Susu yaitu sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan
penyediaan makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan. Karena berfungsi
sebagai makanan tunggal bagi mahluk yang baru dilahirkan dan mulai tumbuh,
susu mempunyai nilai gizi yang sempurna. Dalam susu ada semuia zat gizi
yang diperlukan bagi kebutuhan pertumbuhan anak.
Pada umumnya yang disebut susu yaitu susu sapi, yang berasal dari jenis
sapi perah FH (Friesian Holstein), yang berwarna putih totol hita,, atau hitam totol
putih. Secara alami sisi merupakan suatu emulsi lemak dalam air. Kadar air susu
sangat tinggi yaitu rata-rata 87.5 %, dan di dalamnya teremulsi ber bagai zat gizi
penting seperti protein, lemak, gula, vitamin dan mineral.
Susu merupakan sumber protein dengan mutu yang sangat tinggi, dengan
kadar protein dalam susu segar 3.5 %, dan mengandung lemak yang kira-kira
sama banyaknya dengan protein. Karena itu, kadar lemak sering dijadikan sebagai
tolak ukur mutu susu, karena secara tidak langsung menggambarkan juga kadar
proteinnya. Beberapa jenis sapi perah, khususnya dari Bos Taurus misalnya Jersey
dan Guernsey mampu memproduksi susu dengan kadar lemak mendekati 5 %.
Gula dalam susu disebut laktosa atau gula susu, kadarnya sekitar 5 - 8 %.
Laktosa memiliki daya kemanisan sangat rendah, yaitu hanya 16 % daya
kemanisan sukrosa. Laktosa merupakan senyawa yang banyak dipakai dalam
pembentukan sel otak, khusunya bagi anak-anak usia di bawah 7 tahun, agar
jumlah maupun perkembangan sel otaknya berlangsung dengan normal dan
lancar.
Mineral yang banyak ada dalam susu yaitu kalsium dan posfor.
Kedua mineral ini penting bagi pertumbuhan tulang. Sehingga bagi bayi dan
anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, susu merupakan sumber mineral
yang penting.
Mineral lain seperti klorida, kalsium, magnesium dan natrium terlarut
dalam air. sedang sebagian kalsium posfat dan protein tidak berada dalam
larutan murni, tetapi dalam bentuk dispersi koloid (kalsium posfat kaseinat) yang
menyebabkan susu terkesan berwarna putih opaque.
Vitamin yang tinggi ada dalam susu yaitu niasin dan riboflavin.
Karena tingginya kandungan riboflavin, susu tanpak berwarna kehijau-hijauan.
Jika terkena sinar matahari langsung, riboflavin dalam susu cepat rusak.
1. PASTEURISASI SUSU
Susu sangat sedikit (bila tidak boleh dikatakan tidak ada) yang dijual
benar-benar segar, yaitu langsung dari ambing sapi perah. Hal ini karena adanya
kemungkinan pencemaran atau kontaminasi oleh berbagai bakteri patogen, seperti
bakteri penyebab typus, diphteri, radang tenggorokan dan tbc. Karena alasan
ini maka susu yang akan dijual sebelumnya dipanaskan secukupnya sehingga
seluruh bakteri patogen yang mungkin ada di dalamnya dapat dimusnahkan.
Proses pemenasan ini disebut pasteurisasi. Pada umumnya proses
pasteurisasi dilakukan dengan mamanaskan susu pada suhu 62 oC selama 30
menit. Bila ingin lebih cepat dapat dipakai suhu 72 oC selama 15 detik.
Meskipun bakteri patogen sudah dimusnahkan, tetapi bakteri non patogen,
terutama bakteri pembusuk masih hidup. Jadi susu pasteurisasi, buka merupakan
susu awet. Dalam penyimpanannya, biasanya susu pasteurisasi digabungkan
dengan metode pendinginan.
Untuk memperpanjang daya simpannya, susu pasteurisasi disimpan pada
suhu maksimal 10 oC, lebih dingin lebih baik. Pada suhu ini mikroba
pembusuk meskipun tidak mati, tetapi tidak dapat tumbuh dan berkembang.
Pada saat pasteurisasi, bukan hanya bakteri patogen yang mati, tetapi
beberapa jenis enzim juga dimatikan. Enzim yang terpenting yaitu posfatase.
Enzim ini memiliki daya tahan panas yang sedikit lebih tinggi daripada
bakteri patogen penyebab tbc. Karena itu, untuk mendeteksi apakah proses
pasteurisasi sudah cukup atau belum, dilakukan tes atau uji posfatase. Bila uji
posfatase negatif, proses pasteurisasi sudah baik atau cukup.
Pada umumnya di Industri pengolahan susu, proses pasteurisasi terdiri atas
tahap-tahap sebagai berikut : penerimaan susu segar, pencampuran dan
pemanasan, penyaringan, homogenisasi, pasterurisasi, pendinginan dan
pengemasan.
Penerimaan Susu
Biasanya susu segar diperoleh dari pemerahan yang dilakukan selama 2
kali yaitu pada pagi dan sore hari. Susu segar yang diterima dari pemerahan sore
dimasukkan ke dalam tangki pendingin dan digabungkan dengan susu segar yang
diterima hasil pemerahan pagi hari berikutnya. Sebelum diolah, susu segar diuji
lebih dahulu, yang meliputi uji alkohol, berat jenis, pH dan kadar lemak. Hasil uji
alkohol harus menunjukkan negatif (tidak pecah, jika dicampur alkohol 70% 1 :
1), berat jenis minimal 1.028, pH 6.5 – 6.8 dan kadar lemak minimal 2.8 %.
Pemanasan dan Pencampuran
Tahap ini diperlukan untuk menyeragamkan susu dan dapat dicampur
bahan lain seperti gula atau perasa/pewarna makanan, dengan cara dimasukkan ke
dalam tangki yang berpengaduk (agotator) dan dapat diatur suhunya. Susu dalam
tangki mula-mula dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 50 – 60 oC dengan
tujuan untuk menginaktifkan enzim lipase yang menyebabkan susu menjadi
tengik. Selanjutnya susu dialirkan ke tangki penyaring (filter tank), untuk
menisahkan padatan dan kotoran yang mungkin masih ada dalam susu.
Homogenisasi
Tujuan utama proses homogenisasi pada pengolahan susu yaitu untuk
memecahkan butiran-butiran lemak yang sebelumnya berukuran 5 mikron menjadi
2 mikron atau kurang. Dengan cara ini susu dapat disimpan selama 48 jam tanpa
terjadi pemisahan krim pada susu. Proses homogenisasi terjadi karena adanya
tekanan yang tinggi dari pompa pada alat homogenizer.
Susu yang telah dihomogenisasi selanjutnya ditampung dalam tangki
penampungan, selanjutnya dialirkan menuju tangki pemanas (pasteurizer)
melewati plate heat exchanger. Suhu keluaran produk dari alat ini dapat mencapai
suhu 80 – 85 oC dan mengalir menuju tangki pasteurisasi.
Pasteuriasi
Proses pasteuriasi dilakukan umumnya memakai metode HTST (High
Temperature Short Time) yaitu dengan pemanasan 80 – 90 oC selama 15 detik.
Selanjutnya susu akan melewati plate cooler sebelum ditampung ke TANGKI
penampungan akhir (surge tank).
Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan untuk menurunkan suhu secara cepat dari
suhu 80 – 90 oC menjadi 5 – 10 oC sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk. Pendinginan biasanya dilakukan dengan melewatkan susu ke
serangkaian plate cooler.
Pengemasan
Dari plate cooler susu dialirkan ke tangki penampungan akhir yang
biasanya diletakkan pada tempat yang tinggi (sekitar 3 m dari lantai). Susu yang
akan dikemas dialirkan melalui keran dengan bantuan gaya gravitasi. Susu
pasteuriasi dapat dikemas dalam kantong plastik, polycap atau dikemas dalam
tetrapack. Setelah dikemas, susu pasteuriasi disimpan pada suhu 0 – 15 oC.
2. SUSU KENTAL MANIS
Susu kental manis atau biasa disebut sweetened condensed milk yaitu
susu segar atau susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan menguapkan
sebagian airnya dan kemudian ditambahkan gula sebagai pengawet. Susu kental
manis dapat ditambah lemak nabati dan vitamin. Susu kental manis dapat juga
tidak dari susu segar atau susu evaporasi, yang disebut susu kental manis
rekonstitusi. Susu kental manis rekonstitusi terbuat dari bahan-bahan seperti susu
bubuk skim, air, gula, lemak, vitamin dan lain-lain, sehingga diperoleh susu
dengan kekentalan tertentu.
Pada pembuatan susu kental manis yang asli, pertama-tama susu
dipanaskan pada suhu 65 – 95 oC selama 10 – 15 menit dengan tujuan membantu
menstabilkan susu selama penyimpanan dan membunih mikroba patogen dan
enzim. Selanjutnya ditambah gula sampai konsentrasinya mencapai 62.5 %.
Selanjutnya susu diuapkan dengan evaporator vakum pada tekanan 47 mmHg dan
suhu 51 oC, sampai diperoleh kekentalan yang dikehendaki atau total padatan
telah mencapai 70 – 80 persen bahan kering, dengan kadar air 20 – 30 persen.
Selanjutnya diisikan ke kaleng dan dilakukan penutupan.
Pengolahan SKM di negara kita banyak dilakukan dengan cara rekonstitusi,
yaitu mencampurkan kembali bahan-bahan baku SKM hingga membentuk emulsi
susu yang manis dan cukup kental. Untuk memperoleh susu yang lebih kental,
dilakukan penguapan sebagian air dari campuran ini . Dengan cara
rekonstitusi, jumlah air yang harus diuapkan pada pembuatan SKM jauh lebih
sedikit, karena total padatan yang diperoleh dari hasil penggabungan kembali
(rekonstitusi) telah mencapai 70.7 – 70.9 persen.
Tahap-tahap pembuatan SKM dengan cara rekonstitusi meliputi :
pancampuran bahan-bahan, penyaringan, homogenisasi, pasteuriasi, pengentalan
dan pengalengan. sedang bahan baku yang dipakai yaitu air, susu bubuk
skim, lemak susu atau lemak nabati, gula pasir dan vitamin-vitamin.
3. LEMAK SUSU
Sebelum susu sapi dibuat menjadi mentega perlu lebih dahulu lemaknya
dipisahkan dari komponen utama susu yang lain. Tergantung jenis ternaknya,
kadar lemak susunya sangat bervariasi yaitu dari 2.5 sampai 5 persen berdasar
berat basah. Di samping lemak, susu sapi segar merupakan sumber protein sekitar
3 persen, dan karbohidrat (laktosa) seitar 5 – 6 persen. Susu juga merupakan
sumber phospor dan kalsium tetapi rendah besinya, di samping vitamin A (dalam
lemak), serta vitamin-vitamin lainnya.
Susu merupakan emulsi lemak dalam air, lemaknya berbentuk droplet,
atau globula atau butir-butir dengan diameter antara 3 – 6 mikron, bahkan ada
yang sampai berukuran 10 mikron, tergantung jenis ternaknya. Suatu contoh jenis
sapi Jersey dan Guernsey menghasilkan globula lebih besar dari sapi Holstein.
Butir-butir lemak dilapisi oleh emulsifiere, sehingga dapat larut dalam air.
Lemak dalam bentuk butir-butir ini , karena bersifat lebih ringan,
cenderung naik ke permukaan, kejadian ini disebut “creaming”.
Sedang “cream” yang sering disajikan bersama minuman kopi panas,
yaitu susu yang tinggi kadar butiran-butiran lemak yang mengapung ke atas.
Semakin tinggi lemaknya semakin kental susu atau cream ini .
Sedang pada susu domba/kambing, butiran-butiran lemak begitu kecil
sehingga tidak mudah menuju ke permukaan, karena itu susu domba tidak pernah
mengalami “creaming”.
Buttermilk, merupakan cairan yang tertinggal bila cream atau susu dikocok
(churned) dan telah diambil lemaknya, rasanya dapat manis dan asam. Buttermilk
sangat mirip dengan susu skim tetapi masih mengandung phospolipida dan protein
yang berasal dari membran globula lemak.
4. MENTEGA
Kata mentega selalu berkaitan dengan susu sapi, jadi mentega itu yaitu
produk minyak hewani, bukan produk nabati. Inilah bedanya mentega dengan
margarine. Margarine yaitu produk tiruan mentega yang dibuat dari minyak
nabati, jadi dapat berasal dari minyak kelapa, kelapa sawit, minyak kedelai,
jagung dan sebagainya.
Mentega diperoleh dan dibuat dari cream melalui proses yang disebut
“churning”. Cream ini diaduk dan dikocok, sehingga menghancurkan lapisan
membran yang menyelubungi butir-butir lemak. Terjadilah pemisahan dua phase;
yaitu fase lemak terdiri dari lemak mentega, dan phase air yang melarutkan
berbagai zat yang ada dalam susu. Gumpalan-gumpalan lemak susu
dipisahkan bagian lain dan dicuci dengan air dingin yang beberapa kali diganti
dengan air baru untuk menghilangkan susunya. Mentega biasanya diberi garam,
dan hal ini untuk mengeluarkan air yang tersissa dalam lemak susu (Butter fat).
Mentega biasanya mengandung air 15 persen, sebagian dari jumlah tersbut
dalam bentuk teremulsifikasi.mentega harus memiliki kadar lemak minimal 80
persen. Tingginya kadar air dalam mentega menyebabkan mentega mudah
menjadi tengik bila disimpan pada tempat yang hangat. Salah satu asam lemak
yang dilepaskan yaitu asam butyrat, berantai pendek, mudah menguap dan
berbau tidak enak.
Jenis Mentega
Berbagai jenis mentega dapat ditemukan di berbagai toko makanan dan
supermarket. Jenis menteganya sendiri banyak dipengaruhi oleh asam creamnya
serta variasi pengolahan selama pembuatan mentega ini , sehingga
menghasilkan jenis mentega yang beraneka ragam dan dapat dikelompokkan
menjadi sebagai berikut :
1. Mentega dibuat dari Pasteurized Cream atau unpasteurized Cream.
2. Mentega yang dibuat dari cream yang diperam (ripened cream) atau yang
tidak diperam.
3. Mentega yang digarami atau yang tidak digarami.
4. Mentega yang dibuat dari sweet cream, atau sour-cream.
5. Mentega yang dibuat yang tidak mengalami penyimpanan (segar) dan yang
telah mengalami penyimpanan.
6. Mentega yang dibuat di peternakan (dairy butter) atau di pabrik (creamery-
butter).
Dari berbagai golongan ini dapat menghasilkan berbagai butter atau
mentega yang beranekaragam, misalnya Pasteurized cream dapat berasal dari
sweet atau sour-cream, demikian juga halnya dengan unpasteurized cream.
Biasanya mentega dari upasteurized cream memiliki flavor yang tajam, sampai
berbau tengik.
Mentega yang digarami biasanya memiliki flavor yang lebih jelas, lebih
tajam daripada yang tidak digarami. Penambahan garam yang diberikan biasanya
sekitar 2 ½ persen. Mentega yang tidak bergaram berasa manis, karena itu sering
disebut sweet-butter, sweet-butter tidak selalu dibuat dari sweet cream.
Sweet-cream butter, dibuat dari cream yang mengalami “churning”,
dengan derajat keasaman tidak melampaui 0.20 persen, dihitung sebagai asam
laktat. Seang cream yang memiliki derajat keasaman lebih dari 0.20 persen
disebut cream asam (sour cream).
Fresh-butter, yaitu mentega yang tidak mengalami perlakuan
penyimpanan pada suhu beku, dan umurnya tidak lebih dari 3 minggu. Sedang
cold-storage butter, yaitu mentega yang telah mengalami penyimpanan dingin
pada suhu sekitar 00F (-17.70C). Sebaiknya disimpan antara satu sampai enam
bulan.
Pengolahan Mentega
Sebagian besar mentega dipasarkan secara luas termasuk yang diekspor
atau diimpor yaitu mentega pabrik (creamary butter).
Para petani sering bertindak sebagai pengumpul cream yang dijual ke
pabrik dengan harga berdasar mutunya yang dicek dari keasaman, flavor,
aroma, serta adanya benda asing dalam cream.
Pada prinsipnya mentega yang bermutu tinggi tidak dapat dibuat dari
cream yang telah rusak, busuk dan kotor.
Hanya sebagian kecil saja dari mentega dibuat dari sweet cream, sedang
sebagian besar mentega dibuat dari cream yang telah diperam. Garam biasanya
ditambahkan sampai mencapai kadar 2.5 – 3.0 persen. berdasar standar
mentega yang ada di pasaran internasional yaitu kadar lemak minimal 80 persen.
Sedang sisanya terdiri dari butter milk, air, bahan kering susu. Pemeraman cream
sering dilakukan untuk menghasilkan flavor yang kuat dengan penambahan
starter : Streptococcus lactis dan Streptococcus citrivorus serta Streptococcus
parasiticus. Meskipun flavor mentega terdiri dari banyak komponen tetapi yang
terpenting yaitu diacetyl. Diacetyl diproduksi oleh Streptococcus sp. ini
dari asam sitrat demikian halnya dengan asam laktat dan propionic acid dan asetic
acid dari laktosa.
Mentega merupakan komoditi yang diperlukan untuk meningkatkan
ketengikan dan kenikmatan makanan, banyak sekali kaitannya dengan konsumsi
roti, produk yang digoreng atau International cuisin. Dari segi gizi mentega dapat
dpandang sebagai salah satu sumber vitamin A dan D. Dari data yang dilaporkan
Buss (1984) seper sepuluh kebutuhan Vit A masyarakat Inggris berasal dari
mentega. Kandungan vit A dalam bentuk all trns retinal ± 70 μg/100 gr dan
β-carotens 429 μg/100 gr. Karena beberapa mentega bergaram, kadar garam
dalam mentega sekitar 1.9 persen atau kadar Na 750 mg/100 gr dengan kadar
lemak antara 81 – 82 persen, dan dengan kadar air 15.2 – 15.3 persen. Pembuatan
mentega dapat dilakukan secara “batch” maupun “continue proses”.
Pembuatan secara Batch
Lemak susu diperoleh secara konvensional dengan dua cara, yaitu
pemisahan sentrifugal dari susu segara, sehinga menghasilkan cream dengan kadar
lemak 25 – 40 persen dan cara yang kedua dengan cara “churning”.
Netralisasi
Lemak susu yang dipisahkan di peternakan susu biasaya sudah beberapa
lama umurnya. Karena itu besar kemungkinannya telah terjadi pembentukan asam
hasil kerja bakteri yang tumbuh di cairan ini . Untuk itu agar dapat diproses
cream ini harus diturunkan keasamannya dengan cara penambahan senyawa
alkali yang lebih dikenal sebagai bahan “neutralizer”. Bahan ini yang
biasanya dipakai yaitu , natrium bikarbonat, caustic soda, kalsium karbonat,
kalsium hydrolisida, magnesium oksida.
Cream yang belum timbul asam, disebut “sweet cream” karena itu tidak
perlu dinetralkan, dan mentega yang dibuat dari bahan ini disebut “sweet
cream butter”.
Pasteurisasi
Tahap beikutnya yaitu proses pasteurisasi cream, yaitu pemberian panas
untuk menghancurkan sebagian besar mikroba dan enzim yang ada dalam
cream. Tujuannya yaitu agar aman dikonsumsi manusia, lebih lezat dan tahan
lama atau awet.
Suhu pasteurisasi yang dipakai biasanya sekitar 160 – 1700F selama
25 – 30 menit. Dapat pula dilakukan dengan HTST (High Temperature Short
Time) yaitu memakai suhu 190 – 2100F selama beberapa sekon saja
(1 – 15 detik).
Setelah dipasteurisasi, cream diinokulasi dengan starter untuk
mendapatkan flavor dari diacetyl, seperti ini sebelumnya.
Pendinginan
Setelah dipasteurisasi, cream didinginkan sampai mencapai suhu 40 –
500F. dengan pendinginan akan dapat membuat sebagian lemak susu memadat
sebelum diproses churning dimulai. Di beberapa pabrik pendinginan dilakukan
semalam lamanya pendinginan dapat mempengaruhi “body & textur” mentega.
Churning
Proses churning secara konvensional dilakukan dengan cara pengaduk,
mengocok, memukul, sampai timbul buih yang berat terjadi, dan dengan
pengocokan yang lama buih akan kolaps dan akhirnya terbentuk butir-butir
mentega dan butter milk. Bila churning dapat berlangsung dengan sempurna,
sebagian besar (99%) lemak susu akan berhasil menjadi mentega, sisanya 1 persen
lemak masuk ke dalam susu.
Alat yang dipakai untuk proses ini disebut churn, yaitu sebuah
panci besar berbentuk drum silinder, atau kerucut, yang dapat berputar pada
kecepatan tertentu sehingga terjadinya pengocokan cream yang berada di
dalamnya.
Pada mulanya suatu churn dibuat dari kayu, tetapi kini banyak dijumpai
terbuat dari aluminium atau stainless-steel. Hanya sekitar 35 – 40 persen dari
volume churn ditempati cream. Sebelum proses churning dimulai, suhu diatur
lebih dahulu agar proses selesai dalam waktu 40 – 60 menit, yaitu dengan kadar
lemak 33 – 38 persen. Bila warna mentega akan diberikan secara artifisial maka
pemberian zat warna dilakukan sebelum proses churning dimulai.
Bila butir-butir lemak telah mencapai ukuran biji kapri atau chesnut,
proses churning diberhentikan, butter milk ditiriskan dengan mengeluarkan dari
bagian bawah.
Pencucian, Penggaraman dan Finishing
Granula mentega, dicuci dengan sedikit air, untuk buang padatan-padatan
susu. Baru diikuti dengan pencucian air dalam jumlah yang banyak. Kadang juga
dilakukan dengan memutar churn dengan kecepatan jauh lebih rendah dari proses
churning. Baru penambahan garam dilakukan yaitu dengan kadar 1 – 2.5 persen.
Penambahan air dilakukan untuk mencapai kadar air yang diperlukan, pemutaran
churn dilakukan agar garam dan air dapat secara sempurna tersebar ke seluruh
bagian-bagian mentega dan mentega nampak kering (tak berair).
Mentega diambil dari churn, dan dikemas dalam kotak-kotak yang berlapis
dengan parchment fiber, kapasitas 50 – 65 lb dan disimpan pada suhu 32 – 400F.
dikirim ke wholesaler untuk retail packing (0.25, 0.50 dan 1 lb).
Pembuatan Mentega Cara Kontinyu
Teknik pembuatan secara continue dimulai setelah Perang Dunia II
terutama setelah ditemukan separator sentrifugal. Pada industri mentega secara
continuous, proses berlangsung dalam 6 tahap, yaitu :
1. Konsentrasi cream sampai kadar lemak 80 persen.
2. Penggantian phase lemak yang lemak dalam serum menjadi serum dalam
lemak.
3. Pemekatan kadar lemak dari 80 menjadi 98 persen.
4. Pasteurisasi dan pendinginan kadar lemak 98 persen.
5. Pengendalian komposisi
6. Pengendalian solidifikasi dan kristalisasi mentega.
Penerimaan berjalan secara konvensional. Tahap pertama, cream dipompa
melalui berbagai penyaring masuk ke dalam unit yang disebut destabilisasi unit.
Suhu cream harus berada pada 65 – 750F selama proses destabilisasi.
Setelah proses destabilisasi, cream dialirkan langsung ke pemanas
centrifugal sampai suhunya mencapai 125 – 1500F. Cream kemudian dialirkan ke
dalam separator sentrifugal. Bagian skim yang pekat dan encer dipisahkan untuk
dikeringkan, sedang creamnya masuk ke proses pasteurisasi dan seterusnya.
Penyimpanan Mentega
Lemak yang ada dalam mentega sangat mudah menyerap rasa dan
baru serta citarasa dari makanan yang disimpan di dalam lemari es. Karena itu
mentega harus dikemas dengan baik agar penyerapan bau ini tidak terjadi,
yaitu dengan bahan kemas yang kedap udara serta kedap air dan rapat.
Pada umumnya, kondisi yang ada dalam mentega tidak banyak
memberi peluang bagi pertumbuhan bakteri, meskipun jamur (kapang) masih
mungkin tumbuh pada mentega. Kadar air mentega sangat rendah dan terbatas
dalam bentuk droplet.
Meskipun demikian beberapa bakteri dapat juga tumbuh bila waktu
penyimpanan lama dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Bila itu terjadi
sebagai sumber kontaminasi biasanya berasal ari cream. Namun demikian sangat
jarang terjadinya keracunan staphloccus pada butter yang telah dilaporkan.
Prapenyimpanan mentega banyak pengaruhnya terhadap daya simpan
mentega akhir. Mentega yang telah disimpan dalam freezer selama 2 – 3 jam akan
lebih baik dibanding bila lebih dulu disimpan dalam suhu 400F selama beberapa
hari sebelum disimpan beku.
Pada penyimpanan kemasan aluminium foil serta laminasinya ternyata
memiliki mutu terbaik. Karena aluminium dapat menahan pengaruh sinar serta
kedap udara dan air. Berbagai ukuran kemasan yaitu ¼ lb, 1 lb print dan 64 lb
(cubes) serta ready-cut.
Berbagai institusi, hotel, restoran dan asrama lebih suka membeli mentega
dalam bentuk “ready-cut table butter”, yang tersedia dalam bentuk kemasan kecil
yaitu 40, 60, 72. dan 90 buah per pound.
Suhu penyimpanan sebaiknya serendah mungkin, yang pasti harus tidak
boleh lebih tinggi dari –40F bila waktu simpan yang diperlukan beberapa bulan.
Pada penyimpanan jangka yang lama dianjurkan untuk menyimpan pada suhu –
200F (satu tahun atau lebih). Bila waktu penyimpanan yang diperlukan hanya
sekitar 2 – 3 minggu suhu penyimpanan cukup 400F.
5. KARAMEL SUSU
Karamel susu atau hoppies yaitu sejenis permen yang dibuat dengan
memakai bahan dasar susu. Susu yang dipakai untuk pembuatan hoppies
atau karamel tidak memerlukan persyaratan mutu yang tinggi. Oleh karena itu,
pembuatan karamel merupakan suatu alternatif pengolahan untuk memanfaatkan
susu yang bermutu rendah yang sudah tidak dapat dipakai lagi untuk
pembuatan berbagai jenis produk olahan susu lainnya.
Pada prinsipnya, pembuatan karamel susu berdasar reaksi karamelisasi,
yaitu reaksi kompleks yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dari gula
menjadi bentuk amorf yang berwarna coklat gelap. Larutan guladalam susu
dipanaskan sampai seluruh air menguap sehingga cairan yang ada pada akhirnya
yaitu cairan gula yang lebur. Apabila keadaan ini telah tercapai dan terus
dipanaskan sampai suhunya melampaui titik leburnya, maka mulailah terjadi
bentuk amorf yang berwarna coklat tua.
Gula susu yang berbeda dalam reaksi karamelisasi pada pembuatan
karamel susu yaitu laktosa yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu
molekul galaktosa. Gula pasir atau sukrosa yang ditambahkan ke dalam susu pada
pembuatan karamel susu juga mengalami reaksi karamelisasi.
Preses Pembuatan Karamel
1. Panaskan 5 liter susu segar dalam panci di atas kompor secara perlahan-lahan
sampai volumenya tinggal setengah dari volume awalnya.
2. Dinginkan susu ini sampai mencapai suhu kamar, lalu ditambahkan ke
dalamnya 1 kg gula pasir, 10 gr margarin atau mentega dan 1 sendok teh cuka
makan dan aduk sampai homogen.
3. Tuangkan adonan susu ini ke dalam wajan dan panaskan kembali ke atas
kompor sampai matang.
4. Lakukan pengujian kematangan sebagai berikut : (a). Ambil sedikit adonan
yang sedang dimasak pada dengan sendok makan, lalu tuangkan ke dalam
gelas berisi air dingin, dan (2). Apabila adonan membentuk bulatan atau
gumpalan utuh dalam air dingin dan tetap utuh setelah dikeluarkan dari air
dingin, maka adonan ini dianggap sudah matang, yaitu tahap firm ball
stage sudah tercapai.
5. Setelah adonan dianggap matang, tambahkan setengah sendok teh vanila atau
asen lainnya dan diaduk sampai homogen.
6. Tuangkan adonan ini ke dalam cetakan dan diamkan sampai dingin dan
mengeras.
7. Setelah mengeras potong dengan pisau sesuai dengan bentuk dan ukuran
yang didinginkan, lalu kemas dengan kertas minyak.
6. YOGHURT
Yogurt merupakan produk hasil fermentasi susu. Starter atau bibit yang
dipakai yaitu bakteri asam laktat Lactobacillus bulgarius dan Strepto-coccus
thermophillus dengan perbandingan yang sama. Karena dipakai bakteri laktat
yang mampu memproduksi asam laktat, maka produk yang terbentuk berupa susu
yang mengumpal dengan rasa asam dengan mempunyai cita-rasa yang khas.
berdasar komposisinya, yoghurt dibedakan menjadi yoghurt berkadar
lemak penuh dengan kandungan lemak di atas 3.0 persen, yoghurt berkadar lemak
medium kandungan lemaknya 0.5 sampai 3.0 persen, dan yoghurt berkadar lemak
rendah bila kandungan lemaknya kurang dari 0.5 persen.
berdasar metode pembuatannya, jenis yogurt dibagi menjadi dua, yaitu
set yoghurt dan stirred yoghurt. Bila fermentasi atau inkubasi susu dilakukan
dalam kemasan kecil sehingga gumpalan susu yang terbentuk tetap utuh dan tidak
berubah sewaktu akan didinginkan atau sampai siap konsumsi, maka produk
ini disebut set yoghurt. sedang stirred yoghurt fermentasinya dalam
wadah yang benar setelah fermentasi selesai, produk dikemas dalam kemasan
kecil, sehingga gumpalan susu dapat berubah atau pecah sebelum pengemasan dan
pendinginan selesai.
berdasar cita rasanya yoghurt dibedakan menjadi yoghurt alami atau
sederhana dan yoghurt buah. Yoghurt alami yaitu yoghurt yang tidak ditambah
cita-rasa/flavor yang lain sehingga asamnya tajam. sedang yoghurt buah
yaitu yoghurt yang ditambah dengan komponen cita-rasa yang lain seperti buah-
buahan, sari buah, flavor dintetik dan zat pewarna. Jenis-jenis yoghurt yang telah
dimodifikasi atau diolah lebih lanjut setelah fermentasi diantaranya : Yoghurt
pasteurisasi untuk memperpanjang masa simpannya. Yoghurt beku yaitu yoghurt
yang dibekukan dan simpan pada suhu beku, biasanya pada suhu –88,2 oC.
Yoghurt konsentrat (pekat) yaitu yoghurt yang dipekatkan sampai kandungan
bahan keringnya 24 persen. sedang yoghurt kering (powder) yaitu yoghurt
pekat yang dikeringkan sampai kandungan bahan keringnya mencapai 90 – 94
persen.
Bahan yang diperlukan
Bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan yoghurt terdiri dari bahan
baku bahan tambahan dan bibit atau starter. Bahan baku berupa susu murni, susu
skim, susu bubuk tanpa lemak, susu yang sebagian lemaknya telah dihilangkan
atau campuran dari beberapa jenis susu ini . Sebelum dipakai biasanya
susu ini dipekatkan dulu dengan cara pemanasan atau ditambahkan susu skim
bubuk.
Bahan tambahan yang umum dipakai dalam pembuatan yoghurt yaitu
: pemanis, penstabil dan buah-buahan atau sari buah sebagai sumber cita rasa.
Sebagai pemanis biasa dipakai sukrosa atau gula pasir, madu ataupun sirup.
Jumlah gula dalam yoghurt akan menentukan jumlah asam cita-rasa yang
diproduksi oleh bibit yoghurt. Gula yang ditambahkan bisa dalam bentuk kristal
bubuk ataupun sirup. Umumnya gula yang ditambahkan ke dalam yoghurt pada
awal fermentasi sekitar 5 – 7 persen.
Bahan penstabil dipakai dalam yoghurt untuk memperlembut tekstur,
membuat struktur gel yang mengurangi atau mencegah pemisahan cairan dari
yoghurt. Bahan penstabil yang sesuai untuk yoghurt yaitu gelatin, karboksi metil
selulosa (CMC) alginat dan karagenan. sedang jumlah pemakaian nya 0.5 -
0.7 persen.
Buah-buahan yang dipakai untuk menambah cita-rasa yoghurt
tergantung kesukaan konsumen. Jumlah penam-bahan buah biasanya sebanyak 20
– 25 persen dari total produk. Buah-buahan yang sering dipakai yaitu buah
yang telah diawetkan, buah yang telah dibekukan dan sari buah.
Persiapan bibit atau starter yoghurt
Bibit atau starter yoghurt terdiri dari biakan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan biakan Streptococcus thermophillus. Pembuatan bibit untuk
yoghurt dilakukan secara bertahap. Pertama Lactobacillus bulgaricus maupun
Streptococcus thermophillus masing-masing dibiakkan dalam susu secara terpisah.
Kemudian biakkan dicampur bila telah siap dipakai . Bila inokulum
dicampurkan langsung, salah satu bibit sering dominan dan menekan pertumbuhan
bibit lainnya. Untuk mempertahankan atau persediaan bibit masing-masing biakan
atau kultur ini harus dipindahkan ke dalam medium (susu) yang baru secara
berkala atau kultur ini dicampur susu dan dikeringbekukan. Perbandingan
yang sesuai antara jumlah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermo-
phillus yang sesuai yaitu 1 : 1.
Cara Pembuatan Yoghurt
Pembuatan yoghurt terdiri dari persiapan bahan, persiapan bibit, inokulasi
susu dengan bibit, fermentasi (inkubasi) dan pendinginan. Persiapan bahan
meliputi pengaturan kandungan bahan padatan atau bahan kering, kandungan
lemak susu dan pasteurisasi. Kandungan bahan kering, yaitu bahan kering susu
maupun, pemanis tidak lebih dari 22 persen karena konsentrasi lebih tinggi akan
menghambat aktivitas bibit.
Pemanas susu sebelum ditambahkan bibit merupakan suatu tahap yang
penting. Pemanasan biasanya dilakukan pada suhu 850C selama 30 menit. Tujuan
pemanasan ini diantaranya : agar tidak banyak bakteri yang hidup dalam
susu yang dapat mengalahkan bibit dan untuk menguapan sebagian air agar
kekentalan media (susu) sesuai untuk pertumbuhan bibit laktat. Dalam persiapan
pembuatan kultur bibit, mikroorganisme Lactobacillus bulgarius dan
Streptococcus thermophilus masing-masing dibiakan dalam susu atau whey secara
terpisah. Agar aktivitas mikroorganisme ini tidak menurun sebaliknya
kultur/bibit dipindahkan secara berkala ke dalam medium (susu) yang baru. Pada
umumnya kultur cair seperti ini mengandung 109 mikroba ml kultur starter.
Untuk menghindari kehilangan sifat-sifat khusus kultur akibat transfer
berulang-ulang, kultur dikeringbekukan atau diliofilisasi. Kultur kering ini perlu
diaktifkan dan pencairan kembali sebelum dipakai . Jumlah pemberian bibit
campuran (yaitu L. bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dalam jumlah yang
sama) biasanya 2 – 5 persen dari susu yang dipakai .
Inkubasi atau fermentasi yoghurt bisa dilakukan pada suhu kamar ataupun
suhu 45 oC. Pada suhu lebih tinggi aktivitas mikroba akan semakin tinggi juga.
Inkubasi pada suhu ruang memerlukan waktu 14 sampai 16 jam, pada suhu 32 0C
waktu sekitar 11 jam, sedang inkubasi pada suhu 450C hanya memerlukan
waktu sekitar 4 – 6 jam. Selama inkubasi, susu mengalami penggumpalan yang
disebabkan menurunnya pH akibat aktivitas kultur/bibit. Pada mulanya
Steptococus menyebabkan penurunan pH hingga 5.0 sampai 5.5 selanjutnya pH
menurun hingga 3.8 sampai 4.5 karena aktivitas Lactobacillus. Selain itu selama
inkubasi akan terbentuk flavor karena terbentuknya asam laktat, asetaldehid, asam
asetat dan diasetil.
Selama penyimpanan setelah inkubasi, yoghurt mengalami penurunan pH
secara terus menerus. Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi akan
mempercepat penurunan pH yoghurt. Yoghurt yang disimpan pada suhu 40C
selama 6 hari akan mengalami penurunan pH dari 4.68 menjadi 4.15. Oleh karena
itu untuk mempertahankan cita rasa dan aroma, yoghurt hasil fermentasi harus
disimpan ditempat dingin atau dapat juga dipasteurisasi untuk menghambat
aktivitas mikroba dalam yoghurt.
Proses pembuatan yoghurt dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Siapkan wadah gelas, kemudian diisi dengan ½ liter susu segar gula 40 gram,
sirup jagung 10 gram dan gelatin 1 gram. Masing-masing bahan diaduk
sampai larutan merata (homogen).
2. Susu dipanaskan di atas api kecil sambil diaduk sampai volumenya kira-kira
tinggal 2/3 dari volumenya dari volume sebelum pemanasan. Kemudian
dinginkan hingga suhu 450C.
3. Siapkan bibit/starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus.
4. Setelah susu mencapai suhu 450, pipet dan inokulasikan 10 ml starter
Lactobacillus dan 10 m1 Streptococcus ke dalam susu yang telah disiapkan.
5. Inkubasikan dalam inkubator dengan suhu 450C selama 4 sampai 5 jam, atau
pada suhu kamar selama 12 - 16 jam.
6. Yogurt hasil inkubasi didinginkan hingga mencapai suhu ruang.
7. Penilaian mutu yoghurt dapat meliputi pH, tekstur, rasa dan bau dengan cara
dicicip dan dibau.
7. KEJU
Keju merupakan suatu produk pangan yang berasal dari hasil penggumpulan
(koagulasi) dari protein susu. Susu yang dipakai untuk pembuatan keju yaitu
susu sapi walaupun susu dari hewan lainnya juga dapat dipakai . Selain dari kasein
(protein susu), komponen susu lainnya seperti lemak, mineral-mineral dan vitamin-
vitamin yang larut dalam lemak juga terbawa dalam gumpalan partikel-partikel
kasein. sedang komponen-komponen susu yang larut dalam air tertinggal dalam
larutan sisa dari hasil penggumpalan kasein yang disebut whey.
Dewasa ini, ada berbagai macam dan jenis keju, tergantung dimana
keju ini dibuat, jenis susu yang dipakai , metode pembuatannya dan
perlakuan yang dipakai untuk proses pemeraman atau pematangannya. Cara
yang umum dipakai untuk mengklasifikasi keju yaitu berdasar tekstur dan
proses pemeraman atau pematangan. berdasar teksturnya keju diklasifikasi
menjadi :
1. Keju sangat keras
2. Keju keras
3. Keju semi keras dan
4. Keju lunak
berdasar pemaramannya, keju diklasifikasi menjadi :
(a) Keju peram dan
(b) Keju tanpa peram
Dan keju peram masih dapat diklasifikasikan menjadi :
(a) Diperam dengan bakteri dan
(b) Diperam dengan kapang
Berikut ini yaitu contoh sifat-sifat keju berdasar klasifikasi ini :
1. Keju sangat keras
Keju jenis ini mempunyai kadar air 30 – 35%, dan diperam dengan bakteri.
Contohnya : “Romano cheese”, “Parmesan cheese” dan “Asiago cheese”.
2. Keju keras
Keju jenis ini mempunyai kadar air lebih dari 35% sampai dengan 40% dan
diperam dengan bakteri. Keju jenis ini diklasifikasi menjadi :
1) Tekstur tertutup, contohnya : “Cheddar cheese”, “Edam cheese”, “Gouda
cheese”, “Colby cheese” dan Provolone cheese” dan
2) Tekstur terbuka (mempunyai lobang-lobang pada permukaan-nya), contohnya
: “Swiss cheese”, Ementalerc-cheese” dan “Gruyere cheese”.
3. Keju semi keras
Keju jenis ini mempunyai kadar air lebih dari 40% sampai dengan 45% dan
diklasifikasi menjadi :
1) Diperam dengan bakteri, contohnya : “Brick cheese” dan
2) Diperam dengan kapang, contohnya : “Roquefort cheese”.
4. Keju lunak
Keju jenis ini diklasifikasi menjadi : Keju peram dan keju tanpa peram.
Keju lunak peram mempunyai kadar air lebih dari 45% sampai 52% terdiri
dari yang diperam dengan kapang : “Camembert cheese” dan yang diperam
dengan bakteri : “Limburger cheese”. Keju lunak tanpa peram dengan kadar
air lebih dari 52% sampai dengan 80% terdiri dari yang berkadar lemak
rendah : “Cottage cheese” (0.5 – 1.5%) dan berkadar lemak tinggi : “Cream
cheese’ (30% lemak) dan “Neufchalel cheese” (29% lemak).
Oleh karena ada berbagai jenis keju, tahap-tahap terperinci dalam
proses pembuatannya juga sangat bervariasi. Tahap-tahap yang terpenting dalam
proses pembuatan keju yaitu : pasteurisasi, pengumpalan kasein (protein susu),
pemisahan “whey”, pencetakan dan pengepresan serta pemeraman.
Pemeraman keju dilakukan dengan cara menyimpan keju yang telah
dilapisi dengan parafin pada suhu 2 – 150C dengan kelembaban sekitar 70 – 80%
selama 3 – 7 bulan. Semakin lama pemeraman dilakukan, semakin kuat cita rasa
keju yang terbentuk.
Selama pemeraman, keju, mengalami berbagai perubahan yang
membentuk cita rasa, aroma dan teksturnya yang spesifik. Perubahan-perubahan
yang terjadi yaitu sebagai berikut :
• Pemecahan protein menjadi peptida dan asam amino yang lebih sederhana.
• Pemecahan lemak menjadi berbagai asam lemak yang mudah menguap seperti
asam asetat dan propionat.
• Pemecahan laktosa, sitrat dan senyawa-senyawa organik lainnya menjadi
bermacam-macam asam, ester, alkohol dan senyawa-senyawa pembentuk
flavor dan aroma yang mudah menguap.
Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh bermacam-macam enzim
yang ada dalam renin, dan oleh bakteri, jamur dan ragi yang tumbuh di dalam atau
pada keju. Perlakuan yang diberikan pada tahu susu sebelum pematangan dan
lingkungan di mana keju itu disimpan, mempengaruhi atau menentukan
perubahan-perubahan yang terjadi. Beberapa jenis keju diinokulasikan dengan
jasad renik penghasil cita-rasa dan sifat-sifat lain yang khas. Misalnya keju
“roquefort” ditambahkan spora jamur Penicillium roquefortii dan waktu untuk
150C. Dalam pemeraman keju “camembert” dipakai Penicillium camembertii
dan dalam pemeraman keju “Swiss” diperlukan bakteri Propionibacterium
shermanii.
Tahap-tahap pembuatan keju dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pembuatan Starter Keju
a. Masukkan 500 ml susu segar ke dalam gelas erlenmeyer, lalu tutup rapat
dengan kapas.
b. Panaskan susu segar ini pada butir a dalam autoklav pada suhu 250F
(1210C) selama 15 menit.
c. Setelah dingin, tambahkan bubuk kultur starter keju sebanyak 0.1% berat per
volume, lalu aduk dengan pengaduk steril sampai homogen.
d. Peram di dalam inkubator pada suhu 300C selama 24 sampai dengan 48 jam.
e. Starter yang dihasilkan pada butir disebut starter induk yang harus disimpan
dalam lemari pendingin pada suhu 300C.
f. Apabila akan dipakai untuk pembuatan keju, starter induk pada butir e
harus diperbaharui kembali dengan cara yang sama seperti cara pembuatan
starter induk.
2. Penentuan Dossis Rennet
a. Apabila rennet berbentuk tepung atau tablet, larutkan dalam sejumlah tertentu
air destilata sesuai petunjuk.
b. Apabila rennet berbentuk cairan, lakukan pengenceran seperlunya.
c. Masukkan 100 ml susu segar ke dalam gelas piala.
d. Panaskan dengan api kecil sampai mencapai suhu 350C.
e. Tambahkan 1 ml larutan rennet yang telah dipersiapkan ke dalamnya dan
segera aduk sampai homogen. Catat waktunya pada waktu menambahkan
larutan rennet.
f. Gerakkan sepotong lidi halus secara perlahan-lahan dalam susu ini pada
butir e.
g. Rasakan adanya kesukaran untuk menggerakan lidi dalam susu ini pada
butir e. Catat waktunya pertama sekali terasa kesukaran menggerakan lidi
dalam susu ini pada butir e.
h. Hitung lamanya antara waktu penambahan larutan rennet ke dalam susu
dengan waktu pertama sekali terasa kesukaran menggerakan lidi dalam susu.
i. Hitung dosis penambahan larutan rennet sebagai berikut :
100 x 10
X = -----------, yang mana :
1 x t
100 : yaitu 100 ml volume susu yang dipakai untuk pengujian
26
10 : yaitu 10 menit lamanya waktu yang diharapkan terjadinya koagulasi
atau pengumpalan protein kasein susu
1 : yaitu 1 ml larutan rennet yang ditambahkan ke dalam 100 ml susu
untuk pengujian
t : yaitu lamanya antara waktu penambahan rennet ke dalam susu
dengan waktu pertama kali terasa kesukaran menggerakan lidi dalam
susu.
X : volume susu (ml) yang dapat dikoagulasikan atau digumpalkan oleh 1
ml larutan rennet dalam waktu 10 menit.
3. Cara Pembuatan Keju
a. Pasteurisasi susu yang akan diolah pada butir 2 pada suhu 650C selama 15
menit.
b. Setelah pasteurisasi, dinginkan susu sampai suhu 400C.
c. Tambahkan kalsium khlorida 25% sebanyak 2 ml per liter susu yang diolah
dan larutan rennet sebanyak sesuai dengan hasil pengujian aktivitas rennet,
aduk dan diamkan sampai terjadi koagulasi atau pengumpalan tahu susu
dengan sempurna dalam waktu 10 – 15 menit.
d. Potong-potong gumpalan tahu susu yang terbentuk dengan ukuran 3 x 3 cm
dengan memakai pisau tangkai panjang.
e. Panaskan kembali tahu susu yang telah dipotong-potong pada butir 5 sampai
temperatur 400C agar cairan “whey” keluar sempurna.
f. Persiapkan alat cetakan keju, lapisi dasarnya dengan kain penyaring, lalu
tuangkan tahu susu ke dalam cetakan keju ini dan kemudian tekan selama
2 – 3 jam sampai sisa “whey”nya keluar seperti cetakan keju yang dipakai .
g. Rendam keju yang terbentuk dalam larutan garam jenuh selama 12 – 24 jam.
h. Setelah perendaman dalam larutan garam, angin-anginkan pada suhu kamar
selama 1 hari sampai terbentuk kulit pada permukaannya.
i. Setelah kulit terbentuk, lapisi permukaannya dengan parafin dengan cara
mencelupkan ke dalam parafin cair.
j. Setelah dilapisi parafin, peram keju ini pada suhu 3 – 40C, kelembaban
relatif 70% - 75% selama 6 – cita rasa keju yang spesifik.
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. Namun pada
kondisi tertentu karena indikasi medis bayi tidak dapat memperoleh ASI
sehingga diperlukan susu formula. Pada beberapa tahun terakhir ini terdapat
peningkatan insidens alergi susu sapi pada bayi dan anak dengan manifestasi
klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat. Di lain pihak produk-produk
susu formula semakin banyak di pasaran.
Melihat kondisi itu maka Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
bermaksud untuk memberi penjelasan tentang pendekatan diagnosis serta
pengobatan alergi susu sapi dengan membuat suatu rekomendasi yang didasari
bukti terbaru yang ada saat ini dan akan direvisi sesuai dengan literatur yang
terbaru. Rekomendasi ini adalah hasil diskusi dan kesepakatan antara Ukk
Alergi Imunologi, Ukk Gastrohepatologi, dan Ukk Nutrisi dan Penyakit
Metabolik dan telah dilakukan revisi sesuai dengan perkembangan dan
bukti-bukti terkini.
Dengan adanya revisi rekomendasi ini, diharapkan para dokter anak
dapat melakukan diagnosis dan pengobatan alergi susu sapi dengan benar
dan seragam.
Alergi susu sapi (ASS) adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang
diperantarai secara imunologis terhadap protein susu sapi. Alergi susu sapi
biasanya dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang diperantai oleh
IgE. Namun demikian ASS dapat diakibatkan oleh reaksi imunologis yang
tidak diperantarai oleh IgE ataupun proses gabungan antara keduanya.
Angka Kejadian
Insidens alergi susu sapi sekitar 2-7.5% dan reaksi alergi terhadap susu sapi
masih mungkin terjadi pada 0.5% pada bayi yang mendapat ASI eksklusif.
Sebagian besar reaksi alergi susu sapi diperantarai oleh IgE dengan insidens
1.5%, sedang sisanya adalah tipe non-IgE. Gejala yang timbul sebagian
besar adalah gejala klinis yang ringan sampai sedang, hanya sedikit (0.1-1%)
yang bermanifestasi klinis berat.
Klasifikasi
Alergi susu sapi dapat dibagi menjadi:
1. IgE mediated, yaitu alergi susu sapi yang diperantarai oleh IgE. Gejala
klinis timbul dalam waktu 30 menit sampai 1 jam sesudah mengonsumsi
protein susu sapi. Manifestasi klinis yang dapat timbul adalah urtikaria,
angioedema, ruam kulit, dermatitis atopik, muntah, nyeri perut, diare,
rinokonjungtivitis, bronkospasme, dan anafilaksis. Alergi susu sapi tipe
2
ini dapat didukung dengan kadar IgE susu sapi yang positif (uji tusuk
kulit atau pemeriksaan IgE spesifik/IgE RAST).
2. Non-IgE mediated, yaitu alergi susu sapi yang tidak diperantarai oleh
IgE, tetapi diperantarai oleh IgG. Gejala klinis timbul lebih lambat (>
1 jam) sesudah mengonsumsi protein susu sapi. Manifestasi klinis yang
dapat timbul antara lain adalah allergic eosinophilic gastroenteropathy,
kolik, enterokolitis, proktokolitis, anemia, dan gagal tumbuh.
Diagnosis dan diagnosis banding
Tidak ada gejala yang patognomonik untuk alergi susu sapi. Gejala akibat
alergi susu sapi antara lain pada gastrointestinal (50-60%), kulit (50-
60%) dan sistem pernapasan (20-30%). Gejala alergi susu sapi biasanya
timbul sebelum usia satu bulan dan muncul dalam satu minggu sesudah
mengkomsumsi protein susu sapi. Gejala klinis akan muncul dalam satu jam
(reaksi cepat) atau sesudah satu jam (reaksi lambat) sesudah mengkomsumsi
protein susu sapi.
Pendekatan diagnosis untuk alergi susu sapi tipe IgE–mediated adalah dengan
melihat gejala klinis dan dilakukan uji IgE spesifik (uji tusuk kulit atau uji
RAST).
• Jika hasil positif maka dilakukan eliminasi (penghindaran) makanan
yang mengandung protein susu sapi
• Jika hasil negatif maka dapat diberikan kembali makanan yang
mengandung protein susu sapi.
3
• Untuk diagnosis pasti dapat dilakukan uji eliminasi dan provokasi.
Pendekatan diagnosis untuk alergi susu sapi yang diperantarai non IgE–
mediated adalah dengan adanya riwayat alergi terhadap protein susu sapi,
diet eliminasi, uji provokasi makanan, dan kadang-kadang dibutuhkan
pemeriksaan tambahan seperti endoskopi dan biopsi.
Beberapa diagnosis banding yang perlu disingkirkan adalah kelainan
metabolism bawaan, kelainan anatomi, coeliac disease, insufisiensi enzim
pankreas (cystic fibrosis), intoleransi laktosa, keganasan dan infeksi. Keadaan
yang menyulitkan adalah bila terdapat 2 keadaan/penyakit yang terjadi
bersamaan. Anak dengan penyakit refluks gastroesofageal juga alergi terhadap
susu sapi sebesar 15-20%.
Pemeriksaan Penunjang
1. IgE spesifik
1.1. Uji tusuk kulit (Skin prick test )
− Uji tusuk kulit dilakukan di volar lengan bawah atau bagian
punggung (jika didapatkan lesi kulit luas di lengan bawah atau
lengan terlalu kecil).
− Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit adalah 4 bulan.
Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit adalah 4 bulan.
Hasil uji tusuk kulit biasanya lebih kecil pada anak < 2 tahun
sehingga perlu interpretasi yang hati-hati
− Bila uji kulit positif, kemungkinan alergi susu sapi sebesar
< 50% (nilai duga positif < 50%), sedang bila uji kulit
negatif berarti alergi susu sapi yang diperantarai IgE dapat
disingkirkan karena nilai duga negatif sebesar > 95%.
1.2. IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Test)
− Uji IgE RAST positif memiliki korelasi yang baik dengan
uji kulit, tidak didapatkan perbedaan bermakna sensitivitas
dan spesifitas antara uji tusuk kulit dengan uji IgE RAST
− Uji ini dilakukan bila uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan
karena adanya lesi kulit yang luas di daerah pemeriksaan dan
bila penderita tidak bisa lepas minum obat antihistamin.
− kadar serum IgE spesifik antibodi untuk susu sapi dinyatakan
positif jika > 5 kIU/L pada anak usia ≤ 2 tahun dan >15
kIU/L pada anak usia > 2 tahun. Hasil uji ini memiliki nilai
duga positif <53% dan nilai duga negatif 95%, sensitivitas
57% dan spesifitas 94%.
2. Uji eliminasi dan provokasi
Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPFC) merupakan
uji baku emas untuk menegakkan diagnosis alergi makanan. Uji ini
memerlukan waktu dan biaya. Untuk itu dapat dilakukan uji eliminasi
dan provokasi terbuka. Uji eliminasi dan provokasi masih merupakan
baku standar untuk diagnosis alergi susu sapi. Selama eliminasi, bayi
dengan gejala alergi ringan sampai sedang diberikan susu formula
terhidrolisat ekstensif, sedang bayi dengan gejala alergi berat
diberikan susu formula berbasis asam amino. Diet eliminasi selama
2-4 minggu tergantung berat ringannya gejala. Diet eliminasi sampai 4
minggu bila terdapat gejala AD berat disertai gejala saluran cerna kolitis
alergi. Pada pasien dengan riwayat alergi berat, uji provokasi dilakukan
di bawah pengawasan dokter dan dilakukan di rumah sakit atau di
klinik. Anak dengan uji tusuk kulit dan uji RAST negatif memiliki
risiko rendah mengalami reaksi akut berat pada saat uji provokasi.
Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul
kembali, maka diagnosis alergi susu sapi bisa ditegakkan. Uji provokasi
dinyatakan negatif bila tidak timbul gejala alergi susu sapi pada saat uji
provokasi sampai 3 hari pasca provokasi (untuk menyingkirkan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat). bila uji provokasi negatif, maka bayi
itu diperbolehkan minum formula susu sapi.
3. Pemeriksaan darah pada tinja
Pada keadaan buang air besar dengan darah yang tidak nyata kadang
sulit untuk dinilai secara klinis, sehingga perlu pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan seperti chromiun-51 labelled erythrocites pada feses dan
reaksi orthotolidin memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih
baik dibanding uji guaiac/benzidin. Uji guaiac hasilnya dipengaruhi oleh
berbagai substrat non-hemoglobin sehingga memberikan sensitivitas
yang rendah (30-70%), spesivitas (88-98%) dengan nilai duga positif
palsu yang tinggi.
pengobatan
. Nutrisi
. Prinsip utama terapi untuk alergi susu sapi adalah menghindari
(complete avoidance) segala bentuk produk susu sapi tetapi harus
memberikan nutrisi yang seimbang dan sesuai untuk tumbuh
kembang bayi/anak.
1.2. Bayi dengan ASI eksklusif yang alergi susu sapi, ibu dapat
melanjutkan pemberian ASI dengan menghindari protein susu
sapi dan produk turunannya pada makanan sehari-hari. ASI tetap
merupakan pilihan terbaik pada bayi dengan alergi susu sapi.
Suplementasi kalsium perlu dipertimbangkan pada ibu menyusui
yang membatasi protein susu sapi dan produk turunannya
. Bayi yang mengonsumsi susu formula:
. Pilihan utama susu formula pada bayi dengan alergi susu
sapi adalah susu hipoalergenik. Susu hipoalergenik adalah
susu yang tidak menimbulkan reaksi alergi pada 90% bayi/
anak dengan diagnosis alergi susu sapi bila dilakukan uji
klinis tersamar ganda dengan interval kepercayaan 95%.
Susu itu memiliki peptida dengan berat molekul
< 1500 kDa. Susu yang memenuhi kriteria itu ialah
susu terhidrolisat ekstensif dan susu formula asam amino.
sedang susu terhidrolisat parsial tidak termasuk dalam
kelompok ini dan bukan merupakan pilihan untuk terapi
alergi susu sapi.
. Formula susu terhidrolisat ekstensif merupakan susu yang
dianjurkan pada alergi susu sapi dengan gejala klinis
ringan atau sedang. bila anak dengan alergi susu sapi
dengan gejala klinis ringan atau sedang tidak mengalami
perbaikan dengan susu terhidrolisat ekstensif, maka dapat
diganti menjadi formula asam amino. Pada anak dengan
alergi susu sapi dengan gejala klinis berat dianjurkan untuk
mengonsum formula asam amino.
. Eliminasi diet menggunakan formula susu terhidrolisat
ekstensif atau formula asam amino diberikan sampai usia
bayi 9 atau 12 bulan, atau paling tidak selama 6 bulan.
sesudah itu uji provokasi diulang kembali, bila gejala tidak
timbul kembali berarti anak sudah toleran dan susu sapi
dapat dicoba diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali
maka eliminasi diet dilanjutkan kembali selama 6 bulan
dan seterusnya.
. bila susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau
terdapat kendala biaya, maka sebagai alternatif bayi dapat diberikan
susu formula yang mengandung isolat protein kedelai dengan
penjelasan kepada orang tua kemungkinan adanya reaksi silang
alergi terhadap protein kedelai pada bayi. Secara keseluruhan angka
kejadian alergi protein kedelai pada bayi berkisar 10-20% dengan
proporsi 25% pada bayi dibawah 6 bulan dan 5% pada bayi diatas
6 bulan. Mengenai efek samping, dari beberapa kajian ilmiah
terkini menyatakan bahwa tidak terdapat bukti yang kuat bahwa
susu formula dengan isolate protein kedelai memberikan dampak
negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan, metabolisme
tulang, sistem reproduksi, sistem imun, maupun fungsi neurologi
pada anak
. Pada bayi dengan alergi susu sapi, pemberian makanan padat perlu
menghindari adanya protein susu sapi dalam bubur susu atau
biskuit bayi.
Susu mamalia lain selain sapi bukan merupakan alternatif karena
berisiko terjadinya reaksi silang. Selain itu, susu kambing, susu
domba dan sebagainya tidak boleh diberikan pada bayi di bawah
usia 1 tahun kecuali telah dibuat menjadi susu formula bayi. Saat
ini belum tersedia susu formula berbahan dasar susu mamalia
selain sapi di Indonesia. Selain itu perlu diingat pula adanya risiko
terjadinya reaksi silang.
Medikamentosa
1. Gejala yang ditimbulkan alergi susu sapi diobati sesuai gejala yang
terjadi.
2. Antagonis reseptor H1 (antihistamin) generasi satu dan generasi kedua
dapat digunakan dalam penanganan alergi.
3. Jika didapatkan riwayat reaksi alergi cepat, anafilaksis, asma, atau
dengan alergi makanan yang berhubungan dengan reaksi alergi yang
berat, epinefrin harus dipersiapkan.
Prognosis
Prognosis bayi dengan alergi susu sapi umumnya baik, dengan angka
remisi 45-55% pada tahun pertama, 60-75% pada tahun kedua dan 90%
pada tahun ketiga. Namun, terjadinya alergi terhadap makanan lain juga
meningkat hingga 50% terutama pada jenis: telur, kedelai, kacang, sitrus,
ikan dan sereal dan alergi inhalan meningkat 50-80% sebelum pubertas.
Rekomendasi diagnosis dan pengobatan alergi susu
sapi
1. Untuk bayi dengan ASI eksklusif:
1.1. Diagnosis ditegakkan dengan cara eliminasi protein susu sapi pada
diet ibu selama 2-4 minggu. Lama eliminasi bergantung pada berat
ringannya reaksi alergi.
1.2. Bila gejala menghilang sesudah eliminasi, ibu dapat konsumsi kembali
nutrisi yang mengandung protein susu sapi. Bila gejala muncul
kembali, maka dapat ditegakkan diagnosis susu sapi. Bila gejala
tidak menghilang sesudah eliminasi, maka perlu dipertimbangkan
diagnosis lain.
1.3. pengobatan alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian
ASI dapat diteruskan dan Ibu harus menghindari susu sapi dan
produk turunannya pada makanan sehari-harinya sampai usia
bayi 9-12 bulan atau minimal selama 6 bulan. sesudah kurun
waktu itu , uji provokasi dapat diulang kembali, bila gejala
tidak timbul kembali berarti anak sudah toleran dan susu sapi
dapat dicoba diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka
eliminasi dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya.
2. Untuk bayi yang mengkonsumsi susu formula:
2.1. Diagnosis ditegakkan dengan cara eliminasi protein susu sapi yaitu
dengan mengganti susu formula berbahan dasar susu sapi dengan
susu formula hidrolisat ekstensif (untuk kelompok dengan gejala
klinis ringan atau sedang) atau susu formula asam amino (untuk
kelompok dengan gejala klinis berat). Eliminasi dilakukan selama
2-4 minggu.
. Bila gejala menghilang sesudah eliminasi, perkenalkan kembali
dengan protein susu sapi. Bila gejala muncul kembali, maka dapat
ditegakkan diagnosis susu sapi. Bila gejala tidak menghilang sesudah
eliminasi, maka perlu dipertimbangkan diagnosis lain.
. pengobatan alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian
susu formula berbahan dasar susu sapi dengan susu formula
terhidrolisat ekstensif (untuk kelompok dengan gejala klinis
ringan atau sedang) atau susu formula asam amino (untuk
kelompok dengan gejala klinis berat). Penggunaan formula khusus
ini dilakukan sampai usia bayi 9-12 bulan atau minimal 6 bulan.
sesudah kurun waktu itu , uji provokasi dapat diulang kembali,
bila gejala tidak timbul kembali berarti anak sudah toleran dan
susu sapi dapat diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka
eliminasi dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya.
2.4. Pada bayi yang sudah mendapat makanan padat, maka perlu
penghindaran protein susu sapi dalam bubur atau biskuit bayi.
3. bila susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat
kendala biaya, maka sebagai alternatif bayi dapat diberikan susu formula
yang mengandung isolat protein kedelai dengan penjelesan kepada
orang tua kemungkinan adanya reaksi silang alergi terhadap protein
kedelai pada bayi. Formula kedelai yang dapat digunakan adalah
formula kedelai yang sudah diformulasikan untuk anak dan tidak boleh
menggunakan susu kedelai segar/murni atau yang dibuat untuk dewasa
karena kandungan nutrisinya tidak sesuai untuk anak.
4. Pemeriksaan IgE spesifik (uji tusuk kulit/IgE RAST) untuk mendukung
penegakan diagnosis dapat dilakukan pada alergi susu sapi yang
diperantarai IgE.
Isu penting terkait formula yang digunakan untuk
penanganan alergi susu sapi
1. Formula Isolat Protein Kedelai
1.1. Kecukupan nutrisi dari formula isolat protein kedelai
Formula kedelai yang beredar saat ini terbuat dari isolat protein
kedelai dan memiliki kandungan protein 2,2 sampai 2,6 g/100
kkal, lebih tinggi dari formula berbasis susu sapi, walaupun
demikian bayi yang mengonsumsi formula kedelai menunjukkan
pertumbuhan yang setara dengan bayi yang mengonsumsi formula
berbasis susu sapi.
. Aluminium
kandungan aluminium pada formula kedelai jauh lebih tinggi
dibandingkan formula berbasis susu sapi dan ASI. Walaupun
demikian, asupan aluminium sehari pada bayi yang mendapat
formula kedelai sampai dengan 200 mL/kg/hari hanya <0,5 mg/
kg/hari. Jumlah ini jauh lebih rendah dari tolerable intake untuk
aluminium menurut FAO/WHO, yaitu 1 mg/kg/hari. konse-
kuensi jangka panjang dari kandungan aluminium yang tinggi pada
formula kedelai masih belum diketahui karena belum terdapat bukti
ilmiah yang cukup. Pada tahun 2008 American Academic Pediatric
(AAP) menyimpulkan bahwa formula kedelai bukan merupakan
masalah keamanan bagi bayi kecuali pada bayi prematur atau bayi
dengan gagal ginjal.
Fitoestrogen
Formula kedelai mengandung fitoestrogen berupa isoflavon dalam
bentuk genistein, daidzein dan glycitein. Isoflavon dapat berikatan
dengan reseptor estrogen, dan menimbulkan efek estrogenik.
Formula isolat protein kedelai mengandung isoflavon dalam
jumlah relatif tinggi. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa
fitoestrogen dalam jumlah tinggi yang terkandung dalam formula
kedelai dapat menimbulkan dampak terhadap perkembangan
seksual, fungsi reproduksi, neuroendokrin, perkembangan
neurobehaviour, fungsi imun dan fungsi tyroid. Pada kajian ilmiah
lainnya dikatakan bahwa fitoestrogen dalam kedelai memiliki
efek estrogen yang lemah.
Walaupun demikian para peneliti belum mendapat bukti klinis
kuat mengenai efek negatif terhadap sistem reproduktif dan fungsi
endokrin. sedang fungsi imun dan parameter neurokognitif
memperlihatkan hasil sama dengan bayi yang mendapat susu
formula. kajian sistematis dengan metaanalis terhadap keamanan
formula berbasis kedelai untuk anak menyimpulkan bahwa anak
yang mendapat susu formula isolat protein kedelai memiliki
pola pertumbuhan, metabolisme dan kesehatan tulang, reproduksi,
endokrin, sistem imun, dan fungsi neurologi yang sama dengan
anak yang mendapat susu formula sapi. Susu formula isolat protein
kedelai merupakan alternatif untuk anak.
Pada kajian ilmiah terbaru memperlihatkan kadar genistein dan
daidezein lebih tinggi pada anak yang mengonsumsi formula kedelai.
Dalam formula isolat protein kedelai, isoflavon genistein dan
daidzein terdapat dalam bentuk konjugasi dan tidak berpengaruh
pada efek hormonal. Pada kajian ilmiah terbaru itu
disimpulkan bahwa formula kedelai aman, namun sementara ini
berbagai organisasi anak dunia belum memberikan pernyataan
mengenai keamanan soya pada anak di bawah 6 bulan.
1.4. Fitat
Isolat protein kedelai mengandung fitat sebesar 1-2%, yang
dapat mengganggu absorpsi mineral dan trace elements. Reduksi
kandungan fitat telah dilakukan pada semua produk formula
dengan isolat protein kedelai sehingga meningkatkan absorpsi dan
availabilitas zink, tembaga, dan mineral lain.
2. Formula hidrolisat ekstensif dan asam amino
Masalah akseptabilitas, penelitian menunjukkan bahwa pajanan terha-
dap rasa dan bau spesifik pada awal kehidupan akan memengaruhi pe-
nerimaan terhadap formula tertentu. Oleh karena itu, bayi yang telah
terpajan ASI atau formula standar pada bulan-bulan pertama kehidupan
lebih sulit menerima formula hidrolisat ekstensif atau formula asam
amino karena aroma dan rasanya yang khas. Namun demikian, variasi
waktu (timing) terjadinya pajanan yang berpengaruh bermakna terhadap
penerimaan masih perlu diteliti lebih lanjut.
Umumnya bayi sebelum 4 bulan lebih mudah menerima pemberian formula
ektensif terhidrolisat atau formula asam amino
1. Pada pasien alergi, pilihan pertama adalah formula ekstensif terhidrolisat
atau formula asam amino tergatung dari tingkat keparahan alergi.
2. Bila ada masalah dana/ketersediaan susu formula asam amino, dapat
dicoba susu terhidrolisat ekstensif
3. Bukti kajian ilmiah terhadap efek samping pada manusia tidak cukup
kuat sehingga formula isolat protein kedelai dapat diberikan pada anak
4. Bila ada masalah dana dan ketersediaan susu terhidrolisat ekstensif,
sebagai alternatif dapat diberikan formula isolat protein kedelai dengan
pemberian edukasi.
Lanjutkan pemberian ASI•
Ibu dapat diet normal atau•
Pertimbangkan diagnosis alergi makanan lain (telur, seafood, kacang, dll) atau alergi susu •
sapi bersamaan dengan alergi makanan lain
Pertimbangkan diagnosis lain•
pengobatan Alergi Susu Sapi
pada Bayi dengan ASI Eksklusif
Tata Laksana Alergi Susu Sapi pada
Bayi dengan Susu Formula