7.151 79.708 82.329
Sumatera
Selatan 32.458 33.320 27.752 32.031 34.221
Bengkulu 4.716 5.102 4.947 4.652 4.713
Lampung 88.647 88.873 89.005 70.936 73.194
Kep. Bangka
Belitung 94 115 119 71 73
Kep. Riau - - - - -
Dki Jakarta 929 1.450 1.174 2.211 2.322
Jawa Barat 7.041.437 8.249.844 9.391.590 10.612.726 10.826.494
Jawa Tengah 2.226.709 2.429.132 2.458.303 2.395.671 2.458.619
Di Yogyakarta 147.773 151.772 156.860 166.567 176.005
Jawa Timur 942.915 1.088.602 1.185.472 1.221.758 1.242.526
Banten 626.114 612.583 637.218 657.674 738.937
Bali 3 8 38 - -
Nusa Tenggara
Barat 37.500 37.876 31.160 24.758 26.303
Nusa Tenggara
Timur 62.350 63.109 63.877 64.645 65.378
Kalimantan
Barat 314 236 227 109 114
Kalimantan
Tengah 1.795 1.884 2.341 2.004 2.259
Kalimantan
Selatan 3.692 3.755 2.393 2.282 3.054
Kalimantan
Timur 379 430 273 239 241
Kalimantan
Utara - - - 66 69
Sulawesi Utara - - - - -
Sulawesi
Tengah 8.656 7.354 7.736 8.164 8.740
Sulawesi
Selatan 397 468 530 596 623
Sulawesi
Tenggara 165 73 22 9 -
Gorontalo - - - - -
Sulawesi Barat - - - - -
Maluku 21.554 23.095 24.747 9.682 10.086
Maluku Utara - - - - -
Papua Barat - - 48 187 206
Papua 28 20 11 14 18
Indonesia 11.790.612 13.420.440 14.925.898 16.091.838 16.509.331
Kebiasaan Hidup Kambing/Domba
Kambing umumnya lebih selektif dalam memilih pakan jika dibandingkan dengan
ternak ruminansia besar (Malechek and Provenza, 1981). Menurut Milne (1991) Saat
merumput kambing akan beindah pindah sehingga menemukan rumput yang baik, kegiatan
mermuput aktif di pagi dan berkurang pada siang hari dan meningkat kembali sore menjelang
malam hari. Musim mempengaruhi intensitas makan pada kambing, dimana kambing akan
makan lebih banyak pada musim panas dan musim dingin daripada pada musim semi (Alados
and Escós, 1987). Ternak menghabiskan waktu istirahat dengan berbaring dan ruminasi
(memamah biak). Pada musim kemarau ternak muda seringkali mengikuti ternak dewasa
untuk memperoleh sumber air dan makanan kambing mempunyai sifat ingin tahu dan lebih
mandiri dibandingkan domba yang lebih memilih berkelompok serta lebih menyukai
leguminosa dibandingkan domba yang lebih menyukai rumput.
Kebutuhan Pakan dan Nutrisi
Pakan adalah semua bahan yang dapat dikonsumsi oleh ternak, dapat dicerna, dan
dimanfaatkan serta mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak untuk kebutuhan
hidupnya, produksi, dan reproduksi (McDonald et al., 2010). Kebutuhan pakan pada ternak
berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor, diantaranya adalah jenis ternak, umur, tahap
pertumbuhan, kondisi fisiologis, lingkungan serta bobot badan (Tomaszewska et al., 1993).
Kebutuhan nutrisi Kambing dan domba berdasar bobot badan terdapat pada tabel 4 dan
Tabel Kebutuhan nutrisi/Kg produksi susu tercantum pada tabel 6.4
Tabel 6.4. Kebutuhan nutrisi kambing dan domba
Bobot badan
ME (MJ/kg Bahan Kering) Digestible Crude Protein
Intensif Ekstensif Maintaince Bunting
10 2,32 3,25 15 30
20 3,91 5,47 26 50
30 5,3 7,42 35 67
40 6,58 9,21 43 83
50 7,78 10,89 51 99
60 8,92 12,49 59 113
Devendra (1982), NRC (1981)
Tabel 6.5. Kebutuhan nutrisi/Kg produksi susu
Fat content ME
DCP (g) Ca (g) P (g)
of milk (%) (MJ)
3,5 4,5 47 0,8 0,7
4,5 5,5 59 0,9 0,7
5,5 5,7 73 1,1 0,7
Devendra (1982), NRC (1981)
Pakan Ternak Kambing dan Domba
Kambing dan domba merupakan ternak ruminansia kecil sehingga membutuhkan
pakan yang terdiri dari pakan sumber serat yaitu hijauan dan pakan penguat berupa
konsentrat. Hijauan merupakan sumber pakan bulk atau pengenyang sekaligu sumber nutrisi
untuk ternak ruminansia (Devendra dan Burns, 1983). berdasar kandungan nutrisinya
bahan pakan dibedakan menjadi lima yaitu (Jurgens, 1974 dalam Utomo, 2012):
a. bahan pakan berserat sumber energi (carbonaceous roughages) yang mengandung
serat kasar >18% dan mengandung protein rendah, seperti rumput, limbah pertanian
dan perkebunan; Bahan pakan berotein rendah, ber-SK tinggi, kebanyakan berasal dari
sisa tanaman pertanian pangan (jerami).
b. Bahan pakan berserat sumber protein (proteinaceous roughages) yang merupakan
bahan pakan berserat tetapi berotein tinggi, umumnya berasal dari tanaman
leguminosa, limbah pertanian dan perkebunan.
c. Bahan pakan konsentrat sumber energi (carbonaceous concentrates) yang merupakan
bahan pakan sumber energi yang mengandung protein rendah. Bahan pakan ini
kebanyakan berasal dari biji-bijian dan hasil ikutan industri pertanian.
d. Bahan pakan konsentrat sumber protein (proteinaceous concentrates) yang merupakan
bahan pakan berotein tinggi dapat berasal dari tanaman dengan kandungan serat kasar
<18% dan dapat pula berasal dari hewan dan ikan.
e. Bahan pakan tambahan (additive materials) yang merupakan nahan ini dapat berupa
nutrien maupun bukan.
Menurut Sirait el al. (2010) Terdapat berbagai jenis rumput-rumputan yang disukai
oleh ternak kambing dan cocok untuk ternak kambing diantaranya rumput Axonopus
compressus (rumput pahit), Cynodon dactylon (rumput kawat), Ottocloanodusa, Brachiaria
ruziziensis, Brachiaria humidicola, Paspalum guonearum, Paspalum ateratum dan
Stenotaphrum secundatum. Sementara untuk jenis leguminosa terdiri dari leguminosa
merambat dan leguminosa pohon, beberapa jenis yang disukai dan cocok untuk ternak
kambing diantaranya adalah Stylosanthes guianensi, Gliricidia sepium (sengon), Leucaeca
leucochepala (lamtoro), Calliandra callothyrsus (Kaliandra) dan Indigofera sp.
Reproduksi Kambing/Domba
Menurut Dinas Peternakan kambing/ domba telah dewasa kelamin dapat dikawinkan.
Agar kambing/ domba bisa beranak minimal 3 (tiga) kali dalam dua tahun, Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam mengatur perkawinan adalah umur birahi, umur kawin, bobot badan, lama
birahi dan iklus birahi. Umur birahi, umur kawin dan siklus birahi tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Umur birahi, umur kawin dan siklus birahi pada kambing/domba
Kambing/domba Umur (bulan)
Umur birahi 6 – 10
umur kawin 10 – 12
bobot badan 55 – 60 (Kg)
Lama birahi 24 – 45 jam
Siklu birahi 17 – 21 hari
Tanda-tanda birahi pada kambing/domba adalah alat kelamin betina (Vulva) berwanra
meran (Abang), membengkak (Abu) dan hangat (Anget), ternak gelisah, nafsu makan dan
minum menurun, ekor sering dikibaskan, sering kencing, dan mau/diam bila dinaiki. Ratio
perkawinan antara jantan dan betina = 1 : 10 dengan masa bunting 144 - 156 hari (± 5 bulan),
melahirkan, penyapihan dan istirahat ± 2 bulan.
Tujuan Produksi Ternak Kambing/Domba
Menurut Devendra, (1983) secara umum ternak kambing dan domba bertujuan untuk
a. Menghasilkan Protein hewani
Protein hewani yang dihasilkan dari ternak kambung dan domba berupa daging dan
susu. Susu kambing memiliki komposisi yang berbeda-beda bergantung pada jenis
kambing, kondisi lingkungan, serta kualitas pakan yang diberikan. Susu kambing
mengandung lemak 2,64%-7,78% dan protein berkisar 2,79-5,8%.
b. Produksi kulit dan bulu, selain dimanfaatkan daging dan susunya kulit kambing dan
domba serta bulu pada domba dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sepatu, tas, jaket,
kaet dll.
c. Manfaat ekonomi sebagai penghasilan utama warga
d. Tabungan dimana ternak kambing mudah dipelihara, dan dapat dijual ketika
dibutuhkan.
Tata Laksana Pemeliharaan
Dalam kegiatan pemeliharaan hal yang penting di perhatikan adalah kandang.
Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari cuaca, dari hewan-hewan pemangsa dan
hewan pengganggu, mempermudah pengawasan serta untuk mempermudah penanganan
ternak.
Ukuran kandang ternak kambing dan domba, berbeda-beda berdasar status
fisiologisnya, ukuran kandang ternak kambing dan domba tercantum pada tabel 6.7.
Tabel 6.7. Ukuran kandang ternak kambing/domba
Status Fisiologis Ukuran Kandang (m)
Kandang induk 1x1,25
Kandang pejantan 1,1x1,25
Kandang anak 1x1,25
Kandang beranak 1,2x1,2
Kandang kambing/domba sering kali dibuat dalam bentuk panggung untuk
memudahkan penanganan kotorannya serta menjaga kondisi kandang tetap bersih karena
kotoran yang langsung jatuh melalui sela kandang. Hal yang harus diperhatikan adalah ukuran
sela pada kandang induk beranak, karena kaki anak kambing dapat teerosok kedalam sela-sela
kandng sehingga melukai ternak.
Menurut Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan
Hewan Pemeliharaan ternak kambing domba dilakukan ternak dengan kondisi fisiologis
berbeda yaitu:
1. Prasapih (umur kurang 12 minggu)
a. umur < minggu anak harus mendapatkan air susu induk terutama kolostrum serta
ditempatkan dalam kandang yang diberi alas agar anak kambing/domba merasa
nyaman dan tidak kedinginan;
b. diberi susu pengganti apabila tidak mendapatkan susu dari induknya;
c. mulai di beri pakan halus umur 3 - 8 minggu; dan
d. pengenalanan hijauan pakan umur > 8 minggu.
2. Pascasapih ( > 12 minggu)
a. penyapihan dilakukan pada umur 12 minggu (3 bulan);
b. pemberian air minum untuk menghindari stres; dan
c. pakan yang diberikan berupa hijuan dan sedikit konsentrat.
3. Kambing dan Domba Muda
a. pengelompokan dan pemisahan berdasar jenis kelamin, umur, dan/atau sifat-
sifat tertentu;
b. pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat dalam jumlah dan mutu yang
memenuhi standar;
c. pemberian air minum yang cukup;
d. secara rutin dilakukan perawatan bulu, kulit, dan kuku; dan
e. vaksinasi atau pemberian obat cacing secara rutin.
4. Kambing dan Domba Dewasa
a. Induk Kering
1) Pemberian pakan ekstra dilakukan minimum satu minggu sebelum dan sesudah
dikawinkan; dan
2) dilakukan pengaturan perkawinan.
b. Induk Bunting
1) pemberian pakan dengan peningkatan mutu minimum sepertiga terakhir
kebuntingan;
2) ketersediaan air minum yang cukup; dan
3) ketersediaan tempat beranak yang nyaman.
c. Induk Laktasi
1) kualitas pakan disesuaikan dengan banyaknya anak yang dilahirkan;
2) pengaturan pemberian air susu apabila beranak lebih dari dua ekor
3) diberikan minum yang cukup; dan
4) pemeliharaan induk dan anak dipisah untuk induk yang diperah.
d. Pejantan
1) diberikan pakan ekstra pada saat sebelum dan sesudah dikawinkan; dan
2) pemeliharaan dilakukan secara individu.
6.2. Jenis Dan Karakeristik Ternak Kambing Dan Domba
Bangsa-bangsa kambing perah sub-tropis (Budi et al. 2006)
1. 1. Anglo Nubian
Kambing Anglo Nubian berasal dari Afrika, ciri-ciri Kambing Anglo Nubian:
a. Ukuran kambing besar, Kaki Panjang dengan kulit yang baik dan bulu mengkilap,
telinga panjang dan menggantung
b. Bentuk wajah cembung, tidak bertanduk
c. Warna bulunya sangat bervariasi. kambing Anglo Nubian merupakan kambing dual
puose (daging dan susu)
d. Tipe kambing dwiguna (Penghasil susu dan daging)
1. 2. Toggenburg
Kambing Teggenburg berasal dari lembah Toggenburg. Ciri-cirinya:
a. Warna bulu coklat muda sampai coklat tua/gelap.
b. Telinga berwarna putih dengan spot hitam pada bagian tengahnya
c. Terdapat dua garis putih dari sebelah atas mata sampai pada bagian mulut
d. Kaki berwarna putih pada bagian dalam, kemudian mulai dari lutut kaki depan dan
kaki belakang sampai pada bagian bawah kaki (feet) seluruhnya berwarna putih. Pada
bagian belakang disebelah kiri-kanan pangkal ekor terdapat wama putih berbentuk
segitiga. Juga warna putih di kedua cuping telinganya atau di areal cuping telinga
apabila cuping telinganya tidak ada. Tidak dikehendaki adanya warna hitam atau
bercak putih selain yang spesifik tersebut. Kepala kambing Toggenburg mempunyai
ukuran sedang (medium size) dan garis profilnya sedikit konkav (cekung). Telinganya
berdiri dan mengarah ke depan. Kambing ini tampaknya palingtidak berhasil untuk
diternakkan di daerah tropis. Dibandingkan dengan Saanen, British Alpine dan Anglo-
Nubian kambing ini merupakan yang pertama kali dikeluarkan / tidak dipakai lagi di
Malaysia Kambing Dewasa jantan dan betina masing-masing mempunyai tinggi
gumba dan berat badan 33 inchi; 160 Ibs dan 27 inchi; 125 Ibs.
1. 3. Saanen
Kambing Saanen asli berasal dari Swiss bagian Barat memiliki persistensi
produksinya yang baik.ciri-ciri:
a. Warna kambing Saanen putih atau sedikit cream, tetapi warna putih yang paling
disenangi.
b. Tidak boleh ada warna / bercak hitam pada bulunya tetapi boleh ada pada kulitnya
saja.
c. Garis profil mukanya lurus atau sedikit cekung, daun telinga berdiri dan mengarah ke
depan. Ukuran tinggi gumba
d. kambing jantan 35 inchi dan 185 Ibs sedangkan yang betina 30 inchi dan 135 Ibs.
1.4. Nubian
Kambing Nubian merupakan satu-satunya kambing Afrika yang khusus dipakai
sebagai kambing perah. Ciri-ciri kambing nubian:
a. ambingnya dapat berkembang dengan sangat baik
b. Kambing Nubian besar, kakinya panjang mempunyai daun telinga panjang dan
menggantung
c. profil mukanya Roman nose, terutama pada yang jantan. Tinggi gumba dan bobot
badan kambing jantan dewasa 35 inchi dan 175 Ibs sedangkan kambing betina dewasa
30 inchi dan 135 Ibs. Pada beberapa strain baik yang jantan maupun betina kambing
ini bertanduk tetapi ada juga strain yang tidak bertanduk. Warna bulu pada umumnya
hitam, coklat dan bulunya panjang. Produksi susu 1 - 2 kg per hari atau 120 - 140 kg
per tahun dalam dua kali laktasi.
1. 5. French Alpine
Kambing French Alpine berasal dari pegunungan Alpine di Perancis (France) ciri-ciri:
a. Warna kambing putih, coklat, hitam dan kombinasi dari macam-macam warna
b. Baik kambing jantan maupun betina memiliki bulu-bulu yang pendek, tetapi yang
jantan mempunyai bulu-bulu yang panjang dan kasar pada bagian punggung
c. Telinganya berukuran sedang, halus dan berdiri. Kambing betina dewasa mempunyai
ukuran tinggi gumba 29 - 36 inchi
d. bobot badan 125 Ibs, sedangkan yang jantan dewasa mempunyai tinggi gumba 34 - 40
inchi dengan berat badan 170 Ibs. Kambing betina merupakan excellent milker,
mempunyai ambing yang besar dan bentuknya bagus dengan puting yang ideal.
1. 6. British Alpine
British Alpine berasal dari Swiss dan pegunungan Alpine Austria. Kambing ini
mempunyai daya aklimatisasi lebih baik dari pada kambing Saanen. Di India Barat pernah
tercatat produksi lebih dari 4,5 kg per hari pada laktasi ke dua dan tiga. tetapi di Malaysia dan
Mauritius pengembangan kambing ini gagal antara lain karena kelembaban yang tinggi.
Bangsa-bangsa kambing perah tropis (Budi et al. 2006)
2. 1. Etawah / Jamnapari
Jamnapari atau Etawah merupakan kambing perah (susu) di India, Asia Tenggara dan di
daerah-daerah lain. Jamnapari merupakan kambing perah yang baik (excellent) dan juga
sering dipakai sebagai produsen daging.
a. Telinga terkulai
b. Warna bulunya bervariasi dengan warna dasar putin, coklat dan hitam
c. Bobot badan jantan 68-91 kg, sedang yang betina 36 - 63 kg
d. Tinggi gumba kambing jantan 91 - 127 cm dan yang betina 76 -92 cm
e. Produksi susu dapat mencapai 235 kg dalam periode laktasi 261 hari. Di India
produksi susu dapat mencapai 3,8 kg per hari, dan produksi susu tertinggi tercatat 562
kg. Kadar lemak agak tinggi dengan rata-rata 5,2 %. Karkas kambing jantan dan
betina umur 12 bulan dapat mencapai 44 - 45 % berat hidup.
2. 2. Damaskus
Dari berbagai kambing perah di Timur Tengah berasal dari Damaskus banyak dipelihara di
Libanon, Syria, Cyprus. Ciri-ciri:
a. tidak bertanduk
b. profil muka konveks, daun telinga panjang dan menggantung
c. Tinggi gumba 70 - 75 cm dan berat badan antara 40 -60 kg
d. Produksi susu 3-4 liter per hari dapat mencapai 6 liter, dengan jumlah produksi 300 -
600 liter dalam 8 bulan. Kambing Damaskus lebih subur dibandingkan dengan
Saanen, dimana tiap kelahiran rata-rata 1,76 cempe.
2. 3. Beetal
Beetal adalah bangsa kambing yang juga penting di India dan Pakistan. Ciri-cirinya:
a. profil mukanya Roman nose
b. telinga panjang tetapi jauh lebih kecil dibanding telinga kambing Etawah
c. berwarna merah coklat dengan bercak / belang-belang putih
d. Tinggi gumba jantan dan betina adalah 89 dan 84 cm kambing betina dewasa
mencapai berat hidup kira-kira 45 kg. Rata-rata selama laktasi kambing ini dapat
mengbasilkan susu 195 kg susu dalam waktu 224 ban, dan beranak rata-rata seta-bun
sekali dengan rata-rata anaknya tunggal atau twin (kembar dua).
2. 4. Barbari
Kambing ini lebih kecil dibanding Jamnapari dan Beetal Diketemukan di India bagian Utara
dan Pakistan Barat. Ciri-cirinya:
a. bulu-bulu yang pendek
b. warna putih dengan bercak-bercak coklat
c. Tinggi gumba kambing jantan antara 66 - 76 cm dan betina 60-71 cm
d. Nonot kambing betina dewasa berat hidupnya antara 27 - 36 kg
e. Kambing ini biasanya dipakai untuk produksi susu dan ambingnya pada umumnya
berkembang dengan baik. Pernah tercatat produksi susu selama dalam periode laktasi
235 hari mencapai 144 kg.
Sumber : budi et al., 2006
Jenis Kambing yang banyak terdapat di Indonesia
1. Kambing Kacang (Kambing Jawa)
Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia. Kambing ini tersebar hampir di
seluruh Indonesia. Ciri-ciri kambing kacang:
a. badan kecil, telinga pendek tegak, leher pendek, punggung meninggi
b. memiliki tanduk yang pendek baik ternak jantan dan betina
c. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek
d. tinggi badan jantan dewasa rata-rata 60–65 cm, betina rata-rata 56 cm
e. bobot dewasa untuk betina rata-rata 20 kg dan jantan 25 kg
f. sebagai penghasil daging
Gambar 1. Kambing Kacang
2. Kambing Etawah
Kambing etawah berasal dari wilayah Jamnapari (India) memiliki ciri-ciri:
a. hidung Melengkung, telinga panjang menggantung, kaki panjang dan bulu kaki
panjang, ambing besar dan panjang
b. Tinggi Kambing jantan 100-125 cm dan betina mencapai 80-90 cm
c. Baik yang jantan maupun yang betina memiliki tanduk, tetapi kadang-kadang
dijumpai induk yang tidak memiliki tanduk
d. Dikembangkan sebagai penghasil susu produksi susunya mencapai 3-4 liter per hari
Gambar 2. Kambing Etawah
3. Kambing Peranakan Etawah (PE)
Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing
Etawah dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki penampilannya mirip kambing
Etawah dengan ukuran lebih kecil, merupakan tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging
dan susu. Ciri-ciri Kambing PE:
a. telinga panjang dan terkulai, panjang telinga 18–30 cm
b. warna bulu bervariasi dari coklat muda sampai hitam
c. Bulu kambing PE jantan bagian atas leher dan pundak lebih tebal dan agak panjang
Bulu kambing PE betina pada bagian paha panjang
d. Berat badan kambing PE jantan dewasa 40 kg dan betina 35 kg, tinggi pundak 76-100
cm.
Gambar 3. Peranakan Etawah
4. Kambing Gembrong
Kambing Gembrong banyak terdapat di pulau Bali diduga merupakan keturunan
kambing Khasmir. Ciri-cirinya:
a. Memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan kambing kacang
b. Memiliki tanduk
c. Telinga kecil dan pendek
d. Ekor kecil dan pendek
e. Rambut menutupi seluruh tubuhnya berukuran panjang dan halus
f. Pada ternak jantan rambut di bagian leher dan pinggang lebih panjang
dibandingkan betina
g. Pada dahi kambing jantan ada jumbai seperti poni yang sering kali menutupi muka
dan mata
Gambar 4. Kambing Gembrong
5. Kambing Boer
Kambing boer merupakan keturunan kambing Afrika Selatan. Ciri-cirinya:
a. pola warna pada kepala dan leher berwarna coklat, badan dan kakinya berwarna putih
b. bulunya pendek dan mengkilap, bertanduk, kaki pendek
c. hidung cembung serta telinga lebar dan menggantung
d. Kambing ini merupakan tipe pedaging
e. Bobot badan betina dewasa dapat mencapai berat badan 60-70 kg dan jantan mencapai
berat 120-150 kg.
Gambar 5. Kambing Boer
6. Kambing Saanen
Kambing Saanen berasal dari Saanen, Sulit berkembang di wilayah tropis karena
kepekaannya terhadap matahari. Sehingga, di Indonesia kambing Saanen di silangkan
lagi dengan jenis kambing lain yang lebih resisten terhadap cuaca tropis, misalnya
dengan jenis etawa.
Ciri-cirinya:
a. kambing jantan maupun betinanya tidak memliki tanduk
b. ukuran telinga sedang dan tegak mengarah ke depan
c. Hidung, telinga dan kambingnya berwarna belang hitam
d. bulu dominan putih sampai krem pucat, kadang-kadang ditemui bercak hitam pada
hidung, telinga atau ambing
e. merupakan tipe perah
f. Produksi susu 740 kg per masa laktasi
Gambar 6. Kambing Saanen
Jenis-Jenis Domba yang Terdapat di Indonesia
1. Domba Garut
Domba Garut merupakan hasil persilangan antara domba lokal, domba Ekor Gemuk
dan domba Merino. Bentuk tubuh Domba Garut hampir sama dengan domba lokal dan bentuk
tanduk yang besar melingkar diturunkan dari Domba Merino.Ciri-ciri Domba Garut yaitu:
a. pangkal ekor sedikit lebar dengan ujung runcing dan pendek
b. dahi sedikit lebar, kepala pendek dan profil sedikit cembung
c. ukuran mata kecil
d. Tanduk besar dan melingkar ke belakang dan betina tidak bertanduk
e. telinga bervariasi dari yang pendek sampai yang panjang banyak ditemukan memiliki
daun telinga rumpung
f. warna bulu yang beraneka ragam Domba Garut Berat badan domba garut dapat mencapai
40-80 kg
Gambar 7. Domba Garut
1. Domba Ekor Tipis
Domba ekor tipis atau domba gembel merupakan domba asli Indonesia, banyak
terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, bersifat prolifik (dapat melahirkan anak kembar 2-5
ekor. Ciri-cirinya yaitu:
a. Domba jantan memiliki tanduk yang kecil dan melingkar, sedangkan domba betina
tidak bertanduk
b. Warna bulu dominan putih, dengan warna hitam di seputar mata, hidung, dan
c. beberapa bagian tubuh lainnya
d. Merupakan domba potong
e. Bobot badan domba jantan dapat mencapai 30-35 Kg dan betina mencapai 15-20 Kg.
Gambar 8. Domba Ekor Tipis
2. Domba Ekor Gemuk
Domba ekor gemuk banyak terdapat di Jawa Timur, Madura, Lombok, dan Sulawesi,
dibawa ke Indonesia oleh pedagang Arab pada abad XIX. Ciri-cirinya:
a. adalah bentuk badan besar, bobot domba jantan mencapai 50 kg dan domba betina
40 kg
b. Memiliki tanduk pada ternak jantan betina tidak bertanduk
c. ekor panjang, pada bagian pangkalnya besar untuk menimbun lemak yang banyak
d. ujung ekornya kecil tak berlemak
e. warna bulunya sebagian besar putih, beberapa juga yang berwarna hitam atau
kecoklatan.
Gambar 9. Domba Ekor Gemuk
3. Domba Merino
Domba merino merupakan penghasil wool, dengan kualitas terbaik, berasal dari asia
kecil dan telah menyebar ke berbagai belahan dunia, khususnya bagi negara subtropis, seperti
Australia, Newzealand, Prancis, Inggris dan Spanyol. Domba ini pernah didatangkan ke
Indonesia, tetapi tidak dapat berkembang dengan baik karena kelemahannya yang tidak tahan
dengan iklim panas dan lembab, seperti daerah tropis karena bulu woolnya yang panjang dan
tebal. Ciri-cirinya:
a. Domba merino jantan bertanduk, sementara yang betina tidak bertanduk
b. domba ini termasuk domba ukuran sedang dengan berat badan dewasa mencapai 70 – 80
kg untuk jantan dan untuk betina 50 -60 kg
Gambar 10. Domba Merino
DAFTAR PUSTAKA
Alados, C.L., Escós, J., 1987. Relationships between movement rate, ago-nistic displacements
and forage availability in Spanish ibexes (Caprapyrenaica).Biol. Behav. 12 (4), 245–
255.
Blakely, J., dan Bade, D. H. 1998. Ilmu Peternakan Edisi ke Empat. Penerjemah: Srigandono,
B. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 351-352.
BPS. 2015. Indonesia Dalam Angka. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Budi. U. Dkk. 2006. Buku ajar dasar ternak perah. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Devendra, C. and G.B. McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropic. Longman,
New York.
Devendra, C. dan M, Burns. 1983. Goat Producton in the Tropics. Dalam : Putra, IDK.H (ed).
Produksi Kambing di Daerah Tropis.Penerbit ITB dan Penerbit Universitas Udayana.
Dinas Peternakan. http: www.disnak.langkatkab.go.id/download/category/3-
file.html?download=4%3Aisi-buk. Diakses: 20 November 2016.
Kementerian Pertanian (2014). Pedoman Pembibitan Ternak Kambing Dan Domba.
Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Direktorat Perbibitan Ternak.
Malechek, J.C. and Provenza, F.D., 1981. Feeding behaviour of goats on rangelands. In: P.
Morand-Fehr, A. Bourbouze and M. Simiane (Eds.), Nutrition and Systems of goat
Feeding. Vol. I, INRAITOVIC, Tours, France. pp. 411-428.
Milne, J.A., 1991. Diet selection by grazing animals. Proc. Nutr. Soc., 50( I ): 77-85. Arnold,
G.W., Dudzinski, M.L., 1978. Ethology of Free-Ranging DomesticAnimals. Elsevier
Science, Amsterdam, pp. 1–125.
Sirait, J., R. Hutasoit, A. Tarigan, K. Simanihuruk. 2010. Petunjuk Teknis Teknik Budidaya
Dan Pemanfaatan (Stenotaphrum Secundatum) Untuk Ternak Kambing Dan
Ruminansia Lainnya. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian`
Tomaszewska, M.W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R. Wiradarya. 1993.
Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press,
Surakarta.
Utomo, R. 2012. Evaluasi Pakan dengan Metode Noninvansif. PT. Citra Aji Parama.
Yogyakarta.
BAB VII. KOMODITAS TERNAK UNGGAS
7.1. Taksonomi, Morfologi, Sebaran Populasi, Kebiasaan Hidup, Kebutuhan Pakan dan
nutrisi, Reproduksi, Tujuan Produksi, Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Ayam
dan Itik
Taksonomi Ayam
Klafikasi ayam menurut Rose (2001) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Divisi : Carinathae
Kelas : Aves
Ordo : Galliformes
Family : Phasianidae
Genus : Gallus
Spesies : Gallus gallus domestica sp
Morfologi (Santoso dan Sudaryani, 2009)
Morfologi ayam terdiri atas:
1. memiliki paruh, caput (jengger)
2. memiliki dua buah sayap
3. tubuh dipenuhi bulu, nulu bagian sayap dan ekor lebih panjang
4. terdapat dua buah kaki yang memiliki cakar (ceker)
Morfologi ayam berdasar tujuan produksinya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Tipe pedaging, ciri-ciri ayam tipe pedaging adalah sebagai berikut:
a. Bentuk tubuh besar
b. Pertumbuhan cepat
c. Bulu merapat ketubuh
d. Warna bulu putih
e. Produksi telur rendah
f. Bersifat tenang
2. Tipe petelur, ciri-cirinya adalah:
a. Bentuk tubuh ramping
b. Cuping telinga putih
c. Kerabang telur berwarna putih
d. Mudah terkejut
e. Tidak memiliki sifat mengeram
f. Produksi telur mencapai 200 butir/ekor/tahun
3. Tipe dwiguna, ciri-ciri ayam dwiguna yaitu:
a. Tubuh sedang
b. Produksi telur sedang
c. Pertumbuhan sedang
d. Kerabang telur berwarna cokelat
Sifat tenang
Sebaran Populasi Ayam
Sebaran populasi ayam buras, ayam ras petelur dan ayam ras pedaging di Indonesia
berdasar Data Badan Pusat Statistik 2015 tercantum dalam Tabel 7.1, tabel 7.2 dan tabel
7.3.
Tabel 7.1. Populasi Ayam Buras di Indonesia
Provinsi
Populasi Ayam Buras menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 6.010.575 6.065.665 6.054.553 5.938.919 6.235.865
Sumatera
Utara 11.963.682 12.073.428 15.545.153 14.037.817 14.190.165
Sumatera
Barat 5.023.666 4.872.190 4.919.283 5.031.885 5.132.522
Riau 2.848.075 3.377.652 3.163.705 3.327.820 3.600.303
Provinsi
Populasi Ayam Buras menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Jambi 11.576.940 11.435.111 11.519.915 12.367.301 12.551.551
Sumatera
Selatan 6.265.183 6.605.762 5.275.685 6.688.397 6.974.467
Bengkulu 3.225.187 3.075.956 2.989.424 2.709.080 2.901.696
Lampung 9.341.358 10.604.987 10.924.455 10.899.365 10.944.090
Kep. Bangka
Belitung 4.321.678 2.978.380 1.680.155 2.122.437 2.334.681
Kep. Riau 1.032.618 825.715 827.245 500.905 559.344
Dki Jakarta - - - - -
Jawa Barat 27.396.416 27.224.219 27.497.344 27.630.194 28.383.241
Jawa Tengah 38.296.383 40.868.263 39.313.232 40.753.808 42.471.433
Di
Yogyakarta 4.019.960 4.060.722 3.993.055 4.242.966 4.435.362
Jawa Timur 29.310.251 32.143.678 33.806.963 34.539.123 34.828.778
Banten 10.026.124 9.492.178 9.693.522 9.798.896 9.857.506
Bali 4.396.174 4.178.725 4.115.218 4.111.438 4.116.543
Nusa
Tenggara
Barat
4.358.440 4.874.230 5.486.144 6.420.731 7.290.185
Nusa
Tenggara
Timur
10.528.966 10.604.784 10.681.149 10.766.948 10.839.153
Kalimantan 5.885.553 5.901.410 6.778.650 4.064.558 4.267.786
Barat
Kalimantan
Tengah 2.496.845 3.028.271 3.167.218 2.663.843 2.873.600
Kalimantan
Selatan 13.651.778 12.847.604 10.012.412 9.177.935 9.015.332
Kalimantan
Timur 5.684.150 6.154.992 7.129.609 4.287.075 4.502.028
Provinsi
Populasi Ayam Buras menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Kalimantan
Utara - - - 1.207.702 1.328.472
Sulawesi
Utara 2.169.328 2.228.189 2.266.405 2.357.433 2.401.684
Sulawesi
Tengah 3.883.331 4.615.311 4.944.651 5.259.123 5.481.845
Sulawesi
Selatan 17.833.769 20.031.121 21.848.901 23.968.786 24.957.386
Sulawesi
Tenggara 9.844.728 10.468.237 9.402.349 7.769.316 9.039.139
Gorontalo 964.004 1.340.961 1.374.185 1.335.806 1.850.163
Sulawesi
Barat 5.278.590 5.188.649 4.599.946 4.592.771 4.593.907
Maluku 3.464.213 3.847.354 3.848.910 2.552.470 2.613.466
Maluku Utara 488.797 493.346 577.604 631.141 655.279
Papua Barat 1.021.581 1.176.120 1.397.339 1.607.660 1.906.231
Papua 1.731.291 1.881.217 1.942.197 1.752.471 1.887.883
Indonesia 264.339.634 274.564.427 276.776.576 275.116.120 285.021.086
Tabel 7.2. Populasi Ayam Ras Petelur di Indonesia
Provinsi
Populasi Ayam Ras Petelur menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 267.741 266.174 243.270 209.476 219.950
Sumatera 8.994.445 12.055.592 15.704.311 14.838.083 14.962.637
Utara
Sumatera
Barat 7.816.396 8.130.585 8.519.893 8.393.469 8.494.959
Riau 141.258 134.481 147.467 67.798 68.768
Jambi 613.872 971.066 654.376 704.612 567.529
Provinsi
Populasi Ayam Buras menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Sumatera
Selatan 5.872.442 5.760.798 6.562.387 6.249.348 6.793.055
Bengkulu 63.130 67.085 77.493 82.138 93.021
Lampung 4.526.690 7.699.572 5.121.094 5.061.800 6.085.893
Kep. Bangka
Belitung 64.401 70.570 254.121 88.801 97.681
Kep. Riau 558.890 454.850 418.800 388.750 425.812
Dki Jakarta - - - - -
Jawa Barat 11.930.515 12.271.938 12.882.262 13.290.146 13.569.356
Jawa Tengah 18.395.051 19.881.430 21.630.154 20.293.547 20.565.694
Di Yogyakarta 3.160.697 3.346.564 3.274.886 3.518.393 3.721.947
Jawa Timur 37.035.251 40.268.631 43.066.361 41.156.842 41.650.725
Banten 5.373.215 5.036.716 4.961.958 4.787.304 5.647.627
Bali 4.357.838 4.282.970 4.355.955 4.357.340 4.400.912
Nusa
Tenggara
Barat
149.410 173.496 201.127 297.441 419.819
Nusa
Tenggara
Timur
179.641 179.697 197.202 199.604 179.537
Kalimantan
Barat 2.334.026 2.977.850 2.475.690 3.383.306 3.552.471
Kalimantan
Tengah 15.574 37.330 40.900 94.912 145.329
Kalimantan
Selatan 2.631.075 2.782.845 3.233.048 4.538.185 3.933.015
Kalimantan
Timur 1.342.572 1.587.496 1.227.205 686.278 720.591
Kalimantan
Utara - - - 45.085 45.085
Provinsi
Populasi Ayam Buras menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Sulawesi
Utara 973.395 1.140.211 1.371.730 1.396.291 1.413.011
Sulawesi
Tengah 470.416 613.677 888.405 1.040.733 1.228.783
Sulawesi
Selatan 6.754.136 7.800.790 8.303.129 10.481.875 11.382.852
Sulawesi
Tenggara 182.171 149.506 147.814 158.108 150.376
Gorontalo 132.950 285.331 323.581 368.194 373.655
Sulawesi
Barat 78.727 84.735 102.818 102.242 102.537
Maluku 33.499 35.707 10.959 20.539 14.500
Maluku Utara 32.331 17.311 43.160 18.260 16.410
Papua Barat 64.238 50.583 56.268 62.117 66.862
Papua 89.801 102.164 123.690 279.398 308.601
Indonesia 124.635.794 138.717.751 146.621.514 146.660.415 151.419.000
Tabel 7.3. Populasi Ayam Ras Pedaging di Indonesia
Provinsi
Populasi Ayam Ras Pedaging menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 3.085.271 2.959.212 3.041.218 3.324.447 3.490.669
Sumatera
Utara 40.167.721 42.813.178 46.064.412 47.179.814 47.659.709
Sumatera
Barat 15.117.321 17.439.623 15.357.013 17.921.143 18.458.778
Riau 38.043.692 38.165.987 36.930.599 39.987.136 40.458.813
Jambi 11.237.263 11.442.871 10.897.666 11.957.805 13.186.178
Sumatera
Selatan 20.160.062 20.943.860 23.389.532 23.043.989 25.027.014
Provinsi
Populasi Ayam Buras menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Bengkulu 6.189.874 6.195.941 5.949.393 5.363.033 5.883.247
Lampung 25.788.858 26.782.929 29.931.232 29.344.110 32.771.775
Kep. Bangka
Belitung 7.418.210 12.495.825 9.520.823 10.504.222 11.554.644
Kep. Riau 6.675.518 7.573.940 8.039.400 9.518.800 10.136.140
Dki Jakarta 136.200 148.700 - - -
Jawa Barat 583.263.441 610.436.303 645.229.707
643.321.72
9
678.326.91
7
Jawa Tengah 66.239.700 76.906.291 103.964.760 108.195.894
109.911.64
1
Di
Yogyakarta 5.770.832 5.814.935 6.045.705 6.716.730 6.836.175
Jawa Timur 149.552.720 155.945.927 162.296.157
179.830.68
2
181.988.65
1
Banten 52.272.333 54.151.644 61.230.844 63.324.448 61.523.543
Bali 6.206.641 5.872.311 7.181.171 8.161.347 8.242.957
Nusa
Tenggara
Barat
3.279.246 3.538.158 5.020.351 9.440.867 11.854.763
Nusa
Tenggara
Timur
578.810 584.601 710.680 732.142 724.965
Kalimantan
Barat 21.262.386 21.967.877 12.545.991 33.542.658 35.219.791
Kalimantan
Tengah 4.921.209 5.225.358 4.892.196 7.274.673 7.539.337
Kalimantan
Selatan 43.647.767 40.603.189 51.860.699 57.727.521 51.776.799
Kalimantan 36.510.354 39.474.540 48.177.509 46.553.307 48.880.973
Timur
Provinsi
Populasi Ayam Buras menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Kalimantan
Utara - - - 4.569.394 4.797.864
Sulawesi
Utara 1.556.974 2.195.225 2.301.220 5.303.446 5.531.390
Sulawesi
Tengah 5.136.202 6.915.137 8.897.535 8.930.817 10.270.439
Sulawesi
Selatan 18.497.399 21.791.654 24.050.149 50.144.459 52.651.682
Sulawesi
Tenggara 1.045.428 1.104.308 4.946.709 3.924.357 4.330.773
Gorontalo 240.600 535.200 633.287 1.590.755 1.902.755
Sulawesi
Barat 867.008 876.889 1.850.319 1.856.056 1.856.372
Maluku 145.684 130.490 8.500 12.200 18.000
Maluku Utara 79.458 251.186 62.319 361.376 297.687
Papua Barat 648.876 612.509 645.862 1.260.053 1.355.022
Papua 2.247.811 2.506.219 2.518.146 2.429.707 3.160.195
Indonesia 1.177.990.869
1.244.402.01
7
1.344.191.10
4
1.443.349.1
17
1.497.625.6
58
Kebiasaan Hidup Ayam
Kebiasaan hidup ayam dapat berbeda sesuai dengan pemeliharaannya. Kendati
demikian, setiap ayam tetap akan memunculkan kebiasaan nenek moyangnya yaitu mengais
pakan (Scratching), (feed seeking) mematuk matuk bulu (feather pecking), reaksi terhadap
panggilan bahaya dan perilaku temu-kenal (courtship). Kegiatan mengais dilakukan ayam
dalam menyeleksi dedaunan dan rumputan dan juga partikel-partikel kecil yang ada di tanah
(Savory et al., 1978). Ayam mampu belajar dari pengalaman bila dilatih secara tetap dan
berulang kali, seperti suara tertentu, untuk memanggil ayam diwaktu makan(Curtis, 1983).
Terjadi proses rontok bulu. Pada ayam lokal terdapat sifat mengeram. Ayam juga memiliki
kebiasaan memakan rumput, 7-25% dimanfaatkan ayam untuk beraktifitas dimanfaatkan
untuk memakan rumput (Appleby et al., 1989). Ayam mengkomsumsi rumput-rumput liar,
biji-bijian, dan hama.
Kebutuhan Nutrisi dan Pakan
Kebutuhan pakan pada ayam berbeda tergantung pada jenis ayam dan tujuan
produksinya. Kebutuhan nutrisi Ayam Pedaging tahap stater dan Finisher tercantum pada tabel
7.4, dan tabel kebutuhan nutrisi ayam layer (petelur) tercantum pada tabel 7.5.
Tabel 7.4. Kebutuhan Nutrisi Ayam Pedaging
Zat Nutrisi Starter Finisher
Protein Kasar (%) 23 20
Lemak Kasar (%) 4-5 3-4
Serat Kasar (%) 3-5 3-5
Kalsium (%) 1 0,9
Pospor (%) 0,45 0,4
EM (Kkal/kg) 3200 3200
Lisin (%) 1,2 1,0
Metionin (%) 0,5 0,38
Sumber: (NRC, 1981)
Tabel 7.5. Kebutuhan Ayam Layer (Petelur)
Nutrisi starter Grower Developer Layer
Kadar Air (%) 10 10 10 10
Protein (%) 18 16 15 17
Lisin (%) 2850 2850 2900 2900
Metionin (%) 0,85 0,6 0,45 0,52
Metionin + Sistin(%) 0,3 0,25 0,2 0,22
Ca (%) 0,62 0,52 0,42 0,47
Nutrisi starter Grower Developer Layer
P tersedia (%) 0,4 0,35 0,3 0,32
P total (%) 0,6-1,00 0,6-1,00 0,6-1,00 0,6-1,00
Sumber : (NRC, 1981)
Tata Laksana Pemeliharaan
Dalam pemeliharaan ternak ayam tata laksana dapat dilakukan secara ekstensif, semi
ekstensif dan Intensif. Pada ayam kampung sistem pemeliharaan dapat dilakukan secara
ekstensif dan semi ekstensif. Sementara pada ayam pedaging dan ayam petelur sistem
pemeliharaan secara Intensif. Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan sistem pemeliharaan
secara umbaran, semi ekstensif dilakukan dengan cara di umbar di sianghari dan
dikandandangkan pada malam hari, sementara Intensif pemeliharaan dilakukan di kandang.
Hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Lokasi kandang jauh dari keramaian/perumahan penduduk
b. Lokasi kandang mudah dijangkau dari pusat-pusat pemasaran
c. Lokasi kandang bersifat menetap
berdasar kapasitas ayam yang dikandangkan, kandang ayam dibagi menjadi dua
seperti tercantum pada tabel 7.6.
Tabel 7.6. Jenis kandang berdasar jumlah ternaknya
jenis kandang ayam Keterangan
Kandang koloni satu kandang untuk ribuan ekor ayam
Kandang Individu (cage) satu kandang hany untuk satu ekor ayam
biasanya dipakai untuk ayam petelur komersial
Jenis kandang berdasar jenis lantainya dibagi menjadi tigs seperti tercantum pada tabel
7.7.
Tabel 7.7. Jenis Kandang Berdasrkan Lantainya
Jenis lantai
kandang Keterangan
Lantai kandang
dengan liter
kandang ini dibuat dengan lantai yang dilapisi kulit padi
pesak/sekam padi dan kandang ini umumnya diterapkan pada
kandang sistem koloni
lantai berlubang
lantai untuk sistem ini terdiri dari kayu dengan lubang-lubang
diantaranya agar kotoran ayam langsung masuk ke
penampungan
Kombinasi Liter
dan berlubang
kandang dengan lantai campuran liter dengan kolong
berlubang, dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk
alas liter dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri
dari 30% di kanandan 30% di kiri)
Itik
Itik berasal dari Amerika Utara merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild mallard.
Itik ini terus menerus didomestikasi oleh manusia hingga menjadi itik Anas domesticus yang
kini banyak dipelihara.
Taksonomi Itik
Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Anseriformes
Familia : Anatidae
Genus : Anas
Species : Anas Platyhyncos
Srigandono (1997)
Itik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo Anseriformes, family Anatidae,
genus Anas dan termasuk spesies Anas javanica. Proses domestikasi membentuk beberapa
variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan warna bulu. Perubahan ini diperkirakan akibat
campur tangan manusia untuk mengembangkan ternak itik dengan tujuan khusus dan juga
karena jauhnya jarak waktu domestikasi dengan waktu pengembangan (Chaves dan Lasmini,
1978).
Sebaran populasi itik
Penyebaran populasi itik tersebar di berbagai negara diantaranya adalah Amerika
utara, Amerika Selatan, Asia, Filipina, Malaysia, Inggris, Perancis (negara yang mempunyai
musim tropis dan subtropis). Penyebaran populasi itik di wilayah indonesia beusatkan di
daerah pulau Jawa (Tegal, Brebes dan Mojosari), Kalimantan (Kecamatan Alabio, Kabupaten
Amuntai) dan Bali serta Lombok, terdapat pula didaerah lain di Indonesia dengan populasi
yang lebih sedikit.
Kebiasaan Hidup
Itik memiliki kebiasaan berenang karena merupakan salah satu jenis unggas air dan
untuk menetralisir suhu tubuhnya (Srigandono, 1997). Itik merupakan hewan omnivora mulai
dari biji–bijian, rumput–rumputan, umbi-umbian dan makanan yang berasal dari hewan
(Samosir, 1983).
Kebutuhan Pakan dan nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada itik dipengaruhi oleh faktor internal seperti status fisiologis
ternak dan faktor internal seperti kondisi iklim dan tujuan peroduksinya. Kebutuhan nutrisi
itik tipe petelur tercantun pada tabel 7.8.
Tabel 7.8. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur
Kebutuhan Anak
(0-8 mgg)
Dara
(8-20 mgg)
Petelur
(>20 mgg)
Energy metabolis
(kkal/kg)
Protein kasar
Ca (%)
P (%)
2900
17-20
0,6-1,0
0,6
2800
18
0,6-1,0
0,6
2700
16-18
2,9-3,25
0,47
Reproduksi
Perkawinan pada itik dapat dilakukan dengan perkawinan alami dan Inseminasi
buatan. Perkawinan alami pada itik dapat terjadi hasil fertilitas yang baik dengan adanya
kolam kawin maupun tidak. Pada dasarnya ada lima tahapan tingkah laku itik sewaktu kawin
yaitu taltap perayuan (courtship), tahap naik diatas punggung den mengatur posisi (mounting
and positioning), perangsangan betina (stimulating), ereksi dan ejakulasi (erection and
ejaculation), dan gerakan setelah kawin (post coital display) (Tan, 980). Sementara
perkawinan IB dilakukan dengan menyuntikkan sperma itik jantan kedalam kelamin betina.
Tujuan Produksi
Tujuan Produksi Itik
1. Untuk menghasilkan protein hewani melalui daging dan telur.
2. Untuk pembibitan ternak itik.
3. Untuk usaha ekonomi kerakyatan mandiri.
4. Limbah bulu itik dapat dimanfaatkan untuk membuat souvenir
5. Pupuk kandang dari kotoran itik untuk tanaman
6. Pemeliharaan itik tergolong mudah, dapat menjadi usaha sampingan warga dan
mengisi masa tua pasca pensiun.
Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Ayam dan Itik
1) Sanitasi dan Tindakan Preventif Sanitasi kandang mutlak diperlukan dalam pemeliharaan
itik dan tindakan preventif (pencegahan penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk
mewaspadai timbulnya penyakit.
2) Pengontrol Penyakit
Dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta menyeluruh. Cacat dan tangani secara serius
bila ada tanda-tanda kurang sehat pada itik.
3) Pemberian Pakan
Pemberian pakan itik tersebut dalam tiga tahap , yaitu tahap stater (umur 0–8 minggu), tahap
grower (umur 8–18 minggu) dan tahap layar (umur 18–27 minggu). Pakan ketiga tahap tersebut
berupa pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing tahap . Cara
memberi pakan tersebut terbagi dalam empat kelompok yaitu:
a. umur 0-16 hari diberikan pada tempat pakan datar (tray feeder)
b. umur 16-21 hari diberikan dengan tray feeder dan sebaran dilantai
c. umur 21 hari samapai 18 minggu disebar dilantai.
d. umur 18 minggu–72 minggu, ada dua cara yaitu 7 hari pertama secara pakan
peralihan dengan memperhatikan permulaan produksi bertelur sampai produksi
mencapai 5%. Setelah itu pemberian pakan itik secara ad libitum (terus menerus).
Dalam hal pakan itik secara ad libitum, untuk menghemat pakan biaya baik tempat
ransum sendiri yang biasa diranum dari bahan-bahan seperti jagung, bekatul, tepung ikan,
tepung tulang, bungkil feed suplemen Pemberian minuman itik, berdasar pada umur itik
juga yaitu :
a. umur 0-7 hari, untuk 3 hari pertama iar minum ditambah vitamin dan mineral,
tempatnya asam seperti untuk anak ayam.
b. umur 7-28 hari, tempat minum dipinggir kandang dan air minum diberikan
secara ad libitum (terus menerus)
c. umur 28 hari-afkir, tempat minum berupa empat persegi panjang dengan
ukuran 2 m x 15 cm dan tingginya 10 cm untuk 200-300 ekor. Tiap hari
dibersihkan
4) Pemeliharaan Kandang andang hendaknya selalu dijaga kebersihannya dan daya gunanya
agar produksi tidak teengaruh dari kondisi kandang
Lokasi kandang jauh dari keramaian/pemukiman penduduk, mempunyai letak transportasi
yang mudah dijangkau dari lokasi pemasaran dan kondisi lingkungan kandang mempunyai
iklim yang kondusif bagi produksi ataupun produktivitas ternak. Itik serta kondisi lokasi tidak
rawan penggusuran dalam beberapa periode produksi.
Kandang itik dibagi menjadi dua berrdasarkan bentuk atapnya yaitu:
1. Shed type (tipe satu sisi)
Arah kandang bagian depan menghadap ke timur. Separuh dinding bagian depan dan
belakang, yaitu dinding bagian bawah, tertutup rapat. dinding bagian atas berupa alas yang
terbuat dari kawat atau bambu. dinding sisi kiri maupun kanan tertutup rapat, kecuali tangga
dan pintu di salah satu sisi. Tipe ini rnemungkinkan masuknya sinar matahari secara langsung
sehingga akan mengurangi bau amoniak dalam kandang. Tipe Shade ini cocok untuk daerah
yang tanah kering.
2. Gable type (atap dua sisi)
Arah kandang vertikal dari utara ke selatan. Bagian bawah dinding kandang dibuat
rapat, sementara bagian atasnya berupa kisi-kisi. Dua sisi dinding yang lain tertutup rapat,
kecuali pintu yang berada di salah satu sisi. Tipe ini adalah tipe atap yang cocok untuk
kandang itik di daerah bertanah basah dan kelembaban tinggi.
berdasar fungsinya kandang di bagi menjadi beberapa tipe sebagai berikut :
1. Kandang boks (kandang DOD, tahap starter) untuk anak itik yang berumur 1 hari - 3
minggu, terbuat dari papan atau bambu dengan lantai dari kawat kasa (ram ayam) atau
dari anyaman bambu dengan jarak anyaman 1-1,5 cm. Daya tampung 1 m2 kandang boks
mampu menampung 50 ekor DOD.
2. Kandang ren untuk pemeliharaan itik dara maupun dewasa hanya diberi atap sebagian
hanya dibatasi pagar mengelilingi kandang. Kandang diberi pembatas bedasarkan umur.
Setiap kelompok dapat terdiri dari 100-500 ekor.
3. Kandang koloni postal kandang koloni ditempati itik dalam kelompok umur yang
berbeda. Lantai kandang dapat berupa litter, lantai bersemen, atau dari bilah-bilah -
bambu.
4. Kandang Baterai kandang baterai merupakan kandang yang di buat dengan sekat-sekat
dan setiap petak hanya berisi satu ekor itik. Ukuran 45 cm x 35 cm dengan tinggi 60 cm.
Lantai dan dinding petak dapat dibuat dari anyaman bambu atau kawat. Lantai kandang
dibuat sedikit miring agar telur yang baru keluar dari induk itik dapat langsung
menggelinding ke tempat penampungan di bagian depan atau belakang.
5. Kandang itik dengan kolam ikan (mina itik) kandang itik dapat juga dibuat di atas
kolam. Di Kalimantan Selatan, khususnya di daerah Hulu Sungai Utara, para peternak
itik intensif sudah biasa membuat kandang di atas perairan, tetapi ikan masih berupa ikan
liar. Tentu akan Iebih baik bila ikan yang dipelihara di kolam adalah ikan gurame, lele,
ikan mas, mujair, nila, gabus, patin.
7.2. Jenis dan Karakeristik ternak ayam dan Itik
Jenis dan Karakteristik Itik
berdasar tujuan produksinya itik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell, Buff (Buff Oington) dan CV
2000-INA;
2. Itik pedaging seperti Peking, Rouen, Aylesbury, Muscovy, Cayuga;
3. Itik ornamental (itik kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call),
Mandariun, Blue Swedish, Crested, Wood.
Jenis bibit unggul yang diternakkan, khususnya di Indonesia ialah jenis itik petelur seperti itik
tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA dan itik-itik
petelur unggul lainnya.
1. Itik Tegal
Itik tegal, itik ini berasal dari tegal, ciri – cirinya:
badan berbentuk botol, langsing, postur tubuhnya tegak, tinggi badannya dapat
mencapai 50 cm , Lehernya dan panjang, proporsi kepala jauh lebih kecil daripada
badan dan letak mata mengarah sedikit ke atas bagian kepala, Warna bulu
kecoklatan/tutul2 coklat.
2. Itik Mojosari
Itik jenis ini merupakan itik lokal unggul yang mulai diternak di daerah Modupuro,
Mojosari, Daerah Mojokerto Jawa Timur, oleh karena itu terkenal pula disebut itik
mojokerto. Kelebihan itik mojosari adalah ukuran telur yang lebih besar dari itik
lainnya dan warnanya lebih hijau. Ciri-cirinya:
Ciri-ciri itik mojosari:
Postur tubuh mirip itik tegal dengan ukuran tubuh lebih kecil, Bulu pada betina
berwarna cokelat tua kemerahan dengan beberapa variasi, bulu pada jantan, bulu pada
bagian kepala, leher, dan dada berwama cokelat gelap kehitaman, Bulu dibagian perut
berwarna keputihan, bagian sayap terdapat bulu suri berwarna hitam mengkilap.
Bobot badan dewasa mencapai 1,7 Kg
Bobot telur 65-69 gram
Prosedur 130-265 telur
3. Itik Bali (Anas SP)
Itik bali adalah itik lokal yang banyak dibudidaya di Pulau Bali dan Pulau Lombok.
Kelebihannya daya tahan tubuh yang sangat bagus membuat itik ini dapat diternak di
berbagai daerah dengan berbagai suhu yang berbeda-beda.ciri-cirinya:
Hampir sama dengan itik jawa/ itik tegal dengan ukuran lebih besar dan leher lebih
pendek, Warna bulu lebih terang
4. Itik Alabio (Anas platurynchos)
Itik ini merupakan jenis itik asli dari Kalimantan. Lahir dari persilangan itik/bebek
peking dengan itik lokal kalimantan. Ciri-ciri:
Warna umum bulu itik alabio betina adalah kuning bercampur dengan, warna abu-abu.
Ujung dada, sayap, kepala ekor ada sembur warna hitam.
Namun warna itik alabio jantan adalah abu-abu hitam dan ekornya ada bulu yang melengkung
keluar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Kajian Ayam Buras Dengan Pendekatan Rantai Nilai Dan Iklim Usaha Di
Kabupaten Boven Digoel. Program Pembangunan Berbasis warga tahap Ii:
Implementasi Institusionalisasi Pembangunan Mata Pencaharian Yang Lestari Untuk
warga Papua, Ilo – Pcdp2 Undp. Http:Www.Ilo.Org/Wcmsp5/Groups/Public/---
Asia/---Ro.../Wcms_342733.Pdf: (Diakses Pada 27 November 2016)
Prasetyo, L.H., P. P. Ketaren, A. R. Setioko, A. Suparyanto, E. Juwarini, T. Susanti, S.
Sopiyana. 2010. Panduan Budidaya Dan Usaha Ternak Itik. Blai Penelitian Ternak
Ciawi, Bogor.
Rose, S.P. 2001. Principles Of Poultry Science. Cab International
Suretno, N. D., A. Prabowo, M. Silalahi. 2008. Teknologi Budidya Itik. Balai Besar
Pengkajian Teknolgi Pertanian.
Srigandono, 1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Susilorini, E., Sawitri, M. E., Dan Muharlien. 2008. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Santoso, H., & Sudaryani, T. 2009. Pembesaran Ayam Pedanging Di Kandang Panggung
Terbuka. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tan, N.S . 1980. The Training Ofdrakes For Semen Collection . Ann Zootech. 29 (2) : Pp. 93
-103 .
BAB VIII. KOMODITAS ANEKA TERNAK
8.1. Taksonomi, Morfologi, Sebaran Populasi, Kebiasaan Hidup, Kebutuhan Pakan
dan nutrisi, Reproduksi, Tujuan Produksi, Tata Laksana Pemeliharaan Ternak
Kuda, Kelinci, Puyuh dan Burung hantu
Kelinci
Kelinci adalah mamalia bertelinga panjang family Leporidae. Dulunya, hewan ini
adalah hewan liar yang hidup di Afrika hingga ke daratan Eropa. Pada perkembangannya,
tahun 1912 kelinci diklasifikasikan dalam Ordo lagomoha. Ordo ini dibedakan menjadi dua
famili, yakni Ochtonidae (jenis pika yang pandai bersiul) dan Leporidae (termasuk
didalamnya jenis kelinci dan terwelu). Di Indonesia banyak terdapat kelinci lokal, yakni
kelinci jawa (Lepus negicollis) dan kelinci sumatra (Nesolagus netseherischlgel)
(Kartadisastra, 2011). Kelinci termasuk hewan herbivora non-ruminan yang memiliki sistem
pencernaan monogastrik dengan perkembangan sekum seperti rumen ruminansia, sehingga
kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke et al., 1982).
Taksonomi Kelinci
berdasar Bappenas (2005) kelinci diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Mamalia
Ordo : Lagomoha
Familia : Leporidae
Subfamilia : Leporine
Genus : Lepus
Spesies : Lepus sp.
Morfologi Kelinci
Secara Morfologi tubuh kelinci terdiri dari Caput (kepala), Cervix (leher), Truncus
(Badan) dan Cauda (Ekor). Kelinci memiliki ukuran tubuh yang kecil dengan panjang 20-50
cm dengan bobot 0,4 – 2 Kg, telinga panjang yang menghadap kedepan, panjang telinga
mencapai 10 cm atau lebih, bangun hidung silindris, memiliki rambut halus diseluruh tubuh
termasuk ekor dan kaki, memiliki ekor pendek atau tidak terlihat, memiliki empat kaki, kaki
depan lebih pendek daripada kaki belakang, terdapat 5 jari disetiap kaki kelinci, dan memiliki
gigi seri (Rictche,1983). Awalnya kelinci diklasifikasikan dalam ordo rodensia (binatang
mengerat) yang bergigi seri empat, tetapi akhirnya dimasukkan dalam ordo logomoha karena
bergigi seri enam (Cheeke et al., 1987).
Tujuan Produksi
Tujuan produksi ternak kelinci terdapat beberapa macam, Menurut Raharjo (2005)
tujuan produksi kelinci diantaranya adalah:
a. menghasilkan protein hewani berupa daging, daging kelinci mengandung protein 20,8
%, lemak 10,2 %, energi metabolis 73 MJ/kg dan rendah kolesterol 0,1 %
b. untuk diambil kulit-rambut (fur)
c. sebagai kelinci hias
d. menghasilkan pupuk organik dari urin dan kotorannya
e. hewan percobaan (laboratoty animal)
f. hewan kesayangan
Kebiasaan Hidup
Kelinci merupakan herwan nocturnal (aktif dimalam hari) tetapi kelinci dapat
melakukan adaptasi dengan pemeliharaan sehingga aktivitas kelinci dilakukan pada siang hari
Kelinci dapat dipelihara pada suhu optimum 21°C, sedangkan pada suhu 25-30°C dapat
memicu stres pada kelinci (Lebas dkk., 1986). Kehidupan kelinci memiliki dimensi
sosial yang kuat sehingga ia akan merasa tertekan manakala teisahkan dari lingkungannya
yang tadinya nyaman berubah ke lingkungan yang tak nyaman (Manshur dan Fakkih, 2010):
1. coprophagy yaitu memakan kembali feses yang telah dikeluarkan, sifat coprophagy
biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya (Blakely dan Bade, 1991).
2. Grooming yaitu menjilati rambut tubuh untuk menjaga kebersihan.
3. Stereotypes, yaitu tindakan yang berulang dan tidak memiliki tujuan seperti mengigiti
pagar kandang, menggigiti kawat, mengunyah semu, menggigiti tempat pakan, menekan
tempat minum, kepala gemetar, mengais-ngais dan menggosokkan badan pada dinding
kandang (Fraser dan Broom, 2005).
4. Menandai wilayah kekuasaan (pada kelinci jantan) dengan melakukan urinasi untuk
(Cheeke et al., 2000).
Kebutuhan Nutrisi dan Pakan Kelinci
Kebutuhan nutrisi Kelinci berbeda sesuai dengan kondisi fisiologis ternaknya dapat
dilihat pada tabel 8.1.
Tabel 8.1. Kebutuhan Nutrisi Kelinci berdasar kondisi Fisiologis Ternak
Nutrient
Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Pertumbuhan Hidup Pokok Bunting Laktasi
Digestible Energy
(kcal/kg) 2500 2100 2500 2500
TDN (%) 65 55 58 70
Serat Kasar (%) 14 Protein Kasar (%) 16 12 15 17
Lemak (%) 2 2 2 2
Ca (%) 0,45 - 0,4 1,75
P (%) 0,55 - - 5
Metionin + Cystine 0,6 - - 0,6
Lysin 0,65 - - 0,75
Sumber: NRC (1977)
Reproduksi
Kondisi reproduksi kelinci dapat dilihat pada tabel 8.2.
Table.8.2. Umur dewasa kelamin, kawin pertama pada beberapa tipe kelinci
Reproduksi Umur (bulan)
Dewasa Kelamin Tipe Ringan 4
Tipe Sedang 5-6
Tipe Berat 7-8
Umur Kawin pertama Betina 6
Jantan 7
Sumber: Raharjo (2005)
Menurut Raharjo (2005) lama bunting pada kelinci 28-31 hari dengan jumlah anak/
kelahiran 4-10 ekor.
Tata Laksana Pemeliharaan kelinci
Sistem pemeliharaan kelinci dapat menggunakan jenis kandang berbeda sesuai status
fisiologisnya, Salah satu permasalahan yang dialami oleh ternak yang mendekati masa dewasa
kelamin adalah sifat agresif yang muncul akibat kepadatan kandang yang tinggi, kepadatan
kandang dapat mempengaruhi tingkah laku kelinci (Verga et al., 2004). Kepadatan kandang
diktahui tidak mempengaruhi performa kelinci tetapi mempengaruhi tingkah lakunya,
kandang koloni pada kelinci sebaiknya memiliki kepadatan 15 ekor/m2(38 kg/m2) (Morrise
dan Maurice, 1996). Jenis kandang ranch dilengkapi dengan tempat umbaran dengan
kapasitas satu jantan satu betina dan anak-anaknya (Gunawan, 2008). Jenis dan ukuran
kandang kelinci tercantum pada tabel 8.3.
Tabel 8.3. Jenis dan ukuran kandang kelinci
Jenis kandang
Ukuran
Kapasitas kandang
(ekor) Panjang x Lebar x tinggi
(m)
Kandang sistem postal 1 x 1 x 0,55 4-6
Kandang sistem battery 1 x 0,6 x 0,6 1
Kandang bibit 1 x 0,6 x 0,6 1
Kandang model ranch 1 x 0,75 x 0,6 1
(Gunawan, 2008)
8.2.Jenis dan Karakteristik kelinci
1. New Zealand White
Kelinci New Zealand White yang berasal dari USA termasuk dalam spesies
Orictolagus Cuniculus dari genus Orictolagus. El-Raffa (2004) merupakan kelinci
penghasil daging.Ciri-cirinya mempunyai dada penuh, badannya medium namun
terlihat bundar dan gempal, kaki depan agak pendek, kepala besar dan agak bundar,
telinga agak besar dan tebal dengan ujungnya yang sedikit membulat, serta bulunya
sangat tebal namun halus.
2. Kelinci Angora
Kelinci Angora berasal dari Ankara, Turki, yang pertama kali ditemukan dan
dibawa oleh pelaut Inggris, kemudian dibawa ke Perancis tahun 1723. Tahun 1777
Angora menyebar ke Jerman. Tahun 1920 meluas ke negara-negara Eropa Timur, Jepang,
Kanada, dan Amerika Serikat. Sampai kini Perancis menjadi pusat peternakan kelinci
Angora terbesar yang menghasilkan wool.
Di Indonesia kelinci jenis Angora merupakan kelinci hias. Cirinya Warna bulunya
bervariasi putih, cokelat, hitam, hitam putih, agouti, bintik-bintik putih, abu-abu, oranye,
dan campuran atau kombinasidari warna-warna tersebut. Kelinci angora memiliki ciri
bulu yang tebal dan lembut diseluruh bagian permukaan tubuhnya, adanya bulu yang
tumbuh di ujung telinga dan kaki depan, bersamaan dengan bulu panjang yang terdapat di
tubuhnya. Kelinci ini memiliki tempramen yang lembut, tetapi tidak cocok untuk orang
yang tidak suka menyisir binatang peliharaannya. Bobot badan bisa mencapai berat 2,0 –
4,0 kg baik jantan mau pun betina. (Djoko, 2012).
3. Kelinci Polish
Kelinci Polish berasal Belanda, Berat badannya lebih besar dari Netherland Dwarf
yakni 1,3 kg. Produktivitasnya melahirkan 4 ekor anak. Umrnya bias bertahan antara 5 -7
tahun dan bisa lebih panjang. Ciri khas kelinci ini bulunya halus dengan berbagai warna,
mata tajam, dan telinga pendek bulat meruncing (Ahmad, 2010).
4. Kelinci Flemish Giant.
Flemish giant ciri-cirinya memiliki badan yang besar yang berat badannya
berkisar antar 6 sampai 10 kilogram, bahkan lebih dari 10 kilogram, berkuping lebih
besar dan memiliki variasi warna rambut yang bagus. warna rambut pada Flesmish Giant
yaitu steel gray(abu-abu besi), Sandy(seperti pasir), Lightgray(abu-abu mudah), biru,
Fawn(cokelat kuning muda) serta hitam dan putih (Karmidi M, 2007:24).
5. Rex
Pada tahun 1924 Kelinci ini diperkenalkan ke publik di Pameran Internasional
Paris. Jenis kelinci rex ini ada berbagai macam/jenis bergantung dari warna bulunya,
antara lain white rex, dalmatian rex (bertotol), black rex, pappilon rex, ermine rex,
blue rex, dsb. Beberapa peternak di Indonesia sendiri memberi nama, misalnya triclor
rex (tiga warna), dsb. Kelinci rex yang paling terkenal adalah white rex, yang memiliki
bulu putih mulus dan tebal. Ciri-Ciri Umum Kelinci Rex adalah : Memiliki bulu antara
1,3 sampai 2,2 cm yang bertekstur padat halus dan lembut seperti beludru, sehingga
nampak indah. Bobot tubuh dapat mencapai 5 kg jantan, sedangkan betina dapat
mencapai lebih dari 5 kg. Memiliki bentuk kepala yang lebih luas dibandingkan jenis
kelinci lainnya, telinga tegak dan proporsional.
KUDA
Kuda merupakan salah satu jenis ternak besar yang termasuk hewan herbivora non
ruminansia. Ternak ini bersifat nomadic, kuat, dan mampu berjalan sejauh 16 km dalam
sehari untuk mencari makan dan air (Kilgour dan Dalton, 1984). Blakely dan Bade (1991)
menyatakan bahwa klasifikasi zoologis kuda adalah sebagai berikut:
Taksonomi Kuda
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Perissodactyla
Family : Equidae
Genus : Equus
Spesies : Equus caballus
Diperkirakan orang-orang Hindu dan Tionghoa membawa kuda ke Indonesia pada
awal perhitungan tahun Masehi yang disusul oreh orang Timur Tengah. Menurut Stegman
Von Pritzwald kuda dibagi menjadi beberapa jenis berdasar daerah asalnya, jenis kuda dan
asalnya dapat dilihat pada Tabel 8.4.
Tabel 8.4. Jenis kuda dan daerah asalnya
Jenis kuda Asal
Equus caballus germanicus Jerman
Equus caballus occidentalis Eropa Tengah
Equus caballus gmelini Eropa Timur
Equus caballus orientalis Asia
Equus caballus mongolicus mongol/ Equus prewalsky
Tujuan Pemeliharaan Kuda