menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang sama auksin jusrtu mendukung terjadinya absisi pada suatu tanaman.
52 Gambar 19. Letak Auksin di Bagian Distal dan Bagian Proksimal 2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Hormon Auksin Menurut Sauer et al (2013) dalam melakukan kerja, hormon auksin juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: a. Cahaya Cahaya merupakan salah satu faktor penghambat dalam kerja auksin. Adanya cahaya memicu auksin menjadi rusak dan auksin berpindah kearah yang menjauhi cahaya. Salah satu jenis cahaya yang dapat menghambat kerja auksin adalah cahaya nila. Pada tanaman ada 2 pigmen yang mampu menyerap sinar nila, yakni betakaroten dan ribovlavin. Ribovlavin ada dibagian ujung-ujung akar. Jika ribovlavin menyerap sinar nila maka enzim-enzim yang berperan dalam membantu pembentukan IAA dan triptophan akan rusak. sedang rusak/hilangnya betakaroten tidak berpengaruh terhadap fototropisme. Pengaruh cahaya terhadap kerja auksin dapat dibuktikn dari fototropisme koleoptil. Koleoptil merupakan daun khusus yang berfungsi melindungi benih sampai muncul dari tanah yang berasal dari simpul utama dari selubung epikotil. Koleoptil akan membengkok kearah datangnya cahaya. jika ujung koleoptil itu dituutp dengan memakai aluminium foil, maka ujung koleoptil itu tidak akan membengkok kearah datangnya cahaya. Sebaliknya jika ujung koleoptil kembali dibuka maka akan terjadi pembengkokan ke arah cahya yang datang. Jaringan yang ada pada ujung koleoptil berperan sebagai pengamat cahaya dan memproduksi beberapa sinyal yang dihantarkan kebagian bawah tanaman sehingga nanti memberi efek fisiologis berupa pembengkokan atau pembungkukan.
53 b. Gaya Berat Auksin diedarkan dari bagian puncuk menuju bagian bawah (dasar). Selama proses pengedarannya auksin akan lebih banyak ada dibagian bawah dari ujung batang dibandingkan bagian atas. ini disebabkan sebab adanya gaya berat. c. Kadar/ Konsentrasi Auksin Auksin dapat bekerja secara efeketif pada konsentrasi tertentu. Konsentrasi/ kadar auksin yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan pada sel-sel akar tetapi dapat meningkatkan pengembangan sel-sel batang. Pengaturan kadar/ konsentrasid dari auksin dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu : 1. Pengaturan sintesis in situ. Selama proses biosintesis dapat diatur berapa banyak auksin bebas/ free auxsin (misalnya IAA) yang terbentuk. 2. Pembentukan auksin terikat (bound auxin) yang ireversibel (bentuk detoksifikasi) maupun reversible (bentuk cadangan). Auksin terikat yang ireversible dapat dilepas kembali sebagai IAA, contohnya thioglukosisa. sedang auksin terikat yang reversible, IAA akan terbentuk terlebih dahulu lalu akan diubah menadi bentuk lain agar tidak toksisk (detoksifikasi), contohnya IAA-peptida (IAA glutamat dan IAA aspartat). 3. Pendegredasian menjadi senyawa tidak aktif, dengan cara destruksi baik berupa destruksi enzimatik maupun destruksi fotooksiatif. Dalam destruksi enzimatik oksigen merupakan hal yang mutlak. Selain itu diperlukan pula H2O2 dan enzim IAA-Oksidaes (kataliatornya). Hasil destruksi ini berupa metilen xindole. Proses
54 destruksi fotooksidatif sama seperti destruktif enzimatik. Bedanya destruktif fotooksdatif memakai riboflavin, ß-karoten dan eosin dengan dosis cahaya yang tinggi. sedang untuk auksin sintetik, faktor-faktor yang mempengaruhi kerjanya ialah: 1. Daya tembus pada lapisan kutikula atau lapisan epidermis yang berlilin. 2. Sifat translokasi (pengangkutan dan penyebaran) dalam tanaman . 3. Transformasi auksin aktif menjadi in-aktif dalam tanaman (destruksi atau pengikatan). 4. Hubungan dengan --- golongan lainnya. 5. Spesies tanaman yang akan diberikan auksin sintetik. 6. Fase pertumbuhan dari tanaman. 7. Faktor-fator lingkungan (kelembaban, suhu dan radiasi).
55 BAB 3. HORMON SITOKININ 3.1 Sejarah Hormon Sitokinin Sitokinin adalah senyawa yang dapat ditemui secara bebasa disitoplasma dan merupakan salah satu komopenen terintegritas dari beberapa RNAt (sitokinin merupakan komponen penyusun molekul RNAt sebayak 10%). Senyawa ini memiliki kemampuan dalam meningkatkan pembelahan sel pada tanaman . Sitokinin mulanya ditemukan oleh Gottlieb Haberalnd di Australia pada tahun 1914. Beliau mulanya menemukan senyawa yang dapat mendorong-dorong pembelahan sel yang menghasilkan kambium gabus dan mampu memulihkan luka pada umbi kentang yang sudah dipotong. Senyawa itu belum perna diidentifikasi sebelumnya. Senyawa inilah yang saat ini dikenal dengan nama sitokin yang memicu sitokinesis. lalu di 1940an ditemukan pula senyawa yang memacu sitokinesis yang berasal dari endosperm buah kelapa muda oleh Johannes Van Overbeek (Kimia, 2011). Folke Skoog dan beberapa temannya pada awal tahun 1950an berhasil mempertegas hasil studi dari Haberlandt. Mereka awalnya tertarik melakukan studi sebab melihat hormon auksin yang dapat memacu pertumbuhan dari biakan tanaman. Sesudah melakukan studi mereka mendapati bahwa sel hasil potongan dari empulur tembakau melakukan pembelahan lebih aktif dan lebih cepat jika diberikan potongan jaringan pembuluh dibagian atas jaringan itu . Tidak terhenti sampai disitu, Folke Skoog dan beberapa temannya lalu melakukan uji biologi untuk mengetahui lebih lanjut faktor kimia yang ada di dalam jaringan pembuluh. Biakan dari sel diletakkan dalam media agar yang mengandung IAA, asam amino, vitamin, mineral dan gula dalam konsentrasi yang diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan dari sel dengan cepat dengan
56 cara mendorong-dorong pembentukan sel dalam jumlah yang banyak. Namun sel-sel itu tidak melakukan pembelahan sehingga akhirnya mengalami poliplodi (sel yang memiliki banyak inti). berdasar kasus itu , Folke Skoog dan beberapa temannya mencari senyawa yang dapat memicu sitokinesis pada tanaman dan akhirnya mereka berhasil menemukan senyawa lir-adenin. Senyawa lir-adenin itu berhasil diekstraksi dari khamir. ini membuat para studi melakukan studi terakit kemampuan DNA dalam memacau pembelahans sel, sebab DNA mengandung basa adenin (Salisbury and Ross, 1995). Carlos Miler beseta rekan kerjanya di Laboratorium Skoong dan Strong di Universitas Whincosin melakukan studi untuk melihat kemampuan DNA dalam hal sitokinesis. Mereka melakukan isolasi senyawa dari sampel DNA ikan herring yang sebelumnya sudah di autoklaf. Senyawa hasil ekstraksi itu diberi nama Kinetin. Kinetein sendiri bukan merupakan sitokinin yang ditemukan pada tanaman dan bukan merupakan senyawa aktif yang ditemukan pada jaringan floem (berdasar studi Hiberlandt), tetapi kinetin diperkirakan memiliki kedekatan dengan hormon sitokinin. FC Stewar pada tahun 1950an berhasil menemukan berbagai jenis sitokinin yang ada didalam endoseprm cair kelapa dengan memakai teknik biakan jaringan. berdasar studi dari DS Letham (1974) jenis sitokinin yang paling aktif dalam endosperm cair kelapa adalah zeatin atau zeatin ribosida. Ciri-ciri dari zeatin pertama kali dikemukakan oleh Letham dan Carlos Miler secara bersamaan pada tahun 1964. Mereka berdua memakai sitokinin yang berasal endosperm cair jagung. Sejak saat itu berbagai jenis sitokinin yang memiliki struktur lir-adenin yang mirip zeatin dan kintetin berhasil dikenali pada berbagai spesies tanaman berbiji.
57 3.2 Pengertian Hormon Sitokinin Para ahli fisiologi memberika nama sitokinin sebagai wujud penggambaran akan fungsinya dalam hal memacu pembelahan sel (sitkinesis). Sitokinin merupakan senyawa yang memiliki struktrur seperti adenin yang mampu memacu terjadinya pembelahan sel. Jika dilihat dari struktur kimianya, sitokinin memiliki rantai samping yang kaya akan karbon (C) dan Hidrogen (H) yang melekat di nitrogen bagian puncak cincin purinnya. Bentuk dasar dari sitkonin adalah 6-amino purin atau yang dikenal dengan nama adenin. Adenin menjadi penentu aktivitas dari setiap jenis sitoinin. Rantai yang panjang dan adanya double bond dalam rantai itu dapat meningkatkan aktivitas dari sitokinin Semua jenis sitokinin biasanya ditemukan dalam bentuk bebas ataupun sebagai nukleosida dengan gugus ribosa yang terletak pada atom nitrogen di nomor 9, misalnya zeatin-ribosida. Selain ditemukan pada jamur (fungi), bakteri, RNA organisme prokariotik dan eukariotik, sitokinin dapat pula ditemukan pada spesies tanaman tingkat tinggi. Sitokinin dapat ditemui pada beberapa spesies tanaman tingkat tinggi sebagaimana pula pada jamur (fungi), bakteri, RNA prokariotik dan eukariotik. Bakteri dan jamur patogen mengandung sitokinin yang berpengaruh dalam proses penyebaran penyakit. Namun sitokinin disini tidak berperan sebagai patogen, justru sitokinin berperan positif dalam hubungan mutualistik dengan tanaman . Contohnya dalam pembentukan mikoriza dan bintil-bintil akar.
58 Gambar 20. Struktur Kimia Hormon Sitokinin Benzyladenine (benzylaminopurine) (BA) N,N′-Diphenylurea (Puein non amino dengan aktivitas lemah) Thidiazuron Gambar 21. Struktur kimia dari beberapa sitokinin sintetis (Taiz and Zenger 2006). Gambar 22. senyawa yang bersifat antagonis dengan sitokinin 3-Methyl-7-(3-methylbutylamino)pyrazolo[4,3-D]pyrimidine (Taiz and Zenger 2006).
59 Senyawa yang ada pada gambar 22 merupakan senyawa yang dapat memblok kemampuan aktivitas dari sitokinin dan efeknya dapat menghambat aktivitias dari sitokinin. Sitokinin selain ada pada tanaman juga ada pada lumut, alga merah dan alga coklat dan diatom. Sitokin juga berperan dalam merangsang pertumbuhan pada alga. Pada tanaman jenis sitokinin yang pertama kali ditemukana adalah kinetin. Sitokinin tersebar luas diberbagai spesies tanaman , namun hanya sedikit peneliti yang mengkaji mengenai fungsinya kecuali pada tanaman angiospermae, beberapa spesies lumut dan konifer. Sitokinin yang terkandung dalam cendawan dan bakteri memiliki hubungan erat dengan proses patogensis. Sitokinin yang dihasilkan oleh cendawan dan bakteri bukan merupakan patogen penyakit tanaman justru merupakan simbiosis mutualisme dengan beberapa tanaman , misalnya dalam hal pembentukan bintil akar dan mikoriza. Banyak para ahli yang juga masih mempertimbangkan mengenai fungsi sitokinin dalam hal memacu sitokinesis (pembelaha sel) yang ada pada jaringan yang ditumbuhkan secara in vitro. Horgan mengartikan sitokinin sebagai senyawa penginduksi pembelahan sel pada empelur tembakau atau sistem uji lain yang hampir sama dibantu dengan keberadaan auksin dalam konsentrasi optimum. Para ahli yang lain juga ada yang membatasi sitokinin sebagai senyawa adenin yang memiliki efek umum yang penting, seperti memacu pembelahan sel (sitokinesis). Namun, mereka belum menemukan keyakian akan keberanan bahwa sitokinin dalam bentuk basa bebas, nukleotida atau nukleosida juga merupakan bentuk aktif. Pada tahun 2000an barulah aktifis kimia dan biologi berhasil memberi gambaran mengenai struktur kimia untuk menggambarkan aktivitas dari sitokinin dan basa-basa.
60 3.3 Macam-Macam Hormon Sitokinin Secara garis besar sitokinin terbagi menjadi 2 kelompok utama yakni sitokinin alami (cotohnya zeatin dan kinetin) dan sitokinin buatan atau sintetik (contohnya 6-Benzimaminopuril/BAP, Thidiauzuron,2-iP). Kinetin merupakan jenis sitokinin yang paling pertama ditemukan yang memiliki kemampuan dalam proses pembelahan sel (sitokinesis). Diferensiasi pada suatu jaringan merupakan hasil kerja dari kinetin (sitokinin) dan auksin yang saling bersinergi. Dewasa ini ada ≥200 jenis sitokinin, baik itu sitokinin alami dmaupun sintetik yang sudah dikombinasikan (Febriyanti, 2016). Semua jenis sitokinin endogen memiliki isopentil adenin yang merupakan struktur dasarnya. Modifikasi hanya terletak pada urutan ke-9 dari cincin adeninnya. BAP merupakan jenis sitokinin yang paling sering dipakai . BAP akan bekerja aktif jika diberikan pada bagian tunas (pucuk) suatu tanaman dan akan mendorong-dorong proliferasi tunas (munculnya tunas dengan jumlah lebih dari satu). Struktur BAP hampir sama dengan kinetin yang membedakannya adalah BAP memiliki gugus benzil sedang kinetin tidak. tanggapan dari tanaman yang diberikan BAP lebih baik dari jenis lainnya. sedang jenis sitokinin yang memiliki aktifitas kuar adalah T-dhiazuron sebab pada konsentrasi yang sangat rendah sekali pun sitokinin jenis ini sudah dapat menunjukkan tanggapan . Struktur dari satu jenis sitokinin dengan jenis lainnya hanya dibedakan oleh rantai smaping yang dimilikinya. Rantai samping itu melekat pada molekul adenin pada N nomor 6. Rantai samping ini jugalah yang menjadi penentu keaktifan dari sitokinin. Semakin banyak ikatan ganda pada rantai samping itu maka semakin aktif pula molekul sitokininnya. Namun, keaktifan dari sitokinin dapat hilang akibat adanya perubahan atau
61 kerusakan pada adeninnya. Berikut adalah struktrur dari beberapa jenis sitokinin: Gambar 23. Struktur Kimia dari Beberapa Jenis Sitokinin Sumber : Taiz and Zeiger (2002) Semua sitokinin yang ada diatas merupakan hasil turunan dari adenin yang ada penomoran pada cincin purinnya, misalnya pada zeatin (kiri atas). Pada zeatin dan zeatin ribosida cincin sampingnya memiliki ikatan rangkap dengan konfigurasi trans ataupun cis. Konfigurasi trans
62 umumnya lebih banyak ada pada zeatin maupun zeatin ribosida, sedang konfigurasi cis merupakan konfigurasi yang paling umum pada sitokinin yang berikatan dengan t-RNA (Davies, 2004). Secara umum tipe struktur dari sitokinin yang secara alamiah dan proses pembentukannya terjadi pada tanaman terbagi menjadi 2 yaitu ispoprenoid dan aromatik. Isoprenoid sitokinin secara alami adalah N6-(Δ2-isopentenyl) adenine (iP), tZ, cis-zeatin (cZ) dan dihydrozeatin. tZ dan iP merupakan turunan dari bentuk isoprenoid yang paling umu, variasi dari turunan itu bergantung pada jenis tanaman, jaringan tanaman dan fase perkembangan dari tanaman itu . Misalnya, sitokinin tipe tZ dan iP merupakan bentuk utama sitokinin pada Arabidopsis, sedang sitokinin tipe cZ ditemukan di jagung. Sitokinin aromatik antara lain ortho-topolin (oT), meta-topolin (mT), turunan methoxy (meoT dan memT), dan benzyladenine (BA) hanya ditemui pada beberapa jenis tanaman saja. Selain kedua tipe tadi ada pula tipe sintetik. Tipe sintetik ini terdiri dari turunan adenin, misalnya kinetin dan phenylureas.
63 Gambar 24 . Tipe-Tipe Srtuktur Sitokinin (Sumber : Sakakibara, 2005) Zat yang memiliki aktivitas seperti sitokinin dapat diisolasi dari berbagai spesies tanaman yang lalu diuji dengan metode kalus untuk mengatuhi tingkat aktivitasnya. Isopentil adenin bedan turunannya isopentil adenosin merupakan jenis sitokinin yang banyak sekali ada dalam tanaman . Kedua bentuk isopentil itu merupakan bagian dari t-RNA. Letham merupakan orang pertama yang berhasil menemukan zeatin (sitokinin yang diisolasi dan diidentifikasi dari biji jagung yang masih muda). Zeatin merupakan jenis sitokinin yang dewasa ini paling sering ditemukan yang berasal dari ekstrak tanaman jagung. Zeatin juga bisa
64 diperoleh melalui hidrolisi RNA pada tanaman bayam Amerika, kacang buncis, , umbi kentang, gandum dan lain sebagainya. Selain didapat dari tanaman jagung dan endosperm cair kelapa, sitokinin juga banyak ada pada beberapa tanaman sebagai berikut: Tanaman Bagian yang Banyak Mengandung Sitokinin Apel Cairan Buah Gingko Gametofit betina Buncis Biji Bunga Matahari Eksudat akar Tembakau Jaringan kambium dan jaringan tumor Tomat Cairan Buah Tabel 3. Tanaman yang Mengandung Sitokinin sudah lama masyarakat mengenal air kelapa sebagai zat pengatur pertumbuhan , yaitu sitokinin. Air kelapa mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin (vitamin C dan B Kompleks), beberapa jenis hormon (auksin, sitokinin dan giberelin), Ca dan P (Purdyaningsih, 2013). Untari (2006) mengatakan bahwa zat pengatur pertumbuhan yang ada didalam air kelapa mampu menstimulasi proliferasi pada jaringan tanaman dan memperlancar respirasi dan metabolisme tanaman . Selain dapat diisolasi menjadi sitokinin, ZPT pada air kelapa juga bermanfaat bagi embrio kelapa melalui proses sitokinesis. Azwar (2008) menyatakan bahwa cairan endosperm buah kelapa memiliki manfaat dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hormon sitokinin yang ada didalam air kelapa juga dapat memecahkan masa istirahat (masa dormansi) dari suatu biji dan menumbukan tunas beberapa tanaman . Kadar dari zat pengatur pertumbuhan atau hormon sitokinin yang ada dialam air kelapa yaitu sebanyak 5,8 mg/L dapat merangsang
65 terjadinya perkecambahan dan menstimulasi pertumbuhan dari biji. Jadi sitokinin yang ada didalam air kelapa akan bekerjasama dengan auksin endogen untuk dalam pembelahan sel dan diferensiasi suatu jaringan guna terbentuknya tunas dan tumbuhnya akar (Elfadhila, 2013). Kandungan ZPT alami dalam air kelapa tua lebih sedikit dibanding air kelapa muda. Air kelapa muda mengadung Kinetin sebanyak 273,62 mg/L dan zeatin sebanyak 290, 47 mg/L (Kristina dan Syahid, 2012). Pada tanaman tingkat tinggi sitokinin biasanya ada banyak pada embrio endosperm dari biji yang sedang berkembang, marsitem apeks dan nodul akar. sedang sitokinin ditemukan dalam jumlah yang sedikit pada jaringan maristem yang sudah tua. Sitokin yang ada ditanaman terbentuk secara bebas ataupun sebagai komponen RNA duta khusus untuk asam amino jenis serin dan tiroisin. Sitokinin yang berada didalam tanaman itu diperoleh dengan cara pengekstraksian selama beberapa jam dengan memakai alkohol 80%. Hasil ekstraksi lalu disentrifugasi dan dievaporasi dalam kondisi hampa udara (vakum) lalu residu keringnya dilarutkan dalam air. Untuk memperkirakan sitokinin hasil ekstraksi itu dapat dilakukan dengan cara kromatografi baik itu kromatografi lapis tipis maupun kromatograsi gas (Manurung dkk, 2017). Pada saat ini, para peneliti banyak yang menjadikan alga sebagai sumber fitohormon salah satunya sitokinin. Alga berkerabat dekat dengan tanaman tingkat tinggi sehingga strukturnya sangat mirip dengan tanaman tingkat tinggi. Selain itu alga juga memiliki kemampuan dalam berfotosintesis sebab memiliki klorofil a dan b, cadangan makanannya yang utama berupa pati, dinding selnya terseusun atas selulosa dan ultrastrukturnya yang serupa dengan tanaman tingkat tinggi. Keberadaan sitokinin dalam alga dibuktikan dengan percobaan pemberian ekstrak rumput
66 laut pada tanaman yang dapat meningkatkan proses pembelahan sel (sitokinesis), pemanjangan akar dan batang, inisiasi pembunaan dan beberapa fungsi metabolisme lainnya. Sitokin yang berasal dari ekstrak rumput laut ini juga dapat menguranggi stress pada tanaman akibat dari radikal bebas. Jenis alga yang dapat memproduksi hormon sitokinin adalah alga coklat dan alga merah (Ergun et al,2002). Salah satunya spesiesnya adalah Gracilaria coronopifolia yang merupakan alga merah. studi dari Rachman et al (2017) membuktikan bahwa ekstrak dari G.coronopifolia mengandung sitokinin yang berupa trans-zeatin sebanyak 6,26 x 10-2 mg/g berat kering. Dalam studi nya itu Rachman et al (2017) juga melakukan uji hayati untuk melihat bagaimana pengaruh dari pemberian sitokinin yang didapat dari ekstrak G.coronopifolia terhadap pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa) melalui media hidroponik. Sesudah 14 hari sesudah hari tanaman, diketahui bahwa isolat sitokinin dari G.coronopifolia memiliki aktivitas yang tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (tidak diberi sitokinin eksogen). Sitokinin yang berasal dari alga merah G.coronopifolia memiliki aktivitas dalam memacu pertumbuhan tanaman padi yang dibuktikan dari pertumbuhan panjang tajuk dan berat kering tjauk. Aktivitas isolat sitokinin yang berasal dari alga merah G.coronopifolia pada konsentrasi 19,6 ppm sebesar 122,12% untuk parameter panjang tajuk dan 110,49% untuk parameter berat kering. Gambarnya dapat dilihat dibawah ini:
67 Gambar 25. Hasil Uji Hayati Tanaman Padi dengan Masa Tanaman 2 Minggu memakai (1)Kotnrol/ Tanpa Sitokinin Eksogen (2)Sitokinin dari ekstrak isolat alga merah G.coronopifolia 19,6 ppm dan (3) standra trans-zeatin 100 ppm (Sumber : Rachman et al, 2017) 3.4 Biosintesis Hormon Sitokinin Biosintesis sitokinin terjadi pada ujung akar dan nodul akar, embrio dan endosperm biji yang sedang berkembang. Sitokinin juga banyak terkonsentrasi didaerah maristematik yang masih aktif tumbuh (misalnya di daun muda), maristem apikal dan buah yang sedang berkembang. Namun sedikit pada jaringan yang sudah tua atau jaringan yang tidak maristematik. Asetil Ko-A merupakan senyawa utama yang berperan sebagai prekursor utama dalam sintesis siotkinin. Selain berperan dalam sintesis sitokin, asetil Ko-A juga berepran dalam sintesis giberelin, karetenoid dan asam absisat. Asetil Ko-A merupakan hasil dari proses dekarboksilasi oksidatif asam piruvat dalam rantai respirasi sebelum memasuki siklus krebs.
68 Asetil Ko-A inilah yang nantinya akan memasuki siklus asam mevalonat yang lalu membentuk siokinin. Gambar 26. Mekanisme Biosintesis Sitokinin Melalui Jalur Mevalonat Tahapan pertama dalam biosintesis sitokinin ialah penambahan isopentil di rantai samping DMAPP sehingga menjadi adenosine. Pada tanaman dan bakteri Enzim-enzim IPT yang dipakai akan berbeda pada setiap substrat yang dipakai . Pada tanaman biasanya dipakai ADP
69 dan ATP, sedang pada bakteri berupa AMP. Hasil dari reaksi itu berupa iPMP, iPDP atau iPTP yang lalu dengan bantuan hydroxylase (yang belum diidentifikasi) menjadi zeatin (Taiz and Zenger, 2006). Gambar 27. jalur biosintesis sitokinin. Pada jaringan tanaman ada enzim yang bernama isopentil AMP sintase yang membentuk adenosin 5-fosfat (isopentil AMP). Selain ditemukan pada jaringan tanaman isopentil AMP sintase juga dapat ditemukan pada cendawan lendir. Isopentil AMP yang terbentuk melalui reaksi hidrolisis (terjadi pelepasan gugus fosfatnya) akan diubah menjadi isopentil adenosin dengan bantuan enzim fosfatase. Isopentil adenosin ini lalu mengalami reaksi hidrolisi (terjadi pelepasan gugus ribosanya)
70 menjadi isopentil adenin. Isopentil adenin mengalami reaksi oksidasi menjadi zeantin dengan cara mengganti unsur H pada gugus metil yang terletak di cincin samping menjadi –OH. Dengan adanya NADPH zeatin dapat mengalami reduksi pada ikatan rangkap di cincing samping isopentilnya membentuk dehidrozeatin. Gambar 28. Pembentukan isopentil AMP, prazat bagi isopentil adenin
71 Gambar 29. Proses pembentukan sitokinin (dehidrozeatin) Sumber : Intan (2008) Reaksi-reaksi yang sudah disebutkan diatas kemungkinan memiliki peranan dalam pembentukan ketiga bahan dasar utama dalam proses biosintesis sitokinin. Ditingkat sel, sitokinin ditentukan oleh perusaknya seperti sitokinin oksidase. Sitokinin oksidase merupakan enzim yang dapat menghilngkan cincin samping pada karbon nomor 5 (C-5) dan dapat menghasilkan adaenin bebas atau adenosin bebas dalam pembentukan turunan sitokin yang lebih rumit, sebab banyak konjugat yang terbentuk. Konjugat yang paling lazim ditemui adalah sitokinin glukosida yang mengandung glukosa. Pada glukosida jenis pertama, ciri utamnya adalah letak dari karbon nomor 1 dari glukosa yang menempel pada gugus hidroksil rantai samping dari zeatin, dihidrozeatin, zeatin ribosida atau dihidrozeatin ribosida. Pada glukosida jenis kedua, karbon nomor 1 dari glukosa menempel pada atom nitogen nomor 7 atau 9 pada sistem cincin adenin pada tiga bahan dasar utama sitokinin. Alanin merupakan salah satu hasil konjugat yang dihubungkan melalui ikatan peptida dengan nitrogen di nomor 9 yang berkedudukan pada cincin purin. konjugat yang dihasilkan masih belum dapat diketahui fungsinya. namun fungsi dari glukosida sudah diketahui, yakni sebagai bahan cadangan makanan dan merupakan sitokinin yang khusus untuk diangkut pada beberapa spesies tanaman. Namun para ahli berpendapat bahwa tidak mungkin konjugat alami berperan sebagai cadangan makanan. Konjugat alami berperan sebagai sebuah produk pengikat sitokinin yang tidak dapat aktif secara fisiologis dan terbentuk secara tak terbalikkan (Intan, 2008).
72 3.5 Proses Pengnangkutan Hormon Sitokinin Sitokinin umumnya ditemukan pada jaringan yang sel-selnya masih aktif membelah, organ-organ yang masih muda (misalnya biji, daun dan buah muda) dan ada pula diujung akar. Sitokinin yang disintesis diakar dan lalu ditranslokasikan ke pucuk melalui pembulu xylem. Untuk membuktikan bahwa sitokinin disintesis diakar dapat dilakukan dengan cara momotong akar secara mendatar (horizontol). Akar yang dipotong itu lalu akan mengeluarkan sitokinin melalui pembuluh xylem selama 4 hari. Adanya tekanan akar memicu ini terjadi. Tidak akan ada kemungkinan bagian bawah akar menyimpan pasokan sitokinin dari sumber lain yang melalui pembuluh xilem dalam interval waktu cukup lama. Terjadinya penimbunan sitokin di daun, buah dan bji muda merupakan hasil transportasi melalui xylem. Pada beberapa jenis tanaman yang tidak memiliki akar seperti tembakau, sitokinin yang dihasilkannya berasal dari adenin radioaktif. Pada tanaman kapri sitokinin tidak hanya diproduksi di akar tetapi juga didaun dan dibatang, sedang pada wortel bagian kambium akarnyalah yang berperan dalam mensintesis sitokinin (Hastuti, 2012). Selain melalui xylem banyak pula pendapat yang menyatakan bahwa sitokinin diangkut melalui floem. Bukti yang memperkuat pernyataan itu adalah ditemukannya sitokinin pada kutu embun madu. Bukti lain yang juga memperkuat pernyataan itu adalah diperolehnya sitokinin dari daun tanaman dikotil yang dipetik. Saat organ daun tanaman dikotil yang sudah dewasa itu dipetik dan dijaga kelembabannya, maka sitokinin akan bergerak menuju pangkal tangkai daun dan tertimbun disitu. Pergerakannya itu diperkirakan melalui pembuluh floem, bukan pembulug xylem. Adanya proses transpirasi sangat mendukung aliran yang melewati
73 xylem dari tangkai daun ke helaian daun. Sehingga dapat diketahu bahwa pemasok sitokinin adalah daun muda. Pasokan sitokinin itu lah yang lalu diedarkan ke daun muda dan jaringan muda lainnya. Sitokinin yang ada didaun dewasa itu merupakan hasil dari biosintesis sitokinin yang terjadi diakar. Pemasokan sitokinin melalui jaringan pembuluh floem jauh lebih efektif dibanding pembuluh xylem untuk organ yang transpirasinya rendah. Walaupun demikian, sitokinin dianggap tidak mudah tersebar didalam floem. Sitokinin yang terserap pada permukaan daun yang ditetesi sitokinin radioaktif sangatlah sedikit. 3.6 Fungsi dan Aktifitas Hormon Sitokinin Berikut adalah fungsi dan aktifitas dari hormon sitokinin: 1. mendorong-dorong pembelahan sel (sitokinesis) dan diferensiasi sel mendorong-dorong terjadinya pembelahan sel merupakan fumgsi utama dari sitokinin. Dalam memacu pembelahan sel, sitokinin bekerjasama dengan auksin.Kerjasama antara sitokinin dan auksin itu sudah lama dilakukan oleh Skoog dan kawan-kawannya. Mereka berhasil menemukan jika ternyata empelur dari batang tanaman kedelai, tembakau dan tanaman dikotil lainnya dipisahkan dan dibiakan secara aseptis pada meduium agar yang mengandung auksin dan hara maka akan terbentuk kalus. Kalus merupakan masa sel yang takberatura, tak terspesialisasi dan poliploid. saat sitokinin diberikan pada kalus itu maka proses sitokinesis menjadi lebih terpacu (Arnita, 2008). Skoog dan kawan-kawannya juga berhasil menemukan jika rasio (perbandingan) dari auksin dan sitokinin dipertahankan maka akan tumbuh sel maristem pada kalus. Munculnya sel maristem itu
74 terjadi akibat dari pembelahan sel yang lalu mempengaruhi sel lain disekitarnya untuk berkembang menjadi kuncup, batang dan daun. Namun jika rasio (perbadingan)nya diperkecil, proses pembentukan menjadi terpacu. Perlu adanya rasio (perbandingan) antara sitokinin dan auksin utuk membuat kalus tumbuh menjadi tanaman yang utuh. Keberhasilan kalus tumbuh menjadi tanaman yang lengkap dapat dipakai sebagai indikator dalam menyeleksi tanaman unggul yang tanaman yang tahan terhadap cekamanan (air dan garam), patogen maupun herbisida yang diberikan. Akibat dari kemampuan sitokinin dalam menginduksi pembelahan sel, maka sitokinin banyak dipakai dalam budidaya tanaman secara in vitro cotohnya kultur jaringan. Penginduksian kalus merupakan langkah yang terpenting dalam teknik budidaya in vitro. Selain itu, sitokinin juga berperan dalam proliferasi jaringan maristmen pada bagian ujung tanaman , menghambat (sebagao inhibitor) dalam pembentukan akar dan mendorong-dorong terbentuknya klorofil pada kalus. Jika rasio (perbandingan) anatara sitokinin dan auksin tinggi maka akan terjadi organogenesis. Organogenesis itu ditandai dengan terbentuknya tajuk dan akar lia oleh kalus. Auksin dan sitokinin biasanya ditambahkan kedalam medium pertumbuhan untuk memacu organogenesis. Jika jumlah sitokinin yang diberikan lebih tinggi dari jumlah auksin, maka daun dan tunas yang terlebih dahulu akan distimulasi untuk tumbuh. Sebaliknya, jika jumlah auksin lebih tinggi dibanding jumlah sitokinin maka akar akan distimulasi untuk tumbuh. namun jika jumlah auksin yang diberikan rendah dan jumlah sitokininnya sedang, maka yang terbentuk adalah kalus. Penambahan sitokini menginduksi pembentukan tunas seara nyata
75 Gambar 30. Perbandingan rasio dari auksin dan sitoknin dalam meregulasi morfogenisis pada kultur jaringan. George dan Sherrington pada tahun 1984 berhasil membuat gambaran penjelasan terkait interaksi kerja antara sitokinin dan auksin. Perbandingan/ rasio dari sitokinin dan auksin tidaklah mutlak untuk setiap jenis tanaman, sebab pada tanaman tertentu baik sitokinin maupun auksin keduanya sama-sama sangat diperlukan untuk membentuk tunas aksilar. Pada tanaman monokotil, penginduksian kalus hanya dipicu oleh auksin dengan konsentrasi tinggi (tidak ada campur tangan dari sitokinin). Morfogenesis dan organogenesis pada eksplan akan dirangsang saat eksplan itu dipindahkan ke media yang memiliki konsentrasi auksin rendah.
76 Gambar 31. Interaksi Auksin dan Sitokinin dalam Hal Menginduksi Diferensiasi Sel membentuk Organ/ Jaringan (Sumber : Geor€ge & Sherrington , 1984) Geroge dan Sherrington menyatakan bahwa insiasi pembentukan akar dan tunas pada tanaman diatur oleh kerja sitokinin dan auksin yang ditambahkan dalam media kultur. Begitu pula dengan interaksi anatara sitokinin eksogen dengan auksin dan sitokinin endogen dengan auksin didalam eksplan tanaman yang akan dikembang biakan. Kemampuan sitokinin dalam hal sitokinesis memicu hormon ini banyak dikomersialkan dalam bidang perbanyakan mikro tanaman budidaya dari biakan jaringan. Sitokin dapat meningkatkan peralihan dari fase G2 ke fase mitoss sehingga dapat mempercepat sitokinesis, ini berkaitan dengan meningkatnya laju sintesis protein.
77 Contoh Pengaplikasian Seperti yang sudah dibahas diatas bahwa sitokinin bersama dengan auksin sering dimanfaatkan dalam perkembangbiakan secara in vitro. BAP, kinetin dan zeatin merupakan jenis-jenis sitokinin sintetik yang paling umum dipergunakan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Saat ini banyak orang yang memanfaatkan pemakaian sitokinin alami, salah satu dengan endosperm cair air kelapa. Air kelapa yang baik yang dapat dipakai untuk proses kultur secara in vitro adalah air kelapa yang berasal dari kelapa yang masih muda ditandai dengan daging buah yang belum keras dan bewarna putih dan dapat dengan mudah diambil dengan bantuan sendok. Mahfudza dkk (2018) mengatakan bahwa air kelapa mengandung difenil urea yang mempunyai efektifitas yang menyerupai sitokinin. pemakaian air kelapa diduga mempengaruhi keseimbangan hormon untuk memacu diferensiasi sel induk dalam membentuk tunas, sebab ada berbagai senyawa fenolik dan berbagai jenis hormon seperti auksin dan giberelin yang mempengaruhi sel eksplan dalam metanggapan diferensiasi dari sel maristem untuk membentuk calon tunas, sehingga kemunculan tunas lebih cepat dibandingkan eksplan yang dikulturkan pada media yang hanya mengandung tidak mengandung ZPT (Tan et al. 2014). Pemanfaatan air kelapa sebagai ZPT haruslah memperhatikan kadar/ konsentrasinya. Konsentrasi yang terlalu rendah memicu kerja dari air kelapa tidak aktiv sedang jika terlalu tinggi dapat memicu tanaman yang diberikan air kelapa justru mengalami kematian. Konsentrasi air kelapa sebanyak 10% diduga belum mampu
78 untuk menginduksi pembelahan sel pada primordia tunas tetapi membantu bekerja secara sinergis dengan ZPT endogen pada tunas pisang cavendish dalam memacu pembelahan sel sesudah tunas terbentuk. Kandungan sitokinin sebanyak 60% dalam air kelapa mampu memacu sitokinesis pada sel-sel primordia daun sehingga dapat mendukung pertambahan jumlah daun. Jumlah anakan yang dihasilkan pada saat melakukan kultur jaringan juga dipengaruhi oleh pemberian air kelapa. ini sesuai dengan studi dari Rachmawati (2017) yang menyatakan bahwa komposisi 40% atonik + 60% air kelapa mampu meningkatkan jumlah anakan terbanyak. ini dapat terjadi sebab dalam proses pertumbuhan nya tanaman tidak hanya memerlukan karbohidrat dan nitrogen diperlukan pula hormon dengan konsentrasi sesuai. Komposisi konsentrasi 60% air kelapa yang mengandung auksin, sitokinin dan giberelin lebih banyak dan kompleks. Namun semakin tinggi konsentrasi air kelapa justru menghambat pembentukan tunas (Asmono et al, 2017). Menutur Asmono dkk. (2017), konsentrasi air kelapa yang diberikan pada eksplan tanaman juga mempengaruhi panjang dan tinggi dari tunas yang dihasilkan. Pemberian konsentrasi air kelapa secara tunggal berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tunas. Hasil ini menunjukkan bahwa sitokinin tidak berperan aktif dalam memperpanjang tunas. Tetapi perbedaan panjang tunas yang nyata terlihat dari pengaruh beberapa level konsentrasi air kelapa. Namun, jika konsentrasi air kelapa yang diberikan terlalu tinggi maka penambahan panjang tunas akan terhambat. Air kelapa yang memiliki konsentrasi tinggi dapat memicu ketidakseimbangan
79 fitohormon dalam eksplan, sehingga pertumbuhan tunas terhambat. Menurut Lutfiah (2017) konsentrasi air kelapa 50% merupakan konsentrasi yang baik untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman salah satunya buah Hylocereus costaricensis (naga merah). Selain itu, kosentrasi air kelapa yang diberikan sebanyak 50% mampu meningkatkan bobot tunas sebesar 53,39 gram dan umlah akar primer sebanyak 0,58 helai. 2. Mengatur Dominansi Apikal Sitokinin dan auksin bekerja secara antagonis (berlawanan) dalam hal mengatur pertumbuhan tunas aksilar. Sitokinin yang berasal dari akar akan masuk kedalam sistem tajuk untuk mengisyaratkan aksilar untuk mulai tumbuh. Sehingga perbandingan dari sitokinin dan auksin menjadi faktor kritis dalam mengontrol pertumbuhan tunas aksilar pada tanaman . Saat pertama kali dilakukan pengkajian awal, diketahui bahwa pemberian kinetin (sitokinin sintetik) dapat memacu pertumbuhan kuncup samping hanya dalam kurun waktu yang singkat. Agar dapat terus memanjang dalam waktu yang lama maka kuncup itu diberikan IAA atau giberelin. Kerja dari kinetin ini hampir sama dengan kerja dari isopentil adenin. Isopentin adenin tidak begitu aktif sebab proses hidroksilasinya menjadi zeatin (senyawa yang jauh lebih aktif didalam kuncup) berlangsung lama. Pertambahan panjang dari kuncup yang diberikan kinetin kurang nyata jika dibandingkan dengan benziladenin dan zeatin. sedang zeatin dan benziladenin mampu mamcu pemanjangan kuncup pada tanaman kapri sekurang-kurangnya selama 2 minggu (Arnitam 2008).
80 3. Efek Anti Penuaan Penuaan pada tanaman terjadi sebab adanya pengubahan protein menjadi asam amino dengan bantuan enzim RNA-ase, DNA-ase dan protease. Adanya sitokinin memicu kerja dari enzim-enzim itu dapat dihambat sehingga umur protein menjadi lebih panjang. Penghambatan dalam pemecahan protein dengan cara menstimulasi RNA dan sintesis protein, melalui mobilisasi nutrisi disekitar jaringan adalah cara yang dipakai sitokinin dalam menghambat penuaan (Karimah et al, 2013). Saat kita memetik daun maka secara tidak daun itu sudah kehingan klorofilnya, RNA, protein dan lipin dari membrann kloroplas lebih cepat dibanding jika daun itu masih melekat ditangkai daun. ini merupakan salah satu penuaan premature. Contoh lain seperti saat meletakkan daun didalam ruang yang gelap, otomatis daun itu akan lebih cepat berubah warna menjadi kuning. Tanaman akan lebih cepat mengalami penuaan saat berada ditempat yang gelap. Percobaan dari Kenneth V Thiman dengan mengunakan daun oat yang diapungkan dalam garam mineral encer membuktikan bahwa sitokinin dapat menggantikan peran cahaya dalam proses penuaan, yakni mempertlambat penuaan. Sitokinin dapat mempertahankan keutuhan dari membran tonoplas. Jika membran dari tonoplas itu tidak dapat dipertahankan keutuhannya maka vakuola akan merembes ke sitoplasma dan dapat protein larut, protein pada membran plasma dan mitokondria akan dihidrolisis. Fungsi lain dari sitokinin pada membran sel adalah dapat melindungi membran sel dari kerusakan. Selain itu sitokinin juga dapat melarutkan asam lemak jenuh pada membran sehingga dapat menceh oksidasi.
81 Pada tanaman dikotil pada bagian tangkaiya biasa terbentuk akar-akar liar. Akar itu dapat mempertahankan daun tetap muda secara fisiologis. Daun yang masih muda memproleh haradari daun yang sudah tua. Sitokinin mendorong-dorong jaringan muda menjadi wadah dalam penampung hasil angkutan dari floem. Bagian akar itu sudah dipastikan mengandung sitokinin hasil angkutan pembuluh xylem. Banyak bukti yang berhasil menunjukan berbagai macam jenis sitokinin memiliki kemampuan menunda penuaan dan mampu meningkatkan terbentuknya akar liar berlipat ganda pada helaian daun. Pada tanaman bunga Helianthus annus (bunga matahari), kandungan sitokinin mengalami peningkatan selama masa pertumbuhan dan akan menurun saat pertumbuhan terhenti dan saat terjadi pembungaan. ini menandakan bahwa kurangnya sitokinin yang diangkut dari akar menuju tajuk memicu proses penuan menjadi lebih cepat terjadi. Sitokinin juga mampu menunda penuaan pada bunga potong dan jenis sayur mayur. Daun mahkota dari bunga mawar dan bunga anyelir mengalami penurunan konsentrasi sitokinin sejalan dengan penambahan usia (semakin tua) sehingga tanaman itu biasa diberikan sitokinin eksogen untuk mencegah terjadinya penuaan. Salah satu jenis sitokinin eksogen yang paling efektif dipakai pada bunga anyelir adalah dihidrozeatin dan benziladenin. Namun kebanyakan efek sitokinin eksogen yang diberikan pada bunga potong belum mampu mengalahkan etilen yang dihasilkan pada tanaman itu . Pada tanaman sayur mayur misalnya Kubis Brusel dan Seledri pemberian sitokinin (contohnya benziladenin) dapat meningkatkan daya simpan. Khusus di negara Amerika, pemerintah melarang pengkonsumsian sayuran yang diberi sitokinin eksogen.
82 4. Memacu Pembesaran Sel pada Kotiledon Biji tanaman dikotil jika dikecambahkan ditempat gelap, kotiledonnya akan tumbuh ke atas tanah tetapi berukuran kecil dan berwarna kuning. Sesudah diberi cahaya maka kotiledon itu dapat tumbuh lebih pesat. Meskipun sebenarnya cahaya yang diberikan cukup rendah untuk melangsungkan fotosintesis. ini dikenal dengan istilah efek fotomorfogenik yang dikendalikan oleh fitokrom dan sitokinin. Laju pertumbuhan dari kotiledon yang diberikan sitokinin akan meningkat 2-3 kali lipat. pertumbuhan itu disebabkan oleh pengambilan air yang memicu sel menjadi mengembang sebab tidak terjadi penambahan bobot kering jaringan. Jika dibandingkan dengan auksin dan giberelin, sitokinin lebih aktif dalam memacu pembesaran sel pada kotiledon. Auksin tidak memiliki kemampuan dalam mendorong-dorong pertumbuhan pada kotiledon, sedang giberelin mampu memberi efek yang kecil dalam mendorong-dorong pembesaran sel pada kotiledon yang dibiakkan dalam air maupun ditempat gelap. Sitokinin mempu memacu pertumbuhan kotiledon dengan cara sitokinesis maupun pembesara sel. Namun, sitokinesis yang terjadi tidak dapat meningkatkan pertumbuhan pada organ tanaman itu sendiri.
83 Gambar 32. Pengaruh sitokinin terhadap pemanjangan kotiledon tanaman lobak. To :perkecambahan lobak sebelum eksperimen dimulai. Kotiledon diinkubasi selam 3 hari (T3) di dalam keadaan gelap dan terang tanpa 2,5 mM zeatin. lalu kedua kondisi ini ditambahkan dengan zeatin lebih besar dibandingkan dengan kontrol (Taiz and Zenger 2006). 5. Memacu Perkembangan Kloroplas dan Sintesis Klorofil Mengetahui kemampuan sitokinin dalam memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil dapat dilakukan dengan melakukan uji dengan memakai daun muda ataupun kotiledon dari tanaman angiospermae yang ditumbuhkan ditempat gelap. Pada keadaan gelap tanaman tidak dapat membentuk kloroplas (sintesis klorofil) sehingga perkembangan dari kloroplas akan terhambat. Perkembangan dari kloroplas akan terhenti pada tahapan proplastida atau tahap etioplas. Tahap etioplas dicirikan dengan adanya perubahan warna menjadi kuning akibat dari karotenoid. Ciri khas dari etioplas terletak pada membrannya yang yang unik dan tersusun rapat yang dikenal dengan istilah badan prolemela. Badan prolemela ini akan menghasilkan sistem
84 tilakoid seperti pada plastida normal jika terkena cahaya. Kotiledon ataupun daun yang mengalami etiolasi saat diberikan sitokinin akan memberi 3 efek, yanki (1) meningkatkan laju pembentukan klorofil dan (2) memaju perkembangan lanjtan dari etioplas menjadi kloroplsa dan mendorong-dorong terbentuknya grana. Gambar 33. Daun pada tanaman transgenik yang menglami penghambatan penuaan akibat dari adanya gen yang mensintesis sitokinin ipt (Taiz and Zenger 2006). 6. Mengendalikan pembentukan dan perkembangan dari tumor pada batang Tumor pada batang biasanya ditemukan pada tanaman dikotil dan gymnospermae. Tumor itu dikenal dengan istilah tumor mahkota. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Agrobactrium tumefaciens (bakteri yang memiliki kekerabatan dekat dengan bakteri penambat nitrogen). A.tumefaciena memiliki beberapa plasmid Ti yang mengandung potongan DNA (T-DNA). Potongan DNA itu
85 dapat dipindahkan melalui proses infeksi ke sel batang tanaman inang dan dengan cepat dapat memicu tumor tak beraturan. Pada T-DNA ada gen yang bertugas mengkode ketersediaan enzim isopentenil AMP sintase (enzim yang dapat mengubah triptofan menjadi IAA dan morfologi tajuk). jika gen itu tidak aktif akibat dari adanya mutasi, tumor tidak akan berkembang dan kadar hormon akan tetap rendah. jika yang tidak aktif hanya enzim isopentil AMP sintase, maka kadar dari sitokinin akan menurun, tumor tumbuh menjadi lambat dan akan terjadi organogenesis yang menghasilkan banyak akar 7. Pada beberapa spesies tanaman , sitokinin dapat meningkatkan pembukaan stomata. 8. Mampu memecah masa istirahat biji (dormansi biji) dan merangsang pertumbuhan embrio. Banyak cara yang dapat dipakai untuk memecah masa dormansi pada suatu benih tanaman, salah satunya dengan perendam memakai sitokinin (secara kimia). Sitokinin merupakan salah satu golongan --- yang berfungsi dalam mendorong-dorong sitokinesis sehingga tunas akan muncul lebih cepat. Penambahan sitokinin eksogen pada suatu tanaman akan mempengaruhi kadar sitokinin endogen sehingga masa dormansi tanaman dapat dipatahkan. Pemberian sitokinin eksogen juga perlu memperhatikan waktu pemberiannya, pemberian akan lebih efektif pada awal dan akhir masa dormansi. Pematahan dormansi itu akan bersamaan dengan terbentuknya tunas. Terbentuknya tunas merupakan akibat dari adanya peningkatan respirasi dan mobilisasi gula. Keberhasilan
86 sitokinin dalam memecahkan masa dormansi sangat berkaitan erat dengan sensitivitas jaringan tanaman. Contoh Pengaplikasian Perendaman benih atau biji tanaman dengan memakai sitokinin merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melihat kemampaun sitokinin dalam memecah masa dormansi. Misalnya perendaman didalam air kelapa dan ZPT Atonik. Tanaman jernang (Daemonorops sp.) yang masa perkecambahannya 8 bulan- 1 tahun saat direndam didalam air kelapa dan ZPT Atonik waktu yang dibutuhkannya untuk berkecambah lebih singkat yakni 2-6 hari. Perendaman dengan ZPT atonik dengan konsentrasi 1,5% dan lama perendaman 48 jam dan air kelapa dengan konsentrasi 7% dan lama perendaman 48 jam dapat memicu tanaman jernang mulai berkecambah di hari ke 2. Daya berkecambah dari tanaman itu pun dapat meningkat menjadi 91,67%. Gambar 34. Tanaman ernang yang Berkecambah sesudah direndam dalam ZPT Atonik dan Air Kelapa
87 3.7 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Sitokinin Banyak dan beragamnnya efek sitokinin menunjukkan bahwa senyawa ini memiliki mekasinsem kerja yang berbeda pda setiap jaringan yang berbeda. Efek utama yang muncul akibat pemberian sitokinin biasanya akan diikuti oleh kemunculan beberapa efek sekunder. Efek utama maupun efek sekunder dari kerja sitokinin sangat bergantung pada kondisi fisologis sel sasarannya. Sitokini dapat bekerjad dalam kosentrasi yang sangat rendah yakni 0,01 sampai 1 µM. Seperti yang sudah diketahui sejak lama bahwa sitokinin memiliki peran dalam pembentukan RNA dan enzim, namun peranannya itu dapat menjadi terhambat jika ada inhibit dalam sintesis protein dan/ RNA. Protein pengikat juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kerja sitokinin. Tidak semua protein pengikat berikatan secara khas pada sitokinin dan memiliki afinitas tinggi terhadap sitokinin yang aktif. Secara umum diberbagai tumbuha sudah ada protein pengikat sitokinin yang khas misalnya pada daun Jelai. Pada daun Jelai itu ada protein pengikat zeatin yang afinitasnya tinggi (Dewi, 2008).
88 BAB 4. HORMON GIBERELIN 4.1 Sejarah Hormon Giberelin Kurosawa merupakan salah seorang warga negara Jepang yang pada tahun 1926 berhasil menemukan hormon giberelin. Mulnya Kurosawa hanya melakukan studi untuk mengetahui lebih lanjut penyakit “bekane” yang menyerang padi. Gejala yang timbul pada tanaman padi apabile terserang penyakit ini adalah batang dan daunnya memanjang secara tidak normal. Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang bernama Giberella fujikuroi. Guna membuktikan kebenaran bahwa penyakit bekane itu memang disebabkan oleh Giberella fujikuroi maka Kurosawa mencoba untuk mengisolasi Giberella fujikuroi dan menginfeksikannya ke tanaman sehat. Hasilnya tanaman yang sehat itu menunjukkan gejala yang sama dengan penyakit bekane. Pada tahun 1930 Yabuta dan Hayashi berhasil mengisolasi senyawa aktif yang ada pada Giberella fujikuroi. Senyawa itu lalu diberi nama giberelin. studi lanjutan lalu dilakukan pada tahun 1951 oleh Stodola dan kawan-kawannya. Mereka berusaha mencari tahu substansi yang ada pada jamur Giberella fujikuroi, alhasil mereka berhasil menemukan “Giberelin A”. Pada mulanya studi lanjutan mengenai jamur Giberella fujikuroi tidak menarik perhatian para ahli di penjuru dunia. Pada akhir perang dunia ke II barulah para peneliti di luar Jepang tertarik akan studi Giberella fujikuroi. Ketertarikan akan studi mengenai jamur Giberella fujikuroi dimulai saat tim ahli yang berasal dari Inggris dan Amerika Serikat mengunjungi Jepang. Saat kunjungan itu lah mereka baru menyadari adanya studi -studi terkait giberelin (Salisbury and Ross, 1995).
89 Sejak saat itu, mulailah dilakukan studi yang mendalam terkait hormon giberelin dan didapatkan fakta bahwa banyak sekali jenis giberelin. Contohnya Giberelin A terdiri atas 6 macam giberelin yakni GA9, GA7, GA4, GA3, GA2 dan GA1. 4.2 Pengertian Hormon Giberelin Giberelin (asam Gibellate/ GA) merupakan senyawa yang tergolong kedalam diterpenoid tetrasiklik yang memiliki rangka ent-gibberalene yang disebut ent-kaurene. Struktur dasar dari giberelin berupa kerangka giban dan kelompok karboksil bebas. Hormon giberelin memiliki beberapa sifat, diantaranya berbentuk kristal; mudah larut dalam metanol, etanol, dan aseton; sedikit larut dalam air dan larut sebagian dalam etil asetat. Giberelin merupakan hormon yang berpengaruh dalam proses perkembangan dan perkecambahan pada suatu tanaman saat bekerjasama dengan matahari. Giberelin mampu mempengaruhi proses perkecambahan sebab giberelin mampu merangsang pembentukan enzim amilase. Enzim amilase merupakan enzim yang berperan dalam pemecahan senyawa amilum didalam endosperm (cadangan makanan) tanaman . Energi yang dibutuhkan oleh benih untuk berkecambah berasal dari hasil perombakan cadangan makanan itu . Gambar 35 . Struktur Hormon Giberelin
90 Pemberian giberelin pada suatu tanaman dengan konsentrasi yang tinggi dapat memicu tanaman mengalami gigantisme, sesuai dengan penemuan awal dari giberelin yang menyatakan bahwa ZPT jenis giberelin merupakan ZPT yang memberi efek berupa peningkatan pertumbuhan beberapa kali lipat dari normalnya. 4.3 Macam-Macam Hormon Giberelin Hormon giberelin berdasar jumlah atom C nya dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yakni giberelin yang mengandung 19 atom C dan yang mengandung 20 atom C. sedang berdasar letak gugus hidroksilnya, giberelin dikelompokkan menjadi 2, yakni giberelin yang memiliki gugus hidroksil pada atom C ke-13 dan pada atom C ke-3. Semua molekul giberelin memiliki “gibban skleton”. Gambar 36 . Gibban skleton Sumber : Salisbury and Ross (1995) Secara garis besar giberelin terbagi menjadi 2 kelompok besar, yakni giberelin endogen dan giberelin eksogen (sintetik).Giberelin endogen terdiri dari GA1 s.d GA58, contohnya pada jagung, tebu, kacang tanah dan pisang
91 ada GA1 dan pada biji mentimun yang masih muda ada GA7. Giberelin sintetik yang paling terkenal adalah GA3, tetapi ada juga GA4, GA7 dan GA9. Giberelin yang sering dijumpai dipasaran adalah jenis GA3 dan beberapa jenis giberelin lain yang dipergunakan dalam studi mengenai fisiologi tanaman . GA merupakan istilah yang biasa dipakai untuk menyebutkan giberelin yang sudah diketahui strukturnya sedang GAL (giberellin like compunds) merupakan istilah yang dipakai untuk zat-zat yang memiliki aktivitas biologis seperti giberelin tetapi struktrunya belum diketahui secara pasti. Seiring dengan perkembangan dalam bidang studi kini sudah banyak ditemukan ekstrak dari tanaman yang memiliki aktivitas GAL. Jenis hormon giberelin yang pertama kali ditemukan adalah giberelin A yang ada dalam jamur Giberella fujicuroi. Jenis giberelin yang ditemukan pada jamur Giberella fujicuroi itu sama seperti yang ditemukan pada tanaman tingkat tinggi. Giberelin A sendiri terdiri atas 6 jenis giberelin, yakni GA1, GA2, GA3, GA4, GA7 dan GA9. ada lebih dari 30 jenis hormon giberelin alami. Giberelin A3 (asam giberelin) merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dipasaran dan paling banyak dipakai dalam studi . Selain itu GA3 ini juga memiliki efek fisiologis yang lebih banyak dibanding jenis lain. Giberelin dialam dapat ditemukan pada jamur Gibberella fujikuroi, pada tanaman tinggi yakni bagian daun maupun dari keduanya. Pada jamur, jenis giberelin yang ditemukan diantaranya GA26, GA25, GA24, GA16, GA15, GA14, GA13, GA12, GA111, GA10, GA9, GA7, GA4, GA3, GA2, GA1. Pada tanaman tinggi jenis giberelin yang ditemukan diantaranya GA35, GA34, GA33, GA,32, GA31, GA30, GA29, GA28, GA27, GA26,
92 GA23, GA22, GA21, GA20, GA19, GA 18, GA17, GA13, GA9, GA8, GA7, GA6, GA5, GA4, GA3, GA2 dan GA1. Namun secara umum jenis GA yang ada pada tanaman yang memiliki klorofil (berhijau daun) adalah GA1, GA2, GA3, GA5, GA6, GA7 dan GA8. Hampir sebagaian besar GA yang dihasilkan pada tanaman bersifat inaktif dan menjadi aktif jika ada prekursor. Pada spesies tanaman ada lebih kurang 15 macam GA. GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, GA9 dan GA13 merupakan jenis GA yang sama-sama dapat ditemui pada tanaman tingkat tinggi dan jamur. Hingga saat ini belum dapat diketahui pemicu mengapa tanaman memiliki GA yang begitu bayak. Ada dugaan yang menyebutkan bahwa tanaman memiliki GA yang begitu banyak sebab ada suatu “artifac” (terjadi selama prosedur ekstrak). Perlu adanya studi lanjutan terkait aktivitas dari jenis-jenis GA bebas dan bentuk-bentuk terikat dari GA bebas itu . Disamping dari jamur Gibberella fujikuroi dan tanaman tingggi, giberelin juga dapat ditemukan di alga, lumut dan paku. Hanya pada bakteri belum pernah ditemukan adanya giberelin. Hingga saat ini sudah diisolasi dan diidentifikasi lebih dari 50 jenis GA, yang meliputi GA bebas maupun GA terikat. Bahkan hingga sekarang belum dapat dipahami mengapa tanaman memiliki banyak GA. Banyak yang memperkirakan bahwa tidak semua GA yang ada pada tanaman bersifat aktif. 4.4 Biosintesis Hormon Giberelin Giberelin (GA) merupakan diterpen (senyawa golongan isoprenoid) yang disintesis dari unit-unit asetat pada asetil KoA melewati jalur mevalonic acid. Sitokinin yang di hasilkan dari jamur Gibberella fujikuroi dibiosintesis melalui jalur mevalonic acid. Asetil KoA memiliki peran sebagai prekurso pada saat biosintesis giberelin. Biosintesis giberelin terjadi
93 di jaringan yakni jaringan yang sedang tumbuh dan jaringan yang sedang mengalami diferensiasi dan pada buah dan biji yang berkembang. Tempat utama berlangsungnya proses biosintesis giberilin adalah pada akar, daun dan tunas. ada 4 jalur biosintesis dari giberelin, yakni: 1. Jalur dari mevanolic acid (MVA) ke geranil-geranil pyrofosfat (GGPP). 2. Pengsiklisasian GGPP menjadi Ent-Kaurene 3. Perubahan Ent-Kaurene menjadi GA12-aldehide 4. Jalur dari GA12-aldehide menjadi GA (Giberelin) Sebagian dari jalur biosintesis dari MVA (C6) Ent-Kaurent GA12-aldehide sama pada jamur maupun tanaman (khususnya tanaman tingkat tinggi). Jumlah GA yang banyak memicu tidak adanya jalur khusus bagi GA yang ada dijamur maupun ditanaman (Hopkin, 1995).
94 Gambar 36. Tiga tahapan dalam biosintesis giberelin. Tahap 1 terjadi di dalam plastid, dimana geranyl geranyl diphosphate (GGPP) dikonversi menjadi ent-kaurene via copalyl diphosphate (CPP). Tahap 2 terjadi di retikulum endoplasma, -kaurene dikonversi ke GA12 atau GA53, ini bergantung pada terjadi atau tidaknya hidrolisis pada GA dikarbon
95 13. Sebagian besar melalui jalur 13-hidroksilasi mendominasidi Arabidopsis dan beberapa yang lain jalur non-13-OH adalahjalur utama. Tahap 3 terjadi di sitosol, GA12 atau GA53dikonversi menjadi GAS lainnya. Proses konversi ini lalu dilanjutkan dengan serangkaian oksidasi pada karbon 20. Dalam 13-hidroksilasi jalur ini mengarah ke produksi GA20. GA20 saat itudioksidasi menjadi giberelin aktif, GA1, oleh hidroksilasi 3reaksi (setara non-13-OH adalah GA4). Akhirnya,hidroksilasi pada karbon 2 mengubah GA20 dan GA1 menjadimasing-masing bentuk tidak aktif GA29 dan GA8 (Taiz and Zenger 2006). Gambar 36. Sebagian dari jalur biosintetik giberelin menunjukkan singkatan dan lokasi mutangen yang menghalangi jalur dalam kacang dan enzim terlibat dalam langkah-langkah metabolisme sesudah GA5.
96 Jalur dari MVA ke GGPP terdiri atas beberapa langkah yang dimulai dari pengaktivasian MVA menjadi MVA-PP dengan bantua enzim MVA kinase dan memerlukan ATP (enegri), MG ++ atau MN++. Langkah selanjutnya adalah proses pembentukan GGPP dari IPP dan DMAP dengan bantuan enzim GGPP sintatase. GGPP tesebut lalu akan mengalami siklisasi menjadi Ent-kaurene yang ditandai dengann terbentuknya cincin (cyclization). Langkah berikutnya adalah perubahan ent-kaurene menjadi GA12-aldehide. Pada langkah terakhir ini tidak ada pembentukan hasil perantara (intermediete) dari kedua senyawa. Proses ini terjadi akibat dari kontraksi cincin B. Mulanya cincin B memikliki 6C yang lalu berkontraksi menjadi 5 C dan C pada luar cincin. Proses biosintesis tidak terhenti sesudah GA12-aldehide berubah menjadi Gas (GA4). Sesudah GA12-aldehide berubah menjadi Gas (GA4), langkah selanjutnya adalah pengoksidasian gugus 7 beta aldehida, penghilangan gugus 10 alpametil, pembentukan ikatan lakton antara C15 dan C10. GA4 akan membentuk GA16 (dengan cara hidroksilasi pada C1), GA17 (dengan cara hidroksilasi pada C2), GA1 (dengan cara hidroksilasi pada C13), GA7 (dengan cara membentuk ikatan rangkap pada C1 dan C2) dan GA3 (dengan cara hidroksilasi pada C13).
97 Gambar 37. Proses Biosintesis Giberelin Proses biosintesis giberelin juga dapat terhambat oleh adanya zat penghambat (growt retardant). Contoh zat pengahambat sintetik dalam biosintesis giberelin yaitu AMO-1618(2-isopropil-4-dimetil-5-metil fenil- 4 pipendine karboksilatmetil klorida) pada yanaman mentimun liar, cyclosel, paklobutrazol, anzimidol dan uniconzole. Mekanisme atau proses penghambatannya dapat dilihat pada gambar dibawah:
98 Gambar 38 . Proses penghambatan Biosintesis Giberelin oleh zat penghambat (growt retardant) 4.5 Proses Pengangkutan Hormon Giberelin Hormon giberelin yang disintesis oleh tanaman di semua jaringan yang sedang mengalami pertumbuhan dan diferensiasi, biji dan buah yang sedang berkembang diangkut melalui jaringan pembuluh floem dan xylem dan melalui sistem simplas dan apoplas. Proses pengakutan polar tidak berlaku bagi semua hormon salah satunya giberelin. Beberapa fakta menjelaskan bahwa hormon giberelin dan sitokinin ditranslokasikan bukan dalam bentuk bebas. Giberelin yang banyak ditranslokasikan biasanya dalam bentuk GA cadangan yakni GA-glukosidasa. GA-glukosida ada pada eksudat-eksudat jaringan floem pada beberapa tanaman, seperti bunga
99 matahari, kacang kapri, anggur dan lain sebagainya. Eksudat-eksudat floem dan xylem mengandung giberelin, sitokinin dan asam absisat dalam bentuk yang terikat (tidak bebas). 4.6 Fungsi dan Aktifitas Hormon Giberelin Berikut adalah beberapa fungsi dan aktifitas dari hormon giberelin: 1. Meningkatkan Tinggi Tanaman Giberelin dapat meningkatkan pembelahan dan pertumbuhan pada sel yang akan memicu terjadinya pemanjangan batang dan peningkatan jumlah ruas dari suatu tanaman. tanggapan utama dari suatu tanaman saat diberikan giberelin berupa pertambahan panjang batang. Namun pembelahan sel dan perbesaran sel tidak hanya dipengaruhi oleh hormon giberelin. Hormon auksin juga dapat mendorong-dorong terjadinya pembelahan dan pertumbuhan sel. Berbeda dengan homron auksin yang lebih efektif jika diberi pada potongan-potongan organ tanaman seperti steak tunas, steak akar dan lain sebagainya, hormon sitokinin justru lebih efektif jika dipakai pada tanaman yang utuh. Genetic dwarfism pada suatu tanaman terjadi akibat adanya mutasi gen yang dicirikan dengan gejala kerdil. Gejala yang timbul pada tanaman yang mengalami genetc dwarfism adalah memedeknya internodus (ruas batang). Giberlin merupakan hormon yang berperan penting dalam proses pemanjangan sel. Pemanjangan sel memicu pertambahan tinggi dari tanaman sehingga tanaman yang kerdil dapat menjadi tinggi. Kemampun giberelin dalam menyembuhkan genetic dwarfism sudah dibuktikan oleh Brian dan Hemming dalam studi nya yang menyemprotkan gibberellic acid pada tanaman kacang yang kerdil.
100 Hasilnya tanaman yang sudah disemprot tadi mengalami pertambahan tinggi. Kerja dari giberelin dalam hal pemanjangan batang melalui 3 tahapan. Tahapan pertama terjadi di bagian ujung batang yang berupa proses pembelahan. Giberelin dapat menstimulasi pembelahan sel pada saat sel memasuki fase G1 agar dan akan memperpendek fase S. Tahapan kedua adalah giberelin dapat meningkatkan hidrolisis amilum, fruktam dan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa guna memacu pertumbuhan yang dipakai dalam proses respirasi sehingga terbentuk energi. Pada tahapan terakhir (ketiga), giberelin meningkatkan plastisitas dinding sel. Gambar 38. Aplikasi giberelin dalam meningkatkan pembelahan sel pada ruas batang tanaman roset. Sayatan memanjang pada sumbu tanaman Samolus parviflorus menunjukkan peningkatan pembelahan sel akibat dari pemberian GA.
101 Kerja giberelin dalam pemanjangan sel erat kaitannya dengan kemampuannya dalam pengembangan dinding sel. Selain itu juga sebab giberelin mendorong-dorong terbentuknya enzim amilase sehingga terjadi hidrolisa pati. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi gula sehigga tekanan osmotik dalam sel juga ikut meningkat. Ujung-ujungnya sel akan memiliki kecendrungan untuk berkembang (Pavlista et al, 2013). 2. Pembungaan Jika konsentrasi giberelin tinggi maka proses pembungaan akan terhambat, sebaliknya tanaman akan berbunga jika konsentrasi giberelin rendah. Namun ini tidak berlaku untuk semua spesies tanaman. GA3 merupakan jenis hormon giberelin yang dapat merangsang perkecambahan, membantu dalam proses perkembangan buah pada saat pembungaan, GA3 endogen yang berasal dari dalam kuncup bunga dapat merangsang pemekaran bunga. Terjadinya pembungaan erat kaitannya dengan pengaruh giberlin terhadap proses-proses fisiologis yang ada pada tanaman. Kebanyakan tanaman memerlukan suhu dingin (2ºC-4 ºC) dalam kurun waktu yang panjang untuk melakukan proses pembungaan. Suhu dingin mendorong-dorong batang untuk mengalami pemanjangan atau yang dikenal dengan istilah balting. Balting merupakan insiasi awal dari proses pembungaan. Suhu dingin itu dapat digantikan perannya oleh giberelin. Salah satu peranan GA3 adalah mendorong-dorong pertumbuhan batang, memicu hiper elongasi, pemanjang batang dengan cara merangsang pembelahan sel dan pemanjangan sel. Menurut Asra
102 dan Ubaidillah (2012) mekanisme giberelin dalam memacu pemanjangan sel terbagi menjadi 2 cara, yakni : a. Meningkatkan kadar auksin Giberelin dapat mendorong-dorong terbentuknya enzim pelunak dinding terutama enzim proteolitik yang dapat melepas prekursor auksin (amino triptofan) sehingga terjadi peningkatan kadar auksin. Giberelin juga mengambat kerja dari enzim indil asetat (IAA) dengan membentuk polihidroksi asam sinamat. b. Giberelin merangsang pembentukan enzim α-amilase yang berguna dalam hidrolisis pati yang memicu kadar gula dalam sel meningkat dan air yang masuk kedalam sel menjadi lebih banyak dan sel mengalami pemanjangan. 3. Partenokarpi (Buah Tanpa Biji) Sama halnya dengan fungsi auksin, giberelin juga dapat mempengaruhi pembentukan buah tanpa biji (partenokarpi). Partenokarpi merupakan istilah yang duberikan pada buah yang terbentuk tanpa adanya penyerbukan dan/atau pembuahan. Giberelin dapat merangsang terbentuknya buah partenokarpi sebab kemampuannya dalam merangsang proses pembuahan tanpa pembungaan. Salah satu jenis hormon giberelin yang efekti untuk dipakai dalam hal partenokarpi adalah GA3. Selain itu GA3 juga dapat meningkatkan tanda buah. Namun buah partenokapri yang diinduksikan GA3 memiliki beberapa kekurang salah satunya ukurannya yang kecil. ini disebabkan sebab buah itu memiliki jumlah sel yang lebih sedikit dibanding buah yang mengalami dipolinisasi, meski ukuran selnya jauh lebih besar (Pertiwi et al, 2014). Pemberian giberelin
103 juga dapat meningkatkan ketebalan daging buah. Pemberian berbagai dosis GA pada tanaman sangat berpengaruh nyata terhadap berat segar buah, diameter (ketebalan) daging buah dan jumlah biji (misalnya pada semangka). 4. Mengundurkan Pematangan dan Pemasakan Giberelin memiliki kemampuan dalam mengundur pematangan (repening) dan pemasakan (maturing) pada buah contoh pengaplikasiannya pada tomat dan pisang. studi menunjukkan bahwa buah tomat yang diberikan giberelin buahnya matang lebih lambat, sedang buah pisang matang yang diberi giberelin proses pemasaknnya menjadi tertunda. 5. Memecah Masa Dormansi Petanaman embrio selama masa perkecambahan sangat bergantung pada kesedian makan yang terdap didalam endosperm. Pati yang dikelilingi oleh lapisan aleuron merupakan cadangan mkanan bagi endosperm. Energi yang dibutuhkan oleh embrio pada masa perkecambahan berasal dari proses enzimatis perubahan pati menjadi gula dengan bantuan enzim amilase. Energi sangat dibutuhkan pada saat perkembangan embrio untuk membantu radikula dalam mendobrak endosperm, untuk kulit biji ataupun kulit buah yang mengahalangi perkecambahan dan pertumbuhaan benih saat proses perkecambahan. Giberelin memiliki peranan penting dalam meningkatkan aktivasi enzim amilase. Prosesnya adalah giberelin akan ditransfer ke aleuron untuk menstimulasi terbentuknya enzim amilase dan enzim hidrolitik. Enzim ini akan disekresikan ke endosperm untuk proses pemecahan pati menjadi gula. Giberlin juga memicu kulit dari suatu benih menjadi
104 lebih permebel terhadap air dan udara. Akibatnya potensi air di sel menjadi turun lalu air masuk ke sel dan akhirnya sel mengalami pemanjangan. Selain itu, giberelin juga membantu aktivasi enzim amilase dan protoase melalui de-nevo synthesis. Ini berkaitan dengan terbentuknya DNA baru yang nantinya akan menghasilkan RNA (Salisbury and Ross, 1995). Gambar 38 . Skematis Produksi Giberlin pada Bii Berley dan Mekanismenya dalam Memecahkan Dormansi Biji
105 Gambar 39. Struktur gandum dan fungsi gandum berbagai jaringan selama perkecambahan Perkembangan tanaman pada masa pertumbuhan vegetatif sangat tergantung pada pembelahan, pembesaran dan diferensiasi dari sel. Giberlin pada saat pertumbuhan