru terhambat. IAA dapat menstimulasi pemanjangan sel pada batang saat konsentrasi yang diberikan sebesar 9 g/L. Menurut Zaini et al (2017) konsentrasi auksin yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman ialah 1-3 ml dalam 1 L air. Jika
41 konsentrasi IAA terlalu tinggi justru memicu pemanjangan sel batang menjadi terhambat. berdasar studi dari Hismarto et al (2015) adanya variasi perlakuan dalam pemberian hormon auksin sintetik Asam Naftalena Asetat memberi pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan dari Nannochlorophsis oculata. Perlakuan dengan pemberian auksin dalam konsentrasi yang berbeda ternyata berpengaruh nyata terhadap daya kecambah, potensi tumbuh, indeks vigor, tinggi kecambah dan panjang akar benih semangka kadaluarsa (Zaini et al., 2017). ini disebabkan sebab auksin mengandung senyawa yang dapat mempercepat proses metabolisme pada benih. Auksin merupakan senyawa utama dalam proses metabolisme benih. Benih yang direndam dalam auksin nantinya akan mengalami pertambahan tinggi dari benih normal (tanpa auksin). Auksin akan diserap oleh benih melalui proses imbibisi. Masuknya auksin pada benih akan memicu terjadinya proses kimiawi pada benih yang lalu mengalami perkecambahan. Auksin itu akan merangsang pembentukan batang dan pembelahan sel, akibatnya terjadi tinggi kecambah akan meningkat. Saat masa perkecambahan, auksin berperan dalam mendorong-dorong sel-sel pada akar dan batang membesar dan memanjang (Patma et al, 2016). Auksin yang diberikan pada suatu benih secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari benih itu . Faktor tumbuh (gas, air, iklim dan unsur hara yang berada dalam media) dan endosperm (cadangan makanan) pada kotiledon sangat dibutuhkan oleh benih untuk berkecambah. Saat benih sudah mengalami perkecambahan, auksin akan ikut sera dalam mendorong-dorong sel akar dan sel batang untuk memanjang dan membesar terutama saat
42 pengambilan air sesudah jaringan-jaringan mebrio mengering diharapkan nantinya sintesa protease akan meningkat begitupula dengan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Selama proses perkecambahan auksin juga dapat menghasilkan zat-zat yang mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah untuk lalu ditranspor menuju embrio. Auksin memiliki kemampuan dalam meningkatkan proses metabolisme dan biokimia dalam benih dan meningkatkan proses imbibisi. Peningkatan imbibisi akan berdampak pada peningkatan indeks vigor yang dihasilkan oleh benih (Adanan et al, 2017).sebab auskin memiliki kemampuan dalam meningkatkan laju pertumbuhan saat ini sudah banyak dikomersialkan dan dipakai auskin sintetis. Contoh pengaplikasian Kemampuan auksin dalam melakukan pembelahan sel mengakibatkana hormon ini banyak di manfaatkan dalam perkembangan biakan secara in vitro (kultur jaringan). Hormon auksin merupakan jenis hormon yang paling banyak dimanfaatkan dalam perkembanganbiakan tanaman secara in vitro, misalnya kultur jaringan. Auksin itu berperan dalam mendorong-dorong terbentuknya suspensi sel, kalus dan organ dari tanaman yang akan dibiakan. Smith (2013) menjelaskan bahwa auksin dapat merangsang pembelahan dari kalus dan dapat menekan morfogenesis pada kultur tanaman secara in vitro. Terbentuknya akar pada saat perkebanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan merupakan indikator keberhasilan dari teknik kultur jaringan itu. Konsentrasi yang diperlukan dalam menginduksi akar bervariasi, konsentrasinya bergantung pada spesies tanaman yang
43 dikultur, jenis eksplan dan auksin yang akan dipakai . Contohnya IAA untuk dapat menginisasi pembentukan akar dipakai pada interval 0,1 mg/L – 10 mg/L, IBA 0,3 mg/L 3 mg/L dan NAA 0,5 mg/L – 1 mg/L. Namun jika konsentrasi hormon auksin sintetik yang diberikan sama maka pembedanya ditentukan oleh perbedaan struktur kimia dari jenis auksin itu . Misalnya IBA dan NAA, konsentrasi yang diberikan sama yakni 0,8 mg/L ternyata NAA dapat menghasilkan jumlah akar yang lebih banyak jika dibandingkan IBA. ini diduga terjadi sebab IBA memiliki atom N pada struktur kimianya sedang NAA tidak. Adanya nitrogen dalam media kultur jaringan sangat tidak dianjurkan sebab asam amino yang terbentuk justru menjadi penghambat dalam pembentukan akar. Proses penginduksian perakaran akan jauh lebih baik jika jenis auksin yang dipakai hanya satu (Rostiana dan Deliah, 2007). Pada media kultur biasanya auksin akan bekerjasama dengan sitokinin. Kerja dari auksin dan sitokinin dapat memicu konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen didalam sel menjadi meningkat sebab kedua hormon itu merupakan faktro pemicu dalam proses pertumbuhan dan perkembanagn suatu jaringan (Mahdi et al, 2015). Menurut Wiraatmajaya (2017) auksin dalam merangsang pertumbuhan jaringan tanaman dengan cara: a. Memicu terjadinya sekresi ion H+ dari sel melalui dinding sek. Akibatnya akan ada pengasaman pada dinding sel sehingga K+ akan diambil. Potensi air yang berada didalam sel akan mengalami penurunan akibatnya air akan masuk terus kedalam sel dan sel akan membesar.
44 b. Mempengaruhi reaksi metabolisme protein dengan cara mempengaruhi metabolisme RNA, melalui transkripsi molekul RNA. c. Memacu dominansi apikal d. Memacu pertumbuhan akar Pemelihan jenis auksin dan konsentrasi dalam perkembangbiakan secara in vitro (kultur jaringan) bergantung pada: (1) taraf auksin endogen yang dimiliki tanaman, (2) Kemampuan dalam mensintesis auksin dari jaringan, (3) spesis tanaman yang akan diperbanyak, (4) ZPT lain yang juga ditambahkan atau dipergunakan dalam media kultur. Salah satu contoh auksin sintetik yang biasa dipakai dalam perbanyakan tanaman seccara in vitro adalah 2,4-D. 2,4-D ini memiliki kemampuan dalam merangsang terbentuknya kalus dan dapat meningkatkan rata-rata presentasi eksplan (eksplan pada daun maupun ekspan internode pada tanaman Chysanthenum indicum) yang hidup hingga 89,23% (Rivai dan Hendra, 2015). Berikut adalah gambaran dari kalus yang diberikan auksin sintetik (2,4-D).
45 Gambar 19. Pembentukan Eksplan pada tanaman Chrysanthenum indicum (bunga krisan) yang diberi 2,4-D Keterangan : A. Eksplan daun; B. Eksplan Internode Smieth (2013) menyatakan bahwa proses fisiologis dalam tanaman dapat mengalami peningkatan sehingga eksplan daun dan eksplan internode dapat terus betahan hidup akibat dari pemberian auksin sintetik salah satunya 2,4-D. Selain meningkatkan presentasi eksplan tanaman yang hidup pemberian ZPT Auksin juga memberi efek terhadap waktu insiasi kalu pada tanaman. Hasil studi dari Kurniati et al (2012) menunjukkan bahwa pemberian ZPT auksin mampu membentuk kalus dalam kurun waktu 14 hingga 31 hari sesudah tanamn. Waktu inisiasi itu akan semakin singkat jika diletakkan dalam ruang gelap. Auksin tidak medah mengalami degredasi pada tempat yang gelap sehingga waktu inisiasi dari kalus menjadi lebih cepat.
46 2. Menghambat pembentukan tunas lateral sehingga memicu terjadinya dominansi apikal. pertumbuhan tunas apikal akan menghambat pertumbuhan tunas lateral sebab tunas apikal akan menumbuhkan daun-daun. Adanya zat penghambat didaun muda memicu terjadinya dominansi apikal. jika bagian apeks tajuk di batang dipangkas lalu diberikan auksin dibagian terpangkas tadi maka kuncup samping akan mengalami perkembangan tetapi arah dari petanaman cabangnya tegak keatas. Sesuai dengan pola pertumbuhan tanamannya, jika daun muda tumbuh pada bgain ujung batang suatu tanaman maka tunas akan tumbuh ke arah samping (terbentuknya tunas lateral). ini dapat dibuktikan dengan cara memotong bagian ujung batang akan akan tumbuh tunas di ketak daun. Keterkaitan anatara auksin dan dominansi apikal pertama kali dibuktikan oleh Skoog dan Thaimann. Mereka mencoba untuk membuang bagian pucuk tanaman (apical bud) dari tanaman kacang kacang, akibat dari pecobaan terebut tunas menjadi tumbuh di ketiak daun. Ujung tanaman yang sudah dipotong tadi lalu diberi potongan agar yang mengandung auksin. Akibatnya tidak terjadi lagi pertumbuhan tunas pada ketiak daun.Dengan kata lain auksin yang berada di apical bud merupakan penghambat munculnya tunas di ketiak daun. 3. Membentuk akar adventif Auksin dapat memicu pembentukan akar liar pada batang tanaman, contohnya pada tanaman apel ada akar dibawah cabang pada daerah antar nodus. Kemampuan auksin dalam membentuk akar adventif dan akar lateral memicu auksin banyak dikomersialkan
47 dibidang pertanian terutama dalam hal perbanyakan tanaman dengan metode stek. Jika daun, batang maupun bagian tanaman lain dipotong lalu diberi auksin dalam bentuk serbuk pengakaran maka akan mendorong-dorong terbentuknya akar adventif dibagian permukaan yang terpotong tadi. Jenis hormon auksin sintetik yang biasa dipakai oleh para petani dalam memperbanyak tanaman secara stek adalah IBA dan NAA. IBA dan NAA ini lebih baik jika dibandingkan dengan IAA sebab sifat kimianya jauh lebih stabil dan memiliki mobilitas yang lebih baik pada tanaman. Pengaruh yang diberikan oleh IBA dan NAA lebih lama dan tidak dapat menyebar kebagian stek lain sehingga akar yang tumbuh akan lebih subur. Sebaliknya pemberian IAA pada suatu tanaman dapat menyebar hingga ke tunas lain sehingga ada penghalang bagi tunas untuk berkembang dan tumbuh. 4. Merangsang terbentuknya xilem dan floem oleh kambium, menjaga elastisitas dinding sel dan membentuk dinding sel primer (dinding sel yang pertama kali dibentuk) pada tanaman . Auksin bekerjasama dengan Giberelin dalam memicu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong-dorong terjadinya pembelahan sel pada kambium pembuluh yang memicu diamter batang suatu tanaman bertambah. 5. Menghambat rontoknya buah dan merangsang pengguguran daun (absisi). ini disebabkan sebab auksin pada tanaman dapat bereaksi menghasilkan senyawa-senyawa inhibitor salah satunya etilen, sehingga proses absisi terhambat.
48 6. Membantu proses pembentukan buah tanpa biji (partenokarpi) Partenokarpi adalah proses pembentukan buah yang terjadi tanpa adanya proses penyerbukan sehingga tidak ada pembuahan. Bunga yang tidak mengalami penyerbukan dapat merangsang perkembangan buah tanpa biji. Kandungan auksin yang ada dalam ovary yang sedang mengalami pembuahan (polinasi) akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan ovary yang tidak sedang mengalami pembuhan (ciri-cirinya tidak mengalami pembengkakan pada bagian dindingnya). Partenokarpi bisa terjadi dengan pemberian campuran IAA dan lanolin pada stigma. 7. mendorong-dorong terbentuknya serabut-serabut akar dan akar lateral Guna mengoptimalkan penyerapan air dan mineral pada tanaman diperlukan adanya serabut-serabut akar dan akar lateral. berdasar hasil studi auksin yang terkandung didalam mutan Arabidopsis yang mengalami perbanyakan akar lateral 17 kali lipat lebih banyak dari konsentrasi normal. NAA merupakan sitokinin sintetik yang dapat diberikan pada suatu tanaman untuk menstimulasi terbentuknya akar pada tanaman . NAA merupakan jenis hormon sintetik yang jika dikombinasi dengan kerja homron lain maka kerjanya tidak akan merusak hormon lain. 8. Sebagai herbisida Pada bidang pertanian, auksin juga banyak dimanfaatkan sebagai herbisida. Salah satunya adalah 2,4-dinitrofenol (2,4-D) yang dapat meminimalisir jumlah gulma berdaun lebar (misalnya Dendolion) jika disemprotkan ke tanaman serialia atau dipadang rumput. tanggapan fisiologis yang muncul dari tanaman saat diberikan
49 auksin sintetik ini berbeda-beda. Pada monokotil (misalnya jagung dan rumput) auksin sintetik ini dapat diaktivasi secara cepat. Namun pada dikotil justru pengaktivasian itu tidak terjadi bahkan justru memicu tanaman menjadi mati sebab banyaknya dosis hormonal. Jenis auksin sintetik lain yang juga dapat dipakai sebagai herbisida adalah 2,4,5-Triklorofenolasetat (2,4,5-T) dan 2-metil-4- klorofenoksiasetat (MCPA). Sifat dari ketiga jenis auksin itu ialah (1) fitoksitas tinggi; (2) mengganggu proses transkripsi DNA dan proses translasi RNA sehingga enzim yang beperan dalam proses pertumbuhan akan terganggu dan (3) Mecegah dan menghambat pertumbuhan dari gulma pada daun tanaman dikotil/ daun lebar, sebab dapat diserap dalam jumlah yang banyak. pemakaian auksin sintetik jenis 2,4-D dalam bidang pertanian sebagai hebisida selektif sebab hanya dapat membasmi gulma yang memiliki daun lebar yang berasal dari tanaman dikotil. 2,4-D mengandung senyaa dioksin yang tidak bersifat racun pada mamali namun dapat memicu penyakit hati, cacat lahi dan leukimia pada hewan dan manusia. 9. pemicu gerak pada tanaman yakni Photoropisme dan Geotropisme Fototropisme merupakan salah satu bentuk gerak pada tanaman yang gerakannya menuju ke arah datangnya cahaya atau sinar. Fototropisme ini dapat terjadi sebab adanya pemanjangan sel pada bagian tanaman yang tekena cahaya atau disinari. Perbedaan tanggapan yang diberikan oleh tanaman terhadap penyinaran dikenal dengan sebutan phototropisme. Phototroposme bisa terjadi sebab adanya perbedaan penyebaraan dari auksin di setiap bagian
50 tanaman . Kadar auksin pada bagian tanaman yang tidak tersinari atau tidak terkena cahaya akan jauh lebih tinggi dibanding yang tersinari. Geotropisme merupakan gerakan tanaman ke arah pusat gravitasi bumi. Geotrpisme ini terbagi menjadi 2 yakni geotropisme positif dan geotropisme negatif. Positif jika searah dengan gravitasi dan negatif jika berlawanan arah dengan gravitasi. Geotropisme ini berkaitan dengan auksin yang ada pada tanaman. Jika suatu tanaman (koleoptil) diletakkan secara horizontal (mendatar), maka auksinnya akan terakumulai di bagian bawah. ini menunjukkan bahwa sudah terjadi proses translokasi auksin ke bagain bahwah tanaman (menju pusat bumi) sebagai akibat dari geotropisme. Dolk pada tahun 1936 sudah berhasil membuktikan pengaruh dari geotropisme terhadap akumulasi dari auksin. Auksin terkumpul di bagian bawah tanaman lebih banyak dibandingkan bagian atas. Seperti yang sudah dipelajari di biologi sel, bahwa setiap sel terdiri atas komponen cair (terletak di bagian atas) dan komponen padat (dibagian bawah akibat dari gravitasi bumi). Bahan-bahan yang dipengaruhi oleh gravitasi bumi dikenal dengan nama statolith sedang sel yang dipengaruhi oleh gravitasi dinamakan statocytes. 10. Abisisi Terjadinya pemisahan pada suatu bagian atau organ tanaman secara alamiah dikenal dengan istilah absisi. Selain dipengaruhi oleh faktor alami seperti panas, kekeringan dingin dan lain sebagainya. Absisi juga dipengaruhi oleh --- salah satunya auksin. Saat terjadi absisi, suatu tanaman akan mengalami perubahan secara metabolisme dan secara kimia. Perubahan secara kimia terjadi pada
51 struktur kitin yang berada di lamella tengah sedang perubahan metabolisme terjadi pada dinding sel. Lapisan absisi yang terbentuk itu biasanya diikuti pula oleh susunan sel bagian proksimal. Sel-sel baru itu nantinya akan mengalami diferensisi ke dalam lapiran periderm dan membatu membentuk lapisan pelindung. Absisi dapat terjadi jika jumlah auksin di bagian proksimal seimbang atau melebihi jumlah auksin di bagian distal. Sebaliknya jika jumlah auksin di distal lebih banyak maka absisi tidak akan terjadi. Ada teori lain yang juga menyatakan bahwa absisi dipengaruhi oleh konsentrasi atau kadar auksin. Konsentrasi atau kadar auksin yang tinggi dapat menghambat (inhibitor) dalam terjadinya absisi, sedang konsentrasi auksin yang rendah dapat justru dapat mempercepat absisi pada tanaman . ada 2 fase dari tanggapan daun terhadap auksin sesudah mengalami absisi (terlepas). Fase pertama menunjukkan bahwa auksin menghambat terjadinya absisi sedang fase kedua menunjukan
tanaman ke2
By busukx.blogspot.com at Desember 29, 2023
tanaman ke2
Pteridhopyta berasal dari pteris = bulu burung dan phyta = tumbuhan yang
artinya tumbuhan yang daunnya seperti bulu burung. Tumbuhan paku merupakan
tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dengan tumbuhan berkornus karena
sifat dan bentuk yang dimiliki oleh tumbuhan paku antara lumut dengan
tumbuhan tingkat tinggi
Tumbuhan paku jika dilihat dari habitus dan cara hidupnya tumbuhan paku
sangat heterogen. Jenis tumbuhan paku berdasarkan habitusnya ada yang
berukuran becil dengan daun-daun kecil dan berstruktur sederhana, dan ada juga
yang berukuran besar dengan ukuran daun besar mencapai dua meter atau lebih
dan memiliki struktur rumit
Morfologi tumbuhan paku adalah rimpang yang tegak, menjalar panjang
dan menjalar pendek. Daun dari tumbuhan paku kebanyakan tunggal
(monomorfik) dan jarang yang dimorfik
kebanyakan tumbuhan paku biasanya dicirikan
pertumbuhan pucuknya yang melingkar, daunnya terdapat spora yang menempel
secara teratur dalam barisan dan ada juga yang menggerombol atau menyebar.
Berdasarkan poros bujurnya, embrio paku dapat dibedakan menjadi kutub atas dan
kutub bawah. Kutub atas berkembang membentuk rimpang dan daun, sedangkan
kutub bawah membentuk akar.
Tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang berpembuluh atau sudah
memiliki jaringan phloem dan xylem yang berarti tumbuhan paku termasuk
golongan divisi Pteridophyta dimana anggotanya telah jelas memiliki kormus . Jenis tumbuhan paku bersifat kosmopolit yaitu dapat
tumbuh dimana-mana mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi (terrestrial),
ada yang hidup di permukaan (hidrofit) bahkan ada yang hidupnya menumpang
tumbuhan lain (epifit) tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang menempel pada tumbuha lain, hanya
menopang terhadap tumbuhan lain dan tidak menibulkan akibat apa-apa terhadap
inangnya. Epifit bebeda dengan parasit karena epifit memiliki akar untuk
menghisap air dan nutrisi, tubuhan epifit sudah mampu menghasilkan makanan
sendiri.
Reproduksi yang terdapat pada tumbuhan paku ada dua macam, yang
pertama secara vegetatif yaitu stolon yang menghasilkan gemma (tunas).
Reproduksi yang kedua secara generatif dengan melalui pembentukan sel kelamin
jantan dan betina oleh anteridium yang menghasilkan spermatozoid, dan
arkegonium yang menghasilkan ovum
Menurut Savitri (2008) tumubuhan berkormus adalah tumbuhan yang
dapat dibedakan dalam tiga bagian yaitu akar, batang dan daun. Namun tumbuhan
paku tidak menghasilkan biji akan tetapi menghasilkan sorus. Tumbuhan paku
dapat dibedakan antara akar, batang dan daunnya sebagai berikut:
a. Akar
Sistem perakaran tumbuhan paku adalah serabut, biasanya terjadi
karena akar yang keluar pertama kali tidak bersifat dominan sehingga akar
lain yang keluar dari batang menyusul dan menjadi akar serabut Pada tumbuhan paku Cyathea sejumlah akar berada dekat dengan
dasar batang, yang berfungsi untuk kestabilan. Fungsi rambut-rambut akar
tumbuhan paku biasanya untuk menyerap air dan garam mineral yang berada
dalam tanah
b. Batang
Batang tumbuhan paku bermacam-macam, ada yang panjang, pendek
dan merambat atau memanjat. Batang tumbuhan paku dikotom atau
bercabang-cabang menggarpu, biasanya cabang-cabang baru tidak tumbuh
dari ketiak daun, melainkan tumbuh dari akar rimpang akan menbentuk tunas
baru untuk memperluas wilayahnya, dan setiap batang memiliki banyak daun
c. Daun
Daun muda pada tumbuhan paku bisanya melingkar dan menggulung,
daun tumbuhan paku biasanya terdiri dari dua bagian yaitu tangkai dan helai
daun. Helaian daun pada umunya majemuk akan tetapi ada yang bentuknya
tunggal. Helaian daun ada dua macam yaitu daun fertil dan infertil. Kebanyak
daun fertil pada tumbuhan paku terdapat spora yang menempel pada sisi
bawah daun.
Duan memiliki bermacam-macam bentuk, ukuran dan susunanannya.
Jika dilihat dari ukurannya, daun tumbuhan paku dibedakan menjadi dua,
yaitu mikrofil dan makrofil. Mikrofil adalah daun-daun kecil berupa rambut
atau sisik yang tidak bertangkai dan tidak bertulang. Daun mikrofil belum bisa
dibedakan antara epidermis, mesofil dan tulang daun. Pada makrofil,
merupakan daun-daun besar yang sudah dapat dibedakan antara tangkai daun,
daging daun yang terdiri atas jaringan tiang dan bunga karang. Umumnya
makrofil memiliki stomata yang berfungsi sebagai fotosintesis, transpirasi,
respirasi dll. Daun ditinjau berdasarkan fungsinya terdiri dari tropofil dan
sporofil, tropofil befungsi untuk proses fotosintesis, sedangan sporofil daun
yang berfungsi sebagai penghasil spora.
d. Sorus
Sorus adalah salah satu ciri penting dalam pengklsifikasian tumbuhan
paku. Mulai bentuk sorus, letak sorus, dan juga ada tidaknya lapisan indisium
pada sorus. Sorus merupakan organ generatif (seksual). Sorus adalah istilah
untuk sekelompok sporangium, sporangium terdiri dari anteridium yang
menghasilkan sel spermatozoid, dan arkegonium yang menghasilkan ovum.
Spora biasanya terletak di bagian bawah helai daun dan spora hampir terdapat
pada semua tumbuhan paku. Bentuk spora ada yang bulat dan ada yang
memanjang, biasanya berwarna coklat diwaktu muda dan ditutupi oleh
jaringan penutup yang disebut indisium
Gambar 2.4 A bentuk sorus bulat, B sorus bulat dilapisi indisium, C
sorus bentuk ginjal letak di tepi daun,
Klasifikasi Pteridophyta
klasifikasi pteridophyta
direvisi berdasarkan dari data morfologi dan molekuler, yang sesebelumnya
klasifikasi pteridhopyta terdiri dari empat kelas yang
meliputi (1) Kelas Psilophytinae, (2) Kelas Licopodiinae, (3) Kelas Equisetinae
dan (4) Kelas Filicinae. Berdasarkan klasifikasi yang baru, tumbuhan paku dapat
diklompokkan dalam dua Divisi yaitu: Divisi Lycophyta dengan saku kelas
Lycopsida, dan Divisi Pteridhopyta dengan empat kelas terdiri dari: Kelas
Psilotopsida yang mencakup Bangsa Ophioglossales, Kelas Equisetopsida, Kelas
Marattiopsida dan Kelas Polypodiopsida.
Menurut Agrawal dan Danai (2017) tumbuhan paku memiliki sejarah fosil
yang panjang. Tumbuahn paku telah diakui pada periode Siluria akhir era
Paleozoikum. Tanaman ini memiliki vegetasi dominan di seluruh pulau Era
Paleozoikum. Era Paleozoikum tengah dan akhir bisa dianggap sebagai usia pakis
atau usia pteridophyta. Raksasa Lycopsida dan ekor kuda dan pakis pohon
mendominasi keseluruhan biota pada waktu itu. Pada saat itu distribusi tumbuhan
paku memliki sedikit masalah karena memiliki sedikit jenisnya. Di era ini
didominasi oleh Lepidodendron, Siligilria dan Lycopsida lainnya.
Berikut klasifikasi dilihat dari morfologi dan molekuler oleh
1. Divisi Lycophyta
a. Kelas Lycopsida
Kelas licopsida meliliki himpunan hidup dan genera fosil, salah
satu tumbuhan paku yang paling tua dari garis keturunan fosil. Dalam hal
ini,kehidupan tumbuhan paku fosil silih berganti dengan contoh yang
sudah jelas dalam penemuan fosil tumbuhan paku. Beberapa fosil
tumbuhan paku yang terdaftar dalam ordo yaitu; ordo Lepidodendales,
ordo Isoetales dan ordo Zosterophyllales
2. Divisi Pteridophyta
a. Kelas Psilotopsida
1) Ordo Ophioglossales
1. Famili Ophioglossaceae
Famili Ophioglossaceae (termasuk Botrychiaceae dan
Helminthostachyaceae ) monofiletik. Meliputi empat genus yaitu (1)
Botrychium (termasuk Botrychium s., Sceptridim, Botrypus,
Japanobotrychium), (2) Helminthostachys, (3) Ophioglossum, (4)
Ophioglossum (termasuk Cheiroglossa, Ophiderma).
Sebagian besar spesies tumbuhan paku kelas Ophioglosales
hidupnya terestrial, beberapa ada yang epifit dan juga beberapa yang
hidupnya pantropis. Karakternya rimpang, rambut akar sedikit, daun subur
dengan masing-masing satu spora yang muncul di dasar atau sepanjang
tangkai atau di dasar bilah daun. Ukura spora besar, dinding dua sel tebal,
kurang anulus, bentuk spora tetrahedral atau trilete (segi tiga), jumlah
>1000 per sporangium, gametofit bawah tanah, tidak berfotosintesis.
2) Ordo Psilotales
2. Famili Psilotaceae
Famili Psilotaceae (termasuk Tmesipteridaceae) monofiletik. Ada
uda genus yaitu Psilotum dan Tmesipteris. Total 12 spesies, dua ada pada
Psilotum. Karakter; akar tidak ada, batang bantalan berkurang, daun tidak
berurat atau berurat tunggal. Ukuran spora besar, diding sel dua tebal,
kurang anulus, dua atau tiga sporangia menyatu membentuk sinangium,
tumbuh dari sisi adaxial cabang daun. Spora berbentuk ginjal, monolete,
jumlah 1000 per sporangium, gametofit bawah tanah, tidak berfotosintesis.
b. Kelas Equisetopsida
1) Ordo Equisetalers
3. Famili Equisetaceae
Famili Equisetaceae atau biasa disebut ekor kuda memiliki satu
genus Equisetum. Spesies biasanya ditempatkan dalam dua genus yang ditandai dengan baik yaitu; subgenus Equisetum dan subgenus
Hippochaete, monofiletik. Spermatozoid dari Equisetum terbagi beberapa
fitur penting dengan tumbuhan paku lainnya. Karakter morfologi
tambahan dan karakter akar mendukung hubungan ekor kuda dan
tumbuhan paku. Karakter Equisetum; batang bercabang, daun bercabang,
sporangia dengan heliks penebalan dinding sekunder. Sporangiospora
bernbentuk perisai yang terdiri dari strobilus. Ukuran besar, kurang anulus,
jumlah >1000 per sporangium, warna spora hijau, dengan bukaan
melingkar, filamen melingkar gametofit berwarna hijau.
c. Kelas Marattiopsida
1) Ordo Marattiaceae
4. Famili Marattiaceae
Famili Marattiaceae termasuk Angiopteridaceae,
Christenseniaceae, Danaeaceae, Kaulfussiaceae. empat genus yaitu;
Angiopteris, Christensenia, Danaea, Marattia. Marattia adalah parafiletik,
dibagi menjadi tiga elemen yang membutuhkan nama genrik baru.
Archangiopteris telah diakui oleh beberapa orang tetapi tampaknya
bersarang di Angiopteris. Danaea adalah saudara dari tiga genus lainnya
dan mewakili tumbuhan neotropik. Angiopteris dan Christensenia terbatas
Asia timur dan tenggara, Australasia, dan Polinesia, sementara Marattia
s.l. bersifat pantropis.
Terestrial dan jarang epipetrik, karakter; akar besar, berdaging
dengan banyak xilem, akar rambut septum. Akar, batang, dan daun dengan
kanal lendir, rimpang berdaging, pendek, tegak atau merayap, dengan
diktiostele polisiklik. Daun-daun besar, berdaging, 1-3 menyirip (jarang
sederhana di Danaea atau 3-5 foliate di Christensenia). Tangkai daun dan
batang polisiklik. Sporangia bebas atau dalam synangia bulat atau lonjong,
kurang anulus, jumlah spora 1000-7000 biasanya bilateral atau ellisoid,
gametofit berwarna hijau.
d. Kelas Polypodiopsida
1) Ordo Osmondales
5. Famili Osmondaceae
Famili Omondaceae terdiri dari empat genus yaitu: Leptopteris,
Osmunda, Osmundatrum, Todea. Ada 20 spesies dan bersifat monofiletik.
Iklim sedang dan tropis. Karakter anatomi batang yang khas, siphonostele
ektofilik, dengan cincin untaian xilem diskrit, ini sering kali konduplikat
atau dua kali konduplikat dalam penampang; stipula di pangkalan petiola;
daun dimorfik atau dengan subur porsi yang berbeda dengan steril;
sporangia besar, dengan 128-512 spora, dibuka oleh celah apikal, anulus
lateral; spora hijau, subglobose, trilete; gametofita besar, hijau, berseri-
seri.
2) Ordo Hymenophyllales
6. Famili Hymenophyllaceae
Merupakan paku-pakuan flmis, termasuk Trichomanaceae. Ada
sembilan genus dua ordo utama yaitu Trichomanes dan Hymenophyloid,
kira-kira sesuai dengan genus klasik Trichomanes s.l. dan
Hymenophyllum s.l. Ca. 600 spesies. bersifat monofiletik. Beberapa
terpisah dan monotipe genus bersarang di dalam Hymenophyllum s.l .:
Cardiomanes, Hymenoglossum, Rosenstockia, dan Serpyllopsis. Beberapa
genus Hymenophylloid lain yang didefinisikan secara klasik (subgenus)
bukan monofiletik, misalnya, Mecodium dan Sphaerocionium.
Trichomanes s.l. terdiri dari delapan monofiletik kelompok yang dianggap
di sini sebagai genus: Abrodictyum, Callistopteris, Cephalomanes,
Crepidomanes, Didymoglossum, Polyphlebium, Trichomanes s.s., dan
Vandenboschia. Terestrial dan epifit. pantropical dan southtemperate,
tetapi gametofit bertahan hidup di daerah beriklim utara sejauh utara
seperti Alaska
3) Ordo Gleicheniales
Terdiri dari Dipteridales, Matoniales, Stromatopteridales. Monofiletik.
Karakter: steles akar dengan 3-5 protoxylem kutub. Antheridia dengan 6–12
sel sempit, bengkok atau melengkung di dinding.
7. Famili Gleicheniaceae
Termasuk famili Dicranopteridaceae, Stromatopteridaceae. Enam
genus yaiut: Dicranopteris, Diplopterygium, Gleichenella, Gleichenia,
Sticherus, Stromatopteris, ca. 125 spesies. Bersifat monofiletik. Karakter:
rimpang dengan protital '‘vitalized', atau jarang solenostele; daun tak tentu,
bilah pseudodichotomously bercabang (kecuali Stromatopteris); vena
bebas; sori abaxial, tidak marginal, dengan 5-15 sporangia, masing-masing
dengan annulus melintang-oblique, exindusiate, bulat, dengan 128-800 spora; sporangia jatuh tempo secara bersamaan di dalam sori; spora
globose-tetrahedral atau bilateral; gametofit hijau, surficial, dengan rambut
berbentuk klub.
8. Famili Dipteridaceae
Famili Dipteridaceae (termasuk. Cheiropleuriaceae). Dua genus
(Cheiropleuria, Dipteris) dari India, Asia Tenggara, Cina bagian timur dan
selatan, pusat dan Jepang selatan, dan Malesia, ke Melanesia dan Polinesia
barat. 11 spesies dan bersifat monofiletik. Karakter: batang panjang
merayap, solenostelic atau protostelic, ditutupi bulu atau rambut artikulata;
petioles dengan vaskular tunggal bundel proksimal dan polystelic distal;
bilah (yang steril, setidaknya) terbelah dua atau bagian yang sering lebih
tidak seimbang; vena sangat retikulata, dengan veinlets termasuk; sori
exindusiate, diskrit, compital (dilayani oleh banyak pembuluh darah),
tersebar di permukaan, atau daun dimorfik dan yang subur ditutupi dengan
sporangia.
9. Famili Matoniaceae
Dua genus (Matonia, Phanerosorus), masing-masing dengan dua
spesies; monofiletik, saudara Dipteridaceae. Karakter: batang solenostelic
dengan setidaknya dua konsentris silinder vaskular (polisiklik) dan bundel
vaskular sentral; bilah flabellate (Matonia), tidak bercabang bercabang
atau dengan dikotomi pinnae; vena bebas atau sedikit anastomosing sekitar
sori; sori dengan peltate indusia; sporangia jatuh tempo secara bersamaan,
dengan tangkai yang sangat pendek dan annuli miring; spora bulat-tetrahedral, trilete; gametofit berwarna hijau, thalloid, dengan pinggiran
mengilap; antheridia besar, banyak bersel banyak
4) Ordo Schizaeales
Ordo Schizaeales Monofiletik . Tiga famili konstituen diberi
pengakuan karena jumlahnya banyak, perbedaan yang mencakup gametofit,
anatomi stelar, morfologi daun, jenis soral, spora, dan nomor kromosom.
Karakter: Diferensi daun daun yang subur-steril; tidak adanya sori yang
terdefinisi dengan baik; sporangia masing-masing dengan melintang,
subapikal, kontinyu anulus.
10. Famili Lygodiaceae
Famili Lygodiaceae (pakis memanjat). Sebuah genus tunggal
(Lygodium), ca. 25 spesies; monofiletik. Terestrial, pantropis. Karakter:
rimpang merayap, langsing, protostelik, membawa rambut; Daun-daun tak
tentu, memanjat, bergantian menyirip; divisi bilah utama (pinnae)
pseudodichotomously forking dengan tunas aktif di axils; vena bebas atau
anastomosing; sori pada lobus dari segmen tertinggi; sporangia abaxial,
soliter, satu per sorus, masing-masing sporangium yang ditutupi oleh
subtrat seperti indusium antrorse flens; spora 128–256 per sporangium,
tetrahedral dan trilete; gametofit hijau, berseri-seri.
11. Famili Anemiaceae
(termasuk. Mohriaceae). Satu genus (Anemia, termasuk. Mohria),
ca. 100+ spesies; monophyletic
Terestrial; terutama Dunia Baru, tetapi beberapa spesies di Afrika, India,
dan pulau-pulau di Samudera Hindia. Karakter: rimpang merayap ke
suberect, membawa rambut; daun menentukan, sebagian besar
hemidimorfik atau dimorfik; vena bebas, dikotomi, kadang-kadang santai
anastomosing; sporangia biasanya pada pasangan basal (kadang-kadang
lebih dari dua pinnae, atau semua pinnae dimodifikasi dan subur) dari
skeletonized, sangat dimodifikasi, pinnae sering tegak; spora 128–256 per
sporangium, tetrahedral, dengan punggung paralel yang kuat, gametofit
hijau, berseri-seri.
12. Famili Schizaeaceae
Dua genus (Actinostachys, Schizaea), ca. 30 spesies; monofiletik .
Terestrial, pantropis . Karakter: bilah sederhana (linier) atau berbentuk
kipas, berbagai celah dan dengan pembuluh darah bebas dikotomi;
sporangia pada marginal, elaminate, bercabang atau proyeksi tidak
bercabang pada ujung bilah, tidak dalam sori diskrit, exindusiate; spora
bilateral, monolete, 128–256 per sporangium; gametofit berwarna hijau
dan berserabut (Schizaea), atau bawah tanah dan non-hijau, tuberous
(Actinostachys); membingungkan susunan bilangan dasar kromosom
5) Ordo salviniales
Ordo salviniales merupakan paku air, bersifat heterospora; termasuk
Hydropteridales, Marsileales, Pilulariales. Monofiletik. Fosil Hydropteris
pinnata memberikan bukti yang menghubungkan kedua famili dari urutan ini,
meskipun hipotesis berbeda tentang hubungan yang tepat dari Hydropteris
dengan genus yang masih ada. Karakter: diferensiasi daun daun yang subur-steril; vena anastomosing; jaringan aerenchyma sering hadir di akar, tunas,
dan tangkai daun; annulus absen; tanaman heterospora, spora dengan
perkecambahan endospora; monomegaspory; gametofit dikurangi.
13. Famili marsileaceae
Famili Marsileaceae (semak semanggi) termasuk. Pilulariaceae.
Tiga genus (Marsilea, Pilularia, Regnellidium), ca. Total 75 spesies;
monopiletik. Hennipman (1996) memasukkan kedua Salviniaceae dan
Azollaceae dalam Marsileaceae, tetapi spora Marsileaceae berbeda nyata
dari jenis Salviniaceae dan Azollaceae. Aquatics berakar, di kolam, air
dangkal, atau kolam vernal, dengan mengambang atau muncul bilah daun;
subcosmopolitan. Karakter: batang biasanya merayap panjang, ramping,
sering membawa bulu; selebaran 4, 2 atau 0 per daun; vena dikotomi
bercabang tetapi sering menyatu dengan ujung mereka; sori ditanggung
dalam sporocarps berbentuk kacang yang dikuntit ini muncul dari rimpang
atau dari dasar petioles, satu hingga banyak per tanaman; heterospora,
mikrospores globose, trilete, megaspores globose, masing-masing dengan
acrolamella diposisikan di atas aperture exine.
14. Famili Salviniaceae
Famili Salviniaceae merupaan pakis apung, pakis nyamuk.
Memiliki dua genus Salvinia dan Azolla. ca. 16 spesies, monofiletik .
Beberapa penulis memisahkan genus menjadi dua famili alternatif yang
bisa diterima, mengingat perbedaan yang signifikan antara dua genus.
Karakter: akar hadir (Azolla) atau kurang (Salvinia); batang protostelic,
dichotomously bercabang; daun sessile, bergantian, kecil (sekitar 1–25
mm), bulat hingga bujur, utuh; vena bebas (Azolla) atau anastomosing
(Salvinia); spora dari dua jenis (tumbuhan heterosporous), megaspora
besar dan mikrospora kecil, globose ini, trilete; spora endoskopi spora; x =
9 (Salvinia), pangkalan terendah nomor kromosom yang dikenal dalam
pakis.
6) Ordo Cyatheales
Pohon paku ini termasuk Dicksoniales, Hymenophyllopsidales,
Loxomatales, Metaxyales, Plagiogyriales. Bukti molekuler yang ada
menunjukkan hubungan yang erat di antara famili yang termasuk. Urutannya
tanpa mendefinisikan jelas karakter morfologi: beberapa spesies memiliki
batang seperti batang tetapi yang lain memiliki rimpang merayap; beberapa
hanya memiliki rambut pada batang dan bilah, yang lain memiliki skala; sori
adalah abaxial atau marginal, entah itu indusiate atau exindusiate; spora adalah
globose atau tetrahedral-globose, masing-masing dengan bekas luka trilete;
gametofit berwarna hijau, berbentuk hati.
15. Famili Thyrsopteridaceae
Famili Thyrsopteridaceae memiliki satu genus (Thyrsopteris)
dengan satu spesies, T. elegans, endemik di Kepulauan Juan Fernandez;
jelas terkait dengan pakis pohon, ´ tetapi posisi filogenetik yang tidak pasti
dalam kelompok ini. Karakter: rimpang naik ke tegak, solenostelic,
bantalan pelari, berpakaian dengan rambut kaku, pluriseluler; daun besar,
panjang 2–3,5 m; bilah 3–5-menyirip, sebagian dimorfik (sori sering dibatasi ke segmen proksimal); bilah axes adaxially beralur; vena bebas;
sori terminal pada pembuluh darah, bagian luar dan dalam indusia
menyatu untuk membentuk struktur seperti cangkir asimetris, masing-
masing sorus dengan kolumnar, clavate receptacle; sporangia dengan
annuli miring; spora bulat-tetrahedral, dengan sudut-sudut yang menonjol.
16. Famili Loxomataceae
Famili Loxomataceae (sering dieja Loxsomataceae). Memilki dua
genus (Loxoma, Loxsomopsis), masing-masing dengan satu spesies;
monofiletik Amerika Selatan Andes, selatan Tengah Amerika, dan Selandia Baru. Karakter: rimpang merayap panjang, solenostelic,
bantalan rambut dengan dasar melingkar, multiseluler; bilah bipinnate
atau lebih terbagi; vena bebas, bercabang; ramut yang tersebar, sori
marginal, terminal pada vena, masing-masing dengan indusium urceolate
dan memanjang, wadah yang sering digunakan; sporangia pada batang
pendek yang tebal, dengan annulus yang sedikit miring; spora tetrahedral,
trilete; gametofit dengan rambut seperti sisik (terjadi juga di beberapa
Cyatheaceae).
17. Famili Culcitaceae
Famili Culcitaceae. Satu genus (Culcita) dengan dua spesies;
monofiletik . bersaudar dengan Plagiogyriaceae, dan tidak terkait erat
dengan Calochlaena, dengan yang secara historis dikaitkan dengan
Culcita. Pemisahan ini didukung oleh karakter anatomi. Terestrial; Azores,
Madeira, Tenerife, Eropa barat daya, dan Neotropik. Karakter: rimpang merayap atau naik, solenostelic, membawa rambut artikulasi; petioles di
penampang masing-masing dengan bundel pembuluh darah berbentuk
keping; bilah besar, 4–5- menyirip-pinnatifid, sedikit berambut; vena
bebas, sering bercabang; sori hingga 3 mm, terminal pada vena,
paraphysate; Indusia luar hampir tidak terdiferensiasi dari jaringan
laminar, batin terasa dimodifikasi; spora tetrahedral-globose.
18. Famili Plagiogyriaceae
Famili Plagiogyriaceae memiliki satu genus (Plagiogyria), dengan
ca. 15 spesies, bersifat monofileik. Karakter: batang merayap biasanya
tegak, tidak memiliki rambut atau sisik; daun dimorfik; bilah pektinat ke
1-menyirip; vena sederhana untuk 1-bercabang, bebas, atau dalam bilah
yang subur agak anastomosing di ujung mereka; daun muda padat tertutup
dengan pluriseluler, rambut kelenjar, mensekresi lendir; sori tegak,
sporangia ditanggung di distal bagian-bagian pembuluh darah, tampaknya
acrostichoid; tangkai sporangial 6-mendayung; annuli sedikit miring, terus
menerus; spora tetrahedral, trilete; gametofit berwarna hijau, berseri-seri.
19. Famili cibotiaceae
Famili Cibotiaceae memiliki satu genus (Cibotium), ca. 11 spesies;
monofiletik, berdekatan dengan Dicksoniaceae, sebagaimana dibatasi di
sini. Terestrial, amphipacific (Asia timur, Malesia, Hawaii, Meksiko
selatan, dan Tengah Amerika). Karakter: rimpang masif, merayap naik
atau tegak (hingga 6 m), solenostelic atau dictyostelic, dengan rambut
kekuning-kuningan lembut di apeks dan persisten basis petiolar; daun
monomorfik, umumnya sepanjang 2-4 m; petioles berbulu di pangkalan,
dengan tiga bundel pembuluh darah bergelombang yang disusun dalam
bentuk omega; bilah besar, bipinnate untuk bipinnate-pinnatifid atau lebih
terbagi; sekunder dan bilah tersier axes ada ditumbuk secara eksternal.
20. Famili cyatheaceae
Karakter: batang dengan dictyosteles polisiklik, apeks (dan
biasanya tangkai daun basa) ditutupi dengan timbangan besar, kadang-
kadang juga dengan trichomidia (scurf = kecil timbangan) atau rambut;
daun biasanya besar (sampai 5 m); tangkai daun dengan jelas, biasanya
pneumathoda diskontinyu dalam dua jalur; bilah 1–3-menyirip (jarang
sederhana); vena sederhana untuk bercabang, bebas, jarang anastomosis
(sebagian besar di beberapa Cyathea); sori superfisial (abaxial) atau
terminal pada vena dan marginal atau submarginal (Hymenophyllopsis),
bulat, exindusiate, atau indusia seperti piring, seperti cangkir, atau bulat
dan benar-benar sporangia sekitarnya, atau seperti kerang
(Hymenophyllopsis); sporangia jatuh tempo secara bertahap, dengan
annuli miring; wadah dibangkitkan; paraphyses biasanya menyajikan;
spora tetrahedral, trilete, bermacam-macam hiasan; gametofit berwarna
hijau, berbentuk hati; x = 69 (Hymenophyllopsis belum dihitung).
21. Famili Dicksoniaceae
Famili Dicksoniaceae, (dicksonioids; termasuk. Lophosoriaceae).
Tiga genus (Calochlaena, Dicksonia, Lophosoria). Ca. 30 spesies;
monofiletik. Terestrial; Asia timur, Australasia, Neotropik. Karakter:
kebanyakan seperti pohon atau dengan rimpang tegak atau naik; rimpang
dengan polisiklik dictyosteles, atau solenostelic (Calochlaena); pangkal
apeks dan biasanya petiolar basa yang ditutupi dengan rambut yang tidak
disterilkan; bilah besar, 2–3 menyirip; vena sederhana untuk bercabang,
bebas; sori abaxial dan exindusiate (Lophosoria) atau marginal
(Calochlaena, Dicksonia) dan masing-masing dengan indusium seperiti
kerang atau seperti cangkir, adaxial (terluar) katup yang dibentuk oleh
margin segmen yang refleks dan seringkali berwarna berbeda; sporangia
dengan annuli miring.
22. Famili Metaxyaceae
Famili Metaxyaceae. Satu genus (Metaxya), dua spesies;
monofiletik. Terestrial, Neotropik. Karakter: rimpang merayap pendek
untuk naik, dorsiventral, solenostelic, apeks ditutupi dengan rambut
pluriseluler; petioles masing-masing dengan berbentuk omega,
bergelombang, benang vascular; bilah sederhana menyirip; vena bebas,
sederhana atau bercabang di dasar, ± paralel; sori abaxial, bulat, tersebar di
beberapa baris yang tidak jelas, seringkali dengan beberapa sori pada vena
yang sama, dengan banyak parafisis filiform, exindusiate; sporangia jatuh
tempo serentak; tangkai sporangial 4-mendayung; annuli vertikal atau
sedikit miring; spora 64 per sporangium, globose, trilete.
7) Ordo Polypodiales
(termasuk. ‘‘ Aspidiales, ”Aspleniales, Athyriales, Blechnales,‘
‘Davalliales,” Dennstaedtiales, Dryopteridales, Lindsaeales, Lonchitidales, Monachosorales, Negripteridales, Parkeriales, Platyzomatales, Pteridales,
Saccolomatales, Thelypteridales). Monofiletik . Karakter: indusia secara
lateral atau terpusat (indusia hilang dalam banyak garis keturunan); batang
sporangial 1–3 sel tebal, sering panjang; sporangial pematangan campuran;
sporangia masing-masing dengan anulus vertikal disela oleh tangkai dan
stomium; gametofit berwarna hijau, biasanya berbentuk tali (kadang-kadang
berbentuk pita di beberapa epiphytes), surficial.
23. Famili Lindasaeaceae
Famili Lindsaeaceae (lindsaeoids; termasuk. Cystodiaceae,
Lonchitidaceae). Ca. Delapan genus (Cystodium, Lindsaea, Lonchitis,
Odontosoria, Ormoloma1, Sphenomeris, Tapeinidium, Xyropteris1.
kemungkinan monofileik. Dimasukkannya Lonchitis (secara tradisional
terkait dengan paku dennstaedtioid) di Lindsaeaceae yang
membingungkan pada morfologi alasan, tetapi bukti molekuler sangat
menyarankan itu milik dekat lindsaeoid pakis. Epipetric terestrial atau
jarang atau epifit, pantropis. Karakter: akar dengan korteks luar
sclerenchymatous dikombinasikan dengan lapisan kortikal terdalam enam
sel lebar kecuali (Lonchitis dan Cystodium); rimpang pendek-panjang
merayap, protostelic dengan floem internal, atau dalam beberapa taxa
solenostelic, bearing umumnya sempit, sisik yang diikat secara primer,
non-klatata atau rambut yang tidak disterilkan; pisau 1–3-menyirip atau
lebih terbagi, umumnya gundul; vena biasanya bebas.
24. Famili Saccolomataceae
Famili Saccolomataceae. Satu genus, ca. 12 spesies; tampaknya
monofiletik, tetapi lebih banyak sampling diperlukan untuk menentukan
apakah spesies Dunia Lama bersifat congeneric dengan yang berasal dari
Dunia Baru. Hubungan Saccoloma (termasuk. Orthiopteris) telah
diperdebatkan. Lindsaeoideae sebagai subfamilies dalam
Dennstaedtiaceae. Molekuler data menunjukkan bahwa itu terletak di atau
dekat dasar radiasi polypodialean, tepat di bawah Cystodium dan Lonchitis
Terestrial, pantropis. Karakter: rimpang merayap pendek untuk tegak dan
agak seperti trunklike (Panjang merayap di sebagian Lindsaeaceae dan
Dennstaedtiaceae) dan dictyostelic (biasanya solenostelic di
Dennstaedtiaceae, protostelic dengan floem internal di Lindsaeaceae);
petioles masing-masing dengan untai vaskular berbentuk omega (ujung
terbuka adaxial); pisau menyirip untuk mendekomposisi, kurang
mengartikulasikan rambut (seperti yang ditemukan di Dennstaedtiaceae);
vena gratis; terminal sori pada pembuluh darah, kantong indusia atau
cupshaped; spora bulat-tetrahedral, permukaan dengan khas ± paralel,
bercabang.
25. Famili Dennstaedtiaceae
Famili Dennstaedtiaceae (dennstaedtioids; termasuk.
Hypolepidaceae, Monachosoraceae, Pteridiaceae). Ca. 11 genus: Blotiella,
Coptodipteris, Dennstaedtia (termasuk. Costaricia1), Histiopteris,
Hypolepis, Leptolepia, Microlepia, Monachosorum, Oenotrichia sia, Pteridium (bracken). beriklim dingin Ca. 170 spesies; monofiletik,
jika pakis lindsaeoid dikecualikan. Terrestrial, terkadang memanjat;
pantropis. Karakter: rimpang kebanyakan merayap panjang, sering
siphonostelic atau polystelic, membawa rambut yang bersendi; petioles
sering dengan tunas epipetiolar, biasanya dengan untaian pembuluh darah
berbentuk selokan (adaxial wajah terbuka); bilah sering besar, 2–3-
menyirip atau terbagi lagi; bayangan rambut; vena gratis, bercabang atau
menyirip, jarang anastomosing dan kemudian tanpa termasuk veinlets; sori
marginal atau submarginal, linear atau diskrit, indusia linier atau seperti
cangkir di margin bilah, atau refleks sori; spora tetrahedral dan trilete, atau
reniform dan monolete; gametofita hijau, berbentuk hati.
26. Famili Pteridaceae
Terestrial, epipetrik, atau epifit, submopolitan, tetapi paling banyak
di daerah tropis dan kering. Karakter: rimpang long-to short-creeping,
ascending, suberect, atau tegak, bantalan timbangan (lebih jarang, hanya
rambut); pisau monomorfik, hemidimorphic, atau dimorfik dalam
beberapa genus, sederhana (kebanyakan vittarioids), menyirip, atau
terkadang mengayuh, kadang-kadang menguraikan; vena gratis dan
forking, atau berbagai anastomosing dan membentuk pola retikulata tanpa
disertakan veinlets; sori marginal atau intramarginal, kurang indusium
sejati, sering dilindungi oleh margin segmen refleks, atau sporangia
sepanjang pembuluh darah; sporangia masing-masing dengan annulus
vertikal, terputus, wadah tidak atau hanya tidak jelas dibesarkan; spora
bulat atau tetrahedral, trilete, berbagai ornamen; kebanyakan.
. Famili Aspleniaceae
Terestrial, epipetrik, atau epifit, sub kosmopolitan, tetapi paling
banyak di daerah tropis. Karakter: rimpang merayap, naik, atau suberek,
membawa timbangan klatrat di pangkalan-pangkalan apeksi dan petiole
(dan kadang-kadang kapak lainnya); petioles dengan kembali ke belakang
untaian vaskular C-berbentuk, ini sekering distal menjadi Bentuk-X; pisau
monomorfik, biasanya kurang rambut acicular pada sumbu dan / atau
lamina, sering dengan rambut clavate mikroskopik; vena menyirip atau
forking, biasanya gratis, jarang reticulate dan kemudian tanpa
menyertakan veinlets; sori elongate (linear) sepanjang pembuluh darah,
biasanya tidak kembali pada vena yang sama, biasanya dengan lateral
terlampir, linear indusia; tangkai sporangial panjang, 1-baris; spora
reniform, monolete, dengan perine yang jelas bersayap.
. Famili Thelypteridaceae
Terestrial, jarang epipetric, pantropical, beberapa sedang. Karakter:
rimpang merayap, menanjak, atau tegak, membawa timbangan pada apeks,
ini bukan tiruan, biasanya membawa rambut acicular; tangkai daun dalam
penampang dengan dua memanjang atau bundel vaskular berbentuk bulan
sabit saling berhadapan, menyatu ke dalam bentuk selokan; pisau
monomorfik atau kadang-kadang dimorfik, biasanya menyirip atau
menyirip-pinnateid; vena menyirip, bebas untuk berbagai dan biasanya
sangat anastomosing, dengan atau tanpa termasuk veinlets; indument dari
hyaline acicular bulu pada sisik dan sisik rimpang; sori abaxial, bulat ke
lonjong, jarang memanjang sepanjang vena-vena, dengan reniform indusia
atau exindusiate; sporangia dengan 3-dayung, pendek ke tangkai panjang;
spora ellipsoid, monolete, perine bersayap ke spinulosa; x = 27–36. Indusia
telah hilang secara mandiri dalam banyak garis keturunan dalam keluarga.
. Famili Woodsiaceae
Sebagian besar terestrial, sub kosmopolitan. Karakter: rimpang
merayap, naik, atau tegak; sisik pada apeks, ini biasanya non-klatrat,
glabrous, kelenjar, atau bersilia; petioles dengan dua bundel vaskular
berbentuk bulan panjang atau bulan sabit satu lagi, ini menyatu secara
distal ke dalam bentuk selokan; pisau monomorfik, jarang dimorfik; vena
menyirip atau bercabang menjadi sua, bebas, tidak biasa anastomosing dan
kemudian tanpa menyertakan veinlets; sori abaxial, bulat, berbentuk J,
atau linier dengan reniform ke linear indusia, atau exindusiate; spora
reniform, monolete, perine bersayap, bergerigi, atau berduri.
. Famili Blechnaceae
Famili Blechnaceae (blechnoids; termasuk. Stenochlaenaceae). Saat
ini ca. sembilan genera diakui (Blechnum s.l., Brainea, Doodia,
Pteridoblechnum, Sadleria, Salpichlaena, Steenisioblechnum,
Stenochlaena, Woodwardia). Sebagian besar genera yang diakui saat ini
bersarang dalam Blechnum s.l., dan penerimaan mereka tergantung pada
revisi batasan dari Blechnum s.l., yang secara nyata adalah parafiletik
dalam arusnya penggunaan. Ca. 200 spesies; monofiletik, saudari
Onocleaceae Woodwardia (termasuk. Anchistea, Chieniopteris,
Lorinseria) tampaknya merupakan anggota awal cabang Blechnaceae.
Karakter: rimpang merayap, naik, atau tegak, kadang-kadang batang-
seperti, sering membawa stolon, bersisik di puncak (dan pada baling-
baling), timbangan non-klatrat; petioles dengan banyak, bundar, bundel
pembuluh darah diatur dalam sebuah cincin; daun monomorfik atau sering
dimorfik; vena menyirip atau forking, gratis ke berbagai anastomosis,
areola tanpa termasuk veinlet, pada daun subur membentuk areoles
costular yang membawa sori; sori dalam rantai atau linier, sering kali
paralel dan bersebelahan dengan pelepah, bergaul, dengan indria linier
terbuka ke dalam (menuju pelaut); sporangia dengan 3-mendayung,
pendek ke tangkai panjang; spora reniform, monolete, tunas bersayap;
gametofit berwarna hijau, berseri-seri; (Blechnum dan mensegregasikan,
Woodwardia); 40 (Salpichlaena).
. Famili Onocleaceae
Keluarga Onocleaceae (onocleoids). Empat genera (Matteuccia,
Onoclea, Onocleopsis, Pentarhizidium), lima spesies; monophyletic,
saudara dari Blechnaceae Family circumscription, suku mereka Onocleeae
of Dryopteridaceae). Terestrial, sebagian besar di daerah beriklim sedang.
Karakter: rimpang panjang ke merayap pendek ke naik, kadang-kadang
stoloniferous (Matteuccia dan Onocleopsis); daun sangat dimorfik;
petioles dengan dua bundel pembuluh darah menyatu di bagian distal
menjadi bentuk selokan; pisau pinnatifid atau pinnate-pinnatifid; vena
gratis atau anastomosing, kurang termasuk veinlets; spora reniform,
kecoklatan hingga hijau; sori tertutup (kadang-kadang rapat) dengan
margin laminar yang refleks, juga dengan membran, sering indulen sejati
indusia.
32. Famili Dryopteridaceae
Terestrial, epipetrik, hemiepiphytic, atau epiphytic, pantropical,
juga dengan banyak perwakilan beriklim sedang. Karakter: rimpang
merayap, naik, atau tegak, terkadang scandent atau climbing, dengan skala
non-clathrate di apeks; petioles dengan banyak bundel, bundel pembuluh
darah yang disusun dalam sebuah cincin; pisau monomorfik, kurang sering
dimorfik, kadang bersisik atau kelenjar, tidak berbulu; vena menyirip atau
forking, bebas ke berbagai anastomosing, dengan atau tanpa termasuk
veinlets; sori biasanya bulat, indusia round-reniform atau peltate (hilang
dalam beberapa garis keturunan), atau sori exindusiate, acrostichoid dalam
beberapa garis keturunan; sporangia dengan 3-mendayung, pendek ke
tangkai panjang; spora reniform, monolete, perine bersayap.
. Famili Lomariopsidaceae
Famili Lomariopsidaceae (lomariopsids; termasuk.
Nephrolepidaceae, pakis pedang). Empat genera (Cyclopeltis,
Lomariopsis, Nephrolepis, Thysanosoria1); ca. 70 spesies. Karakter:
rimpang merayap atau terkadang memanjat (tanaman hemi-epifit); petiola
dengan bundel bundel vaskuler yang disusun dalam bentuk saluran; bilah
1-menyirip, pinnae seluruh atau crenate, sering mengartikulasikan, berseri
dalam beberapa genera; vena bebas, ± paralel atau menyirip; sori diskrit,
bulat, dan dengan lonjong-bulat ke oval indusia, atau exindusiate, atau
sporangia acrostichoid dan daun dimorfik; spora bilateral, monolete,
berbagai sayap atau hiasan.
. Famili Tectariaceae
Terestrial, pantropis. Karakter: rimpang biasanya pendek-merayap
naik, dictyostelic, bantalan timbangan; tangkai daun tidak abscising,
dengan cincin bundel vaskular pada penampang melintang; pisau
sederhana, menyirip, atau bipinate, kadang-kadang membusuk; indument
jointed, biasanya rambut pendek pendek pada sumbu, vena, dan kadang-
kadang jaringan laminar, khususnya pada rachis dan costae adaxially; vena
bebas atau sering sangat anastomosis, kadang-kadang dengan veinlets
termasuk; indusia reniform atau peltate (hilang dalam beberapa garis
keturunan); spora kecoklatan, reniform, monolete, aneka hiasan.
35. Famili Oleandraceae
Famili Oleandraceae. Monogenerik, ca. 40 spesies, saudara
perempuan ke Davalliaceae + Polypodiaceae, termasuk dua genera selain
Oleandra: Arthropteris (sekitar 12 spesies), dan Psammiosorus
(monotypic), tetapi dengan ini lebih luas dibatasi, keluarga jelas
polifiletik; memasukkan kedua genera ini di Tectariaceae. Spesies adalah
hemiepiphytes terestrial, epilithic atau sering sekunder. Karakter: bilah
sederhana; daun mengartikulasikan, membersihkan bersih pada senescence
dari phyllopodia diucapkan; sori indusiate, indusia round-reniform; spora
reniform, monolete.
36. Famili Davalliaceae
Monofiletik, saudara dari Polypodiaceae. Gymnogrammitis dan
Leucostegia sering dimasukkan di Davalliaceae tetapi yang pertama milik
Polypodiaceae, sementara yang terakhir ini tampaknya mirip dengan
Hypodematium. Batas Generik Araiostegia, Davallia, dan Pachypleuria
relatif satu sama lain tidak jelas. Karakter: tanaman epifit (kebanyakan
menghasilkan) emas epipetrik; panjang-merayap, dictyostelic,
dorsiventral, bantalan timbangan rizoma; daun tua bersih abscissioning di
pangkalan petiole; pisau biasanya 1-4-menyirip (jarang sederhana),
monomorfik (jarang dimorfik); pembuluh darah bebas, menjari atau
menyirip; indument umumnya kurang pada bilah dan kapak, tetapi
kadang-kadang dari rambut mengartikulasikan; Ini adalah abaxial,
inframarginal dengan baik dari margin, ± bulat, dengan cangkir ke oval
atau luni indusia, sporangia dengan 3-mendayung, biasanya tangkai
panjang; annular vertikal; spora ellipsoid, monolete, kekuningan hingga
cokelat, perine beragam, tetapi biasanya tidak kuat bersayap atau cristat;
gametofit berwarna hijau, berseri-seri.
37. Famili Polypodiaceae
Sebagian besar epifit dan epipetrik, beberapa terestrial; pantropis.
Karakter: rimpang merayap panjang ke skala pendek, dictyostelic,
bantalan; tangkai daun membersihkan dengan bersih di dekat pangkalan
mereka atau tidak (kebanyakan grammitids), menyingkat phyllopodia;
pisau monomorfik atau dimorfik, sebagian besar sederhana untuk
pinnatifid atau 1-menyirip (tidak biasa dibagi lagi); kurangnya indera atau
rambut dan / atau sisik pada bilah; vena sering anastomosing atau
reticulate, kadang-kadang dengan termasuk veinlets, atau vena gratis
(kebanyakan grammitids); indument berbagai, timbangan, rambut, atau
kelenjar; sori abaxial (jarang marginal), bulat ke lonjong atau eliptik,
kadang-kadang memanjang.
Ekologi Pteridophyta
Tumbuhan paku banyak dijumpai di berbagai tempat, mulai dari pinggir
pantai hingga pegunungan. Wilayah yang paling banyak dijumpai tumbuhan paku
adalah wilayah yang memiliki kelembaban yang tinggi, karena tumbuhan paku
akan tumbuh dan berkembang sangat baik ketika tingkat kelembabannya tinggi,
sementara wilayah yang tingkat kelembabannya rendah tumbuhan paku lamban
dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Tumbuhan paku merupakan salah
satu penyusun vegetasi hutan yang berungsi untuk menahan limpasan air hujan
sehingga dapat mengurangi debit air yang dapat menimbulkan banjir, juga dapat
menahan air sehingga berfungsi menjadi sumber air
Pola Distribusi Pteridophyta
Pteridophyta tersebar sangat luas di bumi, kecuali daerah salju abadi dan
daerah gurun. Beberapa jenis tumbuhan paku dapat tumbuh dan berkembang pada
wilayah geografis yang sangat luas, mulai dari daerah pesisir sampai daerah
pegunungan. Menurut Tjitrosoepomo (1983) luas persebaran tumbuhan paku
mulai dari tropika yang lembab hingga melampaui lingkaran afrika.
Jenis-jenis tubuhan paku yang ada sekarang sebagian besar bersifat
hidrofit. Yaitu lebih banyak tumbuh dan berkembang pada tempat yang teduh dan
tingkat kelembabannya tinggi seperti pada daerah pegunungan yang curah
hujannya lebih tinggi dari pada dataran rendah. Keberadaan tumbuhan paku di
tempat-tempat yang lembab, di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun
sungai, di pegunungan, di lereng-lereng yang terjal hingga dekat kawah gunung berapi .
Manfaat Pteridophyta
Pteridophyta memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari bagi
manusia. Sudah sejak lama tumbuhan paku banyak dijadikan sebagai tanaman
hias untuk menghiasi rumah, taman rumah, pagar rumah dan lain sebagainya,
contoh Platycerium, Adiantum, Asplenium dan Sellaginela. Bagi masyarakat
indonesia, sayuran dari tumbuhan paku telah digunakan sejak lama, rasanya yang
enak dan mudah didapat, biasanya tumbuhan paku yang digunakan sebagai sayur
adalah Marsilia crenata, Pteridium aquilinu. Ada juga tumbuhan paku yang
dimanfaatkan sebagai dekorasi dan karangan bunga seperti Gleichenia linearis,
juga sebagai bahan pembersih yaitu Equisetum, hingga sebagai bahan obat-obatan
yaitu Aspidium filixmas, Lycopodium clavatum f
Kabupaten Lumajang memiliki luas 1.790,90 km2 dengan kondisi
topografti yang bervariasi, mulai dari dataran rendah hingga pegunungan. Puncak
tertinggi adalah mahameru yaitu puncak gunung semeru, gunung terginggi di
pulau jawa. Daerah pegunungan berbatasan dengan Kab. Malang yang berada di
sebelah barat Kab. Lumajang. Sebelah utara berbatasan dengan Kab. Probolinggo,
sebelah timur berbatasan dengan Kab. Jember, sementara sebelah selatan
berbatasan dengan laut luas atau biasa disebut Samudera Hindia.
Gunung Sawur
Gunung Sawur pada hakekatnya adalah sebuah bukit, akan tetapi warga
disana menyebutnya Gunung Sawur. Tinggi Gunung Sawur memiliki tinggi
800mdpl. Gunung sawur merupakan pos pantau segala aktifikas dari Gunung
Semeru. Gunung Sawur tidak hanya menjadi pos patau akan tetapi juga menjadi
tempat wisata bagi masyarakat sekitar, biasanya untuk melihat puncak mahameru
dari kejauhan, dan bisa juga untuk melihat hamparan sawah yang hujau.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang berwujud benda dan orang
yang dapat menunjang dalam proses pembelajaran.
sumber belajar dalam pengertian sempit adalah segala sarana yang menyajikan
pesan secara edukaif baik visual maupn audiovisual, contohnya buku-buku, koran,
website dan media lainnya.
Menjelaskan bahwa sumber belajar adalah segala sumber
pendukung dalam kegiatan pembelajaran, termasuk sistem pendukung dan materi
serta lingkungan pembelajaran. Sumber belajar tidak hanya alat dan materi saja
yang digunkan dalam perbelajaran, akan tetapi meliputi orang, anggaran dan
fasilitas.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, sumber belajar dapat disimpulkan
semua sumber yang meliputi pesan, orang, bahan ajar, alat, teknik, lingkungan
dan latar yang dimanfaatkan oleh siswa sebagai sumber untuk kegiatan
pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut.
bahwa Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pembelajaran
sangat beraneka ragam jenis dan bentuknya. Sumber belajar tersebut bukan hanya
dalam bentuk bahan cetakan seperti buku teks akan tetapi pelajar dapat
memanfaatkan sumber belajar yang lain seperti radio pendidikan, televisi,
komputer, e-mail, video interaktif, komunikasi satelit, dan teknologi komputer
multimedia dalam upaya meningkatkan interaksi dan terjadinya umpan balik
dengan peserta didik. Sumber belajar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis:
1) Sumber Belajar Berbasis Manusia, yaitu guru menjadi pusat sumber
belajar yang bertindak sebagai penyampaian pesan, pemberi informasi,
penyaji dan lain seagaiya.
2) Sumber Belajar Berbasis Cetakan, yaitu segala sesuatu yang berbentuk
cetakan, superti buku, handout, modul, dan lain sebaganya.
3) Sumber Belajar Berbasis Visual, yaitu sumber belajar yang didapat dari
visual atau penglihatan, contoh gambar
4) Sumber Belajar Berbasis Audiu-visual, yaitu sumber belajar yang didapat
dari suara dan dari penglihatan, contoh video rekaman dll.
5) Sumber Belajar Berbasis Komputer, yaitu sumber belajar dengan
menggunakan komputer sebagai alat dan bahan ajar.
Kriteria Pemilihan Sumber Belajar
Untuk mencapai tujuan belajar dengan baik salah satunya adalah dalam
memilih sumber belajar yang sesuai kebutuhan. Berkaitan dengan pemanfaatan
sumber belajar pengajar atau guru perlu memperhatikan beberapa kriteria, dengan
melihat kebutuhan sumber belajar, efisiensi, dan efektifitas penggunaannya. Ada
beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih sumber belajar:
1) Ekonomis, murah dan tidak harus mengeluarkan biaya mahal
2) Praktis, mudah didapat, cara pembuatannya tidak rumit
3) Mudah dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita
4) Fleksibel dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional
5) Sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar,
dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa
Pemanfaatan Pteridhopyta Sebagai Sumber Belajar
Istilah Biologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Bios yang berarti hidup
dan Logos yang berarti Ilmu. Biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
kehidupan. Kajian Ilmu Biologi sangat luas, mulai dari mempelajari organisme
hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi, persebaran dan
taksonominya.
Materi Pteridhpita mulai diperkenalkan kepada siswa dari tingkat Sekolah
Dasar hingga beberapa perguruan tinggi tertentu terutama Program Pendidikan
Biologi. Pada tingkat Sekolah Menengah Atas materi tumbuhan paku kurikulum
2013 tercantum dalam Kompetensi Dasar: 3.7 Menerapkan prinsip klasifikasi
untuk menggolongkan tumbuhan ke dalam divisio berdasarkan pengamatan
morfologi dan metagenesis tumbuhan serta mengaitkan peranannya dalam
kelangsungan kehidupan di bumi. Terdapan pula pada Kompetensi Dasar 4.7
Menyajikan data tentang morfologi dan peran tumbuhan pada berbagai aspek
kehidupan dalam bentuk laporan tertulis. Tumbuhan paku dapat ditemukan di
alam sekitar, sehingga pembuatan media untuk sumber belajar disajikan dengan
semenarik mungkin dan mudah dipahami, seperti herbarium, buku referensi
tambahan, handout dan masih banyak yang lainnya yang sudah di kemukakan
dalam penelitian sebelum-sebelumnya.